TRIGGER / PEMICU
Mawar seorang wanita muda yang sudah berumah tangga. Suami tidak memiliki
pekerjaan yang tetap sehingga keluarga mereka kesulitan ekonomi. Kondisi seperti ini
menyebabkan suami Mawar sangat temperamen dan sering melakukan kekerasan fisik dan
psikis terhadap Mawar. Beberapa kali teman Mawar melihat memar dan lecet pada wajahnya
dan sekitar dua kali Mawar berobat ke RS akibat luka yang dia derita. Sebulan yang lalu
Mawar ssudah tidak tahan dan memutuskan untuk melaporkan ke polisi kekerasan yang
dilakukan oleh suami. Penyidik meminta VeR ke pihak RS. Dokter mengeluarkan hasil VeR
dengan kesimpulan luka derajat 2.
Beberapa hari yang lalu, Mawar mendapat kekerasan lagi yang akhirnya membuat Mawar
tidak sadarkan diri. Tetangga membawa Mawar ke RS, sesampai di RS Mawar dinyatakan
sudah meninggal oleh dokter. Dokter melakukan verbal autopsi terhadap tetangga yang
mengantar dan dokter mencurigai kematian ini tidak wajar. Dokter segera melaporkan kasus
ini ke penyidik dan penyidik datang ke RS selanjutnya meminta untuk dilakukan autopsy
terhadap korban.
Semasa hidupnya, korban sudah sering mengalami KDRT dari suami. Suami korban
sudah melakukan pelanggaran HAM terhadap kesehatan Mawar yang berakibat terhadap
buruknya kondisi kesehatan Mawar.
VeR: Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter
berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat
berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh
manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan
sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan.
Memar: suatu jenis cedera pada jaringan biologis karena kerusakan kapiler darah yang
menyebabkan darah merembes pada jaringan sekitarnya yang biasanya ditimbulkan oleh
tumbukan benda tumpul.
Verbal autopsi: suatu metode untuk mengetahui kematian melalui wawancara dengan
keluarga mengenai tanda-tanda dan gejala-gejala yang telah muncul.
Penyidik: pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Luka derajat 2: luka yang dapat menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu.
Tempramen: gejala karakteristik daripada sifat emosi individu, termasuk juga mudah
tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan
suasana hatinya, segala cara daripada fluktuasi (gelombang) dan identitas suasana hati.
KDRT: setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaranrumah
tangga termasukancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Step 2 ( Define The Problems)
(Brainstorm
or
hypothesis
on)
possible
Step 3 ( Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation)
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban
memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum
tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan
walaupun visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari
korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara
untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari
dokter atau rumah sakit yang merawat korban
.
b. Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat
1. Pemeriksaan luar.
3. a. Penyidik
b. Hakim pidana
c. Hakim perdata
d. Hakim agama
4. a. Harus tertulis dari instansi
b. yang meminta VeR polisi penyidik atau penyidik pembantu
c. menentukan jenis permintaan yang dimaksud
5. untuk mengetahui penyebab, luka, memar, dan lecet.
6. a. Ahli kedokteran kehakiman
b. Dokter atau ahli lainnya.
7. Derajat 1: tidak menimbulkan penyakit, dan tidak menghalangi pekerjaan.
Derajat 2: luka yang menimbulkan penyakit dan menghalagi pekerjaan untuk
sementara.
Derajat 3: luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh, menghalangi pekerjaan
selamanya, hilangnya panca indera.
8. Apa saja kebiasaannya.
9. Karena luka memar, keadaan tubuh pasien, pasien datang dalam keadaan tidak sadar,
dari pemeriksaan verbal autopsi.
10. a. Melapor pada penyidik
b. Melakukan autopsi
Autopsi
VeR
Dasar hukum
Prosedur
Dasar penentuan
derajat luka
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban
memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum
tentang apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan
walaupun visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari
korban oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara
untuk awal penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari
dokter atau rumah sakit yang merawat korban.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat
1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluarga korban. Ayat 2 dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib
menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan
pembedahan tersebut. Ayat 3 apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun
dari keluarga pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang
ini.
b. Bahwa proses penegakan hukumdan keadilan itu merupakan usaha ilmiah, dapat
dilihat pada pasal-pasal yang tercantum di dalam KUHAP, dimana terdapat dalam
bentuk: keterangan ahli, pendapat orang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter,
dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
dari padanya (KUHAP pasal 187 butir c)
c. Alat bukti yang sah sesuai KUHAP pasal 184 ayat 1; adalah: a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli; c. Surat; d, petunjuk; e. Keterangan terdakwa.
Visum et repertum merupakan surat keterangan dari seorang ahli (dokter),
termasuk alat bukti surat, sedangkan alat bukti keterangan ahli, ialah apa yang ahli
myatakan di sidang pengadilan; yang dapat juga sudah diberikan pada waktu
pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu
bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima
jabatan atau pekerjaan (KUHAP pasal 186).
C. KDRT
Definisi KDRT menurut UU RI no 23 tahun 2004: setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup rumah tangga:
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut (Pekerja Rumah Tangga).
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit
atau luka berat.
b. Kekerasan psikis
D. Autopsi
Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara
kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Jenis autopsi berdasarkan tujuan
1. Autopsi Klinik
Dilakukan terhadapat mayat seseorang yan diduga terjadi akibat suatu
penyakit. Tujuannya untuk menentukan penyebab kematian yang pasti,
menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dan diagnosis postmortem,
patogenesis penyakit, dan sebagainya. Untuk autopsi ini mutlak diperlukan izin
keluarga terdekat mayat tersebut. Sebaiknya autopsi klinik dilakukan secara
lengkap, namun dalam keadaan amat memaksa dapat juga dilakukan autopsi
parsial atau needle necropsy terhadap organ tertentu meskipun pada kedua
keadaan tersebut kesimpulannya sangat tidak akurat.
2. Autopsi Forensik/Medikolegal
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu
sebab tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.
Tujuan pemeriksaan autopsi forensik adalah untuk:
1. Membantu penentuan identitas mayat
2. Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian
3. Mengumpulkan dan memeriksa benda bukti untuk penentuan identitas
benda penyebab dan pelaku kejahatan
4. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri,
dan seteliti mungkin.
3. Autopsi anatomi
Dilakukan terhadap mayat korban meninggal akibat penyakit, oleh mahasiswa
kedokteran dalam rangka belajar mengenai anatomi manusia. Untuk autopsi ini
diperlukan izin dari korban (sebelum meninggal) atau keluarganya. Dalam keadaan
darurat, jika dalam 2 x 24 jam seorang jenazah tidak ada keluarganya maka tubuhnya
dapat dimanfaatkan untuk autopsi anatomi.
E. Hubungan HAM dengan Kesehatan
Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Pasal 1 poin 1UU No 23/1992
tentang Kesehatan), karena itu kesehatan merupakan dasar daridiakuinya derajat
kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi tidak sederajatsecara
kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan mampu memperoleh hak-haklainnya.
Sehingga kesehatan menjadi salah satu ukuran selain tingkat pendidikan dan ekonomi,
yang menentukan mutu dari sumber daya manusia (Human Development Index).
Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur dalam
berbagai instrumen internasional maupun nasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan
tersebut secara eksplisit dapat dilihat dari beberapa instrumen sebagai berikut :
a. Instrumen Internasional
1. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR)
2. Pasal 6 dan 7 International Covenant on Civil and Political Rights(ICCPR)
3. Pasal 12 International Covenant on Economic, Social and Cultural Right(ICESCR)
4. Pasal 5 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination
(ICERD)
5. Pasal 11, 12 dan 14 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women (Womens Convention).
6. Pasal 1 Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment (Torture Convention, or CAT).
7. Pasal 24 Convention on the Rights of the Child (Childrens Convention, or CRC)
b. Instrumen NasionalAmandemen- II
1. Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
2. Pasal 9 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
3. Pasal 4 UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
4. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya.
Daftar Pustaka
Barama, Michael.2011.Karya Ilmiah Kedudukan Visum et Repertum dalam Hukum
Pembuktian.Madado:Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi
etd.repository.ugm.ac.id
Idris, Abdul Munim dan Tjiptomartono, Agung Legowo.2011.Penerpan Ilmu
Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan Edisi Revisi.Jakarta:Sagung Seto
Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Juli-Desember 2012. mka.fk.unand.ac.id
repository.usu.ac.id
Afandi, Dedi.2008.Jurnal Ilmu Kedokteran jilid 2 nomor 1 Hak Atas Kesehatan
dalam Perspektif HAM.
www.academia.edu/57134466/Hak_Atas_Kesehatan_Dalam_Perspektif_HAM