Abstrak. Makalah ini bertujuan untuk melihat dan mengkaji penggunaan foto
udara format kecil untuk pemetaan Rupabumi Indonesia skala besar.
Pengambilan gambar dilakukan di wilayah perkantoran Badan Informasi
Geospasial dengan ketinggian 200 meter diatas permukaan tanah. Peralatan
utama yang digunakan dari pemetaan ini adalah pesawat nir-awak jenis
skywalker dan sensor kamera non-metrik Sony NEX7. Proses pengolahan data
dari makalah ini menggunakan Agisoft PhotoScan dan dilakukan secara otomatis
baik untuk pembuatan mozaik maupun Digital Surface Model (DSM). Setiap
tahap yang ada pada proses bisnis dari pemetaan dilakukan analisis mengenai
standar dan risiko yang mungkin terjadi, serta langkah yang dapat dilakukan
untuk memenuhi standar tersebut. Dari hasil makalah ini didapatkan bahwa
akurasi horizontal yang didapat sebesar 0,270319 meter dan akurasi vertikal
sebesar 0,331021 meter, sehingga berdasarkan standar NMAS nilai akurasi dari
mozaik dan DMS yang terbentuk telah memenuhi toleransi untuk pemetaan skala
besar.
Kata Kunci: Wahana Udara Nir-Awak; Stereo; Pemetaan Skala Besar; Risiko; Standar
1 Pendahuluan
Saat ini kebutuhan akan pemetaan suatu wilayah terus mengalami peningkatan
seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang
membutuhkan peta suatu wilayah. Dengan semakin berkembangnya teknologi,
proses pemetaan suatu wilayah diharapkan dapat dilakukan secara murah,
singkat, dan memiliki akurasi yang tinggi. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk pemetaan skala besar yaitu menggunakan foto udara atau biasa
dikenal sebagai metode fotogrametri. Saat ini tidak banyak yang melakukan
pemetaan pada wilayah yang kecil menggunakan metode fotogrametri,
dikarenakan mengganggap hal tersebut tidak optimal dan efisien. Padahal, saat
ini telah terdapat metode alternatif yaitu mengganti kamera metrik yang biasa
digunakan untuk mengambil gambar dengan menggunakan kamera non-metrik
format kecil yang biasa dikenal sebagai Small Format Aerial Photography
(SFAP). Dikarenakan kamera non-metrik bukanlah kamera yang khusus
diciptakan untuk kegiatan pemetaan, maka akan berdampak pada kualitas
geometrik hasil gambar dari kamera dan menyebabkan menurunnya akurasi dari
peta yang dihasilkan. Namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan kalibrasi
3.1 Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari pemilihan wahana udara, sensor kamera, survei
lokasi, manajemen sumber daya manusia (SDM) dan rancangan biaya,
perancangan jadwal survei, dan pengukuran GCP atau titik kontrol tanah.
Standar pemilihan dari wahana udara dan sensor kamera akan berkaitan erat
dengan skala dari peta/produk yang diinginkan. Skala akan berkaitan langsung
dengan fokus kamera dan ketinggian wahana melalui formula (1):
S = f/(H-h) (1)
Selain itu, perencanaan jalur terbang yang salah dapat mengakibatkan tidak
efisiennya jumlah foto yang akan berakibat pada penuhnya memori pada tempat
penyimpanan foto dan juga dapat mengakibatkan semakin banyaknya manuver
dari pesawat udara untuk berbelok yang akan menghabiskan bahan bakar dan
berakibat pada meningkatnya biaya. Untuk mencegah adanya kesalahan dalam
perencanaan jalur terbang dibutuhkan setidaknya 2 hal, yaitu:
1. Melakukan survei awal dan/atau mempelajari kondisi wilayah yang akan
dipetakan melalui media citra satelit. Melihat variasi ketinggian dari wilayah
yang akan dipetakan merupakan hal yang penting dalam pemetaan dengan
metode fotogrametri.
2. Melakukan perencanaan jalur terbang secara matematis dan analisis yang
matang, hal ini untuk melihat dan membandingkan jumlah foto serta jumlah
manuver yang paling efisien untuk melakukan pemetaan wilayah tersebut.
Hasil koordinat antara titik pada pengamatan stereo dan GPS pasti akan
mengalami perbedaan/selisih, dimana selisih tersebut merupakan residu. Residu
yang ada akan digunakan untuk menghitung RMSE atau akurasi peta yang
kemudian akan menjadi pertimbangan akhir apakah peta yang telah dibuat
memenuhi standar (Perhitungan RMSE akan dijabarkan di Subbab 3.4). Nilai
selisih koordinat antara pengamatan stereo dan gps dapat dilihat pada Tabel 3 di
bawah ini:
Kualitas yang dihasilkan dari pemrosesan data yang dilakukan di Agisoft akan
sangat bergantung pada kualitas DSM yang terbentuk. Secara umum mozaik
yang terbentuk dari pemetaan skala besar ini memiliki kualitas yang cukup baik,
namun terdapat beberapa mozaik yang belum terbentuk dengan baik, seperti
yang ada pada Gambar 8.
derajat dan sudut crab tidak boleh melebihi 3 derajat. Berikut adalah analisis
risiko yang dapat terjadi dari proses pengambilan foto hingga finishing:
1. Kendala utama dalam pengambilan foto dengan wahana nir-awak
dibandingkan large aircraft ialah sensitivas terhadap angin. Angin yang
bertiup kencang dapat menyebabkan tilt dan crab yang besar sehingga akan
menyulitkan proses ortho yang akan dilakukan dan bahkan harus mengulang
proses pengambilan gambar. Selain itu angin yang bertiup kencang juga
dapat menyebabkan drift yang dapat menyebabkan pesawat akan keluar dari
jalur penerbangan sebenarnya dan harus mengulangi pengambilan
gambar/foto dari awal.
2. Kegagalan SDM dalam melakukan pembentukan stereomate dan model
stereo. Risiko ini berasal dari sumber manusia itu sendiri, dimana plotting
menggunakan kacamata 3D tidaklah mudah dan jika tidak dilakukan dengan
benar akan mengakibatkan buruknya kualitas tekstur yang terbentuk.
3. Risiko selanjutnya berasal dari operator pesawat, dimana dibutukan
kemampuan dasar untuk aeromodelling dan mengerti prosedurnya, hal ini
dikarenakan terdapat tidak sedikit kasus pesawat fotogrametri yang jatuh
akibat keluar jalur penerbangan dan juga rusak akibat kegagalan dalam
pendaratan.
(2)
Pembuatan Peta Skala Besar Metode Fotogrametri 9
(3)
(4)
Pada pemetaan skala besar metode fotogrametri yang dilakukan oleh BIG ini,
dilakukan perhitungan nilai RMSE dan dapat dilihat pada Tabel 4. Selain itu,
dalam kesesuaian penentuan ketelitian baik data horizontal ataupun vertikal
diperlukan adanya toleransi ketelitian. Toleransi ketelitian peta Rupabumi
Indonesia (RBI) ini mengacu pada NMAS dan bergantung pada skala, berikut
adalah toleransi akurasi menurut skala yang dapat dilihat pada Tabel 5:
Dengan demikian, akurasi horizontal dan vertikal NMAS data BIG ini yaitu:
Akurasi Horizontal = 1,7308 x RMSEr = 0,270319 meter
Akurasi Vertikal = 1,9600 x RMSEz = 0,331021 meter
Dari hasil akurasi horizontal dan vertikal serta ditinjau dari toleransi akurasi
menurut skala NMAS, maka pembentukan mozaik dan DSM UAV dari BIG ini
dapat digunakan untuk pemetaan skala besar. Risiko jika tidak tercapainya
akurasi dari standar yang diberikan adalah ditolaknya peta tersebut (dianggap
gagal). Hal ini dikarenakan suatu standar/spesifikasi dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan suatu hal (contohnya yaitu konstruksi bangunan, tata
ruang, dan sejenisnya), sehingga jika akurasi peta yang dihasilkan tidak sesuai
standar yang diberikan dapat dikatakan peta tersebut gagal dan tidak layak
untuk digunakan. Untuk menghasilkan produk peta yang dapat memenuhi
standar yang diberikan, diperlukan adanya kontrol kualitas terhadap setiap
proses yang ada dalam proses bisnis yang dilakukan.
10 R Resa Adam Gunawan
4 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan akurasi dari NMAS, akurasi horizontal yang
dihasilkan yaitu sebesar 0,270319 meter dan akurasi vertikal sebesar 0,331021
meter. Berdasarkan toleransi akurasi menurut skala pada Tabel 5, maka akurasi
mozaik serta DSM UAV yang dihasilkan memenuhi toleransi untuk pemetaan
skala besar, bahkan untuk skala 1:1000. Untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar, maka diperlukan pembuatan spesifikasi kerja dan juga
kontrol kualitas terhadap setiap proses yang ada didalam proses bisnis yang
dilakukan. Selain itu, diperlukan adanya analisis risiko untuk setiap tahap dalam
proses bisnis sehingga kegiatan pemetaan yang dilakukan dapat berjalan lancar
dan dapat dilakukan antisipasi jika ancaman tersebut terjadi.
Referensi
[1] Gularso, H., Rianasari, H., Silalahi, F.E.S. (2015). Penggunaan Foto Udara
Format Kecil Menggunakan Wahana Nir-awak dalam Pemetaan Skala
Besar. Jurnal Ilmiah Geomatika 21 No. 1 Agustus 2015, 37-44.
[2] Mertotaroeno, S.H. (2013). Photogrammetric Project Planning. Slide
materi kuliah GD3203 Fotogrametri II KK Inderaja dan Sains Informasi
Geografis ITB.