Anda di halaman 1dari 20

Pengadaan Titik Kontrol Tanah

E. POKOK BAHASAN IV : PENGADAAN TITIK KONTROL TANAH


SUB POKOK BAHASAN PENGADAAN TITIK KONTROL TANAH
1.1. Pendahuluan
1.1.1. Deskripsi Singkat
Pada pekerjaan pembuatan peta selalu memerlukan adanya titik kontroll
tanah. Begitu juga pada pekerjaan pemetaan fotogrametri, maka pengadaan titik
kontrol merupakan salah satu tahap yang cukup penting, hal ini karena untuk
restitusi (pembetulan skala) foto udara memerlukan adanya titik kontrol dengan
ketelian yang tinggi baik yang diukur secara langsungdi lapangan maupun dari
triangulasi udara.
Untuk keperluan pengadaan titik kontrol tanah terlebih dahulu harus
ditentukan spesifikasi teknik titik kontrol tanah horisontal maupun titik kontrol
tanah vertikal yang meliputi: bentuk dan ukuran patok benchmark, jarak antar titik
patok benchmark, metode pengukuran yang akan digunakan. Selain itu juga
harus ditentukan bentuk dan ukuran premark yang akan digunakan.

1.1.2. Relevansi
Materi pada bab ini akan memberikan keahlian bagi ahli geodesi
mengenai persyaratan dan spesifikasi teknik untuk pengadaan titik kontrol tanah.
Metode pelaksanaan pengadaan titik kontrol tanah meliputi metode pengukuran
titik kontrol horisontal dan titik kontrol vertikal. Disamping itu akan memberikan
keahlian bagi mahasiswa dalam membuat perencanaan pengadaan titik kontrol
tanah.

1.1.3.1. Standar Kompetensi


Pokok bahasan ini akan memberikan kontribusi kompetensi pada
mahasiswa lulusan program studi teknik geodesi agar mampu memahami
metode pelaksanaan pengukuran titik kontrol tanah untuk keperluan pemetaan
fotogrametri.

Pemetaan Fotogrametri 59
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

1.1.3.2. Kompetensi Dasar


Setelah mengikuti materi sub pokok bahasan pengadaan titik kontrol
tanah, maka :
a. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan persyaratan teknik dan
spesifikasi teknik pengadaan titik kontrol tanah.
b. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan spesifikasi teknik dan metode
pengukuran titik kontrol horisontal.
c. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan spesifikasi teknik metode
pengukuran titik kontrol vertikal.
d. Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan membuat perencanaan
distribusi titik kontrol tanah.

1.2. Penyajian
1.2.1. Uraian dan Contoh
PENGADAAN TITIK KONTROL TANAH
Pada setiap pekerjaan pemetaan metode Fotogrametris selalu
memerlukan titik kontrol tanah. Dalam proses pemetaan fotogrametri titik kontrol
tanah tersebut antara lain digunakan untuk keperluan triangulasi udara dan
keperluan pemetaan lainnya.

Pekerjaan pengadaan titik kontrol tanah meliputi beberapa tahap, yaitu :


Perencanaan distribusi titik kontrol tanah
Pemasangan premark dan benchmark
Pengukuran titik kontrol tanah
Hitungan data ukuran lapangan

1. Perencanaan Distribusi Titik Kontrol Tanah


Jumlah dan penyebaran titik kontrol tanah bergantung dari penggunaannya
dalam proses triangulasi udara dan ketelitian yang ingin dicapai pada titik
kontrol minornya. Perencanaan penempatan titik kontrol tanah di lapangan
disesuaikan dengan jalur terbang yang sudah disiapkan.
Penyebaran titik kontrol tanah untuk keperluan pemetaan fotogrametris
adalah sebagai berikut :

Pemetaan Fotogrametri 60
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

a. Titik Kontrol Tanah Horizontal


Titik kontrol horizontal ditempatkan pada tepi-tepi daerah yang akan
dipetakan ( parimeter ). Jarak antara titik kontrol tanah horizontal terdiri dari :
1. Searah jalur terbang, i = 2b, dengan b adalah lebar model.
2. Pada arah tegak lurus jalur terbang i = s, dengan s adalah lebar strip
yang akan terbentuk.
Hal tersebut di atas dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Konvigurasi titik kontrol tanah horisontal


Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya harga b, dan s
adalah sebagai berikut :
b = ( p x 0,23 x bilangan skala ) meter
s = {( 1 - q ) x 0,23 x bilangan skala } meter
dimana :
p = besarnya overlap
q = besarnya sidelap
Jika diketahui harga p = 60 % , q = 30 % , dan skala foto = 1 :
10.000, maka dapat dihitung :
b = 0,6 x 0,23 x 10.000 = 1.380 meter
s = 0,7 x 0,23 x 10.000 = 1.610 meter

Pemetaan Fotogrametri 61
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

b. Titik Kontrol Tanah Vertikal


Penempatan titiik kontrol tanah vertikal tidak hanya ditempatkan pada
daerah sepanjang parimeter saja, melainkan juga dipasang pada bagian
tengah daerah yang akan dipetakan.
Jarak antara titik kontrol tanah vertikal dan penyebarannya sama dengan
pada titik kontrol horizontal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 4.2 beriktu ini :

Gambar 4.2. Konfigurasi titik kontrol tanah vertikal

2. Pemasangan Premark dan Benchmark


Tujuan dari pemasangan premark dan benchmark adalah untuk
memudahkan pengenalan titik-titik kontrol tanah pada foto udara, terutama
pada daerah pemotretan udara yang detailnya sukar sekali dikenal.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan premark
dan benchmark antara lain sebagai berikut :
a. Premark dan benchmark harus terletak pada daerah yang suda
direncanakan.

Pemetaan Fotogrametri 62
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

b. Premark dan benchmark harus dipasang pada daerah yang terbuka.


c. Khusus untuk benchmark harus dipasang pada daerah yang rata, agar
pengukurannya dapat dilakukan dengan mudah.
d. Premark dan benchmark harus dipasang dengan kuat pada tempat yang
stabil dan aman.
e. Khusus untuk premark warna ynag dipilih harus kontras dengan keadaan
di sekelilingnya.
Bentuk premark yang dipasang di lapangan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Premark


Rumus untuk ukuran premark adalah :
d  S / 30 mm
p  5 X d meter
Keterangan notasi :
d = lebar premark
p = panjang premark
S = bilangan skala foto udara

Pemetaan Fotogrametri 63
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

Sebagai contoh : bila skala foto udara yang akan dibuat adalah skala 1 :
10.000, maka diperoleh harga-harga :
d = 10.000 / 30 mm = 0.33 meter atau 0.4 meter
p = 5 X 0.4 meter = 2.0 meter

3. Pengukuran Titik Kontrol Tanah Horisontal


Patok-patok beton Benchmark (BM) yang sudah dipasang diukur
dengan alat ukur GPS type Geodetic GPS dengan metode statik. Sebelum
melakukan pengukuran GPS, terlebih dahulu membuat desain jaringan
pengukuran GPS. Desain harus dibuat di atas peta yang dibuat dengan
akurasi yang tinggi. Untuk wilayah kerja yang datar dan tidak bervegetasi
rapat, pembuatan peta tidak akan menemui banyak masalah berarti. Namun
untuk daerah yang bergelombang dan bergunung maka perlu energi ekstra
untuk memetakan wilayah yang ekstrim tersebut.
GPS atau nama lengkapnya NAVSTAR GPS (NAVigation Satellite
Timing and Ranging Global Positioning System) adalah system satelit
navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat.
Sistem ini di desain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi
serta informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa
bergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan.
Dibandingkan dengan sistem dan metode penentuan posisi lainnya,
GPS mempunyai banyak kelebihan dan menawarkan lebih banyak
keuntungan, baik dalam segi operasionalitasnya maupun kualitas posisi yang
diberikan. Di Indonesia, GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama yang
terkait dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang posisi. GPS
sendiri memiliki tingkatan ketelitian yang harus benar-benat diperhatikan.
Receiver GPS yang biasa dipakai umum untuk menentukan posisi suatu
tempat yang sering disebut GPS Navigasi memiliki ketelitian dari 5 hingga 30
meter. Tipe alat ini jelas tidak dapat digunakan untuk keperluan engineering.
Untuk keperluan konstruksi teknik sipil maupun penelitian harus
menggunakan receiver GPS tipe surveying yang memiliki ketelitian 10 ppm
atau receiver tipe Geodetik yang memiliki akurasi sekitar 3 ppm.

Pemetaan Fotogrametri 64
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

Klasifikasi Tipe Receiver GPS


GPS tipe geodetik berfungsi untuk kegiatan-kegiatan penentuan posisi
yang membutuhkan ketelitian yang tinggi, seperti :
1. Penentuan batas wilayah suatu negara
2. Penentuan posisi untuk membuat kerangka dasar pemetaan, dll.

Jenis GPS ini mempunyai ketelitian yang tinggi. Ketelitian GPS tipe
ini memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada GPS tipe navigasi. Karena
ketelitiannya yang tinggi, GPS tipe geodetic banyak digunakan untuk
keperluan geodesi(contoh :pengadaan jaring kerangka dasar titik-titik kontrol,
mempelajari dinamika bumi seperti yang berkaitan dengan pegerakan sesar-
sesar maupun lempeng benua yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi
gempa bumi ataupun letusan gunung berapi, menentukan parameter dari
pergerakan kutub, serta panjang hari).

Receiver GPS untuk penentuan posisi dengan tipe geodetik, yakni


receiver yang relatif paling canggih, paling mahal, dan juga memberi data
paling presisi. Komponen utama suatu receiver GPS secara umum terdiri
antena dengan pre-amplifier, bagian RF (Radio Frequency) dengan
pengidentifikasi sinyal dan pemroses sinyal, pemroses mikro untuk
pengontrolan receiver, data sampling dan pemroses data (solusi navigasi),
osilator presisi, catu daya, unit perintah dan tampilan, memori serta perekam

Pemetaan Fotogrametri 65
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

data. Setelah receiver diaktifkan akan diterima data digital dari satelit yang
mengorbit.
Ketelitian posisi yang didapatkan dari pengamatan GPS bergantung
dari 4 faktor, yaitu :
1. Ketelitian data, yang dipengaruhi :
a. Tipe data yang digunakan
b. Kualitas receiver GPS
c. Level dari kesalahan bias
2. Geometri satelit, yang dipengaruhi :
a. Jumlah satelit
b. Lokasi dan distribusi satelit
c. Lama pengamatan
3. Metode penentuan posisi, yaitu :
a. Absolute & differential positioning
b. Static, rapid static, pseudo-kinematik
c. One & multi monitor stations
4. Strategi pemrosesan data, yang diantaranya ialah :
a. Real time & post processing
b. Strategi eliminasi dan pengkoreksian kesalahan dan bias
c. Metode estimasi yang digunakan
d. Pemrosesan baseline & perataan jaring
e. Kontrol kualitas
Dalam pengolahan secara post processing, pengolahan dilakukan
setelah dilakukan pengamatan. data disimpan dalam memori alat, maupun
pada computer yang dihubungkan dengan receiver. Pada pengolahan data
secara post processing, pengamat bisa melakukan seleksi data. Data hasil
pengamatan akan relatif lebih teliti. Tipe geodetic merupakan receiver yang
relatif paling canggih, paling mahal, dan juga memberikan data paling presisi.
Receiver tipe geodetik yang beredar di pasaran seperti yang dikeluarkan
perusahaan-perusahaan Trimble 4.000 SSE dan 4.000 SSi, , Sokkia Stratus,
dan TopCon Hiper. Berikut ini diberikan contoh alat ukur GPS Sokkia Stratus
dan TopCon Hiper GB.

Pemetaan Fotogrametri 66
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

Gambar 4.4. Alat ukur GPS Sokkia Stratus

Gambar 4.5. Alat ukur GPS TopCon Hiper GB

Pemetaan Fotogrametri 67
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

Untuk keperluan perhitungan perataan GPS, tiap merk alat biasanya


dilengkapi software dan hardware berupa dongle, sehingga pembelian alat
GPS biasanya satu paket terdiri dari alat, software dan hardware.

Metode Pelaksanaan Pengukuran GPS


a. Strategi pengamatan GPS
Salah satu bagian terpenting dalam survey dengan GPS adalah
penerapan strategi pengamatan yang tepat. Strategi pengamatan sangat
menentukan lama pengamatan, efisiensi pemakaian logistic, serta data hasil
pengamatan GPS itu sendiri. Strategi pengamatan secara garis besar
meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
 Merencanakan disain dan geometris jaringan pengukuran yang
didasarkan pada spesifikasi teknis yang telah ditentukan.
 Menentukan kekuatan bentuk jaringan dengan mengacu pada jumlah
common point dan common baseline.
 Membuat perencanaan mobilisasi dan transportasi yang akan digunakan
untuk melaksanakan pemasangan tugu dan pengumpulan data.
 Membuat pembagian kerja dan tanggung jawab dengan mengacu pada
diskripsi kerja personil
 Mempersiapkan data prediksi kenampakan satelit (Satelit Visibility) untuk
menentukan saat pengamatan
 Mempersiapkan data prediksi nilai PDOP dan GDOP dengan sebaran
satelit yang memadai.
 Mempersiapkan data prediksi tentang jumlah dan ketinggian satelit yang
dapat diamati dengan elevasi minimal 15 derajat.
 Mempersiapkan data prediksi lintasan satelit (Sky Plot)

b. Teknik Pelaksanaan pengamatan GPS


Pekerjaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode pengukuran Static Relative positioning dengan memakai data hasil
pengamatan phase. Pekerjaan yang dilakukan dalam pelaksanaan
pengamatan sinyal satelit (pengumpulan data) adalah sebagai berikut:

Pemetaan Fotogrametri 68
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

 Masing-masing tim pengamat melakukan moving ke lokasi pengamatan


sesuai dengan jadwal pergerakan receiver dan time schedule waktu
pengamatan satelit dengan mengacu pada perencanaan window time
(nilai PDOP, GDOP, jumlah satelit, dsb) dari hasil perencanaan.
 Menyiapkan dan memasang receiver dan antena ke receiver
 Mengarahkan antena pada arah utara
 Menyalakan receiver dan inisialisasi data dengan memasukan data-data
yang diperlukan pada receiver, mis : Nama stasion, julian day, increment
(15 detik, minimal jumlah satelit memasukan data tinggi antena awal, dsb)

c. Teknik Pengolahan data

Pengolahan data jika menggunakan receiver dengan merk berbeda


secara garis besar terdiri atas dua bagian, yaitu: reduksi baseline dan
perataan jaring. Secara skematik dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Data Ukuran Data Ukuran Data Ukuran Data Ukuran


TopCon Hiper Gb TopCon Hiper Gb Sokkia Stratus Sokkia Stratus

Penentuan Vektor Baseline

KONTROL KUALITAS DAN PENGECEKAN

PERATAAN JARING

KOORDINAT DALAM SYSTEM WGS 84

TRANSFORMASI KOORDINAT DAN PROYEKSI

KOORDINAT DALAM SISTEM UTM

Gambar 4.6. Alur pengolahan data ukuran GPS

Pemetaan Fotogrametri 69
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

d. Reduksi baseline
Reduksi baseline adalah untuk menghitung panjang baseline
antara titik-titik pengamatan beserta nilai koordinat dari titik-titik yang
diamati, dimana terlebih dahulu dilakukan koreksi akibat pengaruh cycle
slip, noise, ionosphere dan integer ambiguity. Pengolahan data dilakukan
dengan processing mode baseline yang dapat dilakukan dengan
mempergunakan program modul program TopCon Tools dan Spectrum 3.3.
Untuk mencapai ketelitian yang memenuhi persyaratan maka
proses reduksi baseline juga menyertakan koreksi pengaruh refraksi
troposfir (model koreksi Hopfield) dan koreksi ionosfer (model koreksi
Klobuchar). Keseluruhan proses pengolahan dapat digambarkan secara
skematis seperti pada diagram dibawah ini:
Hasil yang diperoleh dari baseline processing adalah :
- Baseline ( Jarak antar satu stasiun ke stasiun lainnya )
- Koordinat masing-masing stasiun dalam sistem:
( X, Y , Z ) = Koordinat Kartesian 3-D geosentris
(x, y , z ) = Selisih koordinat kartesian antara dua titik.
( x, y, z ) = koordinat kartesian
(L,B,h ) = Koordinat Geodetik
( L, B, h) = Selisih koordinat geodetik antara dua titik
(L, B, h ) = Ketelitian koordinat geodetik

e. Kontrol Kualitas
Untuk baseline < 10 km, komponen lintang dan bujur dari kedua
baseline tidak boleh berbeda lebih besar dari 0.03 meter. Komponen tinggi
tidak boleh lebih besar dari 0.06 meter. Sedangkan untuk baseline > 10 km,
komponen lintang dan bujur dari kedua baseline tidak boleh berbeda lebih
besar dari 0.05 meter. Komponen tinggi tidak boleh berbeda dari 0.10
meter.

f. Perataan Jaring

Pemetaan Fotogrametri 70
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

Proses yang dilakukan dalam tahap ini adalah menghilangkan


kesalahan sistematis yang berdasarkan syarat geometri jaring pengukur
dan melakukan perataan untuk mengikat hasil ukuran dalam sistem jaring
kerangka lokal maupun nasional.

g. Transformasi Koordinat
Untuk memperoleh nilai koordinat dalam bidang datar sehingga
bisa digunakan untuk keperluan praktis maka dilakukan pekerjaan
transformasi. Proses yang dilakukan dalam tahap ini adalah perhitungan
Lintang, Bujur dan Tinggi terhadap spheroid pada datum DGN95 dan
perhitungan Koordinat menggunakan proyeksi UTM pada ellipsoid referensi
WGS - 84
Dalam pengukuran dengan menggunakan alat GPS maka tinggi
yang dihasilkan adalah tinggi diatas speroid dari datum yang digunakan.
Tinggi orthometrik dapat dicari dengan undulasi, misalnya dengan
menggunakan model geoid global EGM96 atau undulasi hasil pengurangan
tinggi ellipsoid dan fisik pada suatu titik, namun hasil perhitungan ini tidak
akan memenuhi syarat apabila akan dipakai untuk kontrol vertikal dalam
pembuatan peta skala besar.

4. Pengukuran Titik Kontrol Tanah Vertikal


Pengukuran waterpas dilakukan pada jalur titik kontrol vertikal
yang sudah ditandai dengan pemasangan benchmark di lapangan.
Metode pengukuran waterpas dilaukan sebagi berikut :
- Pengukuran dilakukan dengan alat ukur Waterpas otomatis
- Alat ukur waterpas yang digunakan harus dikalibrasi terlebih dahulu,
sehingga hasil ukuran dapat memenuhi syarat.
- Sebelum melakukan pengukuran waterpas pada pagi hari terlebih
dahulu harus dilakukan pengecekan kesalahan garis bidak, apabila
kesalahan garis bidik tidak memenuhi spesifikasi, maka harus
dilakukan kalibrasi alat.

Pemetaan Fotogrametri 71
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

- Setelah melakukan pengukuran waterpas pada sore hari dilakukan


pengecekan ulang kesalahan garis bidik.
- Pengukuran dilakukan double stand dan pergi – pulang
- Beda tinggi antara hasil ukuran pergi dan pulang harus selalu
dikontrol, apabila tidak memenuhi toleransi harus dilakukan
pengukuran ulang.

5. Pengukuran Spotheight
Pada pembuatan peta foto untuk keperluan perencanaan irigasi
biasanya memelukan ketelitian elevasi yang akurat, oleh karena itu
diperlukan pengukuran ketinggian titik detail (spotheight) dengan pengukuran
waterpas, pengukuran tachimetri menggunakan alat ukur theodolit dan
penggambaran dengan stereo plotter. Tujuan pengukuran Spotheight adalah
untuk memperoleh data ketinggian titik-titik detail yang ada di foto udara.
Berdasarkan ketinggan titik-titik detail tersebut, maka dapat digambarkan
kontur-kontur dengan interval tertentu sesuai dengan yang diinginkan.
Pengukuran spotheight dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai
dengan keadaan lapangan, diantaranya adalah dengan cara-cara sebagai
berikut :
1. Untuk daerah terbuka dan datar, pengukuran spotheight dapat dilakukan
dengan cara sipat datar. Pengukuran tinggi spotheight harus dimulai /
diikatkan pada benchmark yang terdekat. Untuk daerah yang terbuka
tetapi agak curam jika tidak dapat dilakukan pengukuran sipat datar, maka
dapat dilakukan dengan cara tachimetri yaitu menggunakan theodolit.
2. Untuk daerah yang tertutup dan sulit diidentifikasi, maka pengukuran
posisi horizontal dapat dilakukan dengan cara poligon, sedangkan posisi
vertikal dapat dilakukan dengan cara sipat datar atau cara tachimetri
sesuai dengan keadaan di lapangan.
3. Untuk daerah yang sangat sulit misalnya daerah rawa, maka penentuan
ketinggian titik detail dan penarikan garis kontur dapat dilakkan dengan
stereo plotter.
Pada waktu melakukan pengukuran di lapangan, selain melakukan
pengukuran spotheight biasanya juga melakukan pekerjaan identifikasi obyek

Pemetaan Fotogrametri 72
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

di lapangan untuk melengkapi data lapangan lainnya. Data-data lapangan


tersebut antara lain meliputi : nama desa, nama sungai, nama jalan serta
nama-nama obyek lainnya.

6. Hitungan Data Ukuran Lapangan


Semua data hasil ukuran lapangan harus dihitung secara langsung di
lapangan. Hitungan sementara di lapangan ini benrguna untuk mengecek
hasil ukuran, apakah sudah sesuai dengan spesifikasi teknik yang diinginkan.
Apabila terdapat kesalahn ukuran, maka harus dilakukan pengukuran ulang.

Apabila dari hitungan sementara hasilnya sudah baik, maka dilakukan


hitungan yang lebih teliti dengan menggunakan hitungan perataansehingga
diperoleh data yang definitif.

Data definitif hasil hitungan perataan yang terdiri dari data koordinat
tanah dan data ketinggian ini selanjutnya dapat digunakan untuk keperluan
triangulasi udara atau keperluan pekerjaan lainnya

1.2.2. Latihan

1. Jelaskan cara penempatan titik kontrol horisontal pada pemetaan fotogratri !


2. Jelaskan cara penempatan titik kontrol vertikal pada pemetaan fotogmetri !
3. Jelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasangan benchmark dan
premark pada pengadaan titik kontrol tanah !

1.3. Penutup
Pada pekerjaan pemetaan metode fotogrametris diperlukan titik kontrol
tanah baik titik kontrol tanah horisontal maupn titik kontrol vertikal. Konfigurasi
pemasangan titik kontrol tanah horisontal dan vertikal harus dilakukan dengan
spesifikasi teknik tertentu sesuai dengan standar pemetaan fotogrametri.
Pengukuran titik kontrol tanah horisontal dilakukan dengan alat ukur GPS tipe
Geodetic GPS. Pengukuran GPS dilakukan dengan metode static survey.
Sedangkan pengukuran titik kontrol vertikal dilakukan dengan metode

Pemetaan Fotogrametri 73
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

pengukuran waterpas. Selain pengukuran titik kontrol tanah, pada pembuatan


peta ortofoto diperlukan pengukuran spotheight dengan pengukuran waterpas
untuk keperluan pembuatan garis kantur.

1.3.1. Tes Formatif

1. Pada pekerjaan pemotretan udara direncanakan membuat foto udara skala


foto 1 : 10.000, overlap 60 % dan sidelap 25 %, hitung berapa besarnya jarak
pemasangan benchmark yang searah jalur pemotretan udara dan pada arah
tegaklurus jalur pemotretan udara !
2. Berdasarkan soal nomor 1, gambarkan konfigurasi pemasangan benchmark
dan premark untuk titik kontrol tanah horisontal dan titik konrol tanah vertikal.
3. Pada pekerjaan pemotretan udara direncanakan dibuat foto udara dengan
skala 1 : 15.000. Hitung besarnya ukuran premark pada pekerjaan
pengadaan titik kontrol tanah dan gambarkan bentuk dan ukuran premark !

1.3.2. Umpan Balik

Cocokan jawaban Saudara dengan kunci jawaban tes formatif. Kemudian


gunakan rumus dibawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan materi belajar.
Jumlah jawaban yang benar
Rumus penguasaan = x 100 %
Jumlah soal
Hasilnya sebagai berikut :
90 % -100 % : baik sekali
80 % -- 89 % : baik
70 % - 79 % : sedang
Kurang dari 69 % : kurang

1.3.3. Tindak Lanjut


Jika Saudara mencapai penguasaan 80 % ketas, maka Sadara dapat
meneruskan kegiatan belajar berikutnya. Jika nilai Saudara dibawah 80 %, maka
Saudara harus mengulang terutama pada materi yang belum Saudara kuasai.

Pemetaan Fotogrametri 74
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

1.3.4. Rangkuman
Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat rangkuman sebagai berikut :
1. Pada pekerjaan pemetaan fotogrametri diperlukan data titik kontrol tanh
horisontal dan titik kontrol tanah vertikal. Konfigurasi pemasangan benchmark
dan premark pada pengadaan titik kontrol tanah harus memenuhi kriteria
yang sudah ditetapkan.
2. Pengukuran titik kontrol horisontal pada pemetaan fotogrametri dilakukan
dengan metode satelit GPS. Peralatan ukur yang digunakan adalah GPS
Geodetic single frequensi (L1) atau double frequensi (L1 dan L2), sedangkan
pengukuran GPS dilakukan dengan metode static.
3. Pengukuran titik kontrol vertikal pada pemetaan fotogrametri dilakukan
dengan pengukuran waterpas.

1.3.5. Kunci Jawaban Tes Formatif


1. Untuk menghitung jarak antar benchmark pengadaan titik kontrol horisontal
pada pemetaan fotogrametri, kriteria yang digunakan adalah sbb :

- Searah jalur terbang, i = 2b, dengan b adalah lebar model.


- Pada arah tegak lurus jalur terbang i = s, dengan s adalah lebar strip yang
akan terbentuk.
Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya harga b, dan s adalah
sebagai berikut :

b = ( p x 0,23 x bilangan skala ) meter


s = {( 1 - q ) x 0,23 x bilangan skala } meter
dimana : p = besarnya overlap ; q = besarnya sidelap
Besarnya overlap = 60 % , sidelap = 30 % , dan skala foto = 1 : 10.000
Dengan data tersebut dapat dihitung besarnya b dan s sebagai berikut :
b = 0,6 x 0,23 x 10.000 = 1.380 meter
s = 0,7 x 0,23 x 10.000 = 1.610 meter
Berdasarkan hitungan tersebut :
- Jarak antar benchmark searah jalur terbang, i = 2b = 2.760 meter
- Jarak antar benchmark pada arah tegak lurus jalur terbang i = s = 1.610
meter

Pemetaan Fotogrametri 75
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

2. a. Konfigurasi pemasangan benchmark dan premark untuk titik kontrol


horisontal adalah sebagai berikut :

Dengan ketentuan besarnya 2b = 2.760 meter dan s= 1.610 meter

a. Konfigurasi pemasangan benchmark dan premark untuk titik kontrol vertikal


adalah sebagai berikut :

Dengan ketentuan besarnya 2b = 2.760 meter dan s= 1.610 meter

Pemetaan Fotogrametri 76
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

3. Jika skala foto udara yang akan dibuat adalah skala 1 : 15.000, maka ukuran
premark adalah sebagai berikut :
d = 15.000 / 30 mm = 0.50 meter
p = 5 X 0.5 meter = 2.5 meter
Bentuk dan ukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

DAFTAR PUSTAKA
1. Avery, T. Eugene, 1990, ” Penafsiran Potret Udara”, Akademika Pressindo,
Jakarta.
2. Brinker, Russel C and Wolf, Paul R., 1997, ” Dasar-Dasar Pengukuran
Tanah ”, Erlangga, Jakarta.
3. Ligterink, G.H, ”Dasar-Dasar Fotogrametri – Interpretasi Foto Udara ”, UI
– Press, Jakarta, 1987.
4. Moffit, F.H., and Mikhail, E.M., 1980, ” Photogrammetry”, Third Edition,
Harper Co, USA.
5. Sosrodarsono, Suyono., dan Takasaki Matayoshi, 1981, ” Pengukuran
Topografi dan Teknik Pemetaan ”, Pradyana Paramita, Jakarta.
6. Wolf, Paul R., 1974, ” Element of Photogrametry ”, Mc. Graw Hill
Kagakusha Ltd, Tokyo, Japan.

Pemetaan Fotogrametri 77
Pengadaan Titik Kontrol Tanah

SENARAI
1. Pada pekerjaan pemetaan fotogrametri diperlukan pengadaan titik
kontrol tanah horisontal dan vertikal dengan kriteria tertentu susuai spesifikasi
teknik yanhg diinginkan.
2. Selain benchmark pada pekerjaan pengadaan titik kontrol tanah juga
dilakukan pemasangan premark dengan bentuk dan ukuran tertentu. Premark
digunakan untuk keperluan identifikasi lapangan dari udara pada saat
pemotretan udara, sehingga lokasi pemotretan tidak keluar dari jalur yang
direncanakan.
3. Titik kontrol horisontal diukur dengan metode satelit GPS dan untuk titik
kontrol vertkal diukur dengan metode waterpas.

Pemetaan Fotogrametri 78

Anda mungkin juga menyukai