Anda di halaman 1dari 10

Program Studi Sarjana Teknik Geodesi dan Geomatika

GD4202 Manajemen Mutu

Pembuatan Peta RBI Skala Besar Menggunakan


Metode Fotogrametri-Foto Udara Format Kecil
R Resa Adam Gunawan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung, Bandung


resaadam@s.itb.ac.id

Abstrak. Makalah ini bertujuan untuk melihat dan mengkaji penggunaan foto
udara format kecil untuk pemetaan Rupabumi Indonesia skala besar.
Pengambilan gambar dilakukan di wilayah perkantoran Badan Informasi
Geospasial dengan ketinggian 200 meter diatas permukaan tanah. Peralatan
utama yang digunakan dari pemetaan ini adalah pesawat nir-awak jenis
skywalker dan sensor kamera non-metrik Sony NEX7. Proses pengolahan data
dari makalah ini menggunakan Agisoft PhotoScan dan dilakukan secara otomatis
baik untuk pembuatan mozaik maupun Digital Surface Model (DSM). Setiap
tahap yang ada pada proses bisnis dari pemetaan dilakukan analisis mengenai
standar dan risiko yang mungkin terjadi, serta langkah yang dapat dilakukan
untuk memenuhi standar tersebut. Dari hasil makalah ini didapatkan bahwa
akurasi horizontal yang didapat sebesar 0,270319 meter dan akurasi vertikal
sebesar 0,331021 meter, sehingga berdasarkan standar NMAS nilai akurasi dari
mozaik dan DMS yang terbentuk telah memenuhi toleransi untuk pemetaan skala
besar.

Kata Kunci: Wahana Udara Nir-Awak; Stereo; Pemetaan Skala Besar; Risiko; Standar

1 Pendahuluan
Saat ini kebutuhan akan pemetaan suatu wilayah terus mengalami peningkatan
seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang
membutuhkan peta suatu wilayah. Dengan semakin berkembangnya teknologi,
proses pemetaan suatu wilayah diharapkan dapat dilakukan secara murah,
singkat, dan memiliki akurasi yang tinggi. Salah satu metode yang dapat
digunakan untuk pemetaan skala besar yaitu menggunakan foto udara atau biasa
dikenal sebagai metode fotogrametri. Saat ini tidak banyak yang melakukan
pemetaan pada wilayah yang kecil menggunakan metode fotogrametri,
dikarenakan mengganggap hal tersebut tidak optimal dan efisien. Padahal, saat
ini telah terdapat metode alternatif yaitu mengganti kamera metrik yang biasa
digunakan untuk mengambil gambar dengan menggunakan kamera non-metrik
format kecil yang biasa dikenal sebagai Small Format Aerial Photography
(SFAP). Dikarenakan kamera non-metrik bukanlah kamera yang khusus
diciptakan untuk kegiatan pemetaan, maka akan berdampak pada kualitas
geometrik hasil gambar dari kamera dan menyebabkan menurunnya akurasi dari
peta yang dihasilkan. Namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan kalibrasi

Received ________, Revised _________, Accepted for evaluation __________


( Diterima tanggal _______, Perbaikan diterima tanggal ________, Diterima untuk dinilai tanggal _______ )
2 R Resa Adam Gunawan

kamera dimana proses ini dilakukan untuk menentukan parameter internal


kamera yang kemudian akan dijadikan input pada orientasi dalam. Selain
kamera, hal terpenting dalam fotogrametri yaitu wahana yang digunakan untuk
menerbangkan kamera. Untuk menekan biaya dari pemetaan, saat ini wahana
pesawat besar (large aircraft) dapat digantikan dengan wahana pesawat nir-
awak atau dikenal dengan nama UAV. Sistem pemotretan dengan wahana udara
nir-awak memiliki tingkat portabilitas yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan pesawat udara standar. Sehingga, luasan < 100 Ha pun dapat
efisien untuk dilakukan pemotretan udara. (Rokhmana, 2010). Dari penjelasan
tersebut, maka dapat diketahui bahwa metode fotogrametri dapat digunakan
untuk pemetaan skala besar baik untuk wilayah yang luas maupun sempit, dan
membutuhkan biaya yang tidak mahal dan waktu yang relatif singkat
dibandingkan metode lain seperti RTK ataupun metode pemetaan secara
terestris. Data yang ada didalam makalah ini bersumber dari pemetaan yang
dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).

2 Bahan dan Metode (Bisnis Proses)

2.1 Wahana Udara dan Sensor (kamera)


Wahana yang digunakan pada pemetaan ini yaitu pesawat jenis skywalker.
Pesawat ini dapat membawa beban maksimum 1 kg dan jarak jangkau jelajah 1
km. Kelebihan dari pesawat ini yaitu telah dilengkapi GPS/IMU dan Ground
Control Station sehingga dapat terbang sesuai jalur penerbangan yang telah
ditentukan. Spesifikasi wahana udara nir-awak dapat dilihat pada Tabel 1 dan
gambarnya dapat dilihat pada Gambar 1. Selain wahana, peralatan yang
dibutuhkan dan perlu diperhatikan dalam fotogrametri yaitu sensor atau kamera.
Sensor yang digunakan dalam pemetaan ini yaitu Sony NEX7 dan dipasang di
dalam badan pesawat yang telah dilengkapi dengan dudukan kamera.
Spesifikasi dari kamera udara Sony NEX7 dapat dilihat pada Tabel 2 dan
gambarnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Pesawat Skywalker Gambar 2. Sony NEX7


Pembuatan Peta Skala Besar Metode Fotogrametri 3

Tabel 1. Spesifikasi UAV Tabel 2. Spesifikasi Kamera

Pemetaan ini dilakukan di kawasan perkantoran Badan Informasi Geospasial


dengan ketinggian terbang 200 meter diatas permukaan tanah. Tujuan yang
ingin dicapai dari pemetaan ini adalah untuk melihat dan mengkaji penggunaan
foto udara fotmat kecil untuk pemetaan Rupabumi Indonesia skala besar.

2.2 Proses Pemetaan Metode Fotogrametri (Proses Bisnis)


Secara garis besar tahapan pemetaan skala besar menggunakan fotogrametri ini
yaitu persiapan (termasuk pengukuran titik ikat atau Ground Control Point),
perencanaan jalur terbang, pemotretan udara, pemrosesan data, pembuatan
model stereo, dan hasil. Perangkat lunak yang digunakan untuk pemrosesan data
yaitu Agisoft Photoscan meliputi antara lain: kalibrasi kamera, bundle
adjustment, orientasi luar dan dalam, pembuatan mozaik, dan pembuatan
Digital Surface Model (DSM). Sedangkan untuk membuat stereomate, stereo
model, dan plotting 3D dilakukan menggunakan Summit Evolution. Berikut
adalah proses bisnis dari pemetaan fotogrametri pada Gambar 3:

Gambar 3. Proses Bisnis Pemetaan Metode Fotogrametri


4 R Resa Adam Gunawan

3 Hasil dan Pembahasan (Risiko, Standar, dan Manajemen Mutu)

3.1 Persiapan
Tahap persiapan terdiri dari pemilihan wahana udara, sensor kamera, survei
lokasi, manajemen sumber daya manusia (SDM) dan rancangan biaya,
perancangan jadwal survei, dan pengukuran GCP atau titik kontrol tanah.
Standar pemilihan dari wahana udara dan sensor kamera akan berkaitan erat
dengan skala dari peta/produk yang diinginkan. Skala akan berkaitan langsung
dengan fokus kamera dan ketinggian wahana melalui formula (1):

S = f/(H-h) (1)

Dimana S = skala foto udara, f = panjang fokus, H = ketinggian wahana dari


datum, dan h = ketinggian objek di tanah dari datum [(H-h) biasa ditulis sebagai
ketinggian pesawat dari tanah dan/atau objek yang ada di tanah]. Contohnya
saat skala foto udara yang diinginkan yaitu 1:5000 dan ketinggian pesawat dari
tanah adalah 500 meter, maka standar kamera yang digunakan setidaknya
memiliki panjang fokus 0.1 m atau 100 mm. Untuk penentuan wahana udara
yang digunakan akan bergantung pada berat kamera yang akan dibawa terbang,
luas wilayah pemetaan serta ketinggian pesawat yang diperlukan, contohnya
yaitu jika kamera yang dibawa memiliki berat kurang dari 1 kg dan wilayah
pemetaan yang relatif kecil maka cukup menggunakan pesawat skywalker.
Untuk pengukuran titik kontrol, hal yang perlu diperhatikan ialah distribusi dan
juga jumlahnya. Jarak antar titik kontrol dikenal sebagai bridging distance dan
mempunyai satuan basis atau jarak interval dari kamera mengambil gambar.
Standar yang biasa digunakan dalam penempatan titik kontrol adalah 4 basis.
Risiko dari tidak terpenuhinya standar atau spesifikasi yang diberikan dalam
tahap persiapan yaitu sebagai berikut:
1. Kesalahan dalam pemilihan wahana dan pesawat udara akan mengakibatkan
produk yang dihasilkan tidak akan memenuhi spesifikasi yang diinginkan,
terutama dalam hal skala. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
kegiatan pembuatan peta gagal dilakukan.
2. Kesalahan dalam survei lokasi akan mengakibatkan kegagalan dalam
melakukan perencanaan terbang (akan dijelaskan pada Subbab 3.2).
3. Sumber daya manusia dan keuangan merupakan salah satu hal terpenting
dalam proyek pemetaan. Risiko dari buruknya SDM dan perencanaan
keuangan ialah gagalnya proyek pemetaan, buruknya peta yang dihasilkan
(tidak sesuai spesifikasi), dan juga membengkaknya biaya untuk melakukan
pemetaan.
4. Perencanaan jadwal survei yang salah dapat berakibat pada bertambahnya
durasi proyek pemetaan dan berdampak pada meningkatnya biaya yang
diperlukan.
Pembuatan Peta Skala Besar Metode Fotogrametri 5

5. Titik kontrol tanah merupakan fondasi dari fotogrametri, sehingga buruknya


distribusi dari titik kontrol ataupun kurangnya jumlah titik kontrol akan
berakibat langsung dengan ketelitian produk atau peta yang dihasilkan. Selain
itu, jika terlalu banyak titik kontrol yang dibuat akan mengakibatkan
bertambahnya durasi pemetaan dan juga pembengkakan biaya pemetaan.

Untuk memastikan persiapan dapat memenuhi standar yang diberikan,


dibutuhkan beberapa pertimbangan antara lain:
1. Mencocokkan spesifikasi alat dan pesawat terbang yang digunakan dengan
spesifikasi proyek pemetaan.
2. Meningkatkan kualitas SDM, baik melalui pelatihan ataupun metode lainnya.
3. Melakukan analisis manajemen keuangan dan penjadwalan secara matang.
Selain itu diperlukan perencanaan cadangan untuk jadwal survei ketika
rencana awal tidak terpenuhi.
4. Memastikan titik kontrol telah memenuhi jumlah minimum dan distribusinya
merata. Cara untuk memastikannya antara lain menggunakan peta rencana
penerbangan (flight map) dan melakukan plotting rencana titik kontrol di
peta tersebut dan melakukan survei langsung ke lapangan untuk melihat
apakah medannya memungkinkan, jika tidak maka diperlukan perencanaan
titik kontrol ulang.

3.2 Perencanaan Jalur Terbang


Dalam merencanakan jalur terbang pesawat (flight planning) setidaknya
dibutuhkan 2 hal utama, yaitu peta penerbangan (flight map) yang memuat
dimana wilayah pengambilan foto dan juga spesifikasi proyek, seperti standar
dan toleransi dimana hal ini akan berkaitan dengan pertampalan antar jalur (end
lap dan side lap). Contoh dari spesifikasi pertampalan end lap dan side lap dari
Ayres Associates, Inc. yaitu end lap sebesar 635% dan side lap sebesar 20-
55%. Spesifikasi dari pertampalan antarfoto akan bergantung pada tinggi
terbang dan kondisi wilayah yang akan dipetakan (variasi ketinggian). Pada
kondisi wilayah dengan variasi ketinggian yang rendah (tidak banyak lembah
dan gunung) biasa digunakan end lap 60% dan side lap 20%. Risiko dari tidak
terpenuhinya end lap dan side lap yaitu dapat terjadinya area yang terkena
single coverage atau gap, contohnya yaitu pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Kegagalan End Lap Gambar 5. Kegagalan Side Lap


6 R Resa Adam Gunawan

Selain itu, perencanaan jalur terbang yang salah dapat mengakibatkan tidak
efisiennya jumlah foto yang akan berakibat pada penuhnya memori pada tempat
penyimpanan foto dan juga dapat mengakibatkan semakin banyaknya manuver
dari pesawat udara untuk berbelok yang akan menghabiskan bahan bakar dan
berakibat pada meningkatnya biaya. Untuk mencegah adanya kesalahan dalam
perencanaan jalur terbang dibutuhkan setidaknya 2 hal, yaitu:
1. Melakukan survei awal dan/atau mempelajari kondisi wilayah yang akan
dipetakan melalui media citra satelit. Melihat variasi ketinggian dari wilayah
yang akan dipetakan merupakan hal yang penting dalam pemetaan dengan
metode fotogrametri.
2. Melakukan perencanaan jalur terbang secara matematis dan analisis yang
matang, hal ini untuk melihat dan membandingkan jumlah foto serta jumlah
manuver yang paling efisien untuk melakukan pemetaan wilayah tersebut.

3.3 Pemotretan Udara, Pemrosesan Data, dan Finishing


Pemotretan udara dilakukan secara otomatis oleh kamera yang dibawa oleh
pesawat nir-awak yang telah dimasukkan rencana jalur terbang. Berikut pada
Gambar 6 dan Gambar 7 adalah hasil mozaik dan foto udara yang telah
dilakukan proses ortho:

Gambar 6. Hasil Mozaik

Gambar 7. Foto Udara


Pembuatan Peta Skala Besar Metode Fotogrametri 7

Hasil koordinat antara titik pada pengamatan stereo dan GPS pasti akan
mengalami perbedaan/selisih, dimana selisih tersebut merupakan residu. Residu
yang ada akan digunakan untuk menghitung RMSE atau akurasi peta yang
kemudian akan menjadi pertimbangan akhir apakah peta yang telah dibuat
memenuhi standar (Perhitungan RMSE akan dijabarkan di Subbab 3.4). Nilai
selisih koordinat antara pengamatan stereo dan gps dapat dilihat pada Tabel 3 di
bawah ini:

Tabel 3. Perbandingan Titik pada Pengamatan Stereo dan GPS

Kualitas yang dihasilkan dari pemrosesan data yang dilakukan di Agisoft akan
sangat bergantung pada kualitas DSM yang terbentuk. Secara umum mozaik
yang terbentuk dari pemetaan skala besar ini memiliki kualitas yang cukup baik,
namun terdapat beberapa mozaik yang belum terbentuk dengan baik, seperti
yang ada pada Gambar 8.

Gambar 8. Mozaik Tidak Terbentuk dengan Baik


Secara umum saat mozaik yang terbentuk mempunyai hasil yang buruk, hal
tersebut bukanlah disebabkan oleh kesalahan dalam pemrosesan data,
melainkan akibat foto yang sendeng atau miring yang mengakibatkan proses
ortho dan pembentukan mozaik menjadi terdistorsi. Pada dasarnya tidak ada
standar baku yang mengatur dalam proses pengambilan foto dan pemrosesan
data, namun ada acuan yang mengatur mengenai sudut maksimum dari tilt dan
crab pada saat wahana mengambil gambar, salah satunya acuan/standar
yang berasal dari Ayress Associates, Inc. dimana sudut tilt tidak lebih dari 4
8 R Resa Adam Gunawan

derajat dan sudut crab tidak boleh melebihi 3 derajat. Berikut adalah analisis
risiko yang dapat terjadi dari proses pengambilan foto hingga finishing:
1. Kendala utama dalam pengambilan foto dengan wahana nir-awak
dibandingkan large aircraft ialah sensitivas terhadap angin. Angin yang
bertiup kencang dapat menyebabkan tilt dan crab yang besar sehingga akan
menyulitkan proses ortho yang akan dilakukan dan bahkan harus mengulang
proses pengambilan gambar. Selain itu angin yang bertiup kencang juga
dapat menyebabkan drift yang dapat menyebabkan pesawat akan keluar dari
jalur penerbangan sebenarnya dan harus mengulangi pengambilan
gambar/foto dari awal.
2. Kegagalan SDM dalam melakukan pembentukan stereomate dan model
stereo. Risiko ini berasal dari sumber manusia itu sendiri, dimana plotting
menggunakan kacamata 3D tidaklah mudah dan jika tidak dilakukan dengan
benar akan mengakibatkan buruknya kualitas tekstur yang terbentuk.
3. Risiko selanjutnya berasal dari operator pesawat, dimana dibutukan
kemampuan dasar untuk aeromodelling dan mengerti prosedurnya, hal ini
dikarenakan terdapat tidak sedikit kasus pesawat fotogrametri yang jatuh
akibat keluar jalur penerbangan dan juga rusak akibat kegagalan dalam
pendaratan.

Langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan proses pengambilan


gambar/foto udara hingga pemrosesan data dan finishing dapat berjalan lancar
dan memenuhi standar ialah:
1. Melakukan pelatihan terhadap SDM yang ada, hal ini dikarenakan secara
umum efek blunder yang ada pada pelaksanaan pemetaan bersumber pada
manusia.
2. Merancang jadwal terbang dengan mempertimbangkan aspek meteorologi,
hal ini dikarenakan aspek cuaca dan angin merupakan penentu utama dalam
keberhasilan pengambilan gambar dari fotogrametri.

3.4 Hasil (Produk)


Standar pengukuran akurasi menurut NMAS (National Map Accuracy
Standard) adalah sebagai berikut:
Akurasi horizontal NMAS = 1,7308*RMSEr
Akurasi vertikal NMAS = 1.9600*RMSEz
RMSEr dan RMSEz didapat menggunakan formula (2), (3), dan (4):

(2)
Pembuatan Peta Skala Besar Metode Fotogrametri 9

(3)

(4)

Pada pemetaan skala besar metode fotogrametri yang dilakukan oleh BIG ini,
dilakukan perhitungan nilai RMSE dan dapat dilihat pada Tabel 4. Selain itu,
dalam kesesuaian penentuan ketelitian baik data horizontal ataupun vertikal
diperlukan adanya toleransi ketelitian. Toleransi ketelitian peta Rupabumi
Indonesia (RBI) ini mengacu pada NMAS dan bergantung pada skala, berikut
adalah toleransi akurasi menurut skala yang dapat dilihat pada Tabel 5:

Tabel 4. RMS Error X, Y, dan Z

Tabel 5. Toleransi Akurasi Menurut Skala (NMAS)

Dengan demikian, akurasi horizontal dan vertikal NMAS data BIG ini yaitu:
Akurasi Horizontal = 1,7308 x RMSEr = 0,270319 meter
Akurasi Vertikal = 1,9600 x RMSEz = 0,331021 meter

Dari hasil akurasi horizontal dan vertikal serta ditinjau dari toleransi akurasi
menurut skala NMAS, maka pembentukan mozaik dan DSM UAV dari BIG ini
dapat digunakan untuk pemetaan skala besar. Risiko jika tidak tercapainya
akurasi dari standar yang diberikan adalah ditolaknya peta tersebut (dianggap
gagal). Hal ini dikarenakan suatu standar/spesifikasi dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan suatu hal (contohnya yaitu konstruksi bangunan, tata
ruang, dan sejenisnya), sehingga jika akurasi peta yang dihasilkan tidak sesuai
standar yang diberikan dapat dikatakan peta tersebut gagal dan tidak layak
untuk digunakan. Untuk menghasilkan produk peta yang dapat memenuhi
standar yang diberikan, diperlukan adanya kontrol kualitas terhadap setiap
proses yang ada dalam proses bisnis yang dilakukan.
10 R Resa Adam Gunawan

4 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan akurasi dari NMAS, akurasi horizontal yang
dihasilkan yaitu sebesar 0,270319 meter dan akurasi vertikal sebesar 0,331021
meter. Berdasarkan toleransi akurasi menurut skala pada Tabel 5, maka akurasi
mozaik serta DSM UAV yang dihasilkan memenuhi toleransi untuk pemetaan
skala besar, bahkan untuk skala 1:1000. Untuk menghasilkan produk yang
sesuai dengan standar, maka diperlukan pembuatan spesifikasi kerja dan juga
kontrol kualitas terhadap setiap proses yang ada didalam proses bisnis yang
dilakukan. Selain itu, diperlukan adanya analisis risiko untuk setiap tahap dalam
proses bisnis sehingga kegiatan pemetaan yang dilakukan dapat berjalan lancar
dan dapat dilakukan antisipasi jika ancaman tersebut terjadi.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Herjuno Gularso, Hayu Rianasari,
dan Florence E.S.S. dari Badan Informasi Geospasial sebagai sumber data
utama (referensi utama) dari makalah ini.

Referensi
[1] Gularso, H., Rianasari, H., Silalahi, F.E.S. (2015). Penggunaan Foto Udara
Format Kecil Menggunakan Wahana Nir-awak dalam Pemetaan Skala
Besar. Jurnal Ilmiah Geomatika 21 No. 1 Agustus 2015, 37-44.
[2] Mertotaroeno, S.H. (2013). Photogrammetric Project Planning. Slide
materi kuliah GD3203 Fotogrametri II KK Inderaja dan Sains Informasi
Geografis ITB.

Anda mungkin juga menyukai