Anda di halaman 1dari 6

Apendisitis (Radang Usus Buntu)

PENGERTIAN

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan
penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah
usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara
pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali
menimbulkan masalah kesehatan.

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-
kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml
per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke
sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu
penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal
yang merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian,
adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini
dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

Tipe apendisitis:

1. Apendisitis akut (mendadak).


Gejala apendisitis akut adalah demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri
sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk
berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya
bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

2. Apendisitis kronik.
Gejala apendisitis kronis sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri
samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul.
Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut.
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap
usus besar, Apabila ujung apendiks menyentuh saluran kemih, nyerinya akan sama dengan
sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi
apendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina.
Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik.

ETIOLOGI

Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini
biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan
limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi
yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah


serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis. Tinja yang keras
dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis.

PATOGENESIS

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan
dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap
harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke
sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian
terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas
dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran
limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium
di sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum
setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang
disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa.
Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis
berada dalam keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan
ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga
terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks.
Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler
akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan
dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya
gangguan pembuluh darah.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi.

MANIFESTASI KLINIK

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri
tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya
disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5
derajat celcius.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut
gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung

oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat
melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini
timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis


Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan
rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum
akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis,
dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru
diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis
tidak jelas dan tidak khas.

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa
menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan
anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru
dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa
dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang
panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan
trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan
gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut,
sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada
perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut
kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda
Blumberg (Blumberg Sign).
Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan
letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan
terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk
mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks
yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis
pelvika.

2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan


ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran
sekum.

DIAGNOSIS

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih
mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama
yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal
dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik
lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto
barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi
diagnosis pada kasus yang meragukan.

TATA LAKSANA

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara
terbuka dan cara laparoskopi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa
periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi
antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu,
barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan
terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk
membatalkan tindakan bedah

Anda mungkin juga menyukai