Anda di halaman 1dari 29

RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238

SKENARIO 1 BLOK URIN

SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis
1.3 Vaskularisasi dan Persyarafan

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


2.1 Faal (Filtrasi, Reabsorpsi, Sekresi, Ekresi)
2.2 Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
2.3 Pembentukan urin dan factor yg mempengaruhi
2.4 Fungsi Ginjal terhadap keseimbangan ginjal

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik


3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Klasifikasi
3.4 Patofisiologi
3.5 Manifestasi klinis
3.6 Diagnosis dan diagnosis banding
3.7 Tatalaksana
3.8 Komplikasi
3.9 Prognosis
3.10 Pencegahan

LI 4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang (Urinalisis, tes fungsi ginjal,


Dll)

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Urin dan Darah Menurut Pandangan Islam

1
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal dan Ureter


1.1 Makroskopis
GINJAL
Berjumlah 2 buah
Bentuk seperti biji kacang tanah
Berwarna coklat kemerahan
Ukuran normal 12 x 6 x2 cm
Berat 1 ginjal 130 gr
Terdapat pada dinding posterior abdomen di sebelah kanan dan kiri columna
vertebralis Terletak Retroperitoneal
Ginjal kiri lebih tinggi dari yang kanan (+ vertebra)
Pada kutub atas kedua ginjal terdapat Glandula Suprarenalis
Ginjal dibungkus oleh Fascia Renalis, terdiri dari 2 lamina : Lamina anterior &
Lamina posterior.
Selubung yang langsung membungkus dan melekat erat cortex renalis disebut Capsula
fibrosa, dan yang tidak langsung membungkus disebut Capsula adiposa
PROYEKSI GINJAL PADA DINDING
BELAKANG ABDOMEN
Batas atas
ginjal kanan : setinggi Vert.Thoracal 12
ginjal kiri : setinggi Vert.Thoracal 11
Batas bawah
ginjal kanan : setinggi Vert.Lumbal 3
ginjal kiri : setinggi antara Vert.Lumbal 2-3
BATAS BATAS
Ginjal dextra
Anterior : Flexura coli dextra, Colon ascendens, Duodenum (II), Hepar
(lob.dextra),Mesocolon transversum
Posterior : m.psoas dextra, m.quadratus lumborum dextra, m.transversus abdominis
dex, n.subcostalis (Ver.th.12) dex,n.ileohypogastricus
dextra,n.ileoinguinalis(VL.1)dextra,Costae 12 dextra.
Ginjal sinistra
Anterior : Flexura coli sinistra, Colon descendens, Pancreas, Pangkal mesocolon
transversum, Lien, Gaster.
Posterior : m.psoas sinistra, m.quadratus lumborum sin, m.transversus abdominis sin,
n.subcostalis (VT.12) sinistra, n.ileohypogastricus sinistra, n.ileoinguinalis(VL.1)
sinistra, Pertengahan Costae 11 & 12 sin.
URETER
Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinarius
Panjangnya + 25 cm
Terbagi 2 :
1. Ureter pars abdominalis
2. Ureter pars pelvica

2
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Cortex renalis

Basis renalis Medulla renalis

Sinus renalis

Calices renales minores


Pyramides renales

Calices renales majores


Papillae renales

Columnae renales

Ureter
1.2 Mikroskopis

Glomerulus
Glomerulus adalah massa kapiler yang berbelit-belit terdapat sepanjang perjalanan arteriol,
dengan sebuah arteriol aferen memasuki glomerulus dan sebuah arteriol eferen meninggalkan
glomerulus. Epitel parietal, yaitu podosit, mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan di antara
ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tangkai dengan daerah bersisian dengan
lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel. Dalam daerah seperti itu terletak sel
mesengial. Sel mesangial ini dapat berkerut jika dirangsang oleh angiotensin, dengan akibat
berkurangnya aliran darah dalam kapiler glomerulus. Selain itu, sel mesangial dianggap
bersifat fagositik dan akan bermitosis untuk proliferasi pada beberapa penyakit ginjal.
Berdekatan dengan glomerulus, sel-sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat
epiteloid. Intinya bulat dan sitoplasmanya mengandung granula. Sel-sel ini adalah sel Juksta-
glomerular (JG). Sel jukstaglomerular berespons terhadap peregangan di dinding arteriol
afferen, suatu baroreseptor. Pada penurunan tekanan darah, sel jukstaglomerular melepaskan
enzim renin. Makula densa, suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang terdapat di
antara arteriol aferen dan eferen. Makula densa tidak mempunyai lamina basal. Makula densa
berespons pada perubahan NaCl di filtrat glomerular.
Gambar 1-6. Glomerulus: arteri aferen (AA), sel Juxtaglomerulus (JC), makula densa
(MD), tanda panah menunjukkan granula yang mungkin merupakan renin yang dihasilkan
oleh JC. Tanda bintang merupakan nulcei dari sel-sel endotelial arteriole aferen glomerulus

3
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Apparatus
Juksta
Glomerularis
Apparatus juksta
glomerularis
berfungsi
mengatur sekresi
renin dan terletak di polus vascularis. Apparatus juksta glomerularis terdiri dari:

Macula Densa
Sel dinding tubulus distal yang berada dekat dengan glomerulus berubah menjadi lebih tinggi
dan tersusun lebih rapat. Fungsi: atur kecepatan filtrasi glomerulus
Sel Juksta Glomerularis
Merupakan perubahan sel otot polos tunika media dinding arteriol
afferen menjadi sel sekretorik besar bergranula. Granula sel ini
berisikan rennin

Sel Polkissen/Lacis/Mesangial Extra Glomerularis


a) Terdapat diantara makula densa, vas afferen dan vas efferent
b) Bentuk gepeng, panjang, banyak prosesus sitoplasma halus dengan
jalinan mesangial.
c) Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis

Kapsul Bowman
Kapsul Bowman, pelebaran nefron yang dibatasi epitel, diinvaginasi
oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk seperti
cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang sempit, rongga kapsula,
di antara lapisan luar atau parietal (epitel selapis gepeng) dan lapisan dalam atau viseral (sel
besar yaitu podosit) yang melekat erat pada jumbai kapiler. Podosit memiliki pedicle /foot
processes. Di anatara pedikit terdapat flitration slit membrane. Sel endotelial kapiler memiliki
fenstra pada sitoplasma. Berguna untuk hasil fenestrasi.
Tubulus Proksimal

4
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Tubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian berkelok-


kelok (pars contortus) dan bagian yang lurus (pars rectus),
sedangakan di medulla menjadi ansa henle segmen tebal pars
descendens. Tubulus proksimal berfungsi untuk reabsorbsi. Semua
glukosa, protein, dan asam amino, hampir semua karbohidrat dan 75-
85% air di reabsorbsi disini. Dinding tubulus proksimal disusun oleh
epitel selapis kuboid, sitoplasma bersifat asidofili, batas antar sel
tidak jelas,terdapat mikrofili yang membentuk gambaran brush
border.

Tubulus Distal
Tubulus proksimal di korteks ginjal mempunyai bagian berkelok-kelok (pars contortus) dan
bagian yang lurus (pars rectus), sedangakan di medulla menjadi ansa
henle segmen tebal pars ascendens. Tubulus kontortus distal lebih
pendek dibandingkan dengan tubulus kontortus proksimal. Dinding
tubulus dilapisi epitel selapis kuboid, sitoplasma bersifat basofilik, inti
gelap, dan tidak ada brush border. Tubulus kontortus distal mengabsorpsi
NaCl dengan air, meningkatkan volume dan tekanan darah.
Ansa Henle
Segmen tipis. Peralihan dari pars descendens yang tebal (tubulus
proximal pars rekta) ke segmen tipis biasanya mendadak, berselang
beberapa sel dengan perubahan epitel kuboid dan torak rendah ke gepeng. Diameter luar
segmen tipis hanya 12-15 m, dengan diameter lumen relatif besar, sedangkan tinggi epitel
hanya 1-2 m.
Segmen tebal. Pars descendens segmen tebal dindingnya mirip tubulus kontortus proksimal
tetapi lebih kecil. Sedangkan, pars ascendens segmen tebal mirip dengan tubulus kontortus
distal.
Duktus Koligen

5
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Duktus koligen atau duktus eksretorius bukan merupakan


bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus distal
berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah
cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat
dalam berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti
itu. Duktus koligen berjalan dalam berkas medula menuju
medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah, beberapa
duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang
besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut
duktus papilaris (Bellini) dengan diameter 100-200 m
atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat
banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti
sebuah tapisan (area cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini
bervariasi ukurannya, mulai dari kuboid rendah di bagian
proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama.
Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya
sel tampak pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan
sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-
diuretik (ADH).

1.3 Vaskularisasi dan Persyarafan Ginjal


Vaskularisasi ginjal terbagi 2 yaitu :

Medula Cortex

Aorta abdominalis A. Efferen



A. renalis Dextra & sinistra V. Interlobularis

A. Segmentalis (A. Lobaris) V. Arquata

A. Interlobaris V. Interlobaris

A. Arquata V. V. Segmentalis (V. Lobaris)

A. Interlobularis V. Renalis Dextra & sinistra

A. afferen V. Cava Superior

Cortex renalis Atrium Dextra
ke dalam glomerulus (kapsula
bowman)

Filtrasi darah

Medulla : Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra
lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut

6
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

bercabang menjadi arteri lobaris kemudian arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid
selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang
tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus
Cortex : Arteri efferent berhubungan dengan Vena interlobularis bermuara ke vena arcuate
kemudian vena interlobaris lalu vena lobaris dan bermuara ke vena renalis lalu ke vena cava
inferior.
Persarafan Ginjal
Dilakukan oleh plexus symphaticus renalis dan serabut afferent melalui plexus renalis menuju
medulla spinalis N. Thoracalis X,XI,XII.
PELVIS
Berbentuk corong dan keluar dari ginjal melalui hillus renalis dan menerima dari calix major.
Perdarahan : diperdarahi oleh Arteri renalis cabang aorta abdominalis, Arteri Testicularis
cabang aorta abdominalis, Arteri Vesicalis superior cabang dari A. Illiaca interna.
Persarafan : dipersarafi oleh plexus renalis, Nervus Testicularis, Nervus Hypogastricus

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal


2.1 Faal (Filtrasi, Reabsorpsi, sekeresi dan ekresi)
FILTRASI GLOMERULUS
Cairan yang difiltrasi glomerulus ke dalam kapsula bowman harus melewati tiga lapisan
membrana glomerulus:
Dinding kapiler glomerulus
Membran basal
Lapisan dalam kapsula bowman
Secara kolektif, lapisan tersebut menahan eritrosit dan protein plasma tetapi membolehkan
H2O dan zat terlarut ukuran molekul kecil lewat. Membran basal terbentuk dari kolagen dan
glikoprotein. Glikoprotein ini bermuatan negatif sehingga menolak albumin dan protein
plasma lain, yang juga bermuatan negatif. Sehingga, protein plasma hampir tidak terdapat
pada filtrat. Rute yang dilewati bahan terfiltrasi berawal dari melalui pori kapiler, kemudian
membrana basal aselular, akhirnya melewati celah filtrasi yang dibentuk sel podosit.
Sebagian penyakit ginjal disebabkan gangguan muatan negatif di membran basal, yang
menyebabkan glomerulus lebih permeabel meski ukuran pori kapiler tidak berubah.
Filtrasi glomerulus dilakukan oleh gaya fisik pasif untuk mendorong sebagian plasma
menembus lubang di membran glomerulus. Tiga gaya fisik dalam filtrasi glomerulus:
1. Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg)
Tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan
kapiler glomerulus lebih tinggi dibandingkan di tempat lain, karena garis tengah arteriol
aferen lebih besar daripada arteriol eferen. Selain itu, karena tingginya resistensi yang
dihasilkan arteril eferen sehingga tekanan darah tidak memiliki kecendurungan untuk
turun. Tekanan darah yang tinggi dan cenderung tidak turun ini yang mendorong cairan
keluar glomerulus menuju kapsul Bowman dan merupakan gaya utama filtrasi
glomerulus. Dua gaya lainnya, gaya onkotik dan gaya hidrostatik melawan filtrasi.
2. Tekanan osmotik kolid plasma (30 mmHg)
Protein plasma tidak dapat difiltrasi sehingga tetap berada di dalam kapiler. Hal ini
menimbulkan konsentrasi H2O lebih tinggi di dalam kapsul Bowman. Timbul
kecenderungan H2O berpindah melalui osmosis menuruni gradien konsentrasinya sendiri
dari kapsul Bowman ke glomerulus melawan filtrasi.
3. Tekanan hidrostatik kapsula bowman (15 mmHg)
Tekanan yang ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus. Cenderung mendorong
cairan ke glomerulus.
7
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Gaya total yang mendorong filtrasi adalah 55mmHg, sedangkan dua gaya melawannya adalah
45mmHg. Perbedaan netto yang mendorong filtrasi (10mmHg) disebut tekanan filtrasi netto.
Laju filtrasi sebenarnya, laju filtrasi glomerulus (LFG) selain bergantung pada tekanan filtrasi
netto namun juga terhadap luas permukaan glomerulus dan tingkat permeabel membran
glomerulus. Pada pria dihasilkan 180 liter filtrat glomerulus setiap hari untuk LFG rerata 125
ml/mnt. 160 liter filtrat perhari pada LFG rerata 115 ml/mnt pada wanita. Tekanan onkotik
yang rendah dapat meningkatkan LFG, begitu pula sebaliknya pada pasien luka bakar luas
dengan kurangnya protein plasma sehingga tekanan onkotik meningkat dan LFG turun.
Perubahan tekanan hidrostatik kapsul bowman dapat terjadi pada pembendungan cairan
akibat obstruksi saluran kemih atau prostat.
Jumlah aliran ke dalam glomerulus diatur oleh tekanan darah arteri sistemik rata-rata dan
resistensi arteriol aferen. Terdapat dua mekanisme kontrol pengatur LFG, keduanya untuk
penyesuaian aliran darah glomerulus dengan pengaturan jari-jari dan resistensi arteriol aferen.
Mekanisme ini adalah
1. Mekanisme otoregulasi, untuk mencegah perubahan spontan LFG
Tekanan darah arteri akan berbanding lurus dengan tekanan kapiler glomerulus dan LFG
selama faktor lain tidak berubah. Otoregulasi adalah mekanisme regulasi dari ginjal
sendiri. Ginjal melakukannya dengan mengubah resistensi arteriol aferen pada berbagai
keadaan tekanan arteri yang tinggi maupun rendah. Jika LFG meningkat akibat
peningkatan tekanan arteri, arteriol aferen akan berkonstriksi untuk mengurangi aliran
darah sehingga tekanan filtrasi netto dan LFG akan berkurang. Begitu pula sebaliknya.
Terdapat dua mekanisme intrarenal yang ikut berperan:
a. Mekanisme miogenik, berespon inheren terhadap perubahan tekanan di dalam
vaskular nefron untuk gerak otot polos yang dilakukan langsung oleh pembuluh darah
b. Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus, mendeteksi kadar garam di cairan yang
mengalir melalui tubular nefron yang dilakukan oleh makula densa. Jika LFG
meningkat maka cairan yang difiltrasi dan melalui tubulus distal akan lebih besar.
Sehingga makula densa mendeteksi adanya peningkatan penyaluran garam ke tubulus,
sel ini mengeluarkan adenosin dan menyebabkan arteriol aferen berkonstriksi.
Begitupun sebaliknya.
2. Mekanisme kontrol simpatis ekstrinsik
LFG dapat dirubah secara sengaja meski tekanan arteri berada dalam kisaran otoregulasi
oleh mekanisme ini. Kontrol ekstrinsik LFG dipengaruhi sinyal sistem saraf simpatis ke
arteriol aferen, sedangkan parasimpatis tidak berpengaruh apapun pada ginjal.

8
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Bagan 2.1 Refleks baroreseptor mempengaruhi LFG

REABSORBSI TUBULUS

Gambar 2.1 Tahap transpor transepitel


Terdapat lima sawar terpisah yang harus dilewati suatu bahan yang akan direabsorpsi, tahap
ini merupakan tahapan transpor transepitel
Tahap 1 : dari cairan tubulus melewati membran luminal sel tubulus
Tahap 2 : melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya
Tahap 3 : bahan harus melewati membran basolateral sel tubulus ke cairan interstitial
Tahap 4 : difusi melalui cairan interstitium
Tahap 5 : menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma darah

9
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Terdapat dua jenis reabsorbsi tubular. Pertama, reabsorpsi pasif yang mengikuti gradien
elektrokimia atau osmotik. Kedua, reabsorpsi aktif yang melawan gradien elektrokimia.

Peran reabsorpsi natrium pada masing-masing segmen


- Rebsorpsi natrium di tubulus proksimal, berperan dalam reabsorpsi glukosa, asam
amino, H2O, Cl-, dan urea
- Reabsorpsi natrium di pars ascendens ansa Henle, bersama dengan reabsorpsi Cl-,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan
volume bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menghemat atau
mengeluarkan H2O
- Reabsorbsi natrium di tubulus distal dan koligens bervariasi dan berada di bawah
kontrol hormon. Reabsorpsi ini sebagai kunci dalam mengatur vollume CES, yang
penting dalam kontrol jangka panjang tekanan darah arteri, dan juga sebagaian
berkaitan dengan sekresi K+ dan sekresi H+.
Transpor Na+ dari lumen tubulus ke sel tubulus terjadi secara pasif melalui saluran natrium,
ketika akan berpindah dari sel tubulus ke ruang lateral cairan intrastitial natrium dikeluarkan
secara aktif melalui pompa Na+-K+ basolateral. Setelah itu natrium akan menuruni
konsentrasinya yang tinggi di interstitial menuju ke gradian konsentrasi rendah di plasma,
proses ini berlangsung secara difusi pasif.
Sistem hormon yang paaling penting terlibat dalam regulasi Na+ adalah sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS). Sel granular aparatus jukstaglomerulat mengeluarkan suatu
hormon enzimatik, renin ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl/Volume
CES/tekanan darah. Fungsi ini sebagai peran tambahan terhadap peran makula densa dalam
otoregulasi. Sel granular meningkatkan sekresi renin:
1. Sel granular sendiri sebagai baroreseptor intrarenal. Ketika mendeteksi penurunan
tekanan darah arteriol aferen, sel granular mengeluarkan lebih banyak renin
2. Sel makula densa yang memberi sinyal jika terjadi penurunan NaCl melalui tubulus,
sehingga memicu sel granular mengeluarkan banyak renin
3. Sel granular disarafi oleh sistem saraf simpatis. Ketika tekanan darah turun refleks
baroreseptor meningkatkan aktivitas simpatis. Peningkatan ini merangsang sel
granular mengeluarkan lebih banyak renin
Melalui proses yang melibatkan RAAS, peningkatan sekresi renin menyebabkan peningkatan
reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Clorida secara pasif mengikuti Na.
Manfaat akhir dari retensi garam adalah mendorong retensi H2O secara osmotis, yang
membantu memulihkan volume plasma sehingga penting dalam kontrol jangja panjang
tekanan darah.

REABSORPSI GLUKOSA DAN ASAM AMINO


Glukosa dan asam amino dipindahkan dari tubulus ke plasma melalui transpor aktif sekunder.
Dimana glukosa dan asam amino membutuhkan Na+ untuk melewati pembawa kotransporter
khusus yang hanya terdapat di membran tubulus proksimal. Pada hakikatnya, glukosa dan
asam amino mendapat tumpangan gratis dengan menggunakan energi yang telah digunakan
dalam reabsorpsi Na+. Setelah diangkut ke dalam sel tubulus dari lumennya, glukosa dan
asam amino akan berdifusi secara pasif menuruni gradien konsentrasi menembus membran
basolateral sel tubulus untuk masuk ke dalam plasma. Sebagai catatan, pembawa kotranspor
glukosa tidak dapat membawa asam amino, begitu pula sebaliknya bekerja secara spesifik.

Laju reabsorpsi maksimal tercapai jika semua pembawa kotransporter yang spesifik untuk
suatu bahan ditempati atau jenuh sehingga pembawa-pembawa tidak lagi menangani
penumpang tambahan pada saat itu. Transpor maksimal ini disebut maksimum tubulus (Tm),

10
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

meskipun pembawa Na+ dapat mengalami kejenuhan namun tubulus secara keseluruhan
tidak memperlihatkan maksimum tubulus untuk Na+, karena aldosteron mendorong sintesis
pembawa Na+-K+ yang lebih aktif di tubulus distal dan koligentes.
Tm untuk glukosa sekitar 375 mg/mnt; yaitu reabsorpsi dapat mencapai 375 mg glukosa per
menit sebelum mencapat kemampuan transpor maksimal. Konsentrasi plasma dimana Tm
suatu bahan tercapai dan bahan mulai muncul di urin disebut ambang ginjal. Pada Tm 375
mg/mnt dan LFG 125 ml/mnt, ambang ginjal untuk glukosa adalah 300 mg/ml. Hal ini karena
glukosa sering diekskresikan sebelum ambang rerata ginjal, disebabkan oleh; (1)tidak semua
nefron memiliki Tm yang sama sehingga sebagian nefron mungkin telah melampaui Tm
mereka dan mengeksresikan glukosa, (2) efisiensi pembawa kotranspor glukosa mungkin
tidak bekerja pada kapasitas maksimalnya pada nilai yang meningkat tetapi kurang dari nilai
Tm.
Glukosa adalah bahan yang memiliki Tm tetapi tidak diatur oleh ginjal. Sedangkan fosfat,
bahan dengan Tm yang diatur oleh ginjal. Ginjal tidak mengatur glukosa karena ginjal tidak
mempertahankan glukosa pada konsentrasi plasma tertentu. Konsentrasi ini diatur oleh
mekanisme endokrin dan hati, ginjal hanya mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa
yang ditetapkan. (ginjal hanya mengatur sesuai ambangnya tetapi ambangnya tidak sama
dengan konsentrasi plasma normalnya seperti di reabsorpsi fosfat)

REABSORPSI FOSFAT
Fosfat adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif dan diatur ginjal. Ambang ginjal
untuk ion-ion inorganik seperti fosfat dan kalsium sama dengan konsentrasi plasma
normalnya. Pembawa transpor untuk elektrolit ini terletak di tubulus proksimal. Kelebihan
fosfat yang masuk akan cepat dikeluarkan ke dalam urin karena mekanisme ginjal yang dapat
memreabsorpsi fosfat setara dengan konsentrasi plasma. Reabsorpsi fosfat juga dibawah
kontrol hormon yaitu paratiroid yang mengubah ambang ginjal untuk fosfat dan kalsium.

REABSORPSI KLORIDA
Ion muatan negatif ini direabsorpsi secara pasif menuruni gradien listrik akibat transpor aktif
natrium yang bermuatan positif. Umumnya clorida mengalir di antara, bukan menembus sel
tubulus. Reabsorpsinya bergantung laju reabsorpsi aktif Na.

REABSORPSI AIR
Air direabsorpsi secara pasif diseluruh panjang tubulis karena H2O secara osmotis mengikuti
natrium. Pada reabsorbsi 80% di tubulus proksimal dan ansa henle tidak ada peran hormonal,
sisanya 20% direabsorpsi di tubulus distal dan kolingentes di bawah pengaruh hormonal
tergantung hidrasi tubuh. Selama direabsorpsi H2O melewati akuaporin atau saluran air yang
terbentuk oleh protein-protein membran plasma spesifik di sel tubulus. Di bagian tubulus
proksimal, saluran ini selalu terbuka sehingga permeabel air. Namun, di tubulus distal diatur
hormon vasopresin sehingga reabsorpsinya berubah-ubah.
Akibat konsentrasi natrium di ruang lateral meningkat, mengakibatkan aliran pasif H2O dari
lumen ke ruang lateral atau melalui tight-junction antar sel. Akumulasi cairan ini
meningkatkan tekanan hidrostatik yang mendorong H2O keluar ruang lateral menuju
interstitium dan akhirnya ke dalam kapiler peritubular. Protein plasma yang tidak terfiltrasi
akan terangkut ke dalam kapiler peritubular sehingga menyebabkan tekanan onkotik di dalam
kapiler yang menarik air secara pasif ke dalam plasma.

REABSORPSI UREA
Urea merupakan bentuk pecahan protein. Akibat reabsorpsi air yang banyak pada tubulus
proksimal menyebabkan konsentrasi air lebih tinggi di dalam interstitial dibandingkan di

11
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

tubulus. Hal ini membuat cairan di dalam tubulus menjadi lebih pekat, urea merukapan salah
satu di dalam cairan tersebut. Hal ini membuat urea melakukan difusi pasif ke dalam plasma
melalui interstitial pada akhir membran tubulus proksimal yang agak permiabel terhadap
urea.Produk seperti fenol dan kreatinin tidak direbsorbsi karena tidak dapat menembus
dinding tubulus dan tidak dibawah kontrol fisiologik.

SEKRESI TUBULUS
Sekresi merupakan proses berkebalikan absorpsi, yaitu pemindahan sekret dari kapiler
peritubular menuju tubulus. Bahan penting yang disekresi tubulus adalah ion hidrogen, ion
kalium, serta anion dan kation organik.
Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam basa. Ketika cairan tubuh terlalu
asam maka sekresi H+ meningkat, begitu pula sebaliknya. Sekresi ion ini dapat terjadi di
tubulus proksimal, distal, koligentes.
Ion kalium secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresi di tubulus
distal dan koligentes. Lokasi saluran K+ pasif berbeda-beda di setiap tubulus. Di tubulus
distal dan koligentes, saluran K+ terkonsentrasi di membran luminal, menyediakan rute bagi
K+ yang dipompa ke dalam sel untuk keluar ke dalam lumen (disekresi). Di segmen tubulus
lainnya, saluran K+ terutama terletak di membran asolateral. Akibatnya, K+ yang dipompa ke
dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+-K+ mengalir balik ke ruang lateral melalui
saluran-saluran ini. Sehingga daur ini memungkinkan pompa Na+-K+ terus-menerus
melakukan reabsorpsi Na tanpa efek lokal netto pada K+.
Peningkatan ion kalium di plasma dapat merangsang korteks adrenal untuk merangsang
aldosteron untuk meningkatkan sekresi kalium. Peningkatan K+ plasma secara langsung
merangsang sekresi aldostero, sementara penurunan konsentrasi Na+ merangsang aldosteron
melalui lajur kompleks RAAS. Karena itu, aldosteron dapat dirangsang oleh dua proses
berbeda. Apapun perangsangnya, efek aldosteron selalu mendorong reabsorbsi Na+ dan
sekresi K+. Karena itu sekresi K+, dapat secara tidak sengaja diakibatkan oleh deplesi Na+,
penurunan volume CES, atau penurunan tekanan arteri yang sama sekali tidak berkaitan
dengan keseimbangan K+.
Faktor lain yang dapat secara tidak sengaja mengubah tingkat sekresi K+ adalah status asam
basa tubuh. Pompa basolateral di bagian distal nefron dapat mensekresikan K+ dan H+ untuk
dipertukarkan dengan Na+ yang direabsorpsi. Dalam keadaan normal, ginjal cenderung
mensekresikan K+ tetapi jika cairan tubuh terlalu asam dan sekresi H+ ditingkatkan sebagai
tindakan kompensasi, maka sekresi K+ berkurang. Penurunan sekresi ini menyebabkan
retensi K+ yang tidak sesuai di cairan tubuh.

2.2 Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)


Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan indikator fungsi renal yang penting untuk
diagnosis gangguan fungsi ginjal. Renal inulin clearance merupakan baku emas untuk LFG,
namun terbatas penggunaannya oleh karena ketidaktersediaan dan pemeriksaan yang sulit.
Perhitungan LFG berdasarkan Creatinine clearance sering digunakan pada pasien anak.
Untuk memperkirakan LFG digunakan rumus Schwartz, yaitu:
eLFG = k x L/Scr
eLFG : estimated LFG (ml/menit/ 1.73 m2)
L : tinggi badan (cm)
Scr : serum kreatinin (mg/dL)
Universitas Sumatera Utara
k : konstanta ( bayi aterm: 0.45; anak dan remaja putri: 0.55; remaja putra:0.7 )

12
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Pengontrolan LFG :

Pengaturan aliran darah melalui arteriol ginjal

resistensi aa. aferan & eferen (terutama aa.aferen)

Autoregulasi LFG

respons miogenik (kemampuan intrinsik otot polos pembuluh darah terhadap perubahan
tekanan) umpan balik tubuloglomerular (mekanisme sinyal parakrin melalui perubahan aliran
cairan melalui tubulus distal)

Hormon & saraf otonom

respons terhadap perubahan tekanan atau volume darah sistemin

2.3 Pembentukan urin dan faktor yang mempengaruhi


3 proses utama pembentukan urin:

1. Filtrasi glomerulus

proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke
dalam kapsula bowman

2. Reabsorpsi tubulus

perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus

3. Sekresi tubulus

perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen tubulus

13
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Faktor yang berperan dlm filtrasi :

Tekanan filtrasi (Starling forces), ditentukan oleh:

Tekanan yg mendorong filtrasi:

tekanan hidrostatik di kapiler glomerulus

tekanan onkotik dlm kapsula bowman (krn hampir tdk ada protein, KB=0

Tekanan yg melawan filtrasi:

tekanan hidrostatik di kapsula bowman

tekanan onkotik protein plasma dlm kapiler glomerulus

14
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

TF = (PKG + KB) (P KB + KG)

TF = PKG P KB KG

SEKRESI

Sekresi ialah perpindahan molekul dari CES ke lumen tubulus nefron.

Sekresi bergantung pada sistem transport membran; merupakan transport aktif krn melawan
gradien konsentrasi sbgn besar mll transport aktif sekunder.

Proses sekresi: difusi zat dari kapiler peritubulus ke interstisium zat menuju lumen tubulus
dg menyebrangi tight junction antar sel (jalur paraselular) atau melewati membran basolateral
& membran apikal

(jalur transelular).

Sekresi K+ & H+ oleh nefron penting dalam homeostasis ion-ion tsb.

Sekresi membantu nefron meningkatkan ekskresi s/ molekul.

2.4 Fungsi Ginjal terhadap keseimbangan cairan


Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan
mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur
reabsorbsi retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan
retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan
tekanan darah arteri.
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini
disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan
volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal
meningkatkan eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah kembali
normal.

15
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Perubahan osmolaritas di nefron


Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan
osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan
cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan
yang isosmotic di tubulus proksimal ( 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars
desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi
cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam
lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara
aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam
tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen
menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen
bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang
dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga
bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
Keseimbangan Asam-Basa
Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan
mensekresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena
memiliki dapar fosfat dan ammonia.

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan protein
plasma yang disintesis hati yaitu, angiotensinogen, menjadi angiotensin I. Setelah melewati
sirkulasi paru, angiotensin I dirubah oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) menjadi
angiotensin II yang berperan merangsang sekresi hormon aldosteron. Hormon ini
meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh tubulus distal dan koligentes. Selain itu, angiotensin II
juga merangsang rasa haus (meningkatkan asupan cairan) dan merangsang vasopresin (suatu
hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), dimana keduanya berperan dalam
menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan arteri.

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik


3.1 Definisi
Kondisi klinis yang ditandai dengan proteinuria berat, terutama albuminuria (>1 g/m 2/24
jam), hipoproteinemia (albumin serum <2,5g/dL), edema, dan hiperkolesterolemia (>250
mg/dL). Berdasarkan penyebab, sindrom nefrotik pada anak dapat dibagi menjadi sindrom
nefrotik kongnital, primer (idiopatik), atau sekunder.
Insidens Sindrom Nefrotik primer pada anak sekitar 2-7 per 100.000 anak, dan lebih banyak
ditemukan pada anak laki-laki (perbandingan 2:1). Sindrom nefrotik primer paling sering
terjadi pada usia 1,5-5 tahun. Kejadian Sindrom Nefrotik primer sering dikaitkan denga tipe
genetic HLA tertentu (HLA-DR7), HLA-B8, dan HLA-B12). Usia, ras, dan geografis juga
turut mempengaruhi insidens Sindrom Nefrotik.

3.2 Etiologi
Penyebab sindroma nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaotu reaksi antigen-antibodi. Menurut Ngastiyah, 2005, umumnya
etiologi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sindrom Nefrotik Bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau reaksi metarnofetal, resisten terhadap semua
pengobatan. Gejala : Edema pada masa neonatus

16
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

2. Sindrom Nefrotik Sekunder


a) Malaria kuartana atau parasit lain
b) Penyakit kolagen seperti lupus eritemosus desimenta, purpura anafilaktoid
c) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronois, trombosis vena renalis
d) Bahan kimia seperti trimetadoion, paradion, penisilamin, garanme emas dll
e) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hierprolinemia, nefritis membrano proliferatif,
hipokomplemntemik

3.3 Klasifikasi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Sindrom Nefrotik Primer atau Idiopatik
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Sekitar 90% anak
dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan
secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan.
Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah
dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya (Kliegman et al., 2007).
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi (Bagga dan Mantan, 2005). Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut
rekomendasi ISKDC.
Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak (Kliegman et al., 2007).
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya
mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer
yang dibiopsi (Wila, 2002).
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer (Kliegman et
al., 2007)
Kelainan minimal (KM)
Glomerulosklerosis (GS)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
Glomerulonefritis kresentik (GNK)
Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
GNMP tipe II dengan deposit intramembran
GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
Glomerulopati membranosa (GM)
Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

17
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

b. Sindrom Nefrotik Sekunder


Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab lain yang nyata. Penyebab yang sering dijumpai antara lain : (Eddy dan Symons, 2003)
- Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema
- Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
- Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular
- Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schnlein, sarkoidosis
- Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic


syndrome).Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia
sekolah.Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir
normalbila dilihat dengan mikroskop cahaya.

Sindrom Nefrotik Sekunder: Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus
eritematosussistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system
endokarditis,bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.c.

Sindrom Nefrotik Kongenital : Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen
resesif autosomal.Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan
gejala awalnyaadalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua
pengobatandan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika
tidak dilakukan dialysis.Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi
menjadi sindrom nefrotik infantile Dan sindrom nefrotik congenital

Sindrom nefrotik infantil diartikan sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelahumur 3 bulan
sampai 12 bulanSindrom nefrotik infantil yang berhubungan dengan sindrom malformasi:
- Sindrom Denys-Drash (SDD)
- Sindrom Galloway-Mowat
- Sindrom Lowe
sindrom nefrotik congenital (SNK) adalah sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3bulan
pertama kehidupan yang didasari kelainan genetik

3.4 Patofisiologi
Reaksi antigen antibody menyebabkan permeabilitas membrane basalis glomerulus
meningkat dan diikuti kebocoran sejumlah protein (albumin). Tubuh kehilangan albumin
lebih dari 3,5 gram/hari menyebabkan hipoalbuminemia, diikuti gambaran klinis sindrom
nefrotik seperti sembab, hiperliproproteinemia dan lipiduria.
Patofisiologi beberapa gejala dari sindrom nefrotik :
1. Proteinuria (albuminuria)
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori
yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di
sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif
tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar

18
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

kapiler glomerulus. Terdapat peningkatan permeabilitas membrane basalis kapiler-kapiler


glomeruli, disertai peningkatan filtrasi protein plasma dan akhirnya terjadi
proteinuria(albuminuria). Beberapa faktor yang turut menentukan derajat
proteinuria(albuminuria) sangat komplek
- Konsentrasi plasma protein
- Berat molekul protein
- Electrical charge protein
- Integritas barier membrane basalis
- Electrical charge pada filtrasi barrier
- Reabsorpsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus
- Degradasi intratubular dan urin

2. Hipoalbuminemia
Plasma mengandung macam-macam protein, sebagian besar menempati ruangan
ekstra vascular(EV). Plasma terutama terdiri dari albumin yang berat molekul 69.000.
Hepar memiliki peranan penting untuk sintesis protein bila tubuh kehilangan sejumlah
protein, baik renal maupun non renal. Mekanisme kompensasi dari hepar untuk
meningkatkan sintesis albumin, terutama untuk mempertahankan komposisi protein
dalam ruangan ekstra vascular(EV) dan intra vascular(IV).
Walaupun sintesis albumin meningkat dalam hepar, selalu terdapat hipoalbuminemia pada
setiap sindrom nefrotik. Keadaan hipoalbuminemia ini mungkin disebabkan beberapa factor :
- kehilangan sejumlah protein dari tubuh melalui urin (prooteinuria) dan usus (protein
losing enteropathy)
- Katabolisme albumin, pemasukan protein berkurang karena nafsu makan menurun
dan mual-mual
- Utilisasi asam amino yang menyertai penurunan faal ginjal
Bila kompensasi sintesis albumin dalam hepar tidak adekuat, plasma albumin menurun,
keadaan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia ini akan diikuti oleh hipovolemia yang
mungkin menyebabkan uremia pre-renal dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal
failure. Penurunan faal ginjal ini akan mengurangi filtrasi natrium Na+ dari glomerulus
(glomerular sodium filtration) tetapi keadaan hipoalbuminemia ini akan bertindak untuk
mencegah resorpsi natrium Na+ kedalam kapiler-kapiler peritubular. Resorpsi natrium
na+ secara peasif sepanjang Loop of Henle bersamaan dengan resorpsi ion Cl- secara
aktif sebagai akibat rangsangan dari keadaan hipovolemia. Retensi natrium dan air H2O
yang berhubungan dengan system rennin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat terjadi bila
sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme sekunder. Retensi
natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat dikeluarkan dari tubuh dengan
pemberian takaran tinggi diuretic yang mengandung antagonis aldosteron.
3. Edema
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik dari kapiler-kapiler
glomeruli, diikuti langsung oleh difusi cairan kejaringan interstisial, klinis dinamakan
sembab. Penurunan tekanan onkotik mungkin disertai penurunan volume plasma dan
hipovolemia. Hipovolemia menyebabkan retensi natrium dan air. (lihat skema)
Proteinuria masih menyebabkan hipoalbuminemia dan penurunan tekanan onkotik
dari kapiler-kapiler glomeruli dan akhirnya terjadi edema
Mekanisme sembab dari sindrom nefrotik dapat melalui jalur berikut :
a. Jalur langsung/direk
Penurunan tekanan onkotik dari kapiler glomerulus dapat langsung menyebabkan
difusi cairan ke dalam jaringan interstisial.
b. Jalur tidak langsung/indirek

19
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Penurunan tekanan onkotik dari kepiler glomerulus dapat menyebabkan penurunan


volume darah yang menimbulkan konsekuensi berikut:
- Aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
Kenaikan plasma rennin dan angiotensin akan menyebabkan rangsangan kelenjar adrenal
untuk sekresi hormone aldosteron. Kenaikan konsentrasi hormone aldosteron akan
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion
natrium menurun.
- Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan circulating cathecolamines.
Kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin, menyebabkan tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat. Kenaikan tahanan vaskuler renal ini dapat
diperberat oleh kenaikan plasma rennin dan angiotensin.

3.5 Manifestasi Klinis


Gejala Sindrom Nefrotik dapat berupa:
1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut

4. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air


5. Air kemih berbusa

20
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Manifestasi utama dari sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila
ditekan (pitting), dan ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen
(asites) serta genital dan ekstermitas (sakrum, tumit, dan tangan).
Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.
Edema yang hebat atau anasarka sering disertai edema pada genetalia eksterna. Edema
pada perut terjadi karena penimbunan cairan. Sesak napas terjadi karena adanya cairan
dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala yang lainnya adalah edema lutut dan
kantung zakar (pada pria). Edema yang terjadi seringkali berpindah-pindah, pada pagi
hari cairan tertimbun di kelopak mata atau setelah berjalan, cairan akan tertimbun di
pergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh edema. Selain itu edema anasarka
ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.
Umbilikalis, dilatasi vena, prolaks rectum, dan sesak dapat pula terjadi akibat edema
anasarka ini.
Adapun tanda dan gejala yang timbul menurut Lippincott Williams & Wilkins :
Anoreksia
Asites
Depresi
Tekanan darah tinggi
Letargi
Edema dependen ringan sampai parah di pergelangan kaki atau sacrum
Hipotensi ortotastik
Pucat
Edema periorbital, terutama pada anak-anak
Efusi pleura
Berat badan naik
Diare
Lemah, dan cepat capek/lelah
Urine berbuih
Terdapat tanda pita putih melintang pada kuk

3.6 Diagnosis dan Diagnnosis Banding


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut, tungkai, atau
seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat
ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi.

Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju
endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin
umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Studi diagnostik untuk sindrom nefrotik di antaranya adalah :

21
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

urinalisis
pemeriksaan sedimen Urine
pengukuran protein Urin
serum albumin
Serologi untuk infeksi dan kelainan kekebalan tubuh
ultrasonografi ginjal
biopsi ginjal
Pada bayi dengan sindrom nefrotik, pengujian genetik untuk mutasi NPHS1 dan NPHS2
mungkin berguna. Ini adalah mutasi nephrin dan podocin, masing-masing.
Pada anak dengan steroid tahan sindrom nefrotik, pengujian untuk mutasi NPHS2 dapat
diindikasikan.
Penelitian selanjutnya untuk biomarker kemih dimana penyebab dan keparahan sindrom
nefrotik dapat diidentifikasi.

Pemeriksaan Urinalisis
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria
nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian
semikuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + membaca merupakan 300 mg / dL dari
protein urin atau lebih, yaitu 3 g / L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran
nefrotik. Pemeriksaan dipsticks Kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
Glukosuria menunjuk diabetes.
Pemeriksaan Sedimen Urine
Waxy casts mark proteinuric renal disease. Dengan menggunakan mikroskop polarisasi,
orang dapat melihat tubuh lemak oval dan juga cast lemak. Pada sindrom nefrotik, terjadi
karena filtrasi glomerular dari lipoprotein, penyerapan ini oleh sel-sel tubular yang kemudian
jatuh ke dalam urin. Dilihat polarizer, mayat lemak oval dan gips lemak menyebabkan
penampilanSalib Malta .

Adanya lebih dari 2 sel darah merah (sel darah merah) per bidang daya tinggi merupakan
indikasi dari microhematuria. Microhematuria dapat terjadi di membranous nephropathy tapi
tidak di minimal-perubahan nefropati.
Penyakit glomerular dapat memungkinkan sel darah merah untuk melintasi membran
glomerulus ruang bawah tanah yang rusak, dan sel darah merah di sedimen kemudian dapat
berubah bentuk, atau dismorfik. Hal ini menunjukkan penyakit glomerulus dengan
peradangan dan kerusakan struktur normal (yaitu, nefritis, dan dengan demikian gambar
nefritik, dengan hematuria, oliguria, azotemia, dan hipertensi). Ini bisa terjadi pada, misalnya,
sindrom nefrotik berkaitan dengan nefropati IgA atau glomerulonefritis proliferatif.
Lebih dari 2 granular casts di seluruh sedimen merupakan biomarker untuk penyakit
parenkim ginjal. Variabel kaliber granular gips titik ke fungsi ginjal berkurang.
Pengukuran protein urin Protein urin diukur dengan koleksi tepat atau kumpulan titik tunggal.
Sebuah koleksi yang berjadwal biasanya dilakukan selama 24-jam, mulai pukul 7 pagi dan
finishing pada hari berikutnya pada waktu yang sama. Pada individu sehat, tidak ada lebih
dari 150 mg protein total dalam koleksi urin 24-jam.
Kumpulan titik tunggal urin jauh lebih mudah untuk mendapatkan. Ketika rasio protein urin
untuk kreatinin urin lebih besar dari 2 g / g, ini sesuai dengan 3 g protein urin per hari atau
lebih. Dengan tepat jenis protein urin adalah kepentingan potensial. Ini dapat diuji dengan
elektroforesis protein urin. Proteinuria yang tidak termasuk albumin dapat menunjukkan
proteinuria meluap yang terjadi pada paraproteinemias, seperti multiple myeloma.
Dalam kasus proteinuria selektif, mungkin ada kebocoran muatan-selektif albumin di seluruh
penghalang glomerulus, mungkin karena muatan negatif berkurang pada penghalang itu,

22
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

sedangkan proteinurias nonselektif akan menunjuk cedera glomerulus yang lebih substansial
dan mungkin juga untuk respon yang lebih rendah untuk pengobatan prednison .
Tes serum untuk fungsi ginjal Tes serum untuk fungsi ginjal sangat penting. Serum kreatinin
akan berada dalam kisaran normal pada sindrom nefrotik tidak rumit, seperti yang terjadi di
minimal-perubahan nefropati. Pada anak-anak, tingkat kreatinin serum akan lebih rendah
daripada pada orang dewasa. Tingkat dewasa kreatinin serum normal adalah sekitar 1 mg /
dL, sedangkan untuk anak berusia 5 tahun akan menjadi sekitar 0,5 mg / dL. Nilai lebih
tinggi dari ini mengindikasikan fungsi ginjal berkurang.

DIAGNOSIS BANDING
Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema
Quincke.
Glomerulonefritis akut
Lupus sistemik eritematosus.
Diabetic Nephropathy
Focal Segmental Glomerulosclerosis
Glomerulonephritis, Chronic
Glomerulonephritis, Membranous
HIV Nephropathy
IgA Nephropathy
Light Chain-Associated Renal Disorders
Minimal-Change Disease
Nephritis, Radiation
Sickle Cell Nephropathy

Penyulit
Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia
Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas
Infeksi
Hambatan pertumbuhan
Gagal ginjal akut atau kronik
Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan emosi
dan perilaku.

3.7 Tatalaksana
1. Suportif
a. Tirah baring pada kasus edema ansarka
b. Pemberian diet protein normal (1,5-2/g/KgBB/hari), diet rendah garam (1-2g/hari),
serta diuretic: furosemide 1-2mg/Kg/BB/hari). Bila perlu, furosemide dapat
dikombinasikan dengan spironolakton 2-3 mg/KgBB/hari
c. Pemberian antihipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi
d. Pada kasus edema refrakter, syok, atau kadar albumin 1 g/dL, dapat diberikan
albumin 20-25% dengan dosis 1g/Kg selama 2-4 jam. Apabila kadar albumin 1-2g/dL,
dapat dipertimbangkan pemberian albumin dosis 0,5/KgBB/hari.

2. Medikamentosa
a. Prednison dengan dosis awal 60mg/mg/m2/hari atau 2 mg/KgBB/hari, diberikan
dengan dosis terbagi 3, selama 4 minggu. Apabila terjadi remisi (proteinuria negative
3 hari berturut-turut), pemberian dilanjutkan dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m 2/hari,

23
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

maksimal 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selama sehari (alternating dose) selama 4
minggu. Total pengobatan menjadi 8 minggu.
Namun bila terjadi relaps, berikan prednisone 60 mg/m 2/hari sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal 40 mg/m2/hari) secara alternating
selama 4 minggu. Pemberian prednisone jangka panjang dapat menyebabkan efek
samping hipertensi.
b. Apabila sampai 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh belum juga remisi, maka
disebut steroid resiten. Kasus dengan resisten steroid atau toksik steroid, diterapi
menggunakan imunosupresan seperti siklofosfamid per oral dengan dosis 2-3
mg/KgBB/hari dalam dosis tunggal. Dosis dihitung berdasarkan berat badan tanpa
edema. Pemberian siklofosfamid dapat menyebabkan efek samping depresi sumsum
tulang (apabila leukosit <3000/L, terapi dihentikan)

3.8 Komplikasi
Komplikasi medis dari sindrom nefrotik dapat berpotensi serius. Komplikasi ini dapat
dibagi menjadi dua sub kelompok utama : komplikasi akut yang berkaitan dengan keadaan
nefrotik, terutama infeksi dan penyakit tromboemboli, dan gejala sisa jangka panjang
sindrom nefrotik dan pengobatan, terutama efek pada tulang, pertumbuhan, dan sistem
kardiovaskular. Sebuah aspek penting yang ketiga adalah dampak psikologis dan tuntutan
sosial pada anak yang mengalami sindrom nefrotik, dan keluarga mereka .
a. Komplikasi Infeksi
Infeksi berat, khususnya selulitis dan peritonitis bakteri spontan dapat menjadi
komplikasi sindrom nefrotik. Ketahanan terhadap infeksi bakteri bergantung pada berbagai
faktor predisposisi. Kerusakan pada proses opsonisasi bergantung pada komplemen dapat
memperlambat proses klirens mikroorganisme yang berkapsul, khususnya Streptococcus
pneumonia. Vaksinasi pneumokokus disarankan bagi pasien dengan sindromnefrotik.
Sebagian besar anak-anak dengan sindrom nefrotik idiopatikterserang virus varicella
non-immune, sehingga diperlukan perlakuan khusus agar terhindar dari paparan virus
varicella.Terapi profilaksis denganimun globulin varicella zoster disarankan untuk pasien
non-imun yang mendapatkan perawatan imunosupresif. Apabila terjadi serangan remisi,
imunisasi dengan vaksin varisela dapat diberikan karena aman dan efektif, meskipun dosis
tambahan diperlukan untuk mencapai imunitas penuh. Penggunaan asiklovir oral dapat
mencegah infeksi varisela berat pada pasien yang mengkonsumsi obat kortikosteroid.
b. Komplikasi Tromboembolik
Pasien nefrotik memiliki resiko yang signifikan terjadinya trombosis. Meskipun angka
resiko lebih kecil dari pada dewasa, kejadian thrombosis dapat menjadi komplikasi yang
hebat.Terdapat berbagai faktor yang memicu disregulasi dari koagulasi pada pasien
sindrom nefrotik, antara lain peningkatan sintesis faktor pembekuan (fibrinogen, II, V, VII,
VIII, IX, X, XII), antikoagulan (antithrombin III) yang keluar melalui urine, abnormalitas
platelet ( thrombositosis, peningkatan agregabilitas), hiperviskositas, dan hiperlipemia.
Meskipun demikian tidak ada satu tes laboratorium pun yang dapat memprediksi resiko
pasti trombosis. Faktor yang dapat meningkatkan resiko thrombosis antara lain
penggunaan diuretik, terapi kortikosteroid, imobilisasi, dan adanyain-dwelling kateter.
Apabila diketahui terdapat klot pada anak dengan nefrotik sindrom, pemeriksaan
abnormalitas koagulasi dapat dilakukan.
Obat-obatan anti koagulan profilaksis tidak disarankan karena memiliki resiko yang
tinggi. Meski demikian, setelah diketahui adanya clot dan telah mendapatkan terapi,
penggunaan warfarin profilaksis disarankan selama 6 bulan dan selama terjadi relaps.
Pemasangan kateter intravena harus dihindari, namun amat penting, sehingga pemberian

24
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

antikoagulan profilaksis dapat dipertimbangkan.LMWH merupakan agen alternatif, namun


membutuhkan antithrombin III agar dapat efektif. Aspirin dapat berguna sebagai
antikoagulan, khususnya pada trombositosis berat.

c. Penyakit Kardiovaskular
Berbagai faktor dapat meningkatkan perhatian sekuel kardiovaskular pada anak
dengan nefrotik sindrom dalam jangka waktu yang lama, antara lain paparan terhadap
kortikosteroid, hiperlipidemia, stresoksidatif, hipertensi, hiperkoagulabilitas, dan anemia.
Resiko kardiovaskular pada anak dengan sindrom nefrotik berkaca pada penelitian kasus
sindrom nefrotik pada dewasa. Pada dewasa pasien dengan sindrom nefrotik memiliki
resiko terserang penyakit jantung koroner. Akan tetapi penelitian tentang adanya penyakit
jantung yang disebabkan oleh sindrom nefrotik masih terdapatkontroversi, khususnya
karena penyakit ginjal pada sebagian besar anak dapat diatasi.

d. Komplikasi Medis yang Lain


Meskipun secara teoritis terdapat resiko penurunan kepadatan tulang pada
penggunaan kortikosteroid, prevalensi penyakit tulang pada anak dengan sindrom nefrotik
masih belum jelas.Selain Steroid, terdapat faktor lain yang berpotensi menyebabkan
penyakit tulang pada sindrom nefrotik. Protein pengikat vitamin D yang keluar dalam urin
dapat menyebabkan defisiensi vitamin D, dan hiperparatiroid sekunder pada sebagian kecil
kasus.Komplikasi medis lain yang mungkin terjadi antara lain efek toksik obat,
hipotiroidisme, dan gagal ginjal akut.

3.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada kausa sindrom nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat
baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi
steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk
penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi
end stage renal disease (ESRD). Faktor faktor lain yang memperberat lagi sindroma
nefrotik adalah level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal.
Prognosis umumnya baik kecuali pada keadaan-keadaan teretnrtu sebagai berikut :
- Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun
- Jenis kelamin laki-laki
- Disertai oleh hipertensi
- Disertai hematuria
- Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder
- Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal
- Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis
Pada umumnya sebagian besar (+80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

3.10 Pencegahan
Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi
gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
a.Pengaturan minum
b.Pengendalian hipertensi
c.Pengobatan dan pencegahan infeksi Ginjal

25
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

LI 4.Memahami dan menjelaskan pemeriksaan Penunjang (Urinalisis, Tes Fungsi


ginjal,dll)

Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang


berikut:
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada
pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat.3+
menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau
lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan
torak eritrosit.2
Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed
collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu
yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya
proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.2, 8
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g.2,8
Albumin serum
- kualitatif : ++ sampai ++++
- kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
USG renal
Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.2
Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN congenital, onset usia> 8 tahun, resisten
steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan.Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk
diagnosis.Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe
memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-
change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease
memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.2
Darah:
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:2
- Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml)
- Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml)
- 1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml)
- 2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml)
- globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml)
- rasio albumin/globulin <1 (N:3/2)
- komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml)
- ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

26
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Urin dan Darah Menurut Pandangan Islam

DEFINISI
Menurut syarak : suci dari hadas dan najis
Cara Menghilangkan Hadas:
wudlu,
mandi
tayamum,
Cara Menghilang Najis:
Menghilangkan najis di badan, tempat, dan pakaian hingga hilang bau, warna dan rasanya

1. URIN
Najisnya kencing manusia dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas radliyallahuanhuma yang
diriwayatkan di dalam Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim) tentang dua orang
penghuni kubur yang diazab. Dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam :
Adapun salah satu dari keduanya tidak membersihkan dirinya dari kencingnya. (HR. Bukhari
no. 216, 218, 1361, 1378 dan Muslim no. 292)
Masalah kenajisan kotoran dan kencing manusia ini banyak ataupun sedikit- disepakati oleh
ulama. Adapun Abu Hanifah dalam masalah kencing beliau berpendapat, jika didapati
kencing setitik jarum, maka ini tidak memudharatkan. Namun sebagaimana diterangkan di
atas, kencing manusia baik banyak ataupun sedikit adalah najis, dengan dalil yang jelas dan
terang, serta merupakan kesepakatan ulama sebagaimana disebutkan Imam Nawawi
rahimahullah dalam Syarh Muslim. Sedangkan apa yang datang dari Abu Hanifah adalah
pendapat yang tertolak.
Lain halnya dengan kencing anak kecil laki-laki yang masih menyusu dan belum makan
makanan tambahan kecuali kurma untuk tahnik (tahnik adalah mengunyah sesuatu -dalam hal
ini kurma- sampai lumat kemudian dimasukkan/digosok-gosokkan ke langit-langit mulut bayi
yang baru lahir) dan madu untuk pengobatan. Kebanyakan para ibu mengatakan bahwa itu
bukan najis sehingga mereka bermudah-mudah dalam hal ini.
Walaupun memang di sana ada perselisihan ulama dalam masalah najisnya kencing anak laki-
laki yang dalam keadaan seperti ini, akan tetapi pendapat yang kuat menyatakan bahwa
kencing anak laki-laki yang masih menyusu dan belum makan makanan tambahan itu najis,
sebagaimana dinyatakan Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim, namun najisnya
ringan. Dalil keringanannya diisyaratkan dengan ringannya cara membersihkannya seperti
dalam hadits Ummu Qais bintu Mihshan yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 223)
dan Imam Muslim (no.287) :
Ummu Qais bintu Mihshan al-Asadiyah membawa anaknya yang masih kecil dan belum
makan makanan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu Rasulullah
mendudukkan anak itu di pangkuannya. Kemudian anak itu kencing di baju beliau. Maka
Rasulullah meminta air dan mengguyurkannya ke bajunya (hingga air menggenangi bekas
kencing tersebut) dan tidak mencucinya. (Dalam lafaz lain: lalu beliau menuangkan air ke
atas bekas kencing tersebut).
Walaupun najis tersebut ringan, namun masih tetap harus dibersihkan dengan mengguyurkan
air padanya sesuai dengan apa yang bisa kita lihat pada hadits di atas.

B. DARAH

27
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

Yang kita maksudkan dalam pembahasan ini adalah selain darah haid dan nifas yang
disepakati kenajisannya sebagaimana telah kami paparkan dalam pembahasaan terdahulu..
Memang dalam perkara ini juga terdapat perselisihan namun yang rajih/kuat darah itu suci.
Ada baiknya kita menengok pembahasan yang dipaparkan Syaikh Albani
rahimahullah: (Mereka yang berpendapat najisnya darah) juga menyelisihi hadits Al
Anshari yang dipanah oleh seorang musyrik ketika ia sedang shalat malam. Maka ia
mencabut anak panah yang menancap di tubuhnya. Lalu ia dipanah lagi dengan tiga anak
panah, namun ia tetap melanjutkan shalatnya dalam keadaan darah terus mengucur dari
tubuhnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu`allaq (terputus
sanadnya dari Imam Bukhari sampai kepada perawi hadits) dan secara maushul
(bersambung sanadnya) oleh Imam Ahmad dan selainnya, dishahihkan dalam Shahih
Sunan Abu Daud (no. 193). Hadits ini dihukumi marfu` (sampai kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam) karena mustahil beliau shallallahu alaihi wasallam tidak
memperhatikan hal ini.
Seandainya darah yang banyak itu membatalkan wudhu niscaya beliau shallallahu alaihi
wasallam akan menerangkannya, karena tidak boleh menunda keterangan pada saat
diperlukan sebagaimana hal ini diketahui dari kaidah ilmu ushul. Kalau dianggap Nabi
shallallahu alaihi wasallam tidak mengetahui perbuatan shahabatnya tersebut maka tidak ada
sesuatupun di langit maupun di bumi yang tersembunyi dari Allah ta`ala. Seandainya darah
tersebut najis atau membatalkan wudhu niscaya Allah akan mewahyukan kepada Nabi-nya
sebagaimana hal ini jelas tidak tersembunyi bagi seorang pun. Pendapat ini dipegangi oleh
Imam Bukhari sebagaimana pemaparan beliau terhadap sebagian atsar yang mu`allaq, yang
diperjelas oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari dan ini merupakan pendapatnya Ibnu Hazm.
Kemudian beliau berkata: Adapun pembahasan masalah ini dari sisi fiqih, bisa ditinjau
sebagai berikut:
Pertama: Menyamakan darah haid dengan darah yang lainnya seperti darah manusia dan
darah dari hewan yang dimakan dagingnya adalah kesalahan yang jelas sekali dari dua sisi ;
1. Tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut dari Al Quran dan As Sunnah, sementara
hukum asal darah terlepas dari anggapan najis kecuali ada dalil.
2. Penyamaan seperti itu menyelisihi keterangan yang datang di dalam As Sunnah. Adapun
darah seorang muslim secara khusus ditunjukkan dalam hadits Al Anshari yang berlumuran
darah ketika shalat dan ia tetap melanjutkan shalatnya. Sedangkan darah hewan ditunjukkan
dalam riwayat yang shahih dari Ibnu Mas`ud radliallahu anhu, dia pernah menyembelih
seekor unta hingga ia terkena darah unta tersebut berikut kotorannya, lalu diserukan iqamah
maka ia pun pergi menunaikan shalat dan tidak berwudhu lagi. (Riwayat Abdurrazzaq Al
Mushannaf 1/125, Ibnu Abi Syaibah 1/392, Ath Thabrani Mu`jamul Kabir 9/284 dengan
sanad yang shahih darinya. Dan diriwayatkan juga oleh Al Baghawi Al Ja`diyaat
2/887/2503).
Uqbah meriwayatkan dari Abi Musa Al Asy`ari: Aku tidak peduli seandainya aku
menyembelih seekor unta hingga aku berlumuran dengan kotoran dan darahnya. Lalu aku
shalat tanpa aku menyentuh air. Dan sanad atsar dari Abu Musa ini dlaif (lemah).
Kemudian beliau melanjutkan :
Kedua: Membedakan antara darah yang sedikit dengan darah yang banyak (najis atau
tidaknya), walaupun pendapat ini telah didahului oleh para imam, maka tidak ada dalil yang
menunjukkannya bahkan hadits Al Anshari membatalkan pendapat ini. (Lihat Tamamul
Minnah hal, 51-52)

28
RIZKY AGUSTIAN HADI 1102011238
SKENARIO 1 BLOK URIN

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28. Jakarta, EGC

http://www.medscape.com

http://www.kidney.org

Guyton dan Hall. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. II. Jakarta, EGC

Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Ed.6. Jakarta, EGC

Sofwan, Achmad. Systema Urogenitale. Jakarta

Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jilid 2. Jakarta

Tanto, Chris, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jakarta, media aesculapius

29

Anda mungkin juga menyukai