Anda di halaman 1dari 158

TESIS

KARAKTERISTIK DAN KINERJA PERUSAHAAN


JASA KONSTRUKSI KUALIFIKASI KECIL
DI KABUPATEN JEMBRANA
TAHUN 2009

NYOMAN KORIAWAN
NIM : 0891561031

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011

1
2

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan

Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung

kerta wara nugrahaNya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Ir. Gede Astawa Diputra, MT, pembimbing I yang dengan

penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran

selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis

ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Bapak Ir.

Mayun Nadiasa, MT, pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, dan

Ketua Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas

yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

program magister di Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis sampaikan

kepada bapak-bapak penguji tesis, yang telah memberikan masukan, saran,

sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Penulis juga

menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Bupati Jembrana serta Bapak

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana yang telah memberikan ijin

belajar untuk mengikuti program magister di Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

mendiang ayah tercinta, Drs. I Nengah Renta dan Ibu tercinta, Ni Nengah Konten,
3

yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir

yang logis dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk

berkembangnya kreativitas.

Terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada istri

tercinta, Luh Putu Eny Risnayati, SE serta kedua bidadari kecil, Ni Putu Diandra

Putri Sasmitha dan Ni Kadek Natasya Putri Damayanthi, yang telah dengan sabar

dan penuh pengorbanan mendampingi dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan pendidikan program pascasarjana ini.

Sebagai akhir kata penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang telah

diberikan dalam penysusunan tesis ini, semoga Ida Sang Hyang Widhi selalu

melimpahkan rahmat-Nya serta memberikan kebahagian dan kesejahteraan.


4

KARAKTERISTIK DAN KINERJA PERUSAHAAN


JASA KONSTRUKSI KUALIFIKASI KECIL
DI KABUPATEN JEMBRANA
TAHUN 2009.

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister


pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil
Program Pascasarjana Universitas Udayana

NYOMAN KORIAWAN
NIM : 0891561031

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
5

ABSTRAK

KARAKTERISTIK DAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI


KUALIFIKASI KECIL DI KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2009

Tujuan dari terbitnya UU No.18 tahun 1999 adalah memberikan arah


pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur
usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi
yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik
kontraktor serta faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan hubungan antara
karakteristik dengan kinerja kontraktor kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana
tahun 2009.
Data karakteristik dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang
disebarkan ke 97 (sembilan puluh tujuh) kontraktor kualifikasi kecil yang ada di
Kabupaten Jembrana, sedangkan data kinerja dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner yang disebarkan kepada 40 (empat puluh) orang pengelola proyek di
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana. Metode deskripsi digunakan untuk
menjelaskan karakteristik kontraktor, sedangkan metode analisis faktor digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kontraktor
kualifikasi kecil dan untuk analisis hubungan karakteristik dengan kinerja
menggunakan analisis korelasi sederhana.
Simpulan dari penelitian ini adalah : 1). 67,01 % tingkat pendidikan
penanggungjawab badan usaha adalah tamatan STM, 21,65% adalah sarjana
Teknik (S1/S2/S3), 2,06 % adalah tamatan diploma teknik dan 9,28 % adalah
tamatan non teknik. Sedangkan Untuk tingkat pendidikan penanggungjawab
teknik badan usaha sebanyak 58,76 % adalah tamatan STM, 34,02 % adalah
sarjana teknik (S1/S2/S3), 4,12 % adalah tamatan diploma teknik sedangkan
sebanyak 3,09 % adalah non teknik. 2). Faktor utama yang mempengaruhi kinerja
kontraktor terdapat pada kelompok I ( faktor sumber daya manusia dan keuangan)
yang terdiri dari variabel Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan,
Penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan, Pengalaman dan
keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan, Koordinasi dengan pihak pengguna
jasa dalam pelaksanaan pekerjaan, Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya di lapangan, Pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan
pekerjaan, Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan; 3) Pengguna jasa
tidak berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruski gred 2 tetapi
berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruksi gred 3 dan gred 4,
sedangkan keahlian tenaga kerja tidak berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa
konstruksi gred 3 dan gred 4 tetapi berkorelasi dengan kinerja pengusaha
konstruksi gred 2.

Kata kunci : karakteristik, kinerja, kontraktor


6

ABSTRACT

CHARACTERISTICS AND PERFORMANCE OF SMALL QUALIFIED


CONTRACTORS IN JEMBRANA REGENCY IN 2009.

The purpose of issuance of the Law no. 18 in 1999 was to give direction to
growth and development of construction services to realize business structure that
strong, reliable, highly competitive, and qualify result. Aims of this research were
to analyze the contractor characteristics and the factors that influences the
performance and correlation between characteristics with the small qualification
contractor's performance in Jembrana regency in 2009.
Characteristic data were collected by using questionnaire which has been
distributed to 97 (ninety seven) small qualification contractors that exist in
Jembrana regency, while the performance data were collected by using a
questionnaire that distributed to 40 (forty) project managers in the Public Works
Department of Jembrana regency. Description method was used to describe the
characteristics of the contractor, while the factor analysis method were used to
analyze the factors that influences the small qualification contractors
performance and to analysis the correlations between characteristics with
performance by using simple correlation analysis.
The conclusions of this research as follows: 1) 67.01% education level of
responsible person of business were engineering high school graduate or
equivalent, 21.65% are scholar (S1/S2/S3), 9.28% were non-engineering
graduates and 2.06% were graduate of engineering diploma. While education
level of responsible person for engineering of enterprises were 58.76% graduate
of engineering high school or equivalent, 34.02% were scholar (S1/S2/S3), 4.12%
were engineering diploma graduate were 3.09% were non-technical. 2). Of the
four factors new formed, the main factors that influences the contractor
performance were found in the first group (human resources and financial factors)
which consists of financial capital variables in implementation of the jobs,
placement of the worker in accordance with workers education qualifications,
experiences and skills, Coordination with the service user in the implementation
of work, data that has been used in accordance with the actual situation on the site.
Safety considerations of worker in the implementation of the work, completeness
of design drawing / implementation documents; 3) Service user variable has no
correlation with the grade 2 small qualification construction services performance
but have correlation with grade 3 and 4 while skill worker variable have no
correlation with grade 3 and 4 construction service companys performance but
have correlation with the grade 2 qualifications construction companys
performance.

Keywords: characteristics, performance, contractor


7

DAFTAR ISI

Halaman

PRASYARAT GELAR ii

LEMBAR PENGESAHAN. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv

UCAPAN TERIMA KASIH v

ABSTRAK... vii

ABSTRACT. viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah.. 6

1.3 Batasan Masalah. 7

1.4 Tujuan Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian. 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9

2.1 Jasa Konstruksi... 9

2.1.1 Pengertian Jasa Konstruksi 9

2.1.2 Penggolongan Jasa Konstruksi... 10

2.1.3 Kualifikasi Jasa Konstruksi..... 10


8

2.1.4 Klasifikasi Jasa Konstruksi..... 14

2.1.5 Karakteristik Jasa Pelaksana Pekerjaan Konstruksi 16

2.2. Kinerja... 20

2.2.1 Pengertian Kinerja... 20

2.2.2 Pengukuran Kinerja. 21

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja 23

2.2.4 Indikator Kinerja 25

2.2.5 Kinerja Organisasi... 26

2.2.5.1 Pengukuran Kinerja Organisasi 27

2.2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. 29

2.2.5.3 Indikator Kinerja Organisasi 33

2.3 Analisis dan Interpretasi Data 34

2.3.1 Analisis Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi

Kecil..... 34

2.3.2 Analisis Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil. 35

2.3.2.1 Memilih Skala Pengukuran. 35

2.3.2.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas... 38

2.3.2.3 Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja.. 41

2.3.2.4 Pengujian Hubungan Karakteristik Dengan Kinerja.... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 47

3.1 Kerangka Konsep Penelitian.. 47

3.2 Lokasi dan Obyek Penelitian. 48

3.3 Jenis dan Sumber Data....... 48


9

3.3.1 Jenis Data 48

3.3.2 Sumber Data 48

3.4 Teknik Pengumpulan Data. 48

3.5 Populasi dan Sampel.. 49

3.5.1 Populasi dan Sampel untuk penelitian karakteristik... 49

3.5.1 Populasi dan Sampel untuk penelitian Kinerja... 51

3.6 Variabel Penelitian..... 53

3.6.1 Variabel Penelitian Karakteristik 53

3.6.2 Variabel Penelitian Kinerja. 54

3.7 Instrument Penelitian..... 56

3.8 Analisis dan Penyajian Data... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 60

4.1 Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil. 60

4.1.1 Karakteristik Personalia/ Sumber Daya Manusia... 61

4.1.1.1 Tingkat Pendidikan Penanggungjawab Badan Usaha.. 61

4.1.1.2 Tingkat Pendidikan Penanggungjawab Teknik Badan Usaha. 63

4.1.1.3 Jumlah Tenaga Kerja 67

4.1.1.4 Asal Tenaga Kerja Yang Dipekerjakan 69

4.1.1.5 Status Tenaga Ahli Yang Dipekerjakan... 71

4.1.2 Karakteristik Keuangan... 73

4.1.2.1 Nilai Paket Pekerjaan Yang Pernah Dikerjakan Dalam Tujuh

Tahun Terakhir. 73

4.1.2.2 Kekayaan Bersih Yang Dimiliki Saat Ini. 75


10

4.1.2.3 Asal Modal Usaha....................................................................... 77

4.1.3 Karakteristik Pengalaman Kerja. 79

4.1.3.1. Jumlah Paket Pekerjaan Yang Dikerjakan Dalam Tujuh Tahun

Terakhir. 79

4.1.3.2. Pengguna Jasa Yang Sering Memakai Jasa Perusahaan. 81

4.1.3.3. Lama Pengalaman Perusahaan Di Bidang Konstruksi 83

4.1.3.4. Lokasi Pekerjaan Yang Sering Ditangani... 85

4.1.3.6 Sub bidang layanan pekerjaan yang paling sering dikerjakan. 86

4.1.3.7. Sistem Lelang/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh

Pekerjaan.... 88

4.1.3.8. Lingkup Wilayah Pengadaan/Lelang Yang Diikuti 90

4.1.4. Karakteristik Peralatan Yang Dimiliki... 91

4.1.4.1. Status Peralatan Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan

Pekerjaan... 91

4.1.4.2. Jumlah Peralatan Kerja Yang Dimiliki Saat Ini.. 93

4.1.4.3. Umur Peralatan Yang Digunakan Saat Ini.. 95

4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi

Kualifikasi Kecil. 97

4.2.1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa

Konstruksi Kualifikasi Kecil... 97

4.2.2 Kommunalitas (Communalities). 109

4.2.3 Ekstraksi Jumlah Faktor.. 111

4.2.4 Matrix Komponen (Component Matrix). 112


11

4.3 Korelasi Karakteristik Pengusaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil

dengan Kinerja.. 118

4.3.1 Korelasi Karakteristik Pengusaha Jasa Konstruksi Gred 2

dengan Kinerja... 121

4.3.2 Korelasi Karakteristik Pengusaha Jasa Konstruksi Gred 3

dengan Kinerja... 123

4.3.3 Korelasi Karakteristik Pengusaha Jasa Konstruksi Gred 4

dengan Kinerja... 126

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 129

5.1 Simpulan 129

5.2 Saran... 132

DAFTAR PUSTAKA.. 133

LAMPIRAN. 135
12

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi..... 14


2.2 Kekayaan bersih perusahaan... 18
2.3 Kemampuan menangani paket pekerjaan 19
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. 29
2.5 Pedoman untuk memberikan interpretasi terhadap koefisien
korelasi 39
3.1 Data kontraktor kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana tahun
2009. 49
3.2 Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf
kesalahan 1%, 5% dan 10%........................................................ 50
3.3 Data populasi proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Jembrana tahun 2009... 51
3.4 Responden kuesioner penelitian kinerja.. 52
4.1 Rekapitulasi hasil uji validitas. 98
4.2 Rekapitulasi hasil uji reliabilitas. 100
4.3 Hasil tes KMO dan Barletts tahap I... 103
4.4 Nilai Anti Image Correlation tahap I... 104
4.5 Hasil tes KMO dan Barletts tahap II.. 106
4.6 Nilai Anti Image Correlation tahap II. 107
4.7 Nilai Komunalitas 109
4.8 Hasil Ekastraksi Faktor... 111
4.9 Hasil Loading Faktor... 113
4.10 Hasil Analisis Korelasi Karakteristik Kontaktor Gred 2 dengan
Kinerja. 121
4.11 Hasil Analisis Korelasi Karakteristik Kontaktor Gred 3 dengan
Kinerja. 124
4.12 Hasil Analisis Korelasi Karakteristik Kontaktor Gred 4 dengan
Kinerja. 126
13

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Tingkat Pendidikan PJBU Grade 2 61


4.2 Tingkat pendidikan PJBU Grade 3. 61
4.3 Tingkat Pendidikan PJBU Grade 4 62
4.4 Tingkat Pendidikan PJTBU Grade 2.. 63
4.5 Tingkat Pendidikan PJTBU Grade 3.. 64
4.6 Tingkat Pendidikan PJTBU Grade 4.. 64
4.7 Sertifikat Keahlian PJT Grade 2. 65
4.8 Sertifikat Keahlian PJT Grade 3. 66
4.9 Sertifikat Keahlian PJT Grade 4. 66
4.10 Jumlah Tenaga Kerja Grade 2 ... 67
4.11 Jumlah Tenaga Kerja Grade 3 68
4.12 Jumlah Tenaga Kerja Grade 4 68
4.13 Asal Tenaga Kerja Grade 2 69
4.14 Asal Tenaga Kerja Grade 3 70
4.15 Asal Tenaga Kerja Grade 4 70
4.16 Status Tenaga Kerja Grade 2.. 71
4.17 Status Tenaga Kerja Grade 3.. 72
4.18 Status Tenaga Kerja Grade 4.. 72
4.19 Nilai Paket Pekerjaan Grade 2... 73
4.20 Nilai Paket Pekerjaan Grade 3... 74
4.21 Nilai Paket Pekerjaan Grade 4... 74
4.22 Kekayaan Bersih Grade 2... 75
4.23 Kekayaan Bersih Grade 3... 76
4.24 Kekayaan Bersih Grade 4... 76
4.25 Asal Modal Usaha Grade 2 77
4.26 Asal Modal Usaha Grade 3 78
4.27 Asal Modal Usaha Grade 4 78
14

4.28 Jumlah Paket Pekerjaan Grade 2 80


4.29 Jumlah Paket Pekerjaan Grade 3 80
4.30 Jumlah Paket Pekerjaan Grade 4 80
4.31 Pengguna Jasa Grade 2... 82
4.32 Pengguna Jasa Grade 3... 82
4.33 Pengguna Jasa Grade 4... 82
4.34 Lama Pengalaman Grade 2 83
4.35 Lama Pengalaman Grade 3 84
4.36 Lama Pengalaman Grade 4 84
4.37 Lokasi Pekerjaan Grade 2.. 85
4.38 Lokasi Pekerjaan Grade 3.. 85
4.39 Lokasi Pekerjaan Grade 4.. 85
4.40 Sub Bidang Layanan Grade 2. 86
4.41 Sub Bidang Layanan Grade 3. 87
4.42 Sub Bidang Layanan Grade 4. 87
4.43 Sistem Pelelangan Yang Diikuti Grade 2... 89
4.44 Sistem Pelelangan Yang Diikuti Grade 3... 89
4.45 Sistem Pelelangan Yang Diikuti Grade 4... 89
4.46 Lingkup Pelelangan Grade 2.. 90
4.47 Lingkup Pelelangan Grade 3.. 90
4.48 Lingkup Pelelangan Grade 4.. 91
4.49 Status Peralatan Grade 2 92
4.50 Status Peralatan Grade 3 92
4.51 Status Peralatan Grade 4 93
4.52 Jumlah Peralatan Yang Dimiliki Grade 2.. 94
4.53 Jumlah Peralatan Yang Dimiliki Grade 3.. 94
4.54 Jumlah Peralatan Yang Dimiliki Grade 4.. 95
4.55 Umur Peralatan Yang Digunakan Grade 2. 96
4.56 Umur Peralatan Yang Digunakan Grade 3 96
4.57 Umur Peralatan Yang Digunakan Grade 4. 97
15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kinerja dapat dikatakan sebagai suatu hasil yang dicapai ketika mengerjakan

sesuatu atau tugas. Keberhasilan suatu organisasi diukur dengan kinerja

organisasi, dimana kinerja organisasi sendiri sangat ditentukan oleh kinerja

masing-masing individu dalam organisasi tersebut. Pengelolaan atas kinerja yang

dilakukan secara strategis merupakan hal utama bagi organisasi untuk

membangun dan meraih keunggulan kompetitif melalui peran sumber daya

manusia dalam menjalankan strategi organisasi.

Pada dasarnya kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu yang

bekerja dalam organisasi. Tanggung jawab terhadap kinerja sebenarnya tidak lahir

dari manajer namun dari individu. Apabila dalam organisasi setiap individu

bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat dan memberikan kontribusi terbaik

mereka terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan baik.

Dengan demikian, kinerja organisasi merupakan cermin dari kinerja individu

(Mahmudi, 2005).

Indikator kinerja organisasi juga penting diketahui untuk mengukur hasil yang

telah dicapai. Indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif

yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah

ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen indikator yaitu : masukan


16

(input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dampak (impact)

(Bastian,2001 dalam Syafarudin dan Tangkilisan, 2004).

Tujuan dari terbitnya UU No.18 tahun 1999 adalah memberikan arah

pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur

usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi

yang berkualitas. Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas tentunya harus

didukung oleh kesiapan faktor-faktor pendukungnya yaitu faktor manajemen,

faktor keuangan, faktor sumber daya manusia, faktor pengalaman kerja, faktor

sarana dan prasarana pendukung dan faktor peralatan.

Kondisi penyelenggara jasa konstruksi kualifikasi kecil, khususnya di

Kabupaten Jembrana, saat ini cendrung mempunyai kelemahan dalam

manajemen, penguasaan teknologi, permodalan serta keterbatasan tenaga ahli dan

tenaga terampil sehingga berpengaruh terhadap mutu produk, ketepatan waktu

pelaksanaan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, dan modal.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pengawas proyek serta pejabat

pelaksana teknis kegiatan menunjukkan kenyataan bahwa banyak kontraktor yang

hanya mengandalkan penyedia jasa untuk membuat administrasi proyek seperti

laporan kemajuan proyek (laporan harian, laporan mingguan maupun laporan

bulan), permohonan bahan, permohonan job mix formula sehingga sangat

menggangu jalannya proyek. Hal lainnya adalah tidak siapnya kontraktor

kualifikasi kecil dalam hal permodalan, yang hanya mengandalkan uang muka

proyek untuk memulai pekerjaaan di lapangan.


17

Karakteristik proyek konstruksi yang dinamis memerlukan proses

pengelolaan proyek yang baik yaitu pengelolaan, pengalokasian, dan

penjadwalan sumberdaya dalam proyek untuk mencapai sasaran yang dituju

yaitu tepat biaya, tepat waktu dan tepat mutu hasil. Perencanaan dan

pengendalian yang baik, belum menjamin terwujudnya sasaran proyek, selalu

terdapat ketidakpastian atas keputusan apapun yang diambil. Proyek

konstruksi sangat penuh risiko, baik risiko finansial maupun risiko manajerial,

risiko finansial berkaitan dengan kegagalan perusahan dalam merealisasikan

rencana finansial yang telah ditetapkan dan risiko manajerial adalah kegagalan

impinan dalam mengelola perusahan, yang pada akhirnya diukur dengan

kegagalan finansial. Risiko ini terjadi karena keadaan masa akan datang penuh

dengan ketidakpastian.(Mahadi, 2009)

Keberhasilan proyek konstruksi pada proyek pemerintah tidak hanya

dilihat dari ketepatan biaya, waktu dan mutu, tetapi juga dilihat dari ada

tidaknya temuan dan penyimpangan proyek setelah dilakukan pemeriksaan

oleh instansi pemeriksa seperti Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

dan instansi pemeriksa lainnya. Temuan pada proyek akan menimbulkan biaya

baru bagi penyedia jasa, karena harus mengembalikan sejumlah dana sebagai

akibat dari penyimpangan proyek. Penguna jasa, dalam hal ini direksi proyek

yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

(PPTK), dan Pengawas berisiko untuk mendapatkan sanksi pelanggaran

disiplin kerja akibat penyimpangan proyek.


18

Penyebab umum terjadinya temuan adalah perbedaan kondisi lokasi

dengan perencanaan, perubahan desain, kelebihan pembayaran, perbedaan

spesifikasi, pemeriksaan yang tidak memperdulikan jenis kontrak, dan mutu

pekerjaan tidak baik. Semua penyebab risiko temuan ini berpengaruh terhadap

biaya proyek dan berisiko dapat merugikan negaraatau Pemerintah Daerah.

Harian Balipost, edisi Selasa, 07 Juli 2009 memberitakan bahwa Kepala

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Bali I Gede Kastawa mengatakan

dari pemeriksaan administrasi oleh BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah

Kabupaten Jembrana TA 2008, BPK RI memberikan opini Disclaimer atau

Tidak Memberikan Pendapat. Terkait dengan pemeriksaan atas laporan

keuangan tersebut Dinas Pekerjaan Umum dan Lingkungan Hidup (PULH)

Kabupaten Jembrana yang saat ini menjadi Dinas Pekerjaan Umum (PU)

berindikasi menimbulkan kerugian daerah atas kekurangan volume pekerjaan

senilai Rp 377,45 juta.

Hal ini tentunya bertolak belakang dengan tujuan diterbitkannya Undang-

undang No. 18 Tahun 1999 yang mengharapkan akan tumbuh dan berkembangnya

usaha jasa konstruksi yang mempunyai daya saing dan hasil pekerjan konstruksi

yang berkualitas dan mampu berfungsi sesuai dengan perencanaan.

Kondisi yang terjadi di Kabupaten Jembrana khususnya pada perusahaan jasa

konstruksi kualifikasi kecil kemungkinan disebabkan oleh dua faktor yaitu :

1. Faktor internal kontraktor itu sendiri seperti permodalan, manajemen.


19

Faktor ini memberikan pengaruh terhadap kemampuan kontraktor dalam

penyediaan sarana dan prasarana termasuk penyediaan sumber daya manusia

yang terampil.

2. Faktor ekternal seperti regulasi pemerintah, jumlah proyek, jumlah kontraktor.

Hal ini dapat dilihat dari fakta yang terjadi di lapangan dengan peningkatan

jumlah perusahaan jasa konstruksi dari tahun ke tahun, yang disebabkan dengan

semakin mudahnya persyaratan untuk mendirikan suatu usaha jasa konstruksi

khususnya yang berkualifikasi kecil.

Peningkatan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan jumlah proyek

yang hanya mengandalkan proyek pemerintah saja, yang tentunya sangat

tergantung dari ketersediaan anggaran pemerintah. Data yang ada pada Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana menunjukkan pada tahun 2009 dari tiga

bidang yang ada yaitu bidang cipta karya, bidang bina marga, dan bidang

pengairan jumlah proyek dengan nilai dibawah Rp. 1 Milyar berjumlah 84 buah

sedangkan jumlah pengusaha jasa konstruksi dengan kualifikasi kecil yang

terregistrasi di Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi berjumlah 148 buah.

Kesenjangan antara jumlah proyek dengan jumlah usaha jasa konstruksi yang

tidak seimbang tentunya akan mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak

sehat antara perusahaan jasa konstruksi itu sendiri. Akibatnya, untuk mendapatkan

margin keuntungan yang diinginkan maka kualitas pekerjaan akan dikorbankan.

Hal ini tentunya akan melemahkan daya saing usaha jasa konstruksi itu sendiri

dan menjadi tidak sejalan dengan tujuan dari terbitnya UU No.18 tahun 1999 yaitu

memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk


20

mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil

pekerjaan konstruksi yang berkualitas. Disisi lain, kesadaran masyarakat akan

manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuhkembangkan agar

mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan

konstruksi secara optimal.

Sejalan dengan meningkatnya persaingan, maka menuntut pengusaha jasa

konstruksi di Kabupaten Jembrana untuk selalu meningkatkan kualifikasi dan

kinerjanya, mengingat persaingan dan banyaknya pesaing yang ada, baik lokal

(Kabupaten Jembrana dan Bali) maupun dari luar daerah yang sudah tentu

memiliki kemampuan dan fasilitas jauh diatas kekemampuan yang dimiliki oleh

pengusaha jasa konstruksi lokal.

Melihat hal tersebut, maka sangatlah penting untuk meneliti karakteristik dan

kinerja pengusaha jasa konstruksi dalam mengembangkan usahanya serta

meningkatkan daya saing di pasaran lokal maupun luar daerah yang dapat

memenuhi keinginan masyarakat pengguna jasa konstruksi tanpa mengabaikan

aturan-aturan dan etika yang ada sehingga mampu untuk bersaing saat ini dan

dimasa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana karakteristik pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil di

Kabupaten Jembrana tahun 2009 terhadap syarat-syarat dasar yang telah

ditetapkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa


21

Konstruksi serta Peraturan Lembaga Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nomor 11a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa

Pelaksana Konstruksi ?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dari pengusaha jasa konstruksi

kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana Tahun 2009 ?

3. Bagaimana hubungan karakteristik dengan kinerja pengusaha jasa

pelaksana konstruksi kualifikasi kecil ?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi hanya pada pengusaha jasa

konstruksi untuk jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan kualifikasi kecil

yang ada di Kabupaten Jembrana pada tahun 2009.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka dapat disampaikan

tujuan penelitian yaitu :

1. Untuk menganalisa karakteristik pengusaha jasa konstruksi kualifikasi

kecil di Kabupaten Jembrana terhadap syarat-syarat dasar yang telah

ditetapkan dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa

Konstruksi serta Peraturan Lembaga Lembaga Pengembangan Jasa

Konstruksi Nomor 11a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa

Pelaksana Konstruksi.

2. Untuk menganalisa Faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dari

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana tahun

2009.
22

3. Untuk menganalisa hubungan karakteristik dengan kinerja pengusaha jasa

pelaksana konstruksi kualifikasi kecil.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

bagi pengambil kebijakan (pemerintah, lembaga pengembangan profesi dan

organisasi profesi) dalam mengeluarkan suatu kebijakan atau regulasi sehingga

dapat meningkatkan kinerja dan daya saing pengusaha jasa konstruksi kualifikasi

kecil serta dapat bermanfaat dan memberikan tambahan wawasan bagi penelitian-

penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan sumber daya manusia

dan dapat memberikan informasi serta sumbangan pemikiran yang diharapkan

menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan jasa konstruksi di

Kabupaten Jembrana khususnya mengenai karakteristik perusahaan sehingga

mampu meningkatkan daya saing dan kinerja sesuai dengan keinginan masyarakat

dalam upaya menghadapi persaingan global.


23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Jasa Konstruksi

2.1.1 Pengertian Jasa Konstruksi

Menurut Undang-undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Jasa

konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,

layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi

pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan konstruksi adalah

keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan

beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,

elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk

mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lainnya.

Keputusan Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional Nomor

: 75/KPTS/LPJK/D/X/2002 mendifinisikan jasa konstruksi sebagai layanan jasa

konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi yang disediakan oleh perencana

konstruksi dan/atau layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang

disediakan oleh pelaksana konstruksi dan/atau layanan jasa konsultasi

pengawasan pekerjaan konstruksi yang disediakan oleh pengawas konstruksi.

Sedangkan Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian dari rangkaian

kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang menyangkut

pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan, masing-

masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bentuk bangunan atau

bentuk fisik lainnya.


24

Sedangkan menurut PerLem LPJK No : 11a Tahun 2008 memberikan definisi

Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi adalah jenis usaha jasa konstruksi yang

menyediakan layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, yang dibedakan

menurut bentuk usaha, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi

2.1.2 Penggolongan Jasa Konstruksi

Berdasarkan Keputusan Dewan Lembaga pengembangna Jasa Konstruksi

Nasional Nomor : 75/KPTS/LPJK/D/X/2002 tentang Pedoman Sertifikasi dan

Registrasi Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi Nasional, maka Badan Usaha

Jasa Pelaksana Konstruksi Nasional dibagi dalam tiga golongan yaitu Golongan

Besar, Golongan Menengah, dan Golongan Kecil, yang digolongkan berdasarkan

modal kerja yang berasal dari modal setor atau kekayaan yang dimiliki, dengan

keketentuan sebagai berikut :

1. Badan Usaha Golongan Kecil memiliki modal kerja setinggi-tingginya Rp. 1

Milyar.

2. Badan Usaha Golongan Menengah memiliki modal kerja lebih dari Rp. 1

Milyar sampai dengan Rp. 10 Milyar.

3. Badan Usaha Golongan Besar memiliki modal usaha di atas Rp. 10 Milyar

4. Untuk badan usaha golongan menengah dan golongan besar harus berbentuk

Perseroan Terbatas (PT) serta telah disahkan oleh menteri terkait.

2.1.3 Kualifikasi Jasa Konstruksi

Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi Nasional didasarkan pada

tingkat/kedalaman kompetensi dan kemampuan usahanya yang ditinjau dari :


25

1. Aspek Penanggung Jawab Badan Usaha atau Prinsipal (PJBUP), yaitu

Direktur Utama atau anggota Direksi atau Pimpinan Badan Usaha untuk

Kantor Pusat dan Kepala Cabang/Perwakilan untuk Kantor

Cabang/Perwakilan yang bertanggung jawab atas berjalannya operasional

Badan Usaha.

2. Pemilikan Tenaga Inti sebagai Penanggung jawab Teknik Badan Usaha

(PJTBU), yaitu tenaga ahli/terampil inti yang diangkat oleh Pimpinan Badan

Usaha untuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan seluruh pekerjaan

teknik yang dilakukan oleh Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan usaha

yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan

Penanggung jawab Bidang/Sub Bidang (PJSB), yaitu tenaga ahli/terampil inti

yang memiliki sertifikat tenaga ahli/terampil dari asosiasi profesi/institusi

pendidikan dan pelatihan dan diangkat oleh Pimpinan Badan Usaha untuk

bertanggung jawab atas penyelenggaran pekerjaan teknik di

Bidang/Subbidang Pekerjaan Konstruksi dan untuk memenuhi persyaratan

usaha yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi

Nasional.

3. Tenaga teknik pendukung sebagaimana yang dipersyaratkan, adalah Tenaga

Ahli Inti yang terdiri atas Tenaga Ahli dan atau Tenaga Terampil dibidang

teknik yang harus ada pada suatu Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan

klasifikasi dan kualifikasi pada bidang dan sub bidang pekerjaan konstruksi

yang ditetapkan oleh Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi

Nasional.
26

Berdasarkan tiga aspek tersebut, maka Kualifikasi Usaha Jasa Pelaksanan

Konstruksi Nasional terdiri atas :

1. Badan Usaha Kualifikasi Kecil, yang memenuhi persyaratan memiliki seorang

penanggung jawab teknik badan usaha yang dapat merangkap sebagai

penanggung jawab Bidang atau merangkap sebagai tenaga teknik pendukung,

diberi :

a. Kualifikasi K3, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan

pekerjaan konstruksi sampai nilai Rp. 100 juta.

b. Kualifikasi K2, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan

pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 100 juta sampai dengan nilai Rp. 400

juta.

c. Kualifikasi K1, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan

pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 400 juta sampai dengan nilai Rp.

1 Milyar.

2. Badan Usaha Kualifikasi Menengah, memenuhi persyaratan memiliki seorang

penanggung jawab teknik badan usaha dan penanggung jawab bidang untuk

setiap bidang pekerjaan ditambah sejumlah tenaga ahli inti sebagai tenaga

teknik pendukung, diberi :

a. Kualifikasi M2, bagi yang mempunyai kompetensi untuk melaksanakan

pekerjaan kosntruksi lebih dari nilai Rp. 1 Milyar sampai dengan Rp. 3

Milyar.
27

b. Kualifikasi M1, bagi yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan

pekerjaan konstruksi lebih dari nilai Rp. 3 Milyar sampai dengan nilai Rp.

10 Milyar.

3. Badan Usaha Kualifikasi Besar, yang memenuhi persyaratan memiliki seorang

penggung jawab teknik badan usaha dan seorang penaggung jawab bidang/sub

bidang masing-masing untuk setiap bidang/sub bidang sesuai bidang/sub

bidang pekerjaan dalam kualifikasinya, sejumlah tenaga ahli inti sebagai

tenaga teknik pendukung sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam

persyaratan klasifikasi dan kualifikasi badan usaha jasa pelaksana konstruksi,

diberi kualifikasi B, bagi yang mempunyai kompetensi melaksanakan

pekerjaan konstruksi lebih dari Rp. 10 Milyar.

Sedangkan menurut PerLem LPJK No.11a Tahun 2008 Penggolongan

kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan

usaha, yang selanjutnya dibagi menurut kemampuan melaksanakan pekerjaan

berdasarkan kriteria risiko, dan/atau kriteria penggunaan teknologi, dan/atau

kriteria besaran biaya, dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai

berikut :

a. Kualifikasi usaha besar, berupa :

Gred 7

Gred 6

b. Kualifikasi usaha menengah, berupa :

Gred 5
28

c. Kualifikasi usaha kecil, berupa :

Gred 4

Gred 3

Gred 2

Gred 1 (usaha orang perseorangan)

2.1.4 Klasifikasi Jasa Konstruksi

Klasifikasi usaha untuk badan usaha jasa pelaksana konstruksi adalah sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi

NO KODE BIDANG/SUB BIDANG

1 21001 Perumahan tunggal dan koppel, termasuk perawatannya


2 21002 Perumahan multi hunian, termasuk perawatannya
3 21003 Bangunan pergudangan dan industri, termasuk perawatannya
4 21004 Bangunan komersial, termasuk perawatannya
5 21005 Bangunan-bangunan non perumahan lainnya, termasuk
perawatannya
6 21006 Fasilitas pelatihan sport diluar gedung, fasilitas rekreasi, termasuk
perawatannya
7 21007 Pertamanan, termasuk perawatannya
8 21101 Pekerjaan pemasangan instalasi asesori bangunan, termasuk
perawatannya
9 21102 Pekerjaan dinding dan jendela kaca, termasuk perawatannya
10 21103 Pekerjaan interior, termasuk perawatannya
11 21201 Pekerjaan kayu
12 21202 Pekerjaan logam
13 21301 Perawatan Gedung / Bangunan
14 22001 Jalan raya, jalan lingkungan, termasuk perawatannya
15 22002 Jalan kereta api, termasuk perawatannya
16 22003 Lapangan terbang dan runway, termasuk perawatannya
17 22004 Jembatan, termasuk perawatannya
18 22005 Jalan layang, termasuk perawatannya
19 22006 Terowongan, termasuk perawatannya
20 22007 Jalan bawah tanah, termasuk perawatannya
21 22008 Pelabuhan atau dermaga, termasuk perawatannya
22 22009 Drainase Kota, termasuk perawatannya
23 22010 Bendung, termasuk perawatannya
29

Lanjutan Tabel 2.1 Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi


23 22011 Irigasi dan Drainase, termasuk perawatannya
25 22012 Persungaian Rawa dan Pantai, termasuk perawatannya
26 22013 Bendungan, termasuk perawatannya
27 22014 Pengerukan dan Pengurugan, termasuk perawatannya
28 22101 Pekerjaan penghancuran
29 22102 Pekerjaan penyiapan dan pengupasan lahan
30 22103 Pekerjaan penggalian dan pemindahan tanah
31 22201 Pekerjaan pemancangan
32 22202 Pekerjaan pelaksanaan pondasi, termasuk untuk perbaikannya
33 22203 Pekerjaan kerangka konstruksi atap, termasuk perawatannya
34 22204 Pekerjaan atap dan kedap air, termasuk perawatannya Pekerjaan
35 22205 pembetonan
36 22206 Pekerjaan konstruksi baja, termasuk perawatannya
37 22207 Pekerjaan pemasangan perancah pembetonan
38 22208 Pekerjaan pelaksana khusus lainnya
39 22301 Pekerjaan pengaspalan, termasuk perawatannya
40 23001 Instalasi pemanasan, ventilasi udara dan AC dalam bangunan,
termasuk perawatannya
41 23002 Perpipaan air dalam bangunan, termasuk perawatannya
42 23003 Instalasi pipa gas dalam bangunan, termasuk perawatannya
53 23004 Insulasi dalam bangunan, termasuk perawatannya
44 23005 Instalasi lift dan escalator, termasuk perawatannya
45 23006 Pertambangan dan manufaktur, termasuk perawatannya
46 23007 Instalasi thermal, bertekanan, minyak, gas, geothermal (Pekerjaan
Rekayasa), termasuk perawatannya
47 23008 Konstruksi alat angkut dan alat angkat (Pekerjaan Rekayasa),
termasuk perawatannya
48 23009 Konstruksi perpipaan minyak, gas dan energi (Pekerjaan
Rekayasa), termasuk perawatannya
49 23010 Fasilitas produksi, penyimpanan minyak dan gas (Pekerjaan
Rekayasa), termasuk perawatannya
50 23011 Jasa penyedia peralatan kerja konstruksi
51 24001 Pembangkit tenaga listrik semua daya, termasuk perawatannya
52 24002 Pembangkit tenaga listrik dengan daya maksimal 10 MW / unit,
termasuk perawatannya
53 24003 Pembangkit tenaga listrik energi baru dan terbarukan, termasuk
perawatannya
54 24004 Jaringan transmisi tenaga listrik tegangan tinggi dan ekstra
tegangan tinggi, termasuk perawatannya
55 24005 Jaringan transmisi telekomunikasi dan atau telepon, termasuk
perawatannya
56 24006 Jaringan distribusi tenaga listrik tegangan menengah, termasuk
perawatannya
57 24007 Jaringan distribusi tenaga listrik tegangan rendah, termasuk
perawatannya
58 24008 Jaringan distribusi telekomunikasi dan atau telepon, termasuk
30

Lanjutan Tabel 2.1 Klasifikasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi


perawatannya
59 24009 Instalasi kontrol dan instrumentasi, termasuk perawatannya
60 24010 Instalasi listrik gedung dan pabrik, termasuk perawatannya
61 24011 Instalasi listrik lainnya, termasuk perawatannya
62 25001 Perpipaan minyak, termasuk perawatannya
63 25002 Perpipaan gas, termasuk perawatannya
64 25003 Perpipaan air bersih / limbah, termasuk perawatannya
65 25004 Pengolahan air bersih, termasuk perawatannya
66 25005 Instalasi pengolahan limbah, termasuk perawatannya
67 25006 Pekerjaan pengeboran air tanah, termasuk perawatannya
68 25007 Reboisasi / Penghijauan, termasuk perawatannya

Sumber : LPJK, 2010 (http//: www.lpjk.org.id)

2.1.5 Karakteristik Jasa Pelaksana Pekerjaan Konstruksi

Kemampuan suatu organisasi perusahaan dalam menentukan posisi meraih

kesuksesan tergantung dari pengelolaan dan karakter sumber daya yang dimiliki

sebagai keunggulan kompetitif dalam meningkatkan daya saing. Karakteristik

suatu organisasi akan memberikan efek persaingan dalam memenangkan

persaingan bisnis yang merupakan jawaban dalam pengembangan bentuk badan

usaha (Alwi, 2000). Menurut Surat Keputusan LPJK Nomor 11a Tahun 2008,

diterangkan bahwa karakteristik jasa pelaksana pekerjaan konstruksi berkaitan

dengan kualifikasi bentuk badan usaha.

Dalam Surat Keputusan LPJK Nomor 11a Tahun 2008, dijelaskan beberapa

pengertian penting :

1. Kualifikasi merupakan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut

tingkat/kedalaman/kompetensi dan kemampuan usaha yang dijalankan.

2. SBU adalah sertifikat badan usaha yaitu wujud registrasi sebagai tanda bukti

pengakuan atas penetapan klasifikasi atau kualifikasi badan usaha.


31

3. NRBU adalah nomor registrasi badan usaha yang diberikan oleh Badan

Pelaksana Registrasi Badan Usaha/BPRU, yang dicantumkan pada Sertifikat

Badan Usaha/SBU

4. Usaha jasa konstruksi adalah usaha yang bergerak dibidang jasa konstruksi

mencakup jenis usaha, kalsifikasi, dan kualifikasi usaha jasa konstruksi.

5. Gred merupakan suatu bentuk penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana

konstruksi, yang terdiri dari :

a. Gred 1, untuk kualifikasi usaha perseorangan atau kecil

b. Gred 2, 3, 4, untuk kualifikasi usaha kecil.

c. Gred 5, untuk kualifikasi usaha menengah.

d. Gred 6, untuk kualifikasi usaha besar

e. Gred 7, untuk kualifikasi usaha besar termasuk badan usaha asing yang

membuka kantor perwakilan.

Kualifikasi merupakan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi

menurut tingkat/kedalaman/kompetensi dan kemampuan usaha yang dijalankan

dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu :

1. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan kualifikasi usaha berdasarkan potensi

kemampuan tenaga kerja sebagai keunggulan kompetitif dalam melakukan

pengelolaan usaha. Sumber daya manusia yang digunakan harus memiliki

kualifikasi dan klasifikasi yang sesuai seperti pendidikan, keterampilan kerja,

keahlian kerja serta pengalaman kerja.


32

2. Kekayaan Bersih

Kekayaan bersih merupakan kemampuan modal keuangan yang digunakan

untuk membiayai pengelolaan perusahaan dan pelaksanaan pekerjaan, juga dapat

digunakan sebagai penilaian atas kemampuan badan usaha dalam menetapkan

kualifikasi perusahaan.

Tabel. 2.2 Kekayaan Bersih Perusahan

No Gred Kekayaan Bersih

1 1 Tidak disyaratkan

2 2 50.000.000 s/d 600.000.000

3 3 100.000.000 s/d 800.000.000

4 4 400.000.000 s/d 1.000.000.000

5 5 1.000.000.000 s/d 10.000.000.000

6 6 3.000.000.000 s/d 25.000.000.000

7 7 10.000.000.000 s/d tak dibatasi

Sumber : LPJK No. 11a Tahun 2008

3. Kemampuan Menangani Paket Pekerjaan

Kemampuan menangani paket pekerjaan merupakan batasan kompetensi

perusahaan berdasarkan pengalaman yang dimiliki dalam menangani paket

pekerjaan kurun waktu tujuh tahun terakhir. Pengalaman tersebut dapat juga

dilihat dari nilai minimum kumulatif pekerjaan yang diselesaikan dan jumlah

paket pekerjaan yang dapat ditangani pada gred sebelumnya selama kurun waktu

tujuh tahun terakhir.


33

Tabel 2.3 Kemampuan Menangani Paket Pekerjaan

Pengalaman Nilai
Jml Paket Batas Nilai satu Pekerjaan
No Gred Minimal Kumulatif
Pekerjaan (Rp)
Pekerjaan
1 1 1 0 s/d 100.000.000 Tidak dipersyaratkan

2 2 2 0 s/d 300.000.000 200.000.000

3 3 3 0 s/d 600.000.000 400.000.000

4 4 3 0 s/d 1.000.000.000 800.000.000

5 5 5 >1.000.000.000 s/d 10.000.000.000 2.500.000.000

6 6 8 >1.000.000.000 s/d 25.000.000.000 12.000.000.000

7 7 8 >1.000.000.000 s/d tak terbatas 32.000.000.000

Sumber : LPJK No. 11a Tahun 2008

4. Peralatan

Peralatan pada dasarnya merupakan teknologi yang digunakan sebagai

sarana pendukung dalam pelaksanaan operasional pekerjaan. Kriteria dalam

penggunaan teknologi pada pelaksanaan pekerjaan ditentukan berdasarkan

besaran biaya dan volume pekerjaan yang terdiri dari :

a. Badan usaha perseorangan gred 1, 2, dan gred 3 dapat melaksanakan

pekerjaan dengan kriteria teknologi sederhana mencakup pelaksanaan

pekerjaan yang menggunakan alat kerja sederhana dan tidak menggunakan

tenaga ahli.

b. Badan usaha gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan dengan kriteria teknologi

madya mencakup pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan sedikit peralatan

berat dan memerlukan sedikit tenaga ahli.


34

c. Badan usaha gred 5, gred 6 dan gred 7 dapat melaksanakan pekerjaan dengan

kriteria teknologi tinggi mencakup pelaksanaan pekerjaan yang menggunakan

banyak alat berat dan tenaga ahli yang terampil.

Lebih lanjut dalam PerLem LPJK No.11a Tahun 2008, pasal 14 disebutkan

bahwa Badan Usaha dengan kualifikasi Gred 2, Gred 3, dan Gred 4 dapat

melaksanakan pekerjaan konstruksi dengan kriteria risiko kecil, berteknologi

sederhana, dan berbiaya kecil.

Yang dimaksud dengan kriteria risiko kecil adalah mencakup pekerjaan

konstruksi yang pelaksanaannya dan pemanfaatan bangunan-konstruksinya

tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda. Berteknologi

sederhana dimaksudkan adalah pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya

menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli.

2.2. Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja atau performance sering diartikan sebagai hasil kerja atau prestasi

kerja. Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil

kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang

melakukan pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja

adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja

merupakan hasil pekerjaan yanng telah disusun. Mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan

kontribusi ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998, dalam Wibowo, 2007). Kinerja

merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja


35

dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi,

motivasi, dan kepentingan.

Menurut Gibson, dkk (1990) kinerja merupakan suatu keberhasilan mencapai

suatu tujuan. Kinerja organisasi merefleksikan suatu pencapaian dari tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan organisasi, baik yang diukur dari visi, misi, tujuan dan

target sasaran. Pencapaian ini tidak terlepas dari individu-individu yang bekerja

dalam organisasi tersebut. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepuasan

kerja individu akan mempengaruhi kinerja. Namun ada juga yang berpendapat

sebaliknya bahwa kinerja justru mempengaruhi kepuasan karyawan dalam

organisasi.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan

suatu proses kegiatan dalam organisasi dalam upaya untuk mencapai tujuan, visi,

dan misi organisasi, serta menunjukkan hasil yang telah dicapai dalam upaya

tersebut.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama

pelaksanaan pekerjaan terhadap penyimpangan dari rencana yang telah

ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang

ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan

(Wibowo,2007).

Sedarmayanti (2007) menguraikan bahwa terlepas dari besar, jenis, sektor atau

spesialisasinya, setiap organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran

kinerja dalam aspek berikut.


36

1. Aspek finansial

Meliputi anggaran suatu organisasi. Karena aspek finansial dapat dianalogikan

sebagai aliran darah dalam tubuh manusia, aspek finansial merupakan aspek

penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.

2. Kepuasan pelanggan

Dengan semakin banyaknya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang

berkualitas, maka organisasi dituntut untuk terus menerus memberikan

pelayanan berkualitas prima.

3. Operasi bisnis internal

Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh

kegiatan organisasi sudah seirama untuk mencapai tujuan dan sasaran

organisasi seperti yang tercantum dalam rencana startegis.

4. Kepuasan karyawan

Karyawan merupakan aset yang harus dikelola dengan baik, apalagi dalam

organisasi yang banyak melakukan inovasi, peran strategis karyawan sangat

nyata.

5. Kepuasan komunitas dan shareholders/stakeholders

Kegiatan instansi pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang

menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari

pengukuran kinerja perlu didesain untuk mengakomodasikan kepuasan dari

stakeholders.

6. Waktu
37

Ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam desain

pengukuran kinerja. Kita sering membutuhkan informasi untuk pengambilan

keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima, kadang sudah tidak

relevan/kadaluarsa.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007), mengemukakan tentang faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja, sebagai berikut.

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan kompetensi yang

dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factors, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan

sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang

diberikan organisasi.

5. Contextual/situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan

dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa

ada tujuh faktor yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim

ACHIEVE, sebagai berikut.

1. A- ability (knowledge dan skill)

2. C- clarity (understanding atau role perception)

3. H- help (organisational support)


38

4. I- incentive (motivation atau willingness)

5. E- evaluation (coaching dan performance feedback)

6. V- validity (valid dan legal personnel practices)

7. E environment (environmental fit)

Mahmudi (2005) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

sebagai berikut.

1. Faktor personal /individu, meliputi : pengetahuan, keterampilam(skill,

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh

setiap individu;

2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,

semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader;

3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan

dan keeratan anggota tim;

4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur dalam organisasi;

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan lingkungan

eksternal dan internal.

Pada sistem penilaian kinerja tradisional, kinerja hanya dikaitkan

dengan faktor personal, namun dalam kenyataannya, kinerja sering dipengaruhi

oleh faktor-faktor lain di luar faktor personal, seperti sistem, situasi,

kepemimpinan, atau tim. Proses penilaian kinerja individual tersebut harus


39

diperluas dengan penilaian kinerja tim dan efektivitas manajernya. Hal itu karena

yang dilakukan individu merupakan refleksi perilaku anggota grup dan pimpinan

2.2.4 Indikator kinerja

Menurut Sedarmayanti (2007), indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif

dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau

tujuan yang telah ditetapkan. Indikator harus merupakan sesuatu yang akan

dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat

tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun setelah

kegiatan selesai dan berfungsi. Indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan

bahwa kinerja hari demi hari organisasi/unit kerja yang bersangkutan

menunjukkan kemampuan dalam rangka dan /atau menuju tujuan dan sasaran

yang telah ditetapkan.

Hersey, Blanchard, dan Johnson (dalam Wibowo, 2007) menjelaskan bahwa

ada tujuh indikator kinerja, sebagai berikut.

1. Tujuan.

Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di

masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan ke arah mana

kinerja harus dilakukan.

2. Standar.

Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai.

Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai

3. Umpan balik
40

Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur

kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan

umpanbalik, dilakukan terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan

perbaikan kinerja.

4. Alat atau Sarana

Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk

membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan

faktor penunjang untuk pencapaian tujuan.

5. Kompetensi

Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi

merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan

pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik.

6. Motif

Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan

sesuatu.

7. Peluang

Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.

Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan

kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan

untuk memenuhi syarat.

2.2.5 Kinerja Organisasi

Kinerja organisasi atau kinerja perusahaan merupakan indikator tingkatan

prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan manajer. Informasi


41

tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses

kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang

diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyatannya banyak organisasi yang

justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi

tentang kinerja dalam organisasinya.

Definisi mengenai kinerja organisasi dikemukakan oleh Bastian (2001) dalam

Syarifuddin & Tangkilisan (2004) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran,

tujuan, visi, dan misi organisasi tersebut. Jadi kinerja organisasi tidak hanya

merupakan pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, tapi juga

bagaimana proses yang dialami oleh organisasi tersebut dalam mencapai hasil

sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi.

2.2.5.1 Pengukuran kinerja organisasi

Terdapat empat pendekatan berbeda yang dapat dipakai untuk mengukur

kinerja organisasi (Wibowo, 2007), sebagai berikut.

1) A Balanced Scorecard

Merupakan serangkaian ukuran yang memberi manajer puncak pandangan

bisnis yang cepat tetapi komprehensif. Manajer harus melihat bisnis dalam

empat perspektif yaitu customer perspectves, internal perspectives, innovation

and learning perspectives, dan financial perspectives.

2) The European Foundation for Quality Management Model

Terdapat sembilan elemen dalam model ini yaitu:


42

a) kepemimpinan, tentang bagaimana perilaku dan tindakan tim eksekutif dan

semua pemimpin lain memberi inspirasi, mendukung, dan meningkatkan

budaya total quality management;

b) kebijakan dan strategi, tentang bagaiman organisasi memformulasikan,

menyebarkan dan mereview kebijakan dan strategi dan mengubahnya ke

dalam rencana dan tindakan;

c) manajemen sumber daya manusia, tentang bagaimana organisasi

merealisasi potensi sepenuhnya dari segenap sumber daya manusianya;

d) sumber daya, tentang bagaimana organisasi mengelola sumber daya secara

efektif dan efisien;

e) proses, tentang bagaimana organisasi mengidentifikasi, mengelola,

mereview dan memperbaiki prosesnya;

f) kepuasan pelanggan, tentang apa yang dicapai organisasi dalam hubungan

dengan kepuasan pelanggan eksternalnya;

g) kepuasan pekerja, tentang apa yang diperoleh organisasi dalam hubungan

dengan kepuasan orangnya sendiri;

h) dampak pada masyarakat, tentang apa yang dicapai organisasi dalam

memuaskan kebtuhan konsumen dan harapan masyarakat lokal, nasional,

dan internasional;

i) hasil bisnis, tentang apa yang dicapai organisasi dalam hubungannya

dengan sasaran bisnis yang direncanakan dan memuaskan kebutuhan dan

harapan setiap orang dengan kepentingan dalam organisasi.

4. Economic Value Added


43

Terdapat empat ukuran favorit dalam model Economic Value Added ini, yaitu

: addedvalue, market value added, cash flow return on investment ,dan total

shareholder.

5. Traditional Financial Measures

Merupakan ukuran finansial tradisional, yang antara lain termasuk : return on

equity, return on capital employed, earnings per share, price/eraning ratio,

return on sales, assets turnover, overall overheads/sales ratio, profit or sales

or added value per employer, output per employee (produktivitas).

2.2.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi

Syafruddin dan Hessel (2004) merangkum dari beberapa sumber mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, sebagai berikut.

Tabel 2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi

Perspektif
No Faktor-faktor Referensi
/Pendekatan

1 Tujuan organisasi Proses Yuwono


(2002),Atmosoeprato(2001)
2 Budaya organisasi Proses Yuwono (2002), Susanto
(2000)
3 Sumber daya manusia Proses Yuwono (2002),Ruky (2001),
Soesilo (2000)
4 Kepemimpinan Proses Yuwono (2002), Susanto
(2000), Ruky (2001)
5 Koordinasi Proses Susanto (2000)
6 Teknologi Proses Ruky (2001)
7 Raw materials Proses Ruky (2001)
8 Lingkungan Proses Ruky (2001), Soesilo (2000)
fisik/sarana prasarana
9 Budaya organisasi Proses Ruky (2001),
Atmosoeprato(2001)
10 Struktur organisasi Proses Soesilo (2000),
Atmosoeprato(2001)
11 Strategi Metode Soesilo (2000),
44

Lanjutan Tabel 2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi

12 Sistem Informasi Metode Soesilo (2000),


13 Politik Sistem Atmosoeprato(2001)
14 Ekonomi Sistem Atmosoeprato(2001)
15 Sosial Sistem Atmosoeprato(2001)

Sumber : Syafruddin dan Hessel (2004)

Ada beberapa komponen pokok yang dapat mempengaruhi kinerja suatu

perusahaan yaitu :

1. Keuangan (Money)

Keuangan berkaitan dengan adanya dukungan modal dalam suatu perusahaan

yang berguna untuk memperlancar program peningkatan kinerja. Menurut

Iman Suharto (1995), bahwa keuangan dalam suatu perusahaan adalah modal

yaitu dana yang disiapkan untuk pendanaan jangka panjang, yang difungsikan

untuk membiayai seluruh aktivitas dan kebutuhan perusahaan dalam

melakukan suatu pekerjaan dan dalam pengelolaan proses manajemen

perusahaan. Sumber pendanaan bagi suatu perusahaan dapat dikelompokkan

menjadi :

a. Modal sendiri (equity capital), diperoleh melalui penerbitan saham

baru atau menahan laba dalam kurun waktu tertentu.

b. Modal dari luar, berupa hutang baik jangka pendek maupun jangka

panjang.

2. Tenaga kerja (Manpower)

Kinerja suatu organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang

ada dalam suatu perusahaan, dengan menilai kemampuan, motivasi, kreatif

dan mampu mnegmbangkan inovasi. Syafarudin Alwi (2001) menjelaskan

bahwa tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang kompetitif sebagai
45

suatu keunggulan daya saing yang difungsikan untuk mampu mengantisipasi

perubahan dan melakukan pengelolaan terhadap perubahan secara cepat

sehingga sumber daya manusia pada manajemen organisasi dapat menentukan

tingkat keberhasilan dalam persaingan atau sering disebtu dengan keunggulan

kompetitif.

3. Peralatan dan mesin-mesin (Machines)

Peralatan merupakan modal lain yang harus dimiliki oleh perusahaan sebagai

peningkatan kualitas dan profesionalisme perusahaan yang mengedepankan

teknologi sebagai sumbernya untuk mampu meningkatkan kinerja dan daya

saing perusahaan, disamping menunjukkan kemampuan kualitas serta tingkat

profesionalisme perusahaan yang dimiliki. Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2004),

menjelaskan bahwa selain sumber daya manusia, perusahaan harus mampu

memiliki object embodied technology (technopower) yang mengacu pada

teknologi peralatan, perkakas, fasilitas fisik dan lain-lain sebagai penunjang

kegiatan operasional. Disamping itu kesiapan peralatan yang dimiliki akan

menunjukkan faktor finansial perusahaan dan menunjang proses pelaksanaan

proyek. Fandy Tjiptono (2003) berpendapat bahwa, teknologi berupa

peralatan-peralatan penunjang kinerja merupakan penjelmaan secara fisik dari

pengetahuan, dimana teknologi dirancang dengan baik guna memperluas

kemampuan manusia untuk meningkatkan daya saing. Produktifitas dan

kualitas perusahaan sebagian besar dipacu melalui proses adopsi teknologi

yang memberikan dampak positif menuju era globalisasi. Semakin besar dan

semakin canggihnya kemampuan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan


46

akan menunjukkan tingginya kemampuan sumber daya manusia yang dipakai

untuk mengoperasikan peralatan tersebut.

4. Material (Materials)

Material merupakan salah satu bagian dari sumber daya perusahaan, yang

ketersediaannya dibutuhkan untuk membantu proses pelaksanaan pekerjaan

sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan perencanaan. Menurut Asiyanto

(2004), kebutuhan material sangat tergantung dari program kerja yang telah

disusun perusahaan, keberhasilan suatu hasil pekerjaan dan kualitasnya akan

ditentukan oleh ketersediaan material atau stok material perusahaan yang

digunakan untuk mendukung dalam proses penyelesaian suatu pekerjaan.

5. Pasar (Market)

Pasar dalam suatu dunia usaha berfungsi untuk menghubungkan manajemen

suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui sebuah informasi,

yang selanjutnya informasi tersebut akan digunakan untuk mengidentifikasi

kesempatan dan permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan nantinya

diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan-keputusan yang akan

diambil. Selain itu menurut Fandy Tjiptono (2004), pasar secara umum

mengandung pengertian bahwa pasar adalah permintaan yang dibuat oleh

sekelompok pembeli potensial atau individu terhadap barang atau jasa.

Keadaan pasar atau tingkat permintaan pasar dalam suatu usaha bisnis akan

memberikan peluang yang besar dalam pengembangan usaha, integritas usaha,

serta memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas daya saing


47

perusahaan terhadap produk atau jasa yang mempunyai sumber daya untuk

dipasarkan.

6. Metode (Methods)

Metode sangat berkaitan dengan bagaimana cara mencapai hasil kerja yang

maksimal dalam suatu perusahaan, dengan melakukan pengelolaan terhadap

sumber daya yang ada untuk mendukung peningkatan kinerja perusahaan.

Menurut Iman Suharto (1995), dalam suatu organisasi atau perusahaan

dibutuhkan suatu aspek perencanaan dan pengendalian sumber daya untuk

memudahkan dalam proses dan pengoperasian sehingga tujuan organisasi

dapat tercapai secara efektif dan lebih mudah. Untuk memudahkan

perencanaan dan pengelolaan sumber daya perusahaan dibutuhkan suatu

sistem yang berbasis teknologi yaitu Sistem Informasi Manajemen (SIM),

terdiri dari perangkat keras dan lunak, yang digunakan untuk mendukung

operasi unit fungsional dalam struktur perusahaan. Sistem ini merupakan

kombinasi personil, kebijakan, prosedur dan sistem (manual atau komputer)

yang membantu terlaksananya kegiatan, pengendalian dan kinerja perusahan.

2.2.5.3 Indikator Kinerja Organisasi

Indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan (Bastian, 2001 dalam

Syafruddin & Tangkilisan, 2004) yang telah ditetapkan dalam memperhitungkan

elemen-elemen indikator berikut ini.


48

1. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang

meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.

2. Indikator keluaran (outputs) yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai

dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun non fisik.

3. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).

4. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

dari pelaksanaan kegiatan.

5. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif

maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah

ditetapkan.

Pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang

bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari

pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu,

dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memberdayakan

pekerjanya ; bagaimana mereka memberikan penghargaan pada pekerja; dan

bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui

coaching,mentoring, dan counselling.

2.3 Analisis dan Interprestasi Data

2.3.l. Analisis Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil

Analisis Karakeristik Perusahaan Jasa Konstruksi adalah suatu penelitian

yang analisis datanya dilaksanakan dengan analisis deskriptif terhadap faktor -


49

faktor yang berhubungan dengan karakeristik perusahaan jasa konstruksi yaitu

personalia/sumber daya manusia (prinsipal, penanggung jawab teknis, dan tanaga

ahli), pembiayaan/keuangan (kemampuan keuangan), proses/pengalaman kerja,

dan peralatan. Deskripsi dari penelitian ini akan menjelaskan mengenai

karakeristik perusahaan jasa konstruksi yang ada di Kabupaten Jembrana

berdasarkan pada faktor- faktor yang berhubungan dengan karakeristik

perusahaan jasa konstuksi selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan yang disusun

dalam bentuk kuesioner, sehingga dalam pengolahan data akan menghasilkan

tabel statistik deskriptif dan gambar grafik dari setiap variabel yang diteliti.

2.3.2 Analisis Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil

Analisis kinerja merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja kontraktor, dengan melakukan suatu

pengukuran yang memiliki skala nilai dari pertanyaan yang disusun dalam suatu

kuisioner. Pengukuran pada dasarnya adalah usaha untuk menilai sesuatu

berdasarkan pada satuan nilai tertentu. Untuk melakukan pengukuran terhadap

kinerja kontraktor dilakukan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi variabel

tersebut dengan melakukan penilaian atas faktor keuangan, tenaga kerja,

peralatan, material, pasar, dan terhadap metode yang digunakan dalam

pengelolaan sumber daya yang dimiliki. Oleh karena itu untuk memudahkan

dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja kontraktor, ada beberapa hal yang

dilakukan yaitu:
50

2.3.2.1 Memilih Skala Pengukuran

Penyusunan skala pengukuran menurut Suliyanto (2006), dilakukan untuk

memudahkan dalam pembuatan skala pengukuran pada kuisioner. Ada beberapa

skala pengukuran yang dapat digunakan dalam suatu penelitian diantaranya:

1. Skala Likerts

Skala likerts biasanya digunakan untuk mengukur tanggapan atau respons

seseorang tentang obyek sosial dan banyak pilihan respons yang digunakan,

namun yang paling sering digunakan adalah 5 pilihan respons.

2. Skala Guttman

Skala ini digunakan untuk mendapatkan penegasan, yang terdiri dari dua

alternatif pilihan jawaban, dimana penelitian menginginkan suatu jawaban

yang tegas dari suatu permasalahan yang ditanyakan kepada responden,

dengan skala nilai yaitu nilai 0 dan 1.

3. Skala Semantic Diferensial

Skala ini digunakan untuk mengukur sikap tidak dalam bentuk pilihan ganda

tetapi tersusun dari sebuah garis kontinum dimana nilai yang negative terletak

disebelah kiri sedangkan nilai yang sangat positif terletak disebelah kanan.

4. Skala Rating

Skala ini biasanya digunakan untuk mentransformasikan data kuantitatif

menjadi kualitatif atau mentransformasikan data kualitatif menjadi data

kuantitatif.

Skala untuk menentukan nilai dari suatu pengukuran instrumen menurut

Suliyanto (2006), dapat digunakan satuan nilai pada suatu atribut yang akan
51

diukur, dengan menggunakan beberapa skala yang sesuai bentuk penelitian yang

akan dilakukan, diantaranya:

1. Skala Nominal

Skala nominal adalah skala yang digunakan untuk memberikan katagori

saja, sehingga memiliki tingkatan paling rendah dalam riset.

2. Skala Ordinal

Skala ordinal adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk

menyatakan peringkat antar tingkatan, dan memiliki tingkatan lebih tinggi

dibandingkan skala nominal karena tidak menyatakan katagori saja tetapi

sudah dapat menyatakan peringkat.

3. Skala interval

Skala interval merupakan skala pengukuran yang sudah dapat digunakan

menyatakan peringkat antar tingkatan, yang memiliki kejelasan jarak antar

tingkatan.

4. Skala rasio

Skala rasio adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk

menyatakan peringkat antar tingkatan.

Untuk memudahkan dalam melakukan pengukuran terhadap kinerja

kontraktor, maka dalam penelitian ini skala pengukuran yang dipakai adalah skala

Likerts, dengan tingkat pengukuran adalah menggunakan skala ordinal. Langkah-

langkah dalam penyusunan skala Likerts adalah:

a. Menetapkan variabel yang akan diteliti

b. Menentukan indikator-indikator yang dapat mengukur variabel yang diteliti.


52

c. Menurunkan indikator tersebut menjadi daftar pertanyaan (kuisioner).

Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likerts mempunyai

gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif, apabila item bernilai

positif maka angka terbesar diletakkan pada sangat penting, sedangkan apabila

item bernilai negatif maka angka terbesar diletakkan pada sangat tidak penting.

Banyak pilihan respons yang digunakan untuk memberikan skala penilaian

sehingga dapat mengakibatkan kesulitan dalam membedakan pilihan respons yang

satu dengan yang lainnya atau sebaliknya terlalu sedikit sehingga hasilnya kurang

baik. Namun pada skala Likerts pilihan respons yang biasanya digunakan adalah

5 pilihan respons untuk mengukur variabel pada instrumen dari penelitian,yaitu:

Skala/skor 5 = Sangat penting, 4 = Penting, 3 = Cukup penting, 2 = Kurang

penting dan 1 = Tidak penting.

2.3.2.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

kuesioner yang dibuat merupakan alat yang tepat untuk mengukur apa yang ingin

diukur, dalam hal ini apakah kuesioner sudah cukup dipahami oleh semua

responden yang diindikasikan oleh kecilnya jawaban yang tidak terlalu

menyimpang dengan rata-rata jawaban responden lain.

Pengujian validitas dan reliabilitas juga diperlukan untuk menentukan apakah

hasil suatu penelitian valid dan reliabel sehingga informasi yang diterima dapat

membantu untuk memecahkan masalah yang sebenarnya.


53

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui korelasi item pertanyaan satu

dengan yang lainnya dengan menggunakan rumus korelasi product moment

(Sugiyono,2006).

nXY (X).(Y)
ry = ..(1)
[nX2 (X)2].[nY2-(Y)2]

Dimana :

rxy = koefisien korelasi

x = variabel bebas

y = variabel terikat

n = Jumlah sampel

Besar kecilnya hubungan antara dua variabel dinyatakan dalam bilangan yang

disebut Koefisien korelasi yang besarnya antara +1 0 -1, dimana besaran

koefisien korelasi -1 dan + 1 adalah korelasi yang sempurna sedangkan koefisien

korelasi 0 atau mendekati 0 dianggap tidak berhubungan antara dua variabel yang

diuji.

Tabel. 2.5 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi


Terhadap Koefisien Korelasi

NO INTERVAL KOEFISIEN TINGKAT HUBUNGAN


1 0,00 0,199 Sangat rendah
2 0,20 0,399 Rendah
3 0,40 0,599 Sedang
4 0,60 0,799 Kuat
5 0,80 1,000 Sangat Kuat
Sumber : Sugiyono, 2006
54

Menurut Nugroho (2005) menilai kevalidan masing-masing butir pertanyaan

dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir

pertanyaan. Suatu pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan

nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel.

Untuk pengujian reliabilitas dapat digunakan pendekatan dengan

menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut

2.rb
ri = ..(2)
1 + rb

Dimana :

ri = reliabilitas internal

rb = nilai korelasi product moment

Kaidah keputusan adalah jika ri hitung > t tabel berarti reliabel dan apabila

sebaliknya ri hitung < t tabel berarti tidak reliabel

Sugiyono (2006) mengemukakan bahwa reliabilitas pada dasarnya

mengandung pengertian sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya jika

hasil pengukuran tersebut dilakukan kembali akan memberikan suatu hasil yang

relatif sama, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen.

Untuk menguji reliabilitas suatu daftar pertanyaan dari sebuah variabel penelitian

digunakan koefisien Cronbachs Alpha. Besarnya koefisien Cronbachs Alpha

menunjukan tingkat reliability daftar pertanyaan tersebut. Menurut Bhuono Agung

Nugroho (2005:72) suatu konstruk variabel dikatakan reliabel jika memiliki nilai
55

Cronbachs Alpha > 0,6 sedangkan menurut Sekaran (1992) dalam Dwi Priyatno

(2008:26) dikatakan reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7

dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik.

2.3.2.3 Pengujian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Untuk pengujian faktor-faktor apa yang memberikan pengaruh terhadap

kinerja pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil dipergunakan teknik analisis

faktor. Analisis faktor adalah alat yang digunakan untuk mereduksi data yaitu

proses meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya

sebagai faktor (Santoso, 2006).

Menurut Santoso (2006), tahapan proses analisis faktor yang dilakukan dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Memilih variabel yang layak untuk dianalisis faktor

Tahap pertama pada analisis faktor adalah menilai variabel mana yang layak

untuk dimasukan dalam analisis selanjutnya Pengujian dilakukan dengan

memasukkan semua variabel yang ada kemudian variabel-variabel tersebut

dikenakan sejumlah pengujian.

Jika sebuah variabel mempunyai kecendrungan mengelompok dan

membentuk kelompok faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi

yang cukup tinggi dengan variabel lain (Santoso,2004). Beberapa pengukuran

yang dapat dilakukan antara lain dengan memperhatikan nilai KMO (Kaiser-

Meyer-Olkin) dan nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy).

a. Nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin)


56

Untuk menguji kesesuaian analisis faktor maka digunakan nilai KMO,

nilai tersebut harus lebih besar dari 0,50 dengan signifikan < 0,05

memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan variabel

dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor layak

digunakan. Nilai KMO yang lebih kecil dari 0,5 memberikan indikasi

bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan variabel tidak dapat dijelaskan

oleh variabel lainnya sehingga faktor tidak layak digunakan (Hair, 1998).

Sebagai alat ukur jika nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy) dapat

digunakan untuk persyaratan ini, yaitu nilai MSA dari masing-masing

variabel harus lebih besar dari 0,5.

b. Nilai MSA (Measures of Sampling Adequacy) adalah untuk menentukan

apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau tidak (Wibisono,

2000). Nilai MSA berkisar 0 sampai I dengan kreteria ( Santoso, 2004) :

(l). MSA = I , variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh

variabel lain.

(2). MSA > 0,5 variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih

lanjut.

(3). MSA < 0,5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih

lanjut atau dikeluarkan.

2. Susunan Ekstraksi Variabel.

Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstraksi variabel menjadi

beberapa kelompok faktor, dengan menggunakan metode PCA (Principal

Component Analysis). Penentuan terbentuknya jumlah faktor dilakukan dengan


57

melihat nilai eigen yang menyatakan kepentingan relatif masing-masing faktor

dalam menghitung varian dari variabel- variabel yang dianalisis. Nilai eigen

(eigen value) dibawah I tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor

yang terbentuk (Santoso,2004). Setiap kelompok faktor memiliki kemampuan

untuk menjelaskan keragaman total yang berbeda-beda Kelompok faktor pertama

memiliki kemampuan menjelaskan yang lebih tinggi dari pada kelompok faktor

kedua dan seterusnya (Wibisono,2000). Atau dengan kata lain, faktor-faktor yang

diekstrasi ( exstracted) sedemikim rupa, menerangkan bahwa faktor pertama

menyumbang terbesar terhadap seluruh varian dari seluruh variabel asli, faktor

kedua menyumbang terbesar kedua, dan begitu seterusnya. ( Supranto,2000).

3. Rotasi Kelompok Faktor

Setelah diketahui jumlah kelompok faktor yang terbentuk, maka tabel matriks

komponen akan menunjukkan distribusi variabel-variabel pada sejumlah

kelompok faktor yang terbentuk. Angka-angka pada kelompok faktor tersebut

disebut loading factor yang menunjukkan korelasi antara variabel dan kelompok

faktor. Suatu variabel akan masuk kesuatu kelompok faktor berdasarkan loading

factor terbesar yang dimiliki yang dapat dilihat pada komponen ( component

matrixs) yang dihasilkan. Tetapi pada beberapa kasus, faktor loading yang

dihasilkan pada matrik komponen masih kurang jelas dalam menggambarkan

perbedaan diantara kelompok faktor yang ada. Sehingga untuk memperjelas

dilakukan proses rotasi, yang menghasilkan matriks komponen rotasi (Rotated

Component Matrixs).
58

4. Menamakan Faktor

Setelah terbentuk kelompok faktor, maka proses dilanjutkan dengan

memberikan nama terhadap kelompok faktor tersebut. Tidak ada aturan khusus

dalam penamaan ini, hanya saja penamaan dari suatu faktor hendaknya

mencerminkan variabel-variabel yang tergabung atau terbentuk didalamnya.

2.3.2.4. Pengujian Hubungan Karakteristik dengan Kinerja

Hubungan karakteristik dengan kinerja merupakan hubungan dua variabel

yang saling terkait dan dapat saling mempengaruhi, oleh karena itu untuk

mengetahui hubungan antar dua variabel tersebut dapat dilakukan suatu pengujian

menggunakan korelasi product moment atau dengan analisis regresi.

Menurut Sugyono (2006), korelasi produk moment merupakan suatu teknik

korelasi yang digunakan untuk mencari hubungan dan pembuktian hipotesis

hubungan dua variabel. Untuk mendapatkan nilai hubungan kedua variabel

tersebut atau nilai koefisien korelasi sampel dapat digunakan rumus paling

sederhana yang dapat digunakan menghitung koefisien korelasi berupa

pendekatan koefisien korelasi dua variabel seperti dibawah ini

xy
rxy = .(3)
(x2y2)

Dimana :

rxy = koefisien korelasi antara variabel x dengan y

x = deviasi rata-rata variabel x = (xi - x )

y = deviasi rata-rata variabel y = (yi y)


59

Pengujian signifikan koefisien korelasi dapat juga menggunakan tabel dengan

kesalahan dalam perhitungan sampel ( : 0,05), yang selanjutnya apabila hasil

perhitungan diperoleh hasil dengan korelasi positif atau harga t hitung untuk

kesalahan 5% uji dua pihak dan derajat kebebasan ( dk ) : 11- 2 lebih besar dari t

tabel, maka dapat dikatakan hubungan antara karakteristik dengan kineria

memiliki hubungan yang sangat kuat sehingga untuk dapat memberikan

penafsiran terhadap koefisien korelasi tersebut maka dapat berpedoman tabel

interpretasi nilai r (tabel 2.5).

Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat,

dimana setiap regresi pasti ada korelasinya tetapi korelasi belum tentu dilanjutkan

dengan regresi. Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi adalah korelasi

artara dua variabel yang tidak mempunyai hubungan sebab akibat, atau hubungan

fungsional. Analisis regresi secara umurn digunakan untuk mengetahui bagaimana

variabel dependen/kriteria dapat diprediksikan melalui variabel independen atau

pedikator, sehingga akan dapat diputuskan apakah naik dan menurunnya variabel

dependen dapat dilakukan melalui menaikkan dan menurunkan keadaan variabel

independen, hal itu dapat dilakukan dengan dua jenis regresi yaitu

1. Analisis Regresi Linier Sederhana

Secara umum analisis regresi linier sederhana digunakan untuk menganalisis

satu variabel dependen dengan satu variabel independen. Persamaan umum

analisis regresi linier sederhana adalah:

Y' : a + bX (5).(4)
60

Dimana:

Y' : subyek dalam variabel yang diprediksikan

a : harga Y' bila X = 0 (harga konstan)

b : angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan

ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel

independen.

X : subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.

2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda yaitu didasarkan pada hubungan

fungsionalnya, dimana mempunyai lebih dari satu variabel bebas ( X ) terhadap

variabel terikat ( Y ). Persamaan umurn dari analisis regresi linier berganda adalah

Y' : a + b1X1 + b2X2+ b3X3 + b4X4+ ......+ bnXn (5)

dimana:

Y' : subyek dalam variabel yang diprediksikan

b1,b2 b3, b4,... ... bn : koefisien regresi

X1,X2,X3,X4......Xn : variabel bebas


61

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Latar Belakang
Permasalahan

Identifikasi
Permasalahan

Kajian Pustaka

Menentukan Variabel Menentukan Populasi dan Sampel


Penelitian Penelitian

Membuat Format
Kuesioner

TIDAK
Uji Validitas dan Reliabilitas

YA

Pengumpulan Data

Pembahasan dan Analisis Data

Simpulan dan Saran


62

3.2 Lokasi dan Obyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jembrana, dengan objek penelitian

semua usaha jasa konstruksi yang ada di lima asosiasi profesi yang ada di

Kabupaten Jembrana dan memberikan layanan jasa pelaksanaan pekerjaan

konstruksi dengan kualifikasi kecil.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari pengusaha jasa konstruksi dengan

kualifikasi kecil dengan mendistribusikan kuesioner serta data sekunder

bersumber dari web site, buku-buku/literatur serta aturan-aturan yang berkaitan

dengan penelitian ini.

3.3.3 Sumber Data; Dalam penelitian ini data diperoleh dari sumber berupa

populasi dan sampel

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2008) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan melakukan interview (wawancara), kuioner (angket), observasi

(pengamatan) dan gabungan ketiganya.

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dipakai ada teknik

pengumpulan data gabungan yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan

interview (wawancara), teknik pengumpulan data dengan kuisioner (angket), dan

teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan (observasi).


63

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi dan Sampel untuk penelitian karakteristik

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono;2008).

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui karakteristik pengusaha jasa

konstruksi dengan kualifikasi kecil jumlah populasi dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel. 3.1 Data Kontraktor Kualifikasi Kecil Tahun 2009


Kabupaten Jembrana

Gred
Asosiasi
1 2 3 4

Gapensi - 30 42 28

Gapeksindo - 4 3 3

Gapeknas - 11 16 7

Aspekindo - 2 - -

Apaksindo - 2 - -

Jumlah - 49 61 38
Sumber : LPJK, 2010 (http//: www.lpjk.org.id)

Dalam penelitian ini populasinya adalah semua kontraktor kualifikasi kecil

yang ada di Kabupaten Jembrana yang tergabung dalam lima asosiasi profesi

sebanyak 148 pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil yang pengambilan

sampelnya menggunakan teknik sampling Proportionate Startified Random


64

Sampling. Teknik ini digunakan karena populasi mempunyai unsur yang tidak

homogen dan berstrata secara proporsional.

Cara yang dipakai untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu

yang dikembangkan dari Isaac dan Michael, dengan tingkat kesalahan 10 %

sehingga didapat jumlah sampel sebanyak 97. Semakin kecil tingkat kesalahan

maka jumlah sampel yang diperlukan semakin besar sehingga akan membutuhkan

waktu, tenaga serta dana yang semakin besar pula.

Tabel 3.2 Penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan
1 %, 5 % dan 10 %.

Sumber : Sugiyono, 2006


65

Dengan menggunakan tabel diatas maka dapat ditentukan jumlah sampel yang

diperlukan untuk setiap gred kontraktor yaitu

1. Gred 2

49/150 x 97 = 31,68 ~ 32 sampel/responden

2. Gred 3

61/150 x 97 = 39,44 ~ 40 sampel/responden

3. Gred 4

38/150 x 97 = 24,57 ~ 25 sampel/responden

Jumlah 97 sampel/responden

Setelah didapatkan jumlah sampel yang diperlukan maka penentuan

sampel mana yang akan dijadikan responden dilakukan dengan cara pengundian.

Cara ini dilakukan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua

sampel di masing-masing gred untuk menjadi responden.

3.5.1 Populasi dan Sampel untuk penelitian Kinerja

Populasi yang dipilih adalah proyek pada dinas PU Kabupaten Jembrana

tahun anggaran 2009.

Tabel 3.3. Data Populasi Proyek Dinas PU Kab. Jembrana tahun 2009

No Jenis Proyek Jumlah

1 Pembangunan Gedung Kantor 4 Paket

2 Rehabilitasi Dan Pemeliharaan Trotoar 3 Paket

3 Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan (DAK) 9 Paket

4 Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan (APBD) 7 Paket

5 Rehabilitasi/Pemeliharaan Jaringan 12 Paket


66

Lanjutan Tabel 3.3

Irigasi

6 Pembangunan Sarana Dan Prasarana Air 4 Paket

Bersih

7 Rehabilitasi/Pemeliharaan Bantaran 2 Paket

Tanggul Sungai

8 Pembangunan/Peningkatan Infrastruktur 3 Paket

9 Pembangunan Fasilitas Umum Pedesaan 7 Paket

Jumlah Total 51 Paket

Sumber : Dinas PU Kab Jembrana,2009

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan purposive

sampling, yaitu penelitian yang didasari atas kemampuan dan pengetahuan serta

pertimbangan tertentu dapat menentukan pilihannya dalam memilih responden

yang diyakini mampu memberikan jawaban pada kuesioner sesuai dengan topik

penelitian ( Sugiono,2007). Berdasarkan pendapat tersebut, maka sampel dalam

penelitian ini sebanyak 40 responden terdiri dari pejabat pembuat komitemen,

pejabat pelaksana teknis kegiatan serta pengawas lapangan yang terlibat dalam

proyek konstruksi.

Tabel 3.4. Responden Kuisioner Penelitian Kinerja

No Keterangan Responden Jumlah


1 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bidang Cipta Karya 1

2 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bidang Bina Marga 1

3 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bidang Pengairan 1

4 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Fasilitas 1


Umum Pedesaan
67

Lanjutan Tabel 3.4

5 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Cipta Karya 2

6 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Bina Marga 2

7 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Pengairan 1

8 Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pembangunan 1


Fasilitas Umum Pedesaan
9 Pengawas Kegiatan Bidang Cipta Karya 9

10 Pengawas Kegiatan Bidang Bina Marga 10

11 Pengawas Kegiatan Bidang Pengairan 11

Jumlah 40

Sumber : Dinas PU Kab. Jembrana, 2009

Jumlah responden dari masing-masing bidang tidak sama, hal ini tergantung

dari jumlah staf teknis dibidang tersebut yang menjadi pengawas serta jumlah

kegiatan dibidang tersebut.

3.6 Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Penelitian Karakteristik

Untuk penelitian tentang karakteristik variabelnya sebagai berikut :

a. Sumber Daya Manusia/Personalia

(1) Penanggung jawab

(2) Tingkat Pendidikan

(3) Kesesuaian keahlian dengan jabatan

(4) Status tenaga kerja/tenaga ahli yang dimiliki

(5) Jumlah tenaga kerja

(6) Asal tenaga kerja

b. Kemampuan Keuangan/Pembiayaan
68

(1) Nilai pekerjaan

(2) Total kekayaan bersih

c. Pengalaman

(1) Jumlah pekerjaan yang pernah diambil

(2) Sertifikat yang dimiliki

(3) Pengguna jasa yang sering memakai

(4) Lama pengalaman di bidang konstruksi

(5) Lokasi pekerjaan yang pernah diambil

(6) Jenis pekerjaan yang diambil

(7) Cara mendapatkan pekerjaan

d. Peralatan

(1) Kepemilikan alat

(2) Jumlah alat yang dimiliki

(3) Umur/kondisi

3.6.2 Variabel Penelitian Kinerja

Untuk penelitian kinerja variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Faktor Keuangan

a) Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan

b) Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan

c) Besar kecilnya modal dalam perusahaan

d) Adanya pinjaman dari bank

e) Kebijakan pemerintah di sektor keuangan/perbankan

2. Faktor Sumber Daya Manusia


69

a) Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam perusahaan

b) Penempatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan

c) Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan

d) Adanya pelatihan di bidang jasa konstruksi

e) Usia tenaga kerja yang dipekerjakan

f) Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli

g) Cara penerimaan tenaga kerja dalam perusahaan

3. Faktor Peralatan

a) Penggunaan komputer dalam kegiatan operasional perusahaan

b) Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam menunjang kegiatan proyek.

c) Inovasi dalam merespon perkembangan teknologi seperti bahan/material.

d) Penggunaan internet

4. Faktor Material

a) Pengadaan material disediakan langsung oleh perusahaan dalam

pelaksanaan proyek

b) Ketepatan waktu dalam pengadaan material untuk pelaksanaan pekerjaan

c) Ketersediaan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang

dipersyaratkan dalam dokumen tender.

5. Faktor Metode Kerja

a) Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan

b) Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan

c) Pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan pekerjaan

d) Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan


70

e) Mensub kontrakkan sebagaian pekerjaan

f) Besarnya struktur organisasi dalam perusahaan

g) Panjangnya jalur koordinasi untuk mengambil suatu keputusan

h) Penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang bisa mengambil

keputusan

6. Faktor Politik

a) Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

b) Stabilitas keamanan

c) Kepastian hukum

7. Faktor Kepemimpinan

a) Sikap pimpinan kepada staf

b) Motivasi pimpinan terhadap staf

c) Penghargaan terhadap staf yang berprestasi

3.7 Instrument Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena

sosial maupaun alam. Karena pada prinsipnya meneliti adalah melakukan

pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik yang biasanya disebut Instrument

Penelitian (Sugiyono, 2008).

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk

ceklist dengan menggunakan skala Likert. Untuk keperluan analisis kuantitatif,

maka jawaban itu diberi skor sebagai berikut :

1. Setuju/Selalu/sangat positif, diberi skor 5

2. Setuju/Sering/Positif, diberi skor 4


71

3. Ragu-ragu/Kadang-kadang/Netral, diberi skor 3

4. Tidak Setuju/hampir tidak pernah/negatif, diberi skor 2

5. Sangat tidak setuju/tidak pernah, diberi skor 1

Untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan pengukuran terhadap instrumen

penelitian terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen penelitian

sebelum dilakukan pengambilan data yang sebenarnya, yaitu:

1. Uji Validitas

Pengujian validitasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

kuesioner yang dibuat merupakan alat yang tepat untuk mengukur apa yang

ingin diukur, dalam hal ini apakah kuesioner sudah cukup dipahami oleh

semua responden yang diindikasikan oleh kecilnya jawaban yang tidak terlalu

menyimpang dengan rata-rata jawaban responden lain.

Menurut Nugroho (2005) menilai kevalidan masing-masing butir

pertanyaan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-

masing butir pertanyaan. Suatu pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung

yang merupakan nilai dari Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel.

2. Uji Reliabilitas

Sugiyono (2006) mengemukakan bahwa reliabilitas pada dasarnya

mengandung pengertian sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

jika hasil pengukuran tersebut dilakukan kembali akan memberikan suatu hasil

yang relatif sama, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat reliabilitas

instrumen. Untuk menguji reliabilitas suatu daftar pertanyaan dari sebuah

variabel penelitian digunakan koefisien Cronbachs Alpha. Besarnya koefisien


72

Cronbachs Alpha menunjukan tingkat reliability daftar pertanyaan tersebut.

Menurut Bhuono Agung Nugroho (2005:72) suatu konstruk variabel dikatakan

reliabel jika memiliki nilai Cronbachs Alpha > 0,6 sedangkan menurut

Sekaran (1992) dalam Dwi Priyatno (2008:26) dikatakan reliabilitas kurang

dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8

adalah baik.

Pengujian validitas dan reabilitas hanya dilakukan pada pertanyaan-pertanyaan

dengan pilihan jawaban yang menggunakan skala Likerts, sedangkan untuk

pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya tidak menggunkan skala Likerts hanya

akan dioleh secara deskriptif

3.8 Analisis dan Penyajian Data

Analisis data merupakan suatu proses pengolahan data yang diperoleh melalui

hasil survey serta untuk lebih memudahkan memahami isi data dan lebih

komunikatif, maka penyajian hasil pengumpulan data dapat dibuat secara formal

berupa deskripsi dari data yang diperoleh pada waktu mengadakan penelitian..

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Statistik deskriptif

Statistik deskriptif merupakan suatu analisis data yang diperoleh dengan

teknik angket (Kuesioner) terhadap sampel yang mewakili populasi yang

berfungsi untuk mendiskripsikan atau menggambarkan karakteristik kontraktor

sebagai objek yang diteliti melalui data sampel.


73

2. Analisis Korelasi

Analisis korelasi merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji

ada/tidaknya hubungan serta arah hubungan dari dua variabel atau lebih. Dalam

penelitian ini digunakan analisis korelasi ganda yang merupakan teknik analisis

korelasi yang digunakan untuk menguji hubungan dua atau lebih variabel

independen dengan satu variabel dependen secara bersamaan.

Dalam penelitian ini analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara karakteristik dengan kinerja perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil

yang ada di Kabupaten Jembrana tahun 2009

3. Analisis Faktor

Teknik ini digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kinerja pengusaha jas\a konstruksi kualifikasi kecil. Analisis faktor

adalah alat yang digunakan untuk mereduksi data yaitu proses meringkas

sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor

(Santoso, 2006).
74

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil

Karakteristik perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil yang ada di

Kabupaten Jembrana terdiri dari gred 2, gred 3 dan gred 4. Untuk memudahkan

dalam mendeskripsikan jawaban kuesioner tentang karakteristik perusahaan jasa

konstruksi kualifikasi kecil maka dikelompokan sesuai dengan faktor-faktor yang

berhubungan dengan karakteristik jasa konstruksi kualifikasi kecil seperti faktor

personalia/sumber daya manusia, faktor keuangan, faktor pengalaman kerja, dan

faktor peralatan.

Faktor personalia/sumber daya manusia terdiri dari lima pertanyaan untuk

mengetahui tingkat pendidikan penanggungjawab badan usaha, tingkat pendidikan

penanggungjawab teknik badan usaha, jumlah tenaga kerja, asal tenaga kerja serta

status tenaga ahli yang dipekerjakan.

Faktor keuangan terdiri dari tiga pertanyaan untuk mengetahui nilai paket

pekerjaan tujuh tahun terakhir, kekayaan bersih, dan modal yang dimiliki.

Faktor pengalaman kerja terdiri dari tujuh pertanyaan untuk mengetahui

jumlah paket pekerjaan yang dikerjakan dalam tujuh tahun terakhir, pengguna jasa

yang paling sering memakai jasa perusahaan, lama pengalaman di bidang

konstruksi, lokasi pekerjaan, sub bidang pekerjaan yang sering dikerjakan, sistem

pengadaan dalam memperoleh pekerjaan, dan lingkup wilayah lelang yang diikuti.
75

Faktor peralatan terdiri dari tiga pertanyaan untuk mengetahui status peralatan

yang dimiliki, jumlah peralatan kerja yang dimiliki dan umur peralatan kerja yang

dimiliki.

4.1.1 Karakteristik Personalia/ Sumber Daya Manusia

4.1.1.1 Tingkat Pendidikan Penanggungjawab Badan Usaha

Untuk tingkat pendidikan penanggungjawab badan usaha masing-masing gred

dapat digambarkan sebagi berikut :

d. Non teknik
a. S1/S2/S3 Teknik
6,25%
25,00%

b. Diploma Teknik
6,25%
c. SMU/SMK atau
sederajat
62,50%

Gambar 4.1 Tingkat Pendidikan PJBU Gred 2

d. Non teknik a. S1/S2/S3 Teknik


12,50% 17,50%

b. Diploma Teknik
0,00%

c. SMU/SMK atau
sederajat
70,00%

Gambar 4.2 Tingkat Pendidikan PJBU Gred 3


76

d. Non teknik
a. S1/S2/S3 Teknik
8,00%
24,00%
b. Diploma Teknik
0,00%

c. SMU/SMK atau
sederajat
68,00%

Gambar 4.3 Tingkat Pendidikan PJBU Gred 4

Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa Penanggung Jawab Badan Usaha

(PJBU) untuk Gred 2 adalah 62,5 % berlatar belakang pendidikan SMU/SMK

atau sederajat, 25 % berlatar belakang sarjana (S1/S2/S3), sedangkan dengan latar

belakang pendidikan diploma teknik dan non teknik masing-masing sebesar 6,25

%.

Penanggungjawab Badan Usaha untuk Gred 3 yaitu 70 % memiliki latar belakang

SMU/SMK atau sederajat, 17,5 % memiliki latar belakang S1/S2/S3, dan 12,5 %

dengan latar belakang pendidikan non teknik.

Sedangkan Penanggungjawab Badan Usaha untuk gred 4 adalah 68 % memiliki

latar belakang pendidikan SMA/SMK atau sederajat, 24 % memiliki latar

belakang pendidikan S1/S2/S3 serta 8 % dengan latar belakang pendidikan non

teknik.

Dari uraian tersebut dijelaskan bahwa sebagian besar perusahaan jasa

konstruksi kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana (67,01%) memiliki


77

penanggung jawab badan usaha (PJBU) dengan latar belakang pendidikan

SMA/SMK atau sederajat

Dalam Perlem LPJK No. 11a tahun 2008 tidak disebutkan pendidikan

minimal bagi penanggungjawab badan usaha tetapi disebutkan bahwa PJBU

adalah pimpinan badan usaha yang ditetapkan sebagai penanggungjawab badan

usaha sedangkan dalam Undang-undang No. 18 tahun 1999 juga tidak

menyebutkan pendidikan minimal bagi penanggungjawab badan usaha. Meskipun

tidak disebutkan tentunya orang yang menjadi penanggunjawab badan usaha

merupakan orang yang memiliki kemampuan manajerial tinggi sehingga bisa

memberikan motivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

4.1.1.2 Tingkat Pendidikan Penanggungjawab Teknik Badan Usaha

Untuk tingkat pendidikan Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha (PJTBU)

untuk Gred 2 adalah 28,13 % berlatar belakang pendidikan SMU/SMK atau

sederajat, 56,25 % berlatar belakang sarjana (S1/S2/S3), sedangkan dengan latar

belakang pendidikan diploma teknik sebesar 6,25 % dan non teknik sebesar 9,38

%.

d. Non teknik
9,38%
c. SMU/SMK atau
sederajat
28,13%
a. S1/S2/S3 T eknik
56,25%
b. Diploma T eknik
6,25%

Gambar 4.4 Tingkat Pendidikan PJTBU Gred 2


78

a. S1/S2/S3 Teknik
d. Non teknik
20,00%
0,00%

b. Diploma Teknik
5,00%

c. SMU/SMK atau
sederajat
75,00%

Gambar 4.5 Tingkat Pendidikan PJTBU Gred 3

d. Non teknik
0,00% a. S1/S2/S3 Teknik
28,00%

b. Diploma Teknik
0,00%
c. SMU/SMK atau
sederajat
72,00%

Gambar 4.6 Tingkat Pendidikan PJTBU Gred 4

Penanggungjawab Teknik Badan Usaha untuk Gred 3 adalah 75 % memiliki latar

belakang SMU/SMK atau sederajat, 20 % memiliki latar belakang S1/S2/S3, dan

5 % dengan latar belakang pendidikan diploma teknik.

Sedangkan Penanggungjawab Teknik Badan Usaha untuk gred 4 yaitu 72 %

memiliki latar belakang pendidikan SMA/SMK atau sederajat, dan 28 % memiliki

latar belakang pendidikan S1/S2/S3.

Dari uraian diatas dapat dirata-ratakan bahwa sebanyak 58,76%


79

penanggungjawab teknik badan usaha perusahaan jasa konstruksi kualifikasi

kecil di Kabupaten Jembrana memiliki latar belakang pendidikan SMU/SMK

atau sederajat. Didalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tidak disebutkan

latar belakang pendidikan penanggungjawab teknik badan usaha tetapi hanya

diatur bahwa tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja

pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian

kerja. Peraturan Lembaga LPJK No. 11a Tahun 1999 juga tidak mensyaratkan

pendidikan minimal bagi penanggungjawab teknik badan usaha tetapi

menyebutkan bahwa PJT (Penanggung Jawab Teknik) adalah tenaga ahli

atau tenaga terampil bersertifikat yang ditunjuk PJBU untuk bertanggung jawab

dalam hal teknik atas keseluruhan kegiatan Badan Usaha.

Untuk sertifikat keahlian yang dimiliki oleh PJT , gred 2 menyatakan bahwa

84,38 % penanggungjawab teknik yang dimiliki mempunyai sertifikat keahlian

dan keterampilan kerja dan sisanya sebesar 15,63% hanya memiliki sertifikat

keahlian kerja saja.

c. Sertifikat d. T idak memiliki


Keterampilan kerja sertifikat
0,00% 0,00%
b. Sertifikat
Keahlian kerja
15,63%

a. Sertifikat
keahlian &
keterampilan kerja
84,38%

Gambar 4.7 sertifikat keahlian PJT gred 2


80

c. Sertifikat d. Tidak memiliki


Keterampilan kerja sertifikat
0,00% 0,00%
b. Sertifikat Keahlian
kerja
20,00%

a. Sertifikat keahlian
& keterampilan kerja
80,00%

Gambar 4.8 sertifikat keahlian PJT gred 3

c. Sertifikat d. Tidak memiliki


Keterampilan kerja sertifikat
0,00% 0,00%

b. Sertifikat Keahlian
kerja
32,00%

a. Sertifikat keahlian
& keterampilan kerja
68,00%

Gambar 4.9 sertifikat keahlian PJT gred 4

sedangkan perusahaan jasa konstruksi gred 3 menyatakan bahwa 80,00 %

penanggungjawab teknik yang dimiliki mempunyai sertifikat keahlian dan

keterampilan kerja dan sisanya sebesar 20,00% hanya memiliki sertifikat keahlian

kerja saja dan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 menyatakan bahwa 68,00

% penanggungjawab teknik yang dimiliki mempunyai sertifikat keahlian dan


81

keterampilan kerja dan sisanya sebesar 32,00% hanya memiliki sertifikat keahlian

kerja saja.

Dari uraian dan gambar diatas maka dapat dirata-ratakan bahwa sebanyak

78,35% pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil sudah memenuhi kriteria yang

dipersyaratkan dalam Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

serta PerLem LPJK No. 11a Tahun 2008 yang mensyaratkan bahwa tenaga kerja

yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi

harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja.

4.1.1.3 Jumlah Tenaga Kerja

Untuk jumlah tenaga kerja (teknik/non teknik) dapat dijelaskan untuk

perusahan jasa konstruksi Gred 2 adalah 81,25 % memiliki tenaga teknik/non

teknik sebanyak kurang dari lima orang, sedangkan sisanya sebanyak 18,75 %

memiliki tenaga teknik/non teknik antara lima sampai sepuluh orang.

c. > 10-15 orang


d. > 15-20 orang 0,00% e. > 20 orang
0,00% 0,00%
b. > 5-10 orang
18,75%

a. 5 orang
81,25%

Gambar 4.10 Jumlah Tenaga Kerja (teknik/Non Teknik) Gred 2


82

c. > 10-15 orang d. > 15-20 orang


0,00% 0,00%
b. > 5-10 orang
0,00% e. > 20 orang
0,00%

a. 5 orang
100,00%

Gambar 4.11 Jumlah Tenaga Kerja (teknik/Non Teknik) Gred 3

c. > 10-15 orang


d. > 15-20 orang
0,00%
0,00% e. > 20 orang
b. > 5-10 orang 0,00%
20,00%

a. 5 orang
80,00%

Gambar 4.12 Jumlah Tenaga Kerja (teknik/Non Teknik) Gred 4

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 3 yaitu 100 % memiliki tenaga teknik/non

teknik sebanyak kurang dari lima orang, sedangkan perusahaan jasa konstruksi

gred 4 adalah 80 % memiliki tenaga teknik/non teknik sebanyak kurang dari lima

orang, dan 20 % lagi memiliki tenaga teknik/non teknik antara lima sampai

sepuluh orang sehingga dapat dirata-ratakan bahwa sebanyak 88,66% perusahaan

jasa konstruksi kualifikasi kecil memiliki tenaga kerja dengan jumlah kurang dari

lima orang.
83

Dalam Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999 maupun

Peraturan Lembaga LPJK No. 11a tahun 2008 tidak disebutkan jumlah minimal

tenaga kerja yang harus dimiliki akan tetapi jumlah yang diperlukan sesuai dengan

jenis pekerjaan yang diberikan oleh pengguna jasa

4.1.1.4 Asal Tenaga Kerja Yang Dipekerjakan

Untuk asal tenaga kerja yang diperkerjakan oleh perusahan jasa konstruksi

Gred 2 yaitu 81 % tenaga kerja yang dipekerjakan merupakan tenaga kerja yang

merupakan warga disekitar lokasi proyek atau tempat perusahaan beralamat

sedangkan sisanya sebanyak 19 % merupakan tenaga kerja yang berasal dari lintas

kabupaten di provinsi Bali.

c. Lintas Pulau d. T enaga Kerja


(Sumat era, Jawa dll) Asing (WNA)
0,00% 0,00%
b. Lintas
Kabupat en yang
ada di Provinsi Bali
18,75%

a. Warga di lokasi
perusahaan
beralamat
81,25%

Gambar 4.13 Asal Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 2

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 3 yaitu sebesar 70 % tenaga kerja yang

dipekerjakan merupakan tenaga kerja yang merupakan warga disekitar lokasi

proyek atau tempat perusahaan beralamat sedangkan sisanya sebanyak 30 %

merupakan tenaga kerja yang berasal dari lintas kabupaten di Provinsi Bali
84

c. Lintas Pulau
(Sumatera, Jawa dll)
b. Lintas Kabupaten 0,00% d. T enaga Kerja Asing
yang ada di Provinsi (WNA)
Bali 0,00%
30,00%

a. Warga di lokasi
perusahaan beralamat
70,00%

Gambar 4.14 Asal Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 3

c. Lint as P ulau
(Sumat era, Jawa dll)
b. Lint as Kabupat en
d. T enaga Kerja 0,00%
yang ada di Provinsi
Asing (WNA) Bali
0,00% 0,00%

a. Warga di lokasi
perusahaan
beralamat
100,00%

Gambar 4.15 Asal Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 4

sedangkan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4, semua tenaga kerja yang

dipekerjakan berasal dari sekitar lokasi perusahaan/proyek beralamat sehingga

dapat dirata-ratakan bahwa sebagian besar perusahaan jasa konstruksi kualifikasi

kecil (81,44%) tenaga yang dipekerjakan merupakan warga di lokasi perusahaan

tersebut beralamat sedangkan sisanya merupakan tenaga kerja yang berasal dari

luar Kabupaten Jembrana. Hal ini memang tidak dipersyaratkan dalam Undang-
85

undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999 maupun Peraturan Lembaga LPJK

No. 11a tahun 2008 tentang syarat-syarat dasar sehingga dapat dikatakan bahwa

perusahaan jasa konstrksi kualifikasi kecil ikut mengurangi penggangguran di

Kabupaten Jembrana khususnya dan di provinsi Bali umumnya.

4.1.1.5 Status Tenaga Ahli Yang Dipekerjakan

Untuk status tenaga ahli yang dipekerjakan dapat dijelaskan untuk perusahan

jasa konstruksi Gred 2 adalah sebesar 75% tenaga kerja yang dipekerjakan

merupakan tenaga kerja dengan status karyawan tetap sedangkan sisanya

sebanyak 25 % merupakan tenaga kerja dengan status kontrak. Untuk perusahaan

jasa konstruksi Gred 3 yaitu sebesar 20 % tenaga kerja yang dipekerjakan

merupakan tenaga kerja dengan status karyawan tetap sedangkan sisanya

sebanyak 80 % merupakan tenaga kerja dengan status kontrak.

b. Karyawan Tidak
Tetap (Kontrak,
freelance dll)
25,00%

a. Karyawan Tetap
75,00%

Gambar 4.16 Status Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 2


86

a. Karyawan T etap
20,00%

b. Karyawan T idak
T etap (Kontrak,
freelance dll)
80,00%

Gambar 4.17 Status Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 3

a. Karyawan Tetap
48,00%
b. Karyawan Tidak
Tetap (Kontrak,
freelance dll)
52,00%

Gambar 4.18 Status Tenaga Kerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 4

sedangkan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 sebesar 48 % tenaga kerja

yang dipekerjakan merupakan tenaga kerja dengan status karyawan tetap

sedangkan sisanya sebanyak 52 % merupakan tenaga kerja dengan status kontrak.

Dapat dirata-ratakan sebesar 56,64 % perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil

menggunakan pegawai dengan status kontrak. Dari uraian diatas rata-rata sebesar

54,64 % perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil yang ada di Kabupaten

Jembrana memiliki karyawan dengan status karyawan tidak tetap (Kontrak).


87

Dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No.

11a tahun 2008 hal ini tidak diatur secara tegas akan tetapi setiap badan usaha

semua kualifikasi harus memilki penaggungjawab teknik sehingga pekerjaan yang

dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis. Hal ini dilakukan adalah

untuk menekan biaya operasional sehingga perekrutan karyawan dilakukan

dengan sistem kontrak sesuai dengan kebutuhan di proyek dan waktu pelaksanaan

proyek.

4.1.2 Karakteristik Keuangan

4.1.2.1 Nilai Paket Pekerjaan Yang Pernah Dikerjakan Dalam Tujuh Tahun

Terakhir

Untuk nilai paket pekerjaan yang pernah dikerjakan dalam kurun waktu tujuh

tahun terakhir dapat dijelaskan untuk perusahan jasa konstruksi Gred 2 adalah

sebesar 75% nilai paket pekerjaan yang pernah dikerjakan dalam kurun waktu

tujuh tahun terakhir > Rp. 100 juta Rp.400 juta sedangkan sisanya sebanyak 25

% dalam tujuh tahun terakhir pernah mengerjakan paket pekerjaan senilai > Rp.

50 juta Rp. 100 juta

a. 0 Rp. 50
e. > Rp. 1 Juta
Milyard 0,00% b. > Rp. 50 Juta
0,00% Rp. 100 Juta
d. > Rp. 400 Juta
25,00%
Rp. 1 Milyard
0,00%

c. > Rp. 100 Juta


Rp.400 Juta
75,00%

Gambar 4.19 Nilai Paket Pekerjaan Tujuh Tahun Terakhir Gred 2


88

a. 0 Rp. 50 Juta
e. > Rp. 1 Milyard
0,00%
0,00%
b. > Rp. 50 Juta
d. > Rp. 400 Juta Rp. 100 Juta
Rp. 1 Milyard 10,00%
15,00%

c. > Rp. 100 Juta


Rp.400 Juta
75,00%

Gambar 4.20 Nilai Paket Pekerjaan Tujuh Tahun Terakhir Gred 3

a. 0 Rp. 50 Juta b. > Rp. 50 Juta


0,00% Rp. 100 Juta
e. > Rp. 1 Milyard 0,00%
0,00%
c. > Rp. 100 Juta
Rp.400 Juta
32,00%

d. > Rp. 400 Juta


Rp. 1 Milyard
68,00%

Gambar 4.21 Nilai Paket Pekerjaan Tujuh Tahun Terakhir Gred 4

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 3 yaitu sebesar 75 % dalam tujuh tahun

terakhir pernah mengerjakan paket dengan nilai > Rp. 100 juta Rp. 400 juta, 15

% lagi pernah mengerjakan paket dengan nilai > Rp. 400 juta Rp. 1 Miliyar

sedangkan sisanya sebanyak 10 % pernah mengerjakan paket pekerjaan dalam

tujuh tahun terakhir senilai > Rp. 50 juta Rp. 100 juta, sedangkan untuk

perusahaan jasa konstruksi gred 4 sebesar 68 % pernah mengerjakan pekerjaan


89

senilai > Rp. 400 juta Rp. 1 miliyar sedangkan sisanya sebanyak 32 % pernah

mengerjakan paket pekerjaan senilai > Rp. 100 juta Rp. 400 juta.

Dari uraian diatas dapat dirata-ratakan bahwa sebesar 63,92 % pengusaha jasa

konstruksi kualifikasi kecil mengerjakan paket pekerjaan dalam tujuh tahun

terakhir sebesar Rp. 100 juta Rp. 400 juta. hal ini sudah sesuai dengan tujuan

ditertikannya Undang-Undang No. 18 tahun 1999 yaitu untuk mewujudkan

stuktur usaha yang kokoh, andal dan berdaya saing tinggi serta Peraturan

Lembaga LPJK No. 11a Tahun 2008 dimana dari nilai paket pekerjaan dapat

dilihat tingkat kualitas dan daya saing serta kinerja perusahaan tersebut

4.1.2.2 Kekayaan Bersih Yang Dimiliki Saat Ini

Untuk kekayaan bersih yang dimiliki saat ini oleh perusahan jasa konstruksi

Gred 2 sebanyak 78% memiliki kekayaan bersih antara Rp. 50 juta - Rp. 200 juta

sedangkan sisanya sebanyak 22 % memiliki kekayaan bersih antara Rp. 200 juta

Rp. 1 miliyar

b. > Rp.
200 Juta
Rp. 1 c. > Rp. 1
Milyard Milyard
21,88% 0,00%

a. Rp. 50
juta - Rp.
200 Juta
78,13%

Gambar 4.22 Kekayaan Bersih Yang Dimiliki oleh Gred 2


90

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 3 sebesar 20 % memiliki kekayaan bersih

antara Rp. 50 juta - Rp. 200 juta sedangkan sisanya sebanyak 80 % memiliki

kekayaan bersih antara Rp. 200 juta Rp. 1 miliyar.

c. > Rp. 1 a. Rp. 50 juta -


Milyard Rp. 200 Juta
0,00% 20,00%

b. > Rp. 200


Juta Rp. 1
Milyard
80,00%

Gambar 4.23 Kekayaan Bersih Yang Dimiliki oleh Gred 3

c.
> Rp. 1
Milyard a. Rp. 50 juta -
0,00% Rp. 200 Juta
28,00%

b. > Rp. 200


Juta Rp. 1
Milyard
72,00%

Gambar 4.24 Kekayaan Bersih Yang Dimiliki oleh Gred 4

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 4 sebesar 28 % memiliki kekayaan bersih

antara Rp. 50 juta - Rp. 200 juta sedangkan sisanya sebanyak 72 % memiliki

kekayaan bersih antara Rp. 200 juta Rp. 1 miliyar.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 58,76 % pengusaha jasa

konstruksi kualifikasi kecil sudah mempunyai tingkat kemampuan modal yang


91

sesuai dengan Undang-Undang 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No.

11a tahun 2008 yang telah menetapkan besaran kekayaan bersih untuk gred 2

adalah Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 600 juta, untuk gred 3 adalah sebesar Rp.

100 juta sampai dengan Rp. 800 juta dan untuk gred 4 sebesar Rp. 400 juta

sampai dengan Rp. 1 Milyard. Hal ini juga menunjukan bahwa pengusaha jasa

konstruksi kualifikasi kecil semakin memiliki daya saing serta struktur usaha yang

semakin andal sehingga mampu menghasilkan pekerjaan konstruksi yang

berkualitas.

4.1.2.3 Asal Modal Usaha

Untuk asal modal usaha yang dimiliki yang dimiliki saat ini dapat dijelaskan

untuk perusahan jasa konstruksi Gred 2 yaitu 87,5 % modal yang dimiliki

merupakan modal yang berasal hasil patungan/saham sedangkan sisanya sebanyak

12,5 % modal yang dimiliki merupakan modal sendiri.

c. Kredit dari banka. Modal sendiri


0,00% 12,50%

b. Modal
Patungan/Saham
87,50%

Gambar 4.25 Asal Modal Usaha Yang Dimiliki oleh Gred 2


92

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 3 sebesar 20 % modal yang dimiliki

berasal dari kredit bank sedangkan sisanya sebanyak 80 % memiliki modal usaha

yang berasal dari patungan/saham.

c. Kredit dari
bank a. Modal sendiri
20,00% 0,00%

b. Modal
Patungan/Saham
80,00%

Gambar 4.26 Asal Modal Usaha Yang Dimiliki oleh oleh Gred 3

Untuk perusahaan jasa konstruksi Gred 4 yaitu sebesar 80 % memiliki modal

usaha yang berasal dari patungan/saham, sebesar 12 % memiliki modal usaha

yang berasal dari modal sendiri sedangkan sisanya sebanyak 8 % modal usaha

yang dimiliki berasal dari kredit bank

c. Kredit dari bank a. Modal sendiri


8,00% 12,00%

b. Modal
Pat ungan/Saham
80,00%

Gambar 4.27 Asal Modal Usaha Yang Dimiliki oleh Gred 4


93

Dari uraian diatas maka dari 97 pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil

sebanyak 82,47 % pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil menyatakan bahwa

modal usaha yang dimilki berasal dari modal patungan sedangkan sebanyak 10,31

% menyatakan bahwa modal yang dimilki berasal dari bantuan kredit perbankan.

Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No. 11a

tahun 2008 tidak mensyarakan asal modal usaha ttetapi hal ini bisa menunjukkan

bahwa kebijakan-kebijakan di sektor keuangan, khususnya sektor perbankan

belum memberikan kemudahan bagi para pengusaha konstruksi kualifikasi kecil

yang ada di Kabupaten Jembrana untuk memperoleh kredit.

4.1.3 Karakteristik Pengalaman Kerja

4.1.3.1. Jumlah Paket Pekerjaan Yang Dikerjakan Dalam Tujuh Tahun

Terakhir

Untuk paket pekerjaan yang dikerjakan dalam tujuh tahun terakhir untuk

perusahan jasa konstruksi Gred 2 sebesar 15,63 % mengerjakan satu proyek dalam

kurun tujuh tahun terakhir, 68,75 % mengerjakan tiga proyek dalam tujuh tahun

terakhir, 6,25 % mengerjakan lima proyek dalam kurun tujuh tahun terakhir, 6,25

% mengerjakan tujuh proyek dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir sedangkan

sisanya sebanyak 3,13 % mengerjakan lebih dari tujuh proyek dalam kurun waktu

tujuh tahun terakhir. Untuk perusahan jasa konstruksi Gred 3 adalah sebesar 5 %

mengerjakan tiga proyek dalam tujuh tahun terakhir, 5 % mengerjakan lima

proyek dalam kurun tujuh tahun terakhir, 5 % mengerjakan tujuh proyek dalam

kurun waktu tujuh tahun terakhir sedangkan sisanya sebanyak 85 % mengerjakan

lebih dari tujuh proyek dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
94

e. > 9 proyek
d. 9 proyek 3,13%
6,25%
a. 3 proyek
15,63%
c. 7 proyek
6,25%

b. 5 proyek
68,75%

Gambar 4.28 Jumlah Paket Yang Dikerjakan dalam tujuh tahun terakhir oleh
Gred 2

b. 5 pr oye k
a . 3 pr oye k
5,00% c . 7 pr oye k
0,00%
5,00%
d. 9 pr oye k
5,00%

e . >9 pr oye k
85,00%

Gambar 4.29 Jumlah Paket Yang Dikerjakan dalam tujuh tahun terakhir oleh
Gred 3

a. 3 proyek
16,00%
b. 5 proyek
8,00%

e. > 9 proyek
52,00% c. 7 proyek
12,00%
d. 9 proyek
12,00%

Gambar 4.30 Jumlah Paket Yang Dikerjakan dalam tujuh tahun terakhir oleh
Gred 4
95

Sedangkan untuk perusahan jasa konstruksi Gred 4 sebesar 16 % mengerjakan

satu proyek dalam kurun tujuh tahun terakhir, 8 % mengerjakan tiga proyek dalam

tujuh tahun terakhir, 12 % mengerjakan lima proyek dalam kurun tujuh tahun

terakhir, 12 % mengerjakan tujuh proyek dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir

sedangkan sisanya sebanyak 52 % mengerjakan lebih dari tujuh proyek dalam

kurun waktu tujuh tahun terakhir.

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 49,48 % dari 97

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil yang dijadikan sampel menyatakan

dalam tujuh tahun terakhir mengerjakan paket pekerjaan lebih dari sembilan peket

pekerjaan sehingga hal ini sudah memenuhi peraturan lembaga LPJK No.11a

Tahun 2008 yang mensyaratkan bahwa untuk pengusaha jasa konstruksi

kualifikasi kecil jumlah paket pekerjaan yang harus dikerjakan minimal tiga

proyek dalam tujuh tahun terakhir. Ini menunjukakan bahwa pengusaha jasa

konstruksi kualifikasi kecil sudah mampu bersaing dan mempunyai kinerja yang

baik dalam penyelenggaran jasa konstruksi.

4.1.3.2. Pengguna Jasa Yang Sering Memakai Jasa Perusahaan

Pengguna Jasa Yang Sering Memakai Jasa Perusahaan untuk perusahan jasa

konstruksi Gred 2 sebanyak 100 % pengguna jasa yang menggunkan jasa

perusahaan adalah pemerintah. Untuk perusahan jasa konstruksi Gred 3 adalah

sebesar 5 % yang sering menggunakan jasa perusahaan adalah pihak swasta

sedangkan sisanya sebanyak 95 % yang sering memakai jasa perusahaan adalah

pihak pemerintah, sedangkan untuk perusahan jasa konstruksi Gred 4 sebesar 100

% yang sering menggunakan jasa perusahaan adalah pihak pemerintah.


96

b . Perus ahaan
a. Pero rang an
s was ta (lo kal/as ing )
0 ,0 0 %
0 ,0 0 %

c. Pemerintah
10 0 ,0 0 %

Gambar 4.31 Pengguna Jasa Yang Sering MenggunakanJasa Perusahaan Gred 2

a. Perorangan b. Perusahaan
0,00% swasta (lokal/asing)
5,00%

c. Pemerintah
95,00%

Gambar 4.32 Pengguna Jasa Yang Sering MenggunakanJasa Perusahaan Gred 3

b. Perusahaan
swast a
a. P erorangan
(lokal/asing)
0,00%
0,00%

c. Pemerint ah
100,00%

Gambar 4.33 Pengguna Jasa Yang Sering MenggunakanJasa Perusahaan Gred 4


97

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa sebanyak 97,94 % dari 97

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil yang dijadikan sampel menyatakan

pengguna jasa yang paling sering menggunakan jasa adalah pemerintah. Hal ini

tidak dipersyaratkan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan

Lembaga LPJK No. 11a tahun 2008 tetapi ini menunjukan bahwa pengusaha jasa

konstruksi kualifikasi kecil dalam mendapatkan pekerjaan masih sangat

tergantung dari proyek pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten

Jembrana, yang sudah tentu jumlah proyek sangat tergantung dari kemampuan

keuangan daerah.

4.1.3.3. Lama Pengalaman Perusahaan Di Bidang Konstruksi

Untuk lama pengalaman perusahaan di bidang konstruksi dapat dijelaskan

bahwa 75 % perusahaan jasa konstruksi Gred 2 memiliki pengalaman 0-5 tahun

dan 25 % memiliki pengalaman > 5-10 tahun. Untuk perusahan jasa konstruksi

Gred 3 adalah 70 % memiliki pengalaman di bidang konstruksi selama 0-5 tahun,

12,5 % memiliki pengalaman >5-10 tahun, 12,5 % memiliki pengalaman di

bidang konstruksi >10-15 tahun dan 5 % memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun

c. > 10 15 tahun
0,00% d. > 15 tahun
b. > 5 10 tahun
0,00%
25,00%

a. 0 5 tahun
75,00%

Gambar 4.34 Lama Pengalaman Perusahaan di Bidang Konstruksi untuk Gred 2


98

c. > 10 15
tahun d. > 15 tahun
12,50% 5,00%

b. > 5 10
tahun
12,50%

a. 0 5 tahun
70,00%

Gambar 4.35 Lama Pengalaman Perusahaan di Bidang Konstruksi untuk Gred 3

a. 0 5 tahun
d. > 15 tahun 8,00%
28,00%

b. > 5 10 tahun
40,00%
c. > 10 15 tahun
24,00%

Gambar 4.36 Lama Pengalaman Perusahaan di Bidang Konstruksi untuk Gred 4

sedangkan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 sebesar 8 % memiliki

pengalaman di bidang konstruksi selama 0-5 tahun, 40 % memiliki pengalaman di

bidang konstruksi selama >5-10 tahun, 24 % memiliki pengalaman di bidang

konstruksi selama > 10-15 tahun sedangkan sisanya 28 % menyatakan memiliki

pengalaman selama > 15 tahun.

Dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK

No. 11a tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan.


99

4.1.3.4. Lokasi Pekerjaan Yang Sering Ditangani

c. Nasional b. Prov. Bali


0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.37 Lokasi Pekerjaan Yang Sering Ditangani oleh Perusahaan Jasa
Konstruksi Gred 2

b. Prov. Bali c. Nasional


0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.38 Lokasi Pekerjaan Yang Sering Ditangani oleh Perusahaan Jasa
Konstruksi Gred 3

b. Prov. Bali c. Nasional


0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.39 Lokasi Pekerjaan Yang Sering Ditangani oleh Perusahaan Jasa
Konstruksi Gred 4
100

Dari gambar diatas maka dapat dijelaskan bahwa semua perusahaan jasa

konstruksi (Gred 2, Gred 3 dan Gred 4) mengambil pekerjaan yang berlokasi di

Kabupaten Jembrana khususnya dan Provinsi Bali pada umumnya. Dalam

Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No. 11a

tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan tetapi hal ini menunjukan bahwa

pengusaha jasa konstruski kualifikasi kecil tidak mampu dan atau tidak mau

bersaing keluar dari Kabupaten Jembrana.

4.1.3.6 Sub bidang layanan pekerjaan yang paling sering dikerjakan

Untuk perusahan Jasa Kosntruksi Gred 2 sebanyak 25% menyatakan paling

sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang perumahan, sebanyak 18,75%

menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang gedung,

sebanyak 3,13% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub

bidang jembatan, sebanyak 21,88% menyatakan paling sering mengerjakan

pekerjaan dengan sub bidang jalan, sebanyak 12,50% menyatakan paling sering

mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang landscape/pertamanan serta sebanyak

18,75% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang

pengairan/irigasi.

f . Pengair an/ Ir igasi


a. Per umahan
18,75%
25,00%

e.
Landscape/ Per tamana
n
12,50% b. Gedung
d. Jalan c. Jembatan 18,75%
21,88% 3,13%

Gambar 4.40 Sub Bidang Layanan Yang Paling Sering Ditangani oleh Gred 2
101

f.
Pengairan/Irigasi a. Perumahan
e. 17,50% 5,00%
Landscape/Perta
manan
2,50%

d. Jalan
b. Gedung
22,50%
50,00%
c. Jembatan
2,50%

Gambar 4.41 Sub Bidang Layanan Yang Paling Sering Ditangani oleh Gred 3

Untuk Gred 3 sebanyak 5% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan

dengan sub bidang perumahan, sebanyak 50% menyatakan paling sering

mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang gedung, sebanyak 2,5% menyatakan

paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang jembatan, sebanyak

22,50% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang

jalan, sebanyak 2,50% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan

sub bidang landscape/pertamanan serta sebanyak 17,50% menyatakan paling

sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang pengairan/irigasi.

f. Pengairan/Irigasi a. Perumahan
e. 8,00% 8,00%
Landscape/Pertamanan
8,00%
b. Gedung
32,00%

d. Jalan
32,00%
c. Jembatan
12,00%

Gambar 4.42 Sub Bidang Layanan Yang Paling Sering Ditangani oleh Gred 4
102

Untuk Gred 4 sebanyak 8% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan

dengan sub bidang perumahan, sebanyak 32% menyatakan paling sering

mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang gedung, sebanyak 12% menyatakan

paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang jembatan, sebanyak 32%

menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang jalan,

sebanyak 8% menyatakan paling sering mengerjakan pekerjaan dengan sub

bidang landscape/pertamanan serta sebanyak 8% menyatakan paling sering

mengerjakan pekerjaan dengan sub bidang pengairan/irigasi.

Dari uraian diatas maka dari 97 perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil

paling banyak menyatakan sub bidang layanan pekerjaan yang paling sering

dikerjakan adalah sub bidang pekerjaan gedung yaitu sebanyak 35,05 %

sedangkan sub bidang terbanyak berikutnya adalah sub bidang jalan sebanyak

24,74 %. Ini dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan

Lembaga LPJK No. 11a tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan .

4.1.3.7. Sistem Lelang/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan
Untuk sistem lelang/pengadaan yang diikuti dalam memperoleh pekerjaan

Dari gambar diatas dapat dijelaskan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 2

sebesar 3,13 % memperoleh pekerjaan dengan sistem penunjukan langsung,

sebanyak 3,13 % memperoleh pekerjaan dengan sistem pemilihan langsung, 3,13

% memperoleh pekerjaan dengan sistem pelelangan terbatas sedangkan sisanya

sebanyak 90,63 % memperoleh pekerjaan dengan mengikuti pelelangan umum.

Untuk perusahaan jasa konstruksi gred 3 sebanyak 20 % memperoleh pekerjaan


103

dengan mengikuti pelelangan dengan cara penunjukan langsung sedangkan

sebanyak 80 % memperoleh pekerjaan dengan mengikuti pelelangan terbatas.

b. Pemilihan
Langsung
3,13% c. Pelelangan
a. Penunjukan
T erbat as
Langsung
3,13%
3,13%

d. Pelelangan
Umum
90,63%

Gambar 4.43 Sistem Lelang/Pengadaan Yang Diikuti Dalam


Memperoleh Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 2

d. Pelelangan a. Penunjukan
Umum Langsung
0,00% 20,00%
b. Pemilihan
Langsung
0,00%

c. Pelelangan
T erbatas
80,00%

Gambar 4.44 Sistem Lelang/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 3

b. P emilihan
Langsung c. P elelangan
a. P enunjukan 0,00% T erbat as
Langsung
8,00%
0,00%

d. P elelangan
Umum
92,00%

Gambar 4.45 Sistem Lelang/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 4
104

Untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 sebesar 8 % mengikuti pelelangan

terbatas dalam memperoleh pekerjaan dan sisanya sebanyak 92 % memperoleh

pekerjaan dengan sistem pelelangan umum. Undang-undang Nomor 18 tahun

1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No. 11a tahun 2008 tidak mensyaratkan hal

ini.

4.1.3.8. Lingkup Wilayah Pengadaan/Lelang Yang Diikuti


Untuk lingkup wilayah pengadaan/lelang yang diikuti dalam memperoleh
pekerjaan oleh masing-masing gred dapat digambarkan sebagai berikut :

c. b. Prov.
Nasional Bali
0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.46 Lingkup Pelelangan/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 2

b. Prov. Bali c. Nasional


0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.47 Lingkup Pelelangan/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 3
105

b. Prov. Bali c. Nasional


0,00% 0,00%

a. Kab.
Jembrana
100,00%

Gambar 4.48 Lingkup Pelelangan/Pengadaan Yang Diikuti Dalam Memperoleh


Pekerjaan oleh Perusahan Jasa konstruksi Gred 4

Dari gambar diatas maka dapat dijelaskan bahwa semua perusahaan jasa

konstruksi (Gred 2, Gred 3 dan Gred 4) lingkup pelelangan/pengadaan yang

diikuti dalam memperoleh pekerjaan adalah di Kabupaten Jembrana. Dalam

Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No. 11a

tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan tetapi hal ini menunjukan bahwa

pengusaha jasa konstruski kualifikasi kecil tidak mampu dan atau tidak mau

bersaing keluar dari Kabupaten Jembrana.

4.1.4. Karakteristik Peralatan Yang Dimiliki

4.1.4.1. Status Peralatan Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Pekerjaan

Untuk Status peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh

Dari gambar diatas dapat dijelaskan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 2

sebanyak 78,13 % status peralatan yang digunakan dalam melaksanakan

pekerjaan merupakan sewa/kontrak dan sebesar 21,88 % menggunkan peralatan

milik sendiri dalam pelaksanaan pekerjaan.


106

Untuk perusahaan jasa konstruksi gred 3 sebanyak 80 % peralatan yang

digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan merupakan peralatan dengan status

sewa/kontrak sedangkan sebesar 20 % menggunkan peralatan milik sendiri dalam

pelaksanaan pekerjaan.

b. Milik Sendiri
21,88%

a. Sewa/Kontrak
78,13%

Gambar 4.49 Status peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh
Perusahan Jasa konstruksi Gred 2

b. Milik Sendiri
20,00%

a. Sewa/Kontrak
80,00%

Gambar 4.50 Status peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh
Perusahan Jasa konstruksi Gred 3
107

b. Milik Sendiri
44,00%

a. Sewa/Kontrak
56,00%

Gambar 4.51 Status peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan oleh
Perusahan Jasa konstruksi Gred 4

Untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 sebesar 56 % melaksanakan

pekerjaan dengan menggunakan peralatan sewa/kontrak dan sisanya sebanyak 44

% menggunakan peralatan milik sendiri. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999

serta Peraturan Lembaga LPJK No. 11a tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan

tetapi hal ini menunjukan bahwa pengusaha jasa konstruski kualifikasi kecil lebih

memilih untuk menyewa alat dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi. Hal ini

tentunya akan lebih efisien dalam penghitungan biaya pelaksanaan konstruksi

4.1.4.2. Jumlah Peralatan Kerja Yang Dimiliki Saat Ini

Untuk jumlah peralatan kerja yang dimiliki saat ini oleh perusahaan jasa

konstruksi gred 2 adalah sebesar 84,38 % memiliki peralatan kurang dari lima

jenis peralatan dalam melaksanakan pekerjaan dan sebanyak 15,63 % memiliki

peralatan antara lima sampai sepuluh jenis peralatan dalam pelaksanaan

pekerjaan.
108

Untuk perusahaan jasa konstruksi gred 3 yaitu sebesar 80 % memiliki

peralatan kurang dari lima jenis peralatan dalam melaksanakan pekerjaan dan

sebanyak 20 % memiliki peralatan antara lima sampai sepuluh jenis peralatan

dalam pelaksanaan pekerjaan.

c. > 10 15 jenis
b. > 5 10 jenis 0,00%
d. > 15 jenis
15,63%
0,00%

a. < 5 jenis
84,38%

Gambar 4.52 Jumlah peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 2

c. > 10 15 jenis
b. > 5 10 jenis 0,00% d. > 15 jenis
20,00% 0,00%

a. < 5 jenis
80,00%

Gambar 4.53 Jumlah peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 3
109

c. > 10 15 jenis
d. > 15 jenis
0,00%
0,00%
b. > 5 10 jenis
32,00%

a. < 5 jenis
68,00%

Gambar 4.54 Jumlah peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 4

Sedangkan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 adalah sebesar 68 %

memiliki peralatan kurang dari lima jenis peralatan dalam melaksanakan

pekerjaan dan sebanyak 32 % memiliki peralatan antara lima sampai sepuluh

jenis peralatan dalam pelaksanaan pekerjaan. Dalam Peraturan Lembaga LPJK

No. 11a tahun 2008 hanya dipersyaratkan bahwa Badan Usaha dengan

kualifikasi Gred 2, Gred 3, dan Gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan

konstruksi dengan kriteria risiko kecil, berteknologi sederhana, dan berbiaya

kecil. Yang dimaksud dengan kriteria risiko kecil adalah mencakup pekerjaan

konstruksi yang pelaksanaannya dan pemanfaatan bangunan-konstruksinya

tidak membahayakan keselamatan umum dan harta benda. Berteknologi

sederhana dimaksudkan adalah pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya

menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli.

4.1.4.3. Umur Peralatan Yang Digunakan Saat Ini

Untuk umur peralatan kerja yang dimiliki saat ini oleh Dari gambar diatas

dapat dijelaskan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 2 sebanyak 18,75 %


110

peralatan yang dimiliki berumur kurang dari tiga tahun, sebesar 75 % menyatakan

memiliki peralatan dengan umur antara tiga samapai lima tahun dan 6,25 %

memiliki peralatan dengan umur lebih dari lima tahun. Untuk perusahaan jasa

konstruksi gred 3 yaitu sebesar 10 % menyatakan peralatan yang dimiliki berumur

kurang dari tiga tahun, dan sisanya sebesar 90 % menyatakan memiliki peralatan

dengan umur antara tiga sampai lima tahun.

c. > 5 tahun
a. < 3 tahun
6,25%
18,75%

b. 3 5 tahun
75,00%

Gambar 4.55 Umur peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 2

c. > 5 tahun a. < 3 t ahun


0,00% 10,00%

b. 3 5 t ahun
90,00%

Gambar 4.56 Umur peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 3
111

a. < 3 tahun
c. > 5 tahun
8,00%
20,00%

b. 3 5 tahun
72,00%

Gambar 4.57 Umur peralatan yang dimiliki oleh Perusahan Jasa konstruksi
Gred 4

Sedangkan untuk perusahaan jasa konstruksi gred 4 adalah sebanyak 8 %

peralatan yang dimiliki berumur kurang dari tiga tahun, sebesar 72 % menyatakan

memiliki peralatan dengan umur antara tiga sampai lima tahun dan sebanyak 20 %

memiliki peralatan dengan umur lebih dari lima tahun.

Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 serta Peraturan Lembaga LPJK No.

11a tahun 2008 hal ini tidak dipersyaratkan tetapi tentunya semakin baru peralatan

yang dimiliki akan memberikan pengaruh baik terhadap hasil pelaksanaan jasa

konstruksi.

4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi

Kualifikasi Kecil

4.2.1 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa

Konstruksi Kualifikasi Kecil

Pada pembahasan ini dilakukan analisis data terhadap hasil tabulasi data dari

jawaban 40 responden terhadap kuesioner kinerja.


112

Sebelum data yang terkumpul bisa diproses lebih lanjut maka terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan uji realibilitas terhadap instrument penelitian. Menurut

Nugroho (2005) menilai kevalidan masing-masing butir pertanyaan dapat dilihat

dari nilai Corrected Item-Total Correlation masing-masing butir pertanyaan.

Suatu pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari

Corrected Item-Total Correlation > dari r-tabel.

Tabel 4.1
Rekapitulasi Hasil Uji Validitas

No Item Nilai r
Nilai r tabel Keterangan
Pertanyaan hitung
1 0,457 0,312 Valid
2 0,612 0,312 Valid
3 0,683 0,312 Valid
4 0,463 0,312 Valid
5 0,552 0,312 Valid
6 0,538 0,312 Valid
7 0,660 0,312 Valid
8 0,714 0,312 Valid
9 0,780 0,312 Valid
10 0,881 0,312 Valid
11 0,768 0,312 Valid
12 0,726 0,312 Valid
13 0,533 0,312 Valid
14 0,432 0,312 Valid
15 0,397 0,312 Valid
16 0,596 0,312 Valid
17 0,397 0,312 Valid
18 0,496 0,312 Valid
19 0,719 0,312 Valid
20 0,561 0,312 Valid
21 0,553 0,312 Valid
22 0,886 0,312 Valid
23 0,815 0,312 Valid
24 0,487 0,312 Valid
113

Lanjutan Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas

25 0,484 0,312 Valid


26 0,629 0,312 Valid
27 0,602 0,312 Valid
28 0,629 0,312 Valid
29 0,694 0,312 Valid
30 0,685 0,312 Valid
31 0,818 0,312 Valid
32 0,871 0,312 Valid
33 0,751 0,312 Valid
Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel diatas dapat diketahui nilai koefisien korelasi (Corrected Item-Total

Correlation) atau product moment (r) pada uji validitas yang dilakukan

menggunakan bantuan program SPSS. Nilai koefisien korelasi (Corrected Item-

Total Correlation) atau product moment (r) yang didapat kemudian dibandingkan

dengan nilai r tabel, r tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji dua sisi dan

jumlah data (n) = 40, maka didapat nilai tabel yang besarnya 0,312. Dari hasil

analisis dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi yang dihasilkan lebih besar

dari nilai r hitung sehingga dapat disimpulkan semua item pertanyaan dalam

kuesioner dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan dengan melakukan uji

reliabilitas.

Menurut Bhuono Agung Nugroho (2005:72) suatu konstruk variabel

dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbachs Alpha > 0,6 sedangkan menurut

Sekaran (1992) dalam Dwi Priyatno (2008:26) dikatakan reliabilitas kurang dari

0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan diatas 0,8 adalah baik.

Hasil uji reliabilitas terhadap kuesioner yang dilakukan dengan bantuan

program SPSS didapatkan hasil seperti tabel dibawah ini :


114

Tabel 4.2
Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas

Nilai Nilai
Jumlah
Cronbach's alpha Cronbach's alpha Keterangan
ItemPertanyaan
hitung Minimal
33 0,856 0,60 Reliabel
Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel diatas dapat diketahui besarnya koefisien Cronbachs Alpha

(koefisien hitung reliabilitas alpha) besarnya diatas nilai Cronbachs Alpha

minimum yang ditentukan yaitu 0,60 sehingga dapat dinyatakan bahwa semua

item pertanyaan yang berjumlah 33 adalah reliabel.

Setelah semua item pertanyaan dinyatakan valid dan reliabel maka dilanjutkan

dengan melakukan analisis faktor sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut persepsi

pengguna jasa pada perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil (Gred 1, 2, 3 dan

4) yang ada di Kabupaten Jembrana sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang

paling mempengaruhi kinerja perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil yang

ada di Kabupaten Jembrana..

Mengacu dari tujuan serta landasan teori yang dijadikan dasar maka diketahui

ada 33 variabel penelitian. Secara rinci ke 33 variabel yang dimaksud adalah

sebagai berikut :

1 Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan

2 Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan

3 Besar kecilnya modal dalam perusahaan

4 Adanya pinjaman dari bank


115

5 Kebijakan pemerintah di sektor keuangan/perbankan

6 Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam perusahaan

7 Penempatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan

8 Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan

9 Adanya pelatihan di bidang jasa konstruksi

10 Usia tenaga kerja yang dipekerjakan

11 Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli

12 Cara penerimaan tenaga kerja dalam perusahaan

13 Penggunaan komputer dalam kegiatan operasional perusahaan

14 Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam menunjang kegiatan proyek.

15 Inovasi dalam merespon perkembangan teknologi seperti bahan/material.

16 Penggunaan internet

17 Pengadaan material disediakan langsung oleh perusahaan dalam


pelaksanaan proyek
18 Ketepatan waktu dalam pengadaan material untuk pelaksanaan pekerjaan

19 Ketersediaan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang


dipersyaratkan dalam dokumen tender.
20 Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan

21 Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

22 Pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan pekerjaan

23 Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan

24 Mensub kontrakkan sebagaian pekerjaan

25 Besarnya struktur organisasi dalam perusahaan

26 Panjangnya jalur koordinasi untuk mengambil suatu keputusan


116

27 Penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang bisa mengambil


keputusan
28 Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

29 Stabilitas keamanan

30 Kepastian hukum

31 Sikap pimpinan kepada staf

32 Motivasi pimpinan terhadap staf

33 Penghargaan terhadap staf yang berprestasi

Tahap pertama yang dilakukan dalam melakukan analisis faktor adalah

pembuatan matrix korelasi yang akan digunakan memilih variabel-variabel yang

layak dimasukkan untuk analisis faktor sedangkan variabel yang tidak layak harus

dikeluarkan dan tidak disertakan dalam proses selanjutnya.

Untuk keperluan pembuatan matrix korelasi maka digunakan KMO and

Barletts test dan Anti Image Correlation. MSA adalah ukuran dari matrix

korelasi dari masing-masing variabel individual untuk mengevaluasi kecukupan

menerapkan faktor analisis. Jika nilai KMO MSA (Kaiser-Meyer Olkin Measure

of Sampling Adequancy) lebih besar dari 0,5 serta nilai Sig. < 0,05, berarti

korelasi antar variabel adalah cukup kuat sehingga proses analisis faktor dapat

dilanjutkan untuk kelompok variabel tersebut (Hair dkk, 1998). Dari hasil

pengolahan data dengan SPSS for Windows versi 17 dapat ditampilkan tabel 4.3

yang memuat KMO and Bartlett's Measure of Sampling Adequancy (MSA).


117

Tabel 4.3
Hasil Tes KMO and Bartlett's Test Tahap I
KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .617


Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 1343.585
Sphericity df 528
Sig. .000
Sumber : Hasil Analisis

Pada tabel 4.3 di atas terlihat Kaiser-Meyer-Olkin and Bartlett's Measure

of Sampting Adequacy (MSA) besarnya adalah 0,617 dan nilai Sig. = 0,000. Dari

hasil tersebut memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan

variabel dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor layak

digunakan. Oleh karena nilai KMO hasil pengolahan : 0,617 > 0,5, dan nilai Sig.

< 0,05 maka kumpulan 33 variabel penelitian tersebut dapat diproses lebih lanjut.

Proses selanjutnya adalah dilakukan analisis faktor dengan Anti Image Matrices.

Anti Image Matrices digunakan untuk menentukan yang mana variabel yang dapat

dianalisis lebih lanjut dan variabel mana yang harus dikeluarkan. Kriteria

penentuan Anti Image Matrices adalah angka korelasi yang terdapat pada Anti

Image Correlation yaitu matrix dari korelasi parsial diantara variabel setelah

dilakukan analisis faktor yang menggambarkan tingkat seberapa jauh faktor

tersebut menjelaskan hasil dari analisa faktor. Bila angka Anti Image Correlation

suatu variabel lebih besar dari 0,5, maka variabel tersebut dapat dianalisis lanjut.

Jika angka Anti Image Correlation suatu variabel lebih kecil atau sama dengan 0,5

maka variabel tersebut harus dikeluarkan dan tidak diikutkan pada analisis lanjut.

Dari hasil pengolahan data dapat disajikan tabel 4.4 yang memuat Anti Image

Correlation sebagai berikut :


118

Tabel 4.4
Nilai Anti Image Correlation Tahap I

No Variabel MSA Keterangan

1 Modal keuangan dalam pengelolaan 0,891 Digunakan


perusahaan (X1)
2 Modal keuangan dalam pelaksanaan 0,807 Digunakan
pekerjaan (X2)
3 Besar kecilnya modal dalam 0,634 Digunakan
perusahaan (X3)
4 Adanya pinjaman dari bank (X4) 0,523 Digunakan

5 Kebijakan pemerintah di sektor 0,635 Digunakan


keuangan/perbankan (X5)
6 Kesesuaian gaji dengan pekerjaan 0,842 Digunakan
dalam perusahaan (X6)
7 Penempatan sesuai dengan kualifikasi 0,594 Digunakan
pendidikan (X7)
8 Pengalaman dan keterampilan tenaga 0,667 Digunakan
kerja yang dipekerjakan (X8)
9 Adanya pelatihan di bidang jasa 0,663 Digunakan
konstruksi (X9)
10 Usia tenaga kerja yang dipekerjakan 0,560 Digunakan
(X10)
11 Sertifikat keahlian yang dimiliki 0,582 Digunakan
tenaga ahli (X11)
12 Cara penerimaan tenaga kerja dalam 0,355 Tidak Digunakan
perusahaan (X12)
13 Penggunaan komputer dalam kegiatan 0,806 Digunakan
operasional perusahaan (X13)
14 Kesesuaian peralatan yang dimiliki 0,547 Digunakan
dalam menunjang kegiatan proyek.
(X14)
15 Inovasi dalam merespon 0,770 Digunakan
perkembangan teknologi seperti
bahan/material. (X15)
16 Penggunaan internet (X16) 0,584 Digunakan

17 Pengadaan material disediakan 0,541 Digunakan


langsung oleh perusahaan dalam
pelaksanaan proyek (X17)
18 Ketepatan waktu dalam pengadaan 0,561 Digunakan
material untuk pelaksanaan pekerjaan
(X18)
119

Lanjutan Tabel 4.4 Nilai Anti Image Correlation Tahap I

19 Ketersediaan material yang sesuai 0,880 Digunakan


dengan spesifikasi teknis yang
dipersyaratkan dalam dokumen
tender.(X19)
20 Koordinasi dengan pihak pengguna 0,647 Digunakan
jasa dalam pelaksanaan pekerjaan
(X20)
21 Data yang dipakai sesuai dengan 0,830 Digunakan
keadaan yang sebenarnya di
lapangan.(X21)
22 Pertimbangan keselamatan pekerja 0,652 Digunakan
dalam pelaksanaan pekerjaan (X22)
23 Kelengkapan gambar disain/dokumen 0,657 Digunakan
pelaksanaan (X23)
24 Mensub kontrakkan sebagaian 0,205 Tidak Digunakan
pekerjaan (X24)
25 Besarnya struktur organisasi dalam 0,199 Tidak Digunakan
perusahaan (X25)
26 Panjangnya jalur koordinasi untuk 0,224 Tidak Digunakan
mengambil suatu keputusan (X26)
27 Penempatan wakil perusahaan dalam 0,520 Digunakan
proyek yang bisa mengambil
keputusan (X27)
28 Kebijakan yang dikeluarkan 0,413 Tidak Digunakan
pemerintah (X28)
29 Stabilitas keamanan (X29) 0,702 Digunakan

30 Kepastian hukum (X30) 0,579 Digunakan

31 Lanjutan Tabel 4.4 kepada staf (X31)


Sikap pimpinan 0,829 Digunakan

32 Motivasi pimpinan terhadap staf (32) 0,597 Digunakan

33 Penghargaan terhadap staf yang 0,431 Tidak Digunakan


berprestasi (X33)

Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa ada enam variabel yang memiliki

Nilai Anti Image Correlation lebih kecil dari syarat yang ditentukan yaitu sebesar

0,5 yaitu variabel cara penerimaan tenaga kerja dalam perusahaan (X12), mensub

kontrakkan sebagaian pekerjaan (X24), besarnya struktur organisasi dalam


120

perusahaan (X25), panjangnya jalur koordinasi untuk mengambil suatu keputusan

(X26), kebijakan yang dikeluarkan pemerintah (X28) dan penghargaan terhadap

staf yang berprestasi (X33), sedangkan variabel lainnya memiliki Nilai Anti

Image Correlation > 0,5 dan memenuhi syarat untuk analisis lebih lanjut.

Pada analisis faktor tahap II, ke enam variabel tersebut dikeluarkan atau tidak

diikutsertakan dalam proses analisis karena memiliki nilai Anti Image Correlation

kurang dari 0,5 yang berarti bahwa variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa

dianalisis lebih lanjut atau dikeluarkan.

Dari hasil pengolahan analisis faktor tahap II dengan menggunakan bantuan

program SPSS for windows versi 17 dapat ditampilkan tabel 4.5 yang memuat O

and rtlett's Measure of Sampling Adequancy (MSA) sebagai berikut :

Tabel 4.5
Hasil tes KMO dan Barletts tahap II

KMO and Bartlett's Test


Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .861
Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 1042.018
Sphericity df 351
Sig. .000

Sumber : Hasil Analisis

Pada tabel 4.5 di atas terlihat Nilai Kaiser-Meyer-Olkin and Bartlett's Measure of

Sampting Adequacy (MSA) adalah sebesar 0,861 dan nilai Sig. = 0,000. Oleh

karena nilai Kaiser-Meyer-Olkin and Bartlett's Measure of Sampting Adequacy

(MSA) hasil pengolahan tahap II lebih besar dari 0,05 dan nilai Sig. < 0,05 yang
121

berarti bahwa variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut maka

kumpulan 33 variabel penelitian tersebut dapat diproses lebih lanjut. Proses

selanjutnya dilakukan analisis faktor dengan Anti Image Matrices. Anti Image

Matrices digunakan untuk menentukan yang mana variabel yang dapat dianalisis

lebih lanjut dan variabel mana yang harus dikeluarkan. Kriteria penentuan Anti

Image Matrices adalah angka korelasi yang terdapat pada Anti Image Correlation

yaitu matrix dari korelasi parsial diantara variabel setelah dilakukan analisis faktor

yang menggambarkan tingkat seberapa jauh faktor tersebut menjelaskan hasil dari

analisa faktor. Bila angka Anti Image Correlation suatu variabel lebih besar dari

0,5, maka variabel tersebut dapat dianalisis lanjut. Jika angka Anti Image

Correlation suatu variabel lebih kecil atau sama dengan 0,5 maka variabel

tersebut harus dikeluarkan dan tidak diikutkan pada analisis lanjut.

Dari hasil analisis faktor tahap II dengan Anti Image Matrices dapat disajikan

tabel 4.6 yang memuat Anti Image Correlation sebagai berikut :

Tabel 4.6
Nilai Anti Image Correlation Tahap II

No Variabel MSA Keterangan

1 Modal keuangan dalam pengelolaan 0,857 Digunakan


perusahaan (X1)
2 Modal keuangan dalam pelaksanaan 0,927 Digunakan
pekerjaan (X2)
3 Besar kecilnya modal dalam 0,932 Digunakan
perusahaan (X3)
4 Adanya pinjaman dari bank (X4) 0,913 Digunakan

5 Kebijakan pemerintah di sektor 0,933 Digunakan


keuangan/perbankan (X5)
6 Kesesuaian gaji dengan pekerjaan 0,853 Digunakan
dalam perusahaan (X6)
7 Penempatan sesuai dengan kualifikasi 0,941 Digunakan
122

Lanjutan tabel 4.6 Nilai Anti Image Correlation Tahap II

pendidikan (X7)
8 Pengalaman dan keterampilan tenaga 0,871 Digunakan
kerja yang dipekerjakan (X8)
9 Adanya pelatihan di bidang jasa 0,891 Digunakan
konstruksi (X9)
10 Usia tenaga kerja yang dipekerjakan 0,778 Digunakan
(X10)
11 Sertifikat keahlian yang dimiliki 0,889 Digunakan
tenaga ahli (X11)
13 Penggunaan komputer dalam kegiatan 0,840 Digunakan
operasional perusahaan (X13)
14 Kesesuaian peralatan yang dimiliki 0,834 Digunakan
dalam menunjang kegiatan proyek.
(X14)
15 Inovasi dalam merespon 0,858 Digunakan
perkembangan teknologi seperti
bahan/material. (X15)
16 Penggunaan internet (X16) 0,613 Digunakan

17 Pengadaan material disediakan 0,743 Digunakan


langsung oleh perusahaan dalam
pelaksanaan proyek (X17)
18 Ketepatan waktu dalam pengadaan 0,870 Digunakan
material untuk pelaksanaan pekerjaan
(X18)
19 Ketersediaan material yang sesuai 0,928 Digunakan
dengan spesifikasi teknis yang
dipersyaratkan dalam dokumen
tender.(X19)
20 Koordinasi dengan pihak pengguna 0,781 Digunakan
jasa dalam pelaksanaan pekerjaan
(X20)
21 Data yang dipakai sesuai dengan 0,867 Digunakan
keadaan yang sebenarnya di
lapangan.(X21)
22 Pertimbangan keselamatan pekerja 0,893 Digunakan
dalam pelaksanaan pekerjaan (X22)
23 Kelengkapan gambar disain/dokumen 0,804 Digunakan
pelaksanaan (X23)
27 Penempatan wakil perusahaan dalam 0,751 Digunakan
proyek yang bisa mengambil
keputusan (X27)
29 Stabilitas keamanan (X29) 0,850 Digunakan
123

Lanjutan tabel 4.6 Nilai Anti Image Correlation Tahap II

30 Kepastian hukum (X30) 0,825 Digunakan

31 Sikap pimpinan kepada staf (X31) 0,906 Digunakan

32 Motivasi pimpinan terhadap staf (32) 0,864 Digunakan

Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa semua variabel memiliki nilai

Anti Image Correlation lebih besar dari 0,5 sehingga seluruh variabel tersebut

memenuhi syarat untuk dianalisis lebih lanjut untuk mencari nilai Communalities

dari 33 variabel dengan metode Pricipal Component Anaysis menggunakan

bantuan program SPSS versi 17.

4.2.2 Kommunalitas (Communalities)

Komunalitas pada dasarnya adalah jumlah varian (%) dari suatu variabel

mula-mula yang bisa dijelaskan oleh kelompok faktor yang ada , berarti bahwa

nilai tersebut menunjukkan seberapa baik tiap-tiap variabel yang diwakili oleh

setiap kelompok faktor yang terbentuk (Santoso,2004). Semakin besar nilai

komunalitas sebuah variabel maka semakin erat hubungannya dengan kelompok

faktor yang terbentuk.

Tabel 4.7
Nilai Komunalitas

No Variabel Komunalitas

1 Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan (X1) 0,852

2 Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan (X2) 0,913

3 Besar kecilnya modal dalam perusahaan (X3) 0,788

4 Adanya pinjaman dari bank (X4) 0,649

5 Kebijakan pemerintah di sektor keuangan/perbankan 0,721


124

Lanjutan tabel 4.7 Nilai Komunalitas

(X5)
6 Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam perusahaan 0,754
(X6)
7 Penempatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan 0,700
(X7)
8 Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang 0,788
dipekerjakan (X8)
9 Adanya pelatihan di bidang jasa konstruksi (X9) 0,603

10 Usia tenaga kerja yang dipekerjakan (X10) 0,741

11 Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli (X11) 0,754

12 Penggunaan komputer dalam kegiatan operasional 0,730


perusahaan (X13)
13 Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam 0,788
menunjang kegiatan proyek. (X14)
14 Inovasi dalam merespon perkembangan teknologi 0,595
seperti bahan/material. (X15)
15 Penggunaan internet (X16) 0,816

16 Pengadaan material disediakan langsung oleh 0,739


perusahaan dalam pelaksanaan proyek (X17)
17 Ketepatan waktu dalam pengadaan material untuk 0,875
pelaksanaan pekerjaan (X18)
18 Ketersediaan material yang sesuai dengan spesifikasi 0,864
teknis yang dipersyaratkan dalam dokumen
tender.(X19)
19 Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam 0,759
pelaksanaan pekerjaan (X20)
20 Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang 0,662
sebenarnya di lapangan.(X21)
21 Pertimbangan keselamatan pekerja dalam 0,600
pelaksanaan pekerjaan (X22)
22 Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan 0,836
(X23)
23 Penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang 0,573
bisa mengambil keputusan (X27)
24 Stabilitas keamanan (X29) 0,693

25 Kepastian hukum (X30) 0,736

26 Sikap pimpinan kepada staf (X31) 0,711


125

Lanjutan tabel 4.7 Nilai Komunalitas

27 Motivasi pimpinan terhadap staf (X32) 0,697

Sumber : Hasil Analisis

Dari tabel 4.7 dapat dilihat nilai kommunalitas terbesar adalah untuk variabel

modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan (X2) adalah sebesar 0,913. Ini

berarti bahwa sekitar 91,3 % varian dari variabel modal keuangan dalam

pelaksanaan pekerjaan (X2) dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk demikian

halnya untuk nilai varian dari variabel yang lain. Sedangkan nilai kommunalitas

terkecil adalah untuk variabel penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang

bisa mengambil keputusan (X27) adalah sebesar 0,573

4.2.3 Ekstraksi Jumlah Faktor

Ekstraksi faktor digunakan untuk menentukan jumlah kelompok faktor yang

terbentuk. Ekstraksi faktor dalam penelitian ini menggunakan metode PCA

(Principal Componen Analysis). Dari hasil analisis diperoleh empat kelompok

faktor yang terbentuk dengan eigen value diatas satu. Hasil ekstraksi

selangkapnya tersaji pada tabel 4.8 berikut

Tabel 4.8
Hasil Ekstraksi Faktor

Keragaman Total Keragaman Total


Kelompok Nilai Eigen Keterangan
(%) Komulatif (%)
Faktor
1 15,404 57,052 57,052 Digunakan
2 1,901 7,040 64,092 Digunakan
3 1,461 5,409 69,502 Digunakan
4 1,171 4,338 73,839 Digunakan
Sumber : Hasil Analisis
126

4.2.4 Matrix Komponen (Component Matrix)

Penelitian ini menggunakan rotasi varimax, yaitu metode yang bertujuan

untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi sehingga akan menghasilkan matriks

yang lebih sederhana untuk mempermudah interpretasi dengan meminimalkan

variabel yang dimiliki loading factor tinggi terhadap faktornya. Setelah jumlah

faktor terbentuk maka dilanjutkan dengan proses penetapan variabel. Interpretasi

dilakukan dengan melihat factor loading (korelasi) suatu variabel dengan

faktornya. Loading faktor dapat menjelaskan seberapa besar bisa mengukur faktor

yang terbentuk dari tiap- tiap kelompok faktor. Batasan factor loading lebih besar

dari 0,5 (Santoso, 2004). Bila faktor loading sebuah variabel lebih kecil dari 0,5

maka variabel tersebut dikeluarkan dari model. Semakin besar nilai loading faktor

yang dibentuk maka semakin tinggi ranking variabel tersebut didalam faktor

tersebut.

Adapun variabel yang tidak dimasukkan pada salah satu kelompok faktor,

ini disebabkan tidak ditemukannya perbedaan secara nyata kedalam faktor

variabel tergabung walaupun setelah mengalami rotasi ulang yaitu variabel

Kebijakan pemerintah di sektor keuangan/perbankan (X5) dan variabel adanya

pelatihan di bidang jasa konstruksi (X9) karena tidak ada yang lebih besar dari

cut off point > 0,55 ( santoso, 2004), sehingga variabel ini tidak diperhitungkan

dan dikeluarkan dari kelompok yang terbentuk. Hasil loading faktor

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.


127

Tabel 4.9
Hasil Loading Faktor Kinerja

Kelompok Variabel Loading Factor


Faktor
Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan 0,604
(X2)
Penempatan sesuai dengan kualifikasi 0,677
pendidikan (X7)
Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja 0,605
yang dipekerjakan (X8)
I Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam 0,836
pelaksanaan pekerjaan (X20)
Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang 0,685
sebenarnya di lapangan.(X21)
Pertimbangan keselamatan pekerja dalam 0,618
pelaksanaan pekerjaan (X22)
Kelengkapan gambar disain/dokumen 0,715
pelaksanaan (X23)
Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan 0,616
(X1)
Besar kecilnya modal dalam perusahaan (X3) 0,601
Adanya pinjaman dari bank (X4) 0,557
Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli 0,533
(X11)
II
Penggunaan komputer dalam kegiatan 0,509
operasional perusahaan (X13)
Pengadaan material disediakan langsung oleh 0,813
perusahaan dalam pelaksanaan proyek (X17)
Ketepatan waktu dalam pengadaan material 0,771
untuk pelaksanaan pekerjaan (X18)
Ketersediaan material yang sesuai dengan 0,644
spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam
dokumen tender.(X19)
Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam 0,501
perusahaan (X6)
III Usia tenaga kerja yang dipekerjakan (X10) 0,781
Penggunaan internet (X16) 0,875
Stabilitas keamanan (X29) 0,558
Kepastian hukum (X30) 0,623
Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam 0,634
menunjang kegiatan proyek. (X14)
IV Inovasi dalam merespon perkembangan 0,652
teknologi seperti bahan/material. (X15)
128

Lanjutan Tabel 4.9 Hasil Loading Faktor Kinerja

Penempatan wakil perusahaan dalam proyek 0,578


yang bisa mengambil keputusan (X27)
Sikap pimpinan kepada staf (X31) 0,789
Motivasi pimpinan terhadap staf (X32) 0,675
Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dengan dua kali proses rotasi , dari

27 variabel yang memiliki angka pembatas cut off point > 0,55 sebanyak 25

variabel yang terbentuk dan menghasilkan empat faktor baru yang direduksi

terhadap ke 33 variabel awal. Adapun ke empat faktor baru tersebut yaitu :

1) Faktor 1, terdiri dari variabel Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan

(X2), variabel Penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan

(X7), variabel Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan

(X8), variabel Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan

pekerjaan (X20), variabel Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya di lapangan.(X21), variabel Pertimbangan keselamatan pekerja

dalam pelaksanaan pekerjaan (X22) dan variabel Kelengkapan gambar

disain/dokumen pelaksanaan (X23). Faktor ini diberi nama sumber daya

manusia dan keuangan.

2) Faktor 2 terdiri dari variabel Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan

(X1), variabel Besar kecilnya modal dalam perusahaan (X3), variabel Adanya

pinjaman dari bank (X4), variabel Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli

(X11), variabel Penggunaan komputer dalam kegiatan operasional perusahaan

(X13), variabel Pengadaan material disediakan langsung oleh perusahaan

dalam pelaksanaan proyek (X17), variabel Ketepatan waktu dalam pengadaan

material untuk pelaksanaan pekerjaan (X18) dan variabel Ketersediaan


129

material yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan dalam

dokumen tender.(X19). Faktor ini diberi nama faktor administrasi.

3) Faktor 3 terdiri dari variabel Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam

perusahaan (X6), variabel Usia tenaga kerja yang dipekerjakan (X10),

variabel Penggunaan internet (X16), variabel Stabilitas keamanan (X29) dan

variabel Kepastian hukum (X30). Faktor ini diberi nama faktor keamanan.

4) Faktor 4 terdiri dari variabel Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam

menunjang kegiatan proyek. (X14), variabel Inovasi dalam merespon

perkembangan teknologi seperti bahan/material. (X15), variabel Penempatan

wakil perusahaan dalam proyek yang bisa mengambil keputusan (X27),

variabel Sikap pimpinan kepada staf (X31) dan variabel Motivasi pimpinan

terhadap staf (X32). Faktor ini diberi nama Faktor Kepemimpinan

Dari empat faktor baru yang terbentuk dengan nilai total varians kumulatif sebesar

73,839 %, faktor utama yang mempengaruhi kinerja kontraktor terdapat pada

kelompok I ( faktor sumber daya manusia dan keuangan) dengan nilai eigen

sebesar 15,404 dan nilai keragaman total sebesar 57,052 %, yang terdiri dari

variabel :

a. Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan

Kontraktor menempatkan modal keuangan sebagai salah satu faktor yang

mentukan kinerja. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan jasa konstruksi

kualifikasi kecil sangat tergantung dengan modal yang dimiliki dalam

melaksanakan pekerjaan di lapangan.

b. Penempatan tenaga kerja sesuai dengan kualifikasi pendidikan.


130

Kinerja perusahaan ditentukan juga oleh penempatan tenaga kerja yang sesuai

dengan kualifikasi pendidikannya. Penepatan tenaga kerja yang tidak sesuai

dengan kaulifikasi bisa mempengaruhi kinerja perusahaan.

c. Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan.

Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja juga sangat menentukan kinerja

perusahaan. Kinerja perusahaaan akan sangat terbantu dengan penempatan

tenaga kerja yang berpengalaman serta memiliki keterampilan.

d. Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan.

Semakin sering melakukan koordinasi dengan pihak pengguna jasa maka

kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat ditekan sehingga tentunya dapat

meningkatkan kinerja perusahaan.

e. Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

Data yang lengkap dan akurat mengenai keadaan sebenarnya di lapangan

sangat menetukan dalam penentuan metode kerja yang akan dipakai adala

melaksanakan pekerjaan.

f. Pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan pekerjaan.

Untuk meningkatkan kinerja perlu juga diperhatikan keselamatan pekerja

dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga memberikan ketenangan dan

kenyamanan dalam bekerja yang tentunya akan mampu meningkatkan kinerja.

g. Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan

Kelengkapan gambar disain dalam pelaksanaan pekerjaan akan sangat

menentukan hasil akhir dari pekerjaan itus sendiri, sehingga semakin lengkap
131

dan detail gambar pelaksanaan maka akan semakin memberikan hasil yang

memuaskan.

Faktor kedua yang berpengaruh terhadap kinerja kontraktor yaitu ada pada

kelompok II (faktor administrasi) dengan nilai eigen sebesar 1,901 dan nilai

keragaman total sebesar 7,040 %, yang terdiri dari variabel variabel Modal

keuangan dalam pengelolaan perusahaan (X1), variabel Besar kecilnya modal

dalam perusahaan (X3), variabel Adanya pinjaman dari bank (X4), variabel

Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli (X11), variabel Penggunaan

komputer dalam kegiatan operasional perusahaan (X13), variabel Pengadaan

material disediakan langsung oleh perusahaan dalam pelaksanaan proyek (X17),

variabel Ketepatan waktu dalam pengadaan material untuk pelaksanaan pekerjaan

(X18) dan variabel Ketersediaan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis

yang dipersyaratkan dalam dokumen tender.(X19).

Faktor ketiga yang mempengaruhi kinerja kontraktor terdapat pada kelompok III (

faktor keamanan ) dengan nilai eigen sebesar 1,461 dan nilai keragaman total

sebesar 5,409 %, yang terdiri dari variabel variabel Kesesuaian gaji dengan

pekerjaan dalam perusahaan (X6), variabel Usia tenaga kerja yang dipekerjakan

(X10), variabel Penggunaan internet (X16), variabel Stabilitas keamanan (X29)

dan variabel Kepastian hukum (X30).

Faktor keempat yang mempengaruhi kinerja kontraktor terdapat pada kelompok

IV ( faktor kepemimpinan) dengan nilai eigen sebesar 1,171 dan nilai keragaman

total sebesar 4,338 % yang terdiri dari variabel variabel Kesesuaian peralatan

yang dimiliki dalam menunjang kegiatan proyek. (X14), variabel Inovasi dalam
132

merespon perkembangan teknologi seperti bahan/material. (X15), variabel

Penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang bisa mengambil keputusan

(X27), variabel Sikap pimpinan kepada staf (X31) dan variabel Motivasi pimpinan

terhadap staf (X32)

4.3 Korelasi Karakteristik Pengusaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil

dengan Kinerja

Untuk mengetahui korelasi karakteristik pengusaha jasa konstruksi kualifikasi

kecil dengan kinerja dilakukan analisis korelasi korelasi ganda (R) dengan

menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution),

dalam melakukan analisis korelasi maka harus ditentukan terlebih dahulu variabel

dependent dan variabel independennya. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel independent (X) adalah karakteristik sedangkan yang menjadi variabel

dependennya (Y) adalah variabel kinerja. Kedua variabel tersebut kemudian

dijabarkan dalam indikator-indikator sebagai berikut :

1. Variabel Penelitian Karakteristik (X)

(X1) Sumber Daya Manusia/Personalia

(X1.1) Penanggung jawab badan usaha (PJBU)

(X1.2) Tingkat Pendidikan penanggungjawab teknik (PJTBU)

(X1.3) Sertifikat keahlian tenaga kerja

(X1.4) Jumlah tenaga kerja

(X1.5) Asal tenaga kerja

(X1.6) Status tenaga kerja

(X2) Keuangan
133

(X2.1) Nilai paket pekerjaan

(X2.2) Total kekayaan bersih

(X2.3) Asal modal usaha

(X3) Pengalaman

(X3.1) Jumlah paket pekerjaan yang pernah diambil

(X3.2) Pengguna jasa

(X3.3) Lama pengalaman perusahaan

(X3.4) Lokasi Pekerjaan

(X3.5) Sub bidang yang paling sering dikerjakan

(X3.6) Sistem lelang yang sering diikuti

(X3.7) Lingkup wilayah pengadaan

(X4) Peralatan

(X4.1) Status alat

(X4.2) Jumlah alat yang dimiliki

(X4.3) Umur/kondisi

2. Variabel Penelitian Kinerja (Y)

(Y1) Faktor Keuangan

(Y1.1) Modal keuangan dalam pengelolaan perusahaan

(Y1.2) Modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan

(Y1.3) Besar kecilnya modal dalam perusahaan

(Y1.4) Adanya pinjaman dari bank

(Y1.5) Kebijakan pemerintah di sektor keuangan/perbankan

(Y2) Faktor Sumber Daya Manusia


134

(Y2.1) Kesesuaian gaji dengan pekerjaan dalam perusahaan

(Y2.2) Penempatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan

(Y2.3) Pengalaman dan keterampilan tenaga kerja yang dipekerjakan

(Y2.4) Adanya pelatihan di bidang jasa konstruksi

(Y2.5) Usia tenaga kerja yang dipekerjakan

(Y2.6) Sertifikat keahlian yang dimiliki tenaga ahli

(Y2.7) Cara penerimaan tenaga kerja dalam perusahaan

(Y3) Faktor Peralatan

(Y3.1) Penggunaan komputer dalam kegiatan operasional perusahaan

(Y3.2) Kesesuaian peralatan yang dimiliki dalam menunjang kegiatan proyek.

(Y3.3) Inovasi dalam merespon perkembangan teknologi seperti

bahan/material.

(Y3.4) Penggunaan internet

(Y4) Faktor Material

(Y4.1) Pengadaan material disediakan langsung oleh perusahaan dalam

pelaksanaan proyek

(Y4.2) Ketepatan waktu dalam pengadaan material untuk pelaksanaan

pekerjaan

(Y4.3) Ketersediaan material yang sesuai dengan spesifikasi teknis yang

dipersyaratkan dalam dokumen tender.

(Y5) Faktor Metode Kerja

(Y5.1) Koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam pelaksanaan pekerjaan

(Y5.2) Data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan
135

(Y5.3) Pertimbangan keselamatan pekerja dalam pelaksanaan pekerjaan

(Y5.4) Kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan

(Y5.5) Mensub kontrakkan sebagaian pekerjaan

(Y5.6) Besarnya struktur organisasi dalam perusahaan

(Y5.7) Panjangnya jalur koordinasi untuk mengambil suatu keputusan

(Y5.8) Penempatan wakil perusahaan dalam proyek yang bisa mengambil

keputusan

(Y6) Faktor Politik

(Y6.1) Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

(Y6.2) Stabilitas keamanan

(Y6.3) Kepastian hokum

4.3.1 Korelasi Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 2 Dengan

Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 2

Analisis korelasi karakteristik kontraktor kualifikasi gred 2 terhadap kinerja

perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil diperoleh hasil seperti tabel 4.10

berikut ini :

Tabel 4.10
Analisa Korelasi Karakteristik Kontraktror Gred 2 terhadap
Kualitas Pekerjaan
Faktor (X) Kualitas (Y) Keterangan
Korelasi 0,839 Korelasi positif
PJBU (X1) Sig.(2 tailed) 0,000
PJTBU (X2) Korelasi 0,870 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Sertifikat keahlian tenaga Korelasi 0,780 Korelasi positif
kerja (X3) Sig.(2 tailed) 0,000
Jumlah tenaga kerja (X4) Korelasi 0,780 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Asal tenaga kerja (X5) Korelasi 0,812 Korelasi positif
136

Lanjutan Tabel 4.10

Sig.(2 tailed) 0,000


Status tenaga kerja (X6) Korelasi 0,759 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Nilai paket pekerjaan (X7) Korelasi 0,722 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Total kekayaan bersih (X8) Korelasi 0,807 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Asal modal usaha (X9) Korelasi 0,591 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Jumlah paket pekerjaan yang Korelasi 0,853 Korelasi positif
pernah diambil (X10) Sig.(2 tailed) 0,000
Pengguna jasa (X11) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Lama pengalaman perusahaan Korelasi 0,812 Korelasi positif
(X12) Sig.(2 tailed) 0,000
Lokasi Pekerjaan (X13) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Sub bidang yang paling sering Korelasi 0,941 Korelasi positif
dikerjakan (X14) Sig.(2 tailed) 0,000
Sistem lelang yang sering Korelasi 0,469 Korelasi positif
diikuti (X15) Sig.(2 tailed) 0,007
Lingkup wilayah pengadaan Korelasi Tidak Ada Nilai
(X16) Sig.(2 tailed) Korelasi
Status alat (X17) Korelasi 0,807 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Jumlah alat yang dimiliki Korelasi 0,736 Korelasi positif
(X18) Sig.(2 tailed) 0,000
Umur/kondisi alat (X19) Korelasi 0,784 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.10 menggambarkan bahwa hasil korelasi karakteristik kontaktor gred

2 terhadap kualitas pekerjaan diperoleh sebagai berikut :

1) Variabel PJBU (X1), PJTBU (X2), Sertifikat keahlian tenaga kerja (X4),

Jumlah tenaga kerja (X5), Status tenaga kerja (X6), Nilai paket pekerjaan

(X7), Total kekayaan bersih (X8), Asal modal usaha (X9), Jumlah peket

pekerjaan yang pernah diambil (X10), Lama pengalaman perusahaan (X12),

Sub bidang yang paling sering dikerjakan (X14), Sistem lelang yang sering
137

diikuti (X15), Status alat (X17), Jumlah alat yang dimiliki (X18) dan

Umur/kondisi alat (X19) berpengaruh/berkorelasi terhadap kinerja

perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil gred 2. Sedangkan tingkat

hubungan yang terjadi adalah positif. Hal ini menggambarkan bahwa ada

hubungan searah antara variabel tersebut dengan kinerja perusahaan jasa

konstruksi gred 2. Dilihat dari nilai korelasinya, maka variabel sub bidang

yang paling sering dikerjakan (X14) memiliki nilai korelasi paling besar

yaitu 0,941. Ini berarti bahwa semakin sering suatu sub bidang dikerjakan

maka akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan itu sendiri. Sedangkan

nilai korelasi paling kecil dimiliki oleh variabel sistem lelang yang paling

sering diikuti (X15) dengan nilai korelasi sebesar 0,469. Ini artinya bahwa

sistem lelang juga ikut mempengaruhi kinerja perusahaan walaupun

korelasinya masuk kategori sedang.

2) Variabel Pengguna jasa (X11), Lokasi pekerjaan (X13) dan Lingkup

wilayah pengadaan (X16) tidak berpengaruh atau tidak berkorelasi terhadap

kinerja perusahaan jasa konstruksi gred 2.

4.3.2 Korelasi Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 3 Dengan

Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 3

Analisis korelasi karakteristik kontraktor kualifikasi gred 3 terhadap kinerja

pekerjaan diperoleh hasil seperti tabel 4.11 berikut ini :


138

Tabel 4.11
Analisa Korelasi Karakteristik Kontraktror Gred 3 terhadap
Kinerja

Faktor (X) Kualitas (Y) Keterangan


Korelasi 0,897 Korelasi positif
PJBU (X1) Sig.(2 tailed) 0,000
PJTBU (X2) Korelasi 0,833 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Sertifikat keahlian tenaga Korelasi Tidak Ada Nilai
kerja (X3) Sig.(2 tailed) Korelasi
Jumlah tenaga kerja (X4) Korelasi 0,752 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Asal tenaga kerja (X5) Korelasi 0,817 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Status tenaga kerja (X6) Korelasi 0,775 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Nilai paket pekerjaan (X7) Korelasi 0,840 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Total kekayaan bersih (X8) Korelasi 0,817 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Asal modal usaha (X9) Korelasi 0,685 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Jumlah paket pekerjaan yang Korelasi 0,739 Korelasi positif
pernah diambil (X10) Sig.(2 tailed) 0,000
Pengguna jasa (X11) Korelasi 0,488 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,001
Lama pengalaman perusahaan Korelasi 0,731 Korelasi positif
(X12) Sig.(2 tailed) 0,000
Lokasi Pekerjaan (X13) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Sub bidang yang paling sering Korelasi 0,889 Korelasi positif
dikerjakan (X14) Sig.(2 tailed) 0,000
Sistem lelang yang sering Korelasi 0,817 Korelasi positif
diikuti (X15) Sig.(2 tailed) 0,000
Lingkup wilayah pengadaan Korelasi Tidak Ada Nilai
(X16) Sig.(2 tailed) Korelasi
Status alat (X17) Korelasi 0,685 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Jumlah alat yang dimiliki Korelasi 0,685 Korelasi positif
(X18) Sig.(2 tailed) 0,000
Umur/kondisi alat (X19) Korelasi 0,666 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000

Sumber : Hasil Analisis


139

Tabel 4.11 menggambarkan bahwa hasil korelasi karakteristik kontraktor

gred 3 terhadap kinerja perusahaan diperoleh sebagai berikut :

1) Variabel PJBU (X1), PJTBU (X2), Jumlah tenaga kerja (X4), Asal tenaga

kerja (X5), Status tenaga kerja (X6), Nilai paket pekerjaan (X7), Total

kekayaan bersih (X8), Asal modal usaha (X9), Jumlah paket pekerjaan yang

pernah diambil (X10), Pengguna jasa (X11), Lama pengalaman perusahaan

(X12), sub bidang yang paling sering dikerjakan (X14), Sistem lelang yang

sering diikuti (X15), Status alat (X17), Jumlah alat yang dimiliki ( X18) dan

Umur/kondisi alat (X19) berpengaruh/berkorelasi terhadap kinerja

perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil gred 3. Sedangkan tingkat

hubungan yang terjadi adalah positif. Hal ini menggambarkan bahwa ada

hubungan searah antara variabel tersebut dengan kinerja perusahaan jasa

konstruksi gred 3. Dilihat dari nilai korelasinya, maka variabel

penanggungjawab badan usaha (X1) memiliki nilai korelasi paling besar

yaitu 0,897. Ini berarti bahwa penanggungjawab badan usaha memiliki

peranan yang sangat besar dalam menentukan baik buruknya kinerja

perusahaan. Sedangkan nilai korelasi paling kecil dimiliki oleh variabel

pengguna jasa (X11) dengan nilai korelasi sebesar 0,488. Ini artinya bahwa

pengguna jasa yang menggunakan jasa perusahaan juga ikut mempengaruhi

kinerja perusahaan walaupun tingkat korelasinya masuk kategori sedang.

2) Variabel Sertifikat keahlian tenaga kerja (X3), Lokasi pekerjan (X13 dan

Lingkup wilayah pengadaan (X16) tidak berpengaruh atau tidak berkorelasi

terhadap kinerja perusahaan jasa konstruksi gred 3.


140

4.3.3 Korelasi Karakteristik Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 4 Dengan

Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi Gred 4

Analisis korelasi karakteristik kontraktor kualifikasi gred 4 terhadap kualitas

pekerjaan diperoleh hasil seperti tabel 4.12 berikut ini :

Tabel 4.12
Analisa Korelasi Karakteristik Kontraktror Gred 4 terhadap
Kualitas Pekerjaan

Faktor (X) Kualitas (Y) Keterangan


Korelasi 0,878 Korelasi positif
PJBU (X1) Sig.(2 tailed) 0,000
PJTBU (X2) Korelasi 0,680 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Sertifikat keahlian tenaga Korelasi Tidak Ada Nilai
kerja (X3) Sig.(2 tailed) Korelasi
Jumlah tenaga kerja (X4) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Asal tenaga kerja (X5) Korelasi 0,621 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Status tenaga kerja (X6) Korelasi 0,507 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Nilai paket pekerjaan (X7) Korelasi 0,796 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Total kekayaan bersih (X8) Korelasi 0,621 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Asal modal usaha (X9) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Jumlah paket pekerjaan yang Korelasi 0,323 Tidak berkorelasi
pernah diambil (X10) Sig.(2 tailed) 0,115 Tidak signifikan >
0,05
Pengguna jasa (X11) Korelasi 0,600 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Lama pengalaman perusahaan Korelasi Tidak Ada Nilai
(X12) Sig.(2 tailed) Korelasi
Lokasi Pekerjaan (X13) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Sub bidang yang paling sering Korelasi 0,577 Korelasi positif
dikerjakan (X14) Sig.(2 tailed) 0,003
Sistem lelang yang sering Korelasi 0,701 Korelasi positif
diikuti (X15) Sig.(2 tailed) 0,000
Lingkup wilayah pengadaan Korelasi Tidak Ada Nilai
141

Lanjutan Tabel 4.12

(X16) Sig.(2 tailed) Korelasi


Status alat (X17) Korelasi Tidak Ada Nilai
Sig.(2 tailed) Korelasi
Jumlah alat yang dimiliki Korelasi Tidak Ada Nilai
(X18) Sig.(2 tailed) Korelasi
Umur/kondisi alat (X19) Korelasi 0,796 Korelasi positif
Sig.(2 tailed) 0,000
Sumber : Hasil Analisis

Tabel 4.12 menggambarkan bahwa hasil korelasi karakteristik kontraktor

gred 4 terhadap kualitas pekerjaan diperoleh sebagai berikut :

1) Variabel PJBU (X1), PJTBU (X2), Asal tenaga kerja (X5), Status tenaga

kerja (X6), Nilai paket pekerjaan (X7), Total kekayaan bersih (X8),

Pengguna jasa (X11), Sub bidang yang paling sering dikerjakan (X14),

sistem lelang yang sering diikuti (X15) dan Umur/kondisi alat (X19)

berpengaruh/berkorelasi terhadap kinerja perusahaan jasa konstruksi

kualifikasi kecil gred 4. Sedangkan tingkat hubungan yang terjadi adalah

positif. Hal ini menggambarkan bahwa ada hubungan searah antara

variabel tersebut dengan kinerja perusahaan jasa konstruksi gred 4. Dilihat

dari nilai korelasinya, maka variabel penanggungjawab badan usaha (X1)

memiliki nilai korelasi paling besar yaitu 0,878. Ini berarti bahwa

penaggungjawab badan usaha memiliki peranan yang sangat besar dalam

menentukan baik buruknya kinerja perusahaan. Sedangkan nilai korelasi

paling kecil dimiliki oleh variabel sub bidang yang paling sering dikerjakan

(X14) dengan nilai korelasi sebesar 0,577. Ini artinya bahwa sub bidang

yang paling sering dikerjakan juga berpengaruh terhadap kinerja walauapun

pengaruhnya tidak terlalu kuat.


142

2) Variabel Sertifikat keahlian tenaga kerja (X3), Jumlah tenaga kerja (X4),

Asal modal usaha (X9), Jumlah paket pekerjaan yang pernah diambil (X10),

Lama pengalaman perusahaan (X12), Lokasi Pekerjaan (X13), Lingkup

wilayah pengadaan (X16), Status alat (X17) dan Jumlah alat yang dimiliki

(X18) tidak berpengaruh atau tidak berkorelasi terhadap kinerja perusahaan

jasa konstruksi gred 4.


143

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik

beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Sebesar 67,01 % tingkat pendidikan penanggungjawab badan usaha adalah

tamatan STM, 21,65% adalah sarjana teknik (S1/S2/S3), 2,06 % adalah

tamatan diploma teknik, 9,28 % tingkat pendidikan penanggung jawab badan

usaha adalah tamatan non teknik, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil memenuhi syarat dasar dalam

Undang-undang No. 18 tahun 1999 dan Perlem LPJK No. 11a tahun 2008

yang tidak menyebutkan pendidikan minimal bagi penanggungjawab badan

usaha tetapi disebutkan bahwa PJBU adalah pimpinan badan usaha yang

ditetapkan sebagai penanggungjawab badan usaha.

Sebesar 58,76 % pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil memiliki

penanggungjawab teknik badan usaha adalah tamatan STM, 34,02 % memiliki

penanggungjawab teknik badan usaha adalah sarjana teknik (S1/S2/S3), 4,12

% memiliki penanggungjawab teknik badan usaha adalah tamatan diploma

teknik sedangkan sebanyak 3,09 % memiliki penanggungjawab teknik badan

usaha adalah non teknik.

Sebanyak 78,35 % pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil memiliki

penanggungjawab teknik badan usaha dengan sertifikat keahlian dan


144

keterampilan serta sebanyak 21,65 % memiliki penaggungjawab teknik badan

usaha dengan sertifikat keahlian kerja.

Sehingga untuk tingkat pendidikan penanggungjawab teknik badan usaha dan

sertifikat yang dimiliki oleh penanggungjawab teknik badan usaha dapat

disimpulkan semua pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil memenuhi

syarat dasar karena didalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tidak

disebutkan latar belakang pendidikan penanggungjawab teknik badan usaha,

tetapi hanya diatur bahwa tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan

keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat

keterampilan dan keahlian kerja. Sedangkan Peraturan Lembaga LPJK No.

11a Tahun 1999 juga tidak mensyaratkan pendidikan minimal bagi

penanggungjawab teknik badan usaha, tetapi menyebutkan bahwa PJT

(Penanggung Jawab Teknik) adalah tenaga ahli atau tenaga terampil

bersertifikat yang ditunjuk PJBU untuk bertanggung jawab dalam hal teknik

atas keseluruhan kegiatan Badan Usaha.

Sebesar 58,76 % perusahaan jasa konstruksi kualifikasi kecil memiliki

kekayaan bersih antara Rp.200 juta - Rp. 1 Miliar, sedangkan sisanya

sebanyak 41,24 % memiliki kekayaan bersih antara Rp. 50 juta Rp. 200 juta.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pengusaha jasa konstruksi

kualifikasi kecil di Kabupaten Jembrana sudah memenuhi syarat dasar dalam

Undang-Undang No. 18 tahun 1999 yang mensyaratkan bahwa Badan Usaha

Golongan Kecil memiliki modal kerja setinggi-tingginya Rp. 1 Milyar.

Sedangkan PerLem LPJK No.11a Tahun 2008 mensyaratkan bahwa


145

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil memilki kekayaan bersih antara

Rp. 50 juta Rp. 1 miliar.

2. Faktor yang paling mempengaruhi kinerja kontraktor terdapat pada kelompok

faktor sumber daya manusia dan keuangan. Kelompok faktor tersebut adalah

modal keuangan dalam pelaksanaan pekerjaan, penempatan tenaga kerja

sesuai dengan kualifikasi pendidikan, pengalaman dan keterampilan tenaga

kerja yang dipekerjakan, koordinasi dengan pihak pengguna jasa dalam

pelaksanaan pekerjaan, data yang dipakai sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya di lapangan, pertimbangan keselamatan pekerja dalam

pelaksanaan pekerjaan dan kelengkapan gambar disain/dokumen pelaksanaan.

3. Pengguna jasa tidak berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruksi

untuk gred 2 tetapi berkorelasi dengan kinerja pengusaha jasa konstruksi gred

3 dan gred 4, sedangkan keahlian tenaga kerja tidak berkorelasi dengan kinerja

pengusaha jasa konstruksi kualifikasi untuk gred 3 dan gred 4 tetapi

berkorelasi dengan kinerja pengusaha konstruksi gred 2.

Jumlah tenaga kerja, asal modal usaha, jumlah paket pekerjaan, lama

pengalaman perusahaan, status alat serta jumlah alat tidak berkorelasi dengan

kinerja perusahaan jasa konstruksi untuk gred 4 tetapi berkorelasi positif

dengan gred 2 dan 3.

Dilihat dari nilai korelasi untuk gred 2, maka sub bidang yang paling

sering dikerjakan memiliki nilai korelasi paling besar yaitu 0,941. Sedangkan

nilai korelasi paling kecil dimiliki oleh sistem lelang yang paling sering diikuti

dengan nilai korelasi sebesar 0,469. ini berarti bahwa semakin berpengalaman
146

dalam mengerjakan suatu sub bidang maka akan berpengaruh terhadap

kinerja.

Sedangkan dilihat dari nilai korelasinya untuk gred 3 dan gred 4, maka

penanggungjawab badan usaha memiliki nilai korelasi paling besar yaitu

0,897 dan 0,878. Ini berarti bahwa baik buruknya kinerja ditentukan oleh

penaggungjawab badan usaha. Sedangkan nilai korelasi paling kecil untuk

gred 3 adalah pengguna jasa dengan nilai korelasi sebesar 0,488 dan nilai

korelasi paling kecil untuk gred 4 adalah sub bidang yang paling sering

dikerjakan dengan nilai korelasi sebesar 0,577.

5.2 Saran

Mengacu pada simpulan di atas maka diajukan saran sebagai berikut :

1. Mengingat faktor sumber daya manusia dan keuangan merupakan faktor yang

mempengaruhi kinerja pengusaha konstruksi kualifikasi kecil di Kabupaten

Jembrana maka disarankan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga

keuangan baik pemerintah maupun swasta dan selalu meningkatkan

kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan

kinerja.

2. Untuk pengambil kebijakan di bidang perbankan disarankan untuk

mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan yang memberikan kemudahan

bagi para pengusaha jasa konstruksi kualifikasi kecil mendapatkan bantuan

perbankan.
147

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999


tentang Jasa Konstruksi. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.

Anonim. 2002. Keputusan Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi


Nasional tentang Pedoman Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha Jasa
Pelaksana Konstruksi Nasional. Jakarta : Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi.

Anonim. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang


Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Jakarta : Departemen
Pekerjaan Umum.

Alwi, Syafarudin. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan


Kompetitif. Yogyakarta : BPFE

Ariana, I Komang Agus. 2009. Karakteristik Dan Kinerja Konsultan Perencana


Konstruksi Di Kota Denpasar Dan Badung Tahun 2008. (tesis). Denpasar :
Universitas Udayana

Astrawan Putra, I Komang Alit. 2008. Hubungan Karakteristik Dengan Kinerja


Kontraktor Di Kota Denpasar. (tesis). Denpasar : Universitas Udayana

Dharma, Surya. 2005. Manajemen Kinerja, Falsafah Teori dan Penerapannya.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodelogi Research jilid 1, 2. Jogjakarta : Universitas


Gajah Mada.

Ismiandewi, Kadek Lisa. 2009. Pengaruh Karakteristik Individu Dan


Karakteristik Pekerjaan Serta Iklim Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Pekerja Dan Kinerja Organisasi Pada Lembaga Swadaya Masyarakat di Bali.
(tesis). Denpasar : Universitas Udayana

Jakti, Dorodjatun Kuncoro. 2004. Kiat Meraih Peluang di Era Kebangkitan Jasa
Konstruksi, Profesionalisme Tulang Punggung Kompetensi dan Daya Saing.
Jakarta : PT Tren Pembangunan

Kodoatie, Robert J. 2003. Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar

Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi


dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung : PT. Refika Aditama
148

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta :


Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Bumi
Aksara

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.

Soeharto, Imam. 1995. Manajemen Proyek, Dari Konseptual Sampai


Operasional. Jakarta : Erlangga.

Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survai. Edisi Revisi. Jakarta : LP3ES

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Manajemen. Edisi
Revisi. Yogyakarta : Andi Offset

Tjiptono, Fandy. 2003. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Andi


Offset

Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran, Strategi Pemasaran dalam Berbagai


Posisi Persaingan. Yogyakarta : Andi Offset.

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Wirawan, Nata. 2001. Statistik 1 edisi 2. Denpasar : Keraras Mas.

Yasin, N. 2006. Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia. Jakarta : PT


Gramedia Pustaka Utama.
149

KUESIONER PENELITIAN
KARAKTERISTIK DAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI
KUALIFIKASI KECIL (GRED 1, 2, 3 4)
DI KABUPATEN JEMBRANA
TAHUN 2009.

Kuesioner atau angket ini disusun sebagai alat untuk mengumpulkan data

penelitian dalam rangka penyusunan tesis pada program pascasarjana Universitas

Udayana. Data atau Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I berikan semata-mata

hanya untuk keperluan akademis dan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap

pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaanya

untuk memberikan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi

Bapak/Ibu/Saudara/i yang ada saat ini.

Setiap jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan merupakan bantuan yang

tidak ternilai harganya bagi penelitian ini dan saya menjamin kerahasiaan semua

informasi yang telah diberikan

Atas waktu serta kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i, saya ucapkan banyak terima

kasih.

Peneliti
150

Petunjuk Pengisian :

1. Untuk pengisian identitas, Bapak/Ibu/Saudara/i cukup mengisi titik-titik.

2. Untuk menjawab pertanyaan, Bapak/Ibu/Saudara/i cukup memberi tanda

silang ( X ) pada kolom jawaban yang telah disediakan yang paling sesuai

dengan kondisi Bapak/ibu/Saudara/i saat ini. Pertanyaan berikut tentang

bagaimana karakteristik perusahaan Bapak/ibu/Saudara/i saat ini

1. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Alamat perusahaan :

Posisi Anda di perusahan :

Masa Kerja Anda :

Kualifikasi/Gred Kontraktor :

2. PERTANYAAN :

Jawablah pertanyaan berikut ini sesuai dengan kondisi perusahaan


Bapak/ibu/Saudara/i saat ini
NO PERTANYAAN

PERSONALIA/SUMBER DAYA MANUSIA

1 Tingkat pendidikan penangung jawab badan usaha


a. S1/S2/S3 Teknik
b. Diploma Teknik
c. STM
d. Non teknik
151

2 Tingkat pendidikan penanggung jawab teknik badan usaha


a. S1/S2/S3 Teknik
b. Diploma Teknik
c. STM
d. Non teknik
3 Sertifikat yang dimiliki oleh penanggungjawab teknik badan usaha
a. sertifikat Keahlian kerja dan sertifikat keterampilan kerja
b. sertifikat keahlian kerja
c. sertifikat keterampilan kerja
d. tidak memiliki sertifikat
4 Jumlah tenaga kerja (teknik/non teknik)
a. 5 orang
b. > 5-10 orang
c. > 10-15 orang
d. > 15-20 orang
e. > 20 orang
5 Asal tenaga kerja yang dipekerjakan
a. Warga di lokasi perusahaan beralamat
b. Lintas Kabupaten yang ada di Provinsi Bali
c. Lintas Pulau (Sumatera, Jawa dll)
d. Tenaga Kerja Asing (WNA)
6 Status tenaga ahli yang dipekerjakan di perusahaan
a. Karyawan Tetap
b. Karyawan Tidak Tetap
KEUANGAN

1 Nilai paket pekerjaan yang pernah dikerjakan dalam kurun waktu tujuh tahun
terakhir
a. 0 Rp. 50 Juta
b. > Rp. 50 Juta Rp. 100 Juta
c. > Rp. 100 Juta Rp.400 Juta
152

d. > Rp. 400 Juta Rp. 1 Milyard


e. > Rp. 1 Milyard
2 Kekayaan bersih yang dimiliki saat ini
a. Rp. 50 juta - Rp. 200 Juta
b. > Rp. 200 Juta Rp. 1 Milyard
c. > Rp. 1 Milyard
3 Modal yang dimiliki berasal dari
a. Modal sendiri
b. Modal Patungan/Saham
c. Kredit dari bank
PENGALAMAN KERJA

1 Jumlah paket pekerjaan yang telah dikerjakan dalam kurun waktu tujuh tahun
terakhir
a. 3 proyek
b. 5 proyek
c. 7 proyek
d. 9 proyek
e. > 9 proyek
2 Pengguna jasa yang sering memakai jasa perusahaan
a. Perorangan
b. Perusahaan swasta (lokal/asing)
c. Pemerintah
3 Lama pengalaman perusahaan di bidang konstruksi
a. 0 5 tahun
b. > 5 10 tahun
c. > 10 15 tahun
d. > 15 tahun
4 Lokasi pekerjaan yang sering ditangani
a. Kab. Jembrana
b. Prov. Bali
153

c. Nasional
5 Sub bidang layanan pekerjaan yang paling sering dikerjakan
a. Perumahan
b. Gedung
c. Jembatan
d. Jalan
e. Landscape/Pertamanan
f. Pengairan/Irigasi
6 Sistem lelang/pengadaan yang diikuti dalam memperoleh pekerjaan
a. Penunjukan Langsung
b. Pemilihan Langsung
c. Pelelangan Terbatas
d. Pelelangan Umum
7 Lingkup wilayah pengadaan/lelang yang diikuti
a. Kab. Jembrana
b. Prov. Bali
c. Nasional
PERALATAN YANG DIMILIKI

1 Status peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan


a. Sewa/Kontrak
b. Milik Sendiri
2 Jumlah peralatan kerja yang dimiliki saat ini
a. < 5 jenis
b. > 5 10 jenis
c. > 10 15 jenis
d. > 15 jenis
3 Umur peralatan yang digunakan saat ini
a. < 3 tahun
b. 3 5 tahun
c. > 5 tahun
154

KUESIONER PENELITIAN
KARAKTERISTIK DAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI
KUALIFIKASI KECIL (GRED 1, 2, 3 4)
DI KABUPATEN JEMBRANA
TAHUN 2009.

Kuesioner atau angket ini disusun sebagai alat untuk mengumpulkan data

penelitian dalam rangka penyusunan tesis pada program pascasarjana Universitas

Udayana. Data atau Informasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I berikan semata-mata

hanya untuk keperluan akademis dan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap

pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaanya

untuk memberikan jawaban yang paling sesuai dengan kondisi

Bapak/Ibu/Saudara/i yang ada saat ini.

Setiap jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara/i berikan merupakan bantuan yang

tidak ternilai harganya bagi penelitian ini dan saya menjamin kerahasiaan semua

informasi yang telah diberikan

Atas waktu serta kerjasama Bapak/Ibu/Saudara/i, saya ucapkan banyak terima

kasih.

Peneliti
155

Petunjuk Pengisian :

3. Untuk pengisian identitas, Bapak/Ibu/Saudara/i cukup mengisi titik-titik.

4. Untuk menjawab pertanyaan, Bapak/Ibu/Saudara/i cukup memberi tanda

cek list ( ) pada kolom jawaban yang telah disediakan yang paling sesuai

dengan kondisi Bapak/ibu/Saudara/i saat ini. Pertanyaan berikut tentang

seberapa penting faktor-faktor memberikan pengaruh terhadap kinerja

kontraktor dalam menyelesaikan pekerjaannya.

5. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka setiap jawaban akan diberi skor

sebagai berikut :

Setuju/Selalu/sangat positif, diberi skor 5

Setuju/Sering/Positif, diberi skor 4

Ragu-ragu/Kadang-kadang/Netral, diberi skor 3

Tidak Setuju/hampir tidak pernah/negatif, diberi skor 2

Sangat tidak setuju/tidak pernah, diberi skor 1

1. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Pendidikan :

Posisi/Jabatan Anda dalam proyek :.

2. PERTANYAAN :

Menurut saudara seberapa penting faktor-faktor berikut ini memberikan

pengaruh terhadap kinerja kontraktor dalam melaksanakan pekerjannya ?

No Pertanyaan Tidak Kurang Cukup Sangat


Penting
Penting Penting Penting Penting
FAKTOR KEUANGAN
156

1 Modal keuangan dalam


pengelolaan perusahaan
2 Modal keuangan dalam
pelaksanaan pekerjaan
3 Besar kecilnya modal dalam
perusahaan
4 Adanya pinjaman dari bank

5 Kebijakan pemerintah di
sektor keuangan/perbankan
FAKTOR SUMBER
DAYA MANUSIA
6 Kesesuaian gaji dengan
pekerjaan dalam perusahaan
7 Penempatan personil sesuai
dengan kualifikasi
pendidikan
8 Pengalaman dan
keterampilan tenaga kerja
yang dipekerjakan
9 Adanya pelatihan di bidang
jasa konstruksi
10 Usia tenaga kerja yang
dipekerjakan
11 Sertifikat keahlian yang
dimiliki tenaga ahli
12 Cara penerimaan tenaga
kerja dalam perusahaan
FAKTOR PERALATAN

13 Penggunaan komputer
dalam kegiatan operasional
perusahaan
14 Kesesuaian peralatan yang
dimiliki dalam menunjang
kegiatan proyek.
15 Inovasi dalam merespon
perkembangan teknologi
seperti bahan/material.
16 Penggunaan internet

FAKTOR MATERIAL

17 Pengadaan material
disediakan langsung oleh
157

perusahaan dalam
pelaksanaan proyek
18 Ketepatan waktu dalam
pengadaan material untuk
pelaksanaan pekerjaan
19 Ketersediaan material yang
sesuai dengan spesifikasi
teknis yang dipersyaratkan
dalam dokumen tender.
FAKTOR METODE
KERJA
20 Koordinasi dengan pihak
pengguna jasa dalam
pelaksanaan pekerjaan
21 Data yang dipakai sesuai
dengan keadaan yang
sebenarnya di lapangan.
22 Pertimbangan keselamatan
pekerja dalam pelaksanaan
pekerjaan
23 Kelengkapan gambar
disain/dokumen
pelaksanaan
24 Mensub kontrakkan
sebagaian pekerjaan
25 Besarnya struktur organisasi
dalam perusahaan
26 Panjangnya jalur koordinasi
untuk mengambil suatu
keputusan
27 Penempatan wakil
perusahaan dalam proyek
yang bisa mengambil
keputusan
FAKTOR POLITIK

28 Kebijakan yang dikeluarkan


pemerintah
29 Stabilitas keamanan

30 Kepastian hukum

FAKTOR
KEPEMIMPINAN
158

31 Sikap pimpinan kepada staf

32 Motivasi pimpinan terhadap


staf
33 Penghargaan terhadap staf
yang berprestasi

Anda mungkin juga menyukai