Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

PENGUKURAN DAN PEMETAAN KADASTRAL

Disusun Oleh:
ZULKARNAIN ANSAR
NIM. 13222791
Kelas B

KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/


BADAN PERTANAHAN NASIONAL
SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2015

Rekonstruksi Batas Bidang Tanah


A. Pengertian Rekonstruksi Batas
Tanda batas bidang tanah yang telah terdaftar dapat hilang akibat dari faktor alam
atau dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atas bidang tanah tersebut. Hal
ini dapat menyebabkan adanya penyerobotan tanah dari pemilik tanah yang berbatasan baik
dengan kesengajaan maupun tidak sengaja, sehingga menimbulkan sengketa dikemudian hari.
Penempatan kembali tanda batas tersebut dapat dilakukan dengan rekonstruksi
batas bidang tanah. Data yang berasal dari gambar ukur dapat digunakan untuk
rekonstruksi batas bidang tanah karena memuat data ukuran asli dari lapangan. Data
Gambar Ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil pengamatan secara
terrestris dimana batas bidang tanah diikatkan TDT yang sistem kerangka referensinya
menggunakan DGN 1995.
Pengukuran rekonstruksi detail atau yang biasa dikenal pada pekerjaan survei
engineering adalah stakeout yang pada pengukuran kadastral lebih dikenal dengan sebutan
pengukuran rekonstruksi batas. Pengukuran tersebut dilakukan apabila batas-batas bidang
tanah/persil hilang, berubah atau adanya sengketa batas.
Rekonstruksi batas adalah mengembalikan atau meletakkan patok-patok batas
bidang tanah yang hilang atau berpindah tempat namun telah diukur sebelumnya ke posisi
awal yang sama antara sebelum dan sesudah direkonstruksi berdasarkan dokumen dan data
yang valid.
Rekonstruksi batas bidang tanah pada Kantor Pertanahan prioritas data yang
mempunyai keakuratan data paling baik berurutan antara lain :
a.
b.
c.
d.

Dari data ukur (Gambar Ukur)


Surat Ukur
Peta pendaftaran
Warkah
Prinsip-prinsip rekonstruksi sebagai berikut :
a. Apa yang tercantum dalam dokumen pengukuran dianggap benar
b. Metode rekonstruksi minimal sepadan dengan metode saat pengukuran
c. Hasil rekonstruksi merupakan hasil baru yang minimal memiliki ketelitian yang
sepadan dengan sebelumnya, dan
d. Rekonstruksi adalah proses surveyor menemukan kembali batas yang sebenarnya.
B. Metode Rekonstruksi Batas
Ada beberapa cara/metode rekontruksi batas/detail antara lain:
a. Metode Orthogonal (offset).

Metode offset merupakan metode paling sederhana, karena selain dengan


mempergunakan peralatan theodolite juga dapat mempergunakan prisma sikusiku (untuk membuat garis tegak lurus). Penggunaan theodolit untuk metode
offset sebenarnya hanya menggantikan fungsi prisma siku-siku untuk menentukan
garis tegak lurus antara titik yang akan direkontruksi terhadap garis ukur. Tahapan
pengukuran dilakukan dengan penentuan garis proyeksi titik detail terhadap garis
ukur dengan cara mengeset bacaan sudut pada theodolit sebesar 90 derajat.
Metode ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan dua buah pita ukur yang
mengacu pada dua buah titik refensi yang telah diketahui koordinatnya.
b. Metode polar (sudut dan jarak atau azimuth dan jarak).
Metode polar paling banyak digunakan karena memiliki kelebihan apabila
dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Tingkat ketelitian hasil pengukuran
rekonstruksi dapat disesuaikan dengan tingkat ketelitian yang diiginkan
berdasarkan ketelitian alat ukur yang digunakan. Tingkat ketelitian rekontruksi
batas dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1). Ketelitian rendah: cukup mempergunakan theodolit tingkat ketelitian bacaan
20" dan jarak optis dengan mempergunakan rambu ukur.
2). Ketelitian sedang: cukup mempergunakan theodolit dengan tingkat ketelitian
bacaan 10" dan jarak ditentukan dengan pita ukur.
3). Ketelitian tinggi: cukup mempergunakan theodolit dengan tingkat ketelitian
bacaan 1" dan jarak diukur dengan alat EDM atau dengan adanya kemajuan
teknologi pada saat ini rekonstruksi detail banyak digunakan peralatan Total
Stasion atau pelatan GPS.
c. Metode koordinat dan titik bantu.
Perkembangan teknologi satelit GPS khususnya dalam bidang penentuan
posisi memudahkan setiap titik di permukaan bumi dapat ditentukan posisinya.
Kemudahan tersebut telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
bidang survei dan pemetaan, termasuk salah satunya adalah untuk keperluan
rekonstruksi batas bidang tanah dengan metode koordinat. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi dalam metode ini adalah:
1). koordinat titik-titik batas bidang yang akan direkonstruksi harus dalam sistem
koordinat yang sama dengan sistem koordinat yang ditentukan dengan
pengukuran GPS,

2). apabila batas-batas bidang yang akan direkonstruksi bukan pada sistem lembar
peta nasional atau pada saat pengukuran bidang mempergunakan sistem
koordinat lokal maka sistem koordinat lokal tersebut terlebih dahulu harus
ditransformasi ke sistem grid koordinat lembar peta nasional, dan
3). dibutuhkan minimal dua buah receiver GPS dengan satu receiver ditempatkan
pada stasiun koordinat yang sudah diketahui dari hasil perapatan titik kontrol
geodesi sebelumnya dan satu receiver lagi ditempatkan pada t i t i k di sekitar
lokasi yang akan ditentukan poisinya. Jenis peralatan GPS yang digunakan
harus memiliki kemampuan menentukan posisi secara differential real time
positioning artinya posisi ditentukan pada saat itu juga tanpa harus melalui
prosessing data terlebih dahulu.

Secara umum proses rekonstruksi batas bidang tanah :

Perencanaan metode
Pencarian lokasi
titik-titik batas
persil di lapangan

pengukuran
berdasarkan bahan
rencana yang

Penentuan kembali
koordinat titik-titik
batas persil tanah.

tersedia

Penggunaan dari beberapa metode di atas harus disesuaikan dengan kondisi dan
situasi lapangan, ketelitian hasil rekonstruksi yang diinginkan serta peralatan yang
digunakan. Persyaratan geometris dari penentuan metode rekonstruksi di atas perlu
disesuaikan dengan metode pengukuran pada saat pengukuran bidang atau parsil
dilaksanakan, misalnya pada waktu pengukuran bidang menggunakan metode offset, maka
untuk keperluan rekontruksi batas akan lebih mudah apabila mempergunakan metode
Offset kembali.
Pada dasarnya, kegiatan rekonstruksi batas dapat digunakan kombinasi antara
penerapan GNSS CORS dengan metode Terrestrial. Dalam penerapannya, sistem kerangka
referensi GNSS CORS BPN RI menggunakan ITRF 2008 sedangkan survei yang
sebelumnya berdasarkan DGN 95 dengan acuan ITRF 92, maka akan terdapat perbedaan

koordinat. Tentunya data koordinat TDT dan batas bidang tanah sistem lama tersebut tidak
dapat secara langsung digunakan untuk pelaksanaan rekonstruksi. Perlu dilakukan
transformasi koordinat terlebih dahulu sebelum dilakukan rekonstruksi. Transformasi
koordinatnya dilakukan terhadap koordinat TDT

berdasarkan sistem lama (DGN 95

dengan acuan ITRF 92) ditransformasikan ke sistem baru (ITRF 2008).


Transformasi koordinat diperoleh dari hasil pengukuran TDT metode statik
pengolahan data post processing dengan base station Kantor Pertanahan Kabupaten
Sleman dan metode transformasi koordinat yang digunakan adalah metode Helmert karena
diangggap paling teliti oleh penelitian sebelumnya dengan varian posteriori ( 2 ) =
1.143020313.
Pada pendaftaran tanah pertama kali, untuk teknis pengukuran bidang tanahnya
harus diikatkan ke titik ikat atau TDT. Permasalahan dalam kegiatan rekonstruksi batas
bidang tanah adalah ketersediaan titik ikat (TDT) yang ada di lapangan yang telah
bergeser, hilang atau letaknya yang sangat jauh.
Tingkat ketelitian penentuan posisi GNSS CORS dapat terpenuhi jika lokasinya
terbuka. Kelebihan ini akan dimanfaatkan dalam perencanaan titik ikat baru dalam
rekonstruksi batas bidang tanah. Titik ikat ini akan diupayakan pada daerah terbuka yang
dapat dengan mudah dijangkau oleh bidang tanah yang akan direkonstruksi. Kendalanya
adalah bidang tanah yang mempunyai obstruksi, misalnya bidang tanah yang mempunyai
obstruksi pemukiman dan vegetasi. Penggunaan GNSS CORS untuk daerah yang
mempunyai obstruksi akan menyebabkan penerimaan sinyal terganggu dan mempengaruhi
ketelitian hasil pengukuran.
Rekonstruksi batas bidang tanah merupakan suatu bentuk pelayananan di Kantor
Pertanahan yang memerlukan efesiensi dan efektifitas kerja. Maka perencanaan dalam
rekonstruksi batas merupakan hal yang sangat penting. Ketersediaan peta citra di Kantor
Pertanahan akan sangat membantu dalam mengidentifikasi lokasi bidang tanah yang akan
direkonstruksi. Identifikasi tersebut dilakukan untuk mengetahui obstruksi bidang tanah.
Apabila lokasi bidang tanah yang akan direkonstruksi teridentifikasi mempunyai obstruksi,
maka kemudian dapat direncanakan rekonstruksi dengan metode kombinasi GNSS CORS
dan terrestris. Penelitian ini akan menerapkan metode terrestris untuk rekonstruksi yang
bidang tanahnya mempunyai obstruksi, sedangkan metode GNSS CORS akan diterapkan
pada rekonstruksi titik ikat yang dibuat baru yang dikarenakan titik ikat yang lama (TDT)

telah hilang atau sudah tidak efektif lagi (telah mengalami pergeseran atau letaknya yang
sangat jauh dari bidang tanah).
C. PELAKSANAAN REKONSTRUKSI BATAS BIDANG TANAH
a. Rekonstruksi batas bidang tanah dari aspek teknis
Rekonstruksi batas bidang tanah di lapangan memerlukan syarat-syarat teknis
sebagai berikut :
1. Terdapat gambar rencana yang memuat ukuran-ukuran ricikan bidang tanah
dan pengikatannya. Yang berupa GU (DI107 dan DI107A) dan/atau arsip SU
dan/atau SU dan/atau peta pendaftaran yang dibuat dalam proses pendaftaran
tanah sebelumnya dan/atau GIM (Graphical Indeks Mapping) dan/atau citra
beresolusi tinggi yang dapat diturunkan angka-angka ukurnya.
2. Terdapat infrastruktur pengukuran dalam pekerjaan rekonstruksi yaitu patok
batas

di

sekitar

bidang,

tugu

TDT,

objek-objek

tetap

yang

dijadikanikatan/acuan.
b. Ketelitian rekonstruksi batas bidang tanah.
Hasil rekonstruksi merupakan hasil baru yang minimal memiliki ketelitian yang
sepadan dengan sebelumnya. Terkait ketelitian rekonstruksi sangat berpengaruh
pada pemenuhan akurasi titik stake out yang diinginkan. Akurasi titik stake out
dapat tercapai dipengaruhi oleh standar deviasi titik stake out yang dicapai nilainya
lebih kecil dari nilai standar deviasi titik stake out yang diinginkan.
c. Rekonstruksi batas bidang tanah dari aspek yuridis
Batas bidang tanah secara hukum merupakan bidang permukaan menetapkan
diawalinya dan diakhirinya pemilikan tanah seseorang. Istilah batas terjamin atau
guaranteed boundary merupakan batas setelah memenuhi asas kontradiktur
delimitasidan dan telah dilakukan penetapan batas oleh Pemerintah melalui
pengukuran secara cermat dan jeli, data rekaman letak batas tersebut dapat
digunakan untuk rekonstruksi batas bidang tanah. Apabila penetapan batas tidak
dilakukan secara asas kontradiktur delimitasi, maka penetapan batas dilakukan
dengan keputusan hakim.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 menjelaskan mengenai penetapan batas bisa dilaksanakan apabila
sudah ada kesepakatan. Sebagai penjelasan dari Pasal 18 PP No. 24/1997 :
Pemegang hak atas bidang tanah yang belum terdaftar atau yang sudah
terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau yang surat
ukur/gambar situasinya sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan yang
sebenarnya, dan pihak lain yang menguasai bidang tanah yang

bersangkutan,

dalam

pendaftaran

tanah

sistematik,

diwajibkan

menunjukkan batas-batas bidang tanah yang bersangkutan dan, apabila


sudah ada kesepakatan mengenai batas tersebut dengan pemegang hak atas
bidang tanah yang berbatasan memasang tanda-tanda batsnya
Pasal 17 PP No.24/1997 juga menjelaskan bahwa dalam penetapan batas bidang
tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang
berkepentingan. Penataan batas dimaksudkan apabila tidak adanya patok batas
bidang tanah yang ditemukan dan penataan batas ini juga dapat dilaksanakan pada
saat rekonstruksi batas bidang tanah. Petugas ukur mempunyai peran untuk
menetapkan batas sebelum melaksanakan pengukuran dan dituangkan dalam Daftar
Isian 201 Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas atau Daftar Isian
201A Berita Acara Penataan Batas apabila dilaksanakan penataan batas.
d. Rekonstruksi batas bidang tanah dari aspek Administratif
Prosedur pelaksanaan rekonstruksi batas bidang tanah serta syarat-syarat yang
perlu dilengkapi oleh pemohon diatur dalam Perkaban No.1/2010. Sedangkan biaya
untuk rekonstruksi batas bidang tanah diatur dalam PP No.13/2010 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan
Pertanahan Nasional.
Lampiran II Perkaban No. 1/2010
Dasar Hukum :
1. UU No.5/1960
2. PP No.24/1997
3. PP No.13/2010
4. PMNA/KBPN No.3/1997

Persyaratan:
1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau
kuasanya di atas materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan

3. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang
telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
4. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket bagi Badan Hukum
5. Fotocopy Sertipikat yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
Biaya:
Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan
negara
bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Waktu:
12 (dua belas) hari untuk luasan tidak lebih dari 40 Ha
30 (tiga puluh) hari untuk luasan lebih dari 40 Ha
Keterangan:
Formulir permohonan memuat:
1. Identitas diri
2. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
3. Pernyataan telah memasang tanda batas
Tujuan dari rekontruksi batas tersebut adalah :
1. Memasang dan menetapkan batas bidang tanah sesuai dengan data pengukuran
pendaftaran tanah pertama kali.
2. Terpasangnya kembali batas bidang tanah ( patok ) yang hilang.
3. Memperjelas batas bidang tanah yang di sengketakan (dipermasalahkan)
4. Tercapainya Kejelasan batas bidang tanah sehingga sewaktu di perlukan
misalnya penunjukan batas bidang tanah jelas, sehingga calon pembelipun
tentunya lebih mantab dan bukan keragu-raguan yang di informasikan
Pada Pasal 4 ayat (1) PP No.13/2010 tarif pelayanan pengukuran dan pemetaan
batas bidang tanah dihitung dengan rumus :
a.

Luas tanah sampai dengan 10 hektar


L

Tu = ( ------ x HSBKu ) + Rp.100.000,00


500
b.

Luas tanah lebih dari 10 hektar sampai dengan 1.000 hektar


L
Tu = ( -------- x HSBKu ) + Rp.14.000.000,00
4.000

c.

Luas tanah lebih dari 1.000 hektar


L
Tu = ( --------- x HSBKu ) + Rp.134.000.000,00
10.000

Keterangan :
HSBKu = Harga Satuan Belanja Khusus Kegiatan Pengukuran yang berlaku untuk
tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan
keluaran (output) kegiatan.
Prosedur Pengukuran Bidang Tanah :

Tahap 1 Pemohon mendaftarkan permohonan pengukuran bidang tanah berupa


rekonstruksi batas. petugas loket pelayanan melakukan penerimaan dan

pemeriksaan dokumen permohonan.


Tahap 2 Setelah memenuhi syarat maka dilanjutkan oleh petugas loket
pembayaran yang menerima pembayaran biaya pengukuran yang telah dihitung

sesuai PP No. 13 Tahun 2010 dan berdasarkan luas yang akan diukur.
Tahap 3 Apabila rekonstruksi batas merupakan wewenang Kantah, kemudian
dilaksanakan proses layanan yang pelaksanaan rekonstruksi batas dengan

dihadiri pemohon,tetangga berbatasan dan perwakilan aparat desa/kelurahan.


Tahap 4a dan 4b Merupakan rekonstruksi dilaksanakan apabila wewenang

pengukuran oleh Kantor Wilayah dan Pusat.


Tahap 5 penerbitan Peta Bidang, Surat Keterangan, dan Peta Situasi hasil

rekonstruksi batas.
Kemudian pada tahap 6 petugas loket pelayanan menyerahkan Peta Bidang,
Surat Keterangan, dan Peta Situasi kepada pemohon.

e. Rekonstruksi batas bidang tanah dari aspek sosial

Aspek sosial masyarakat tidak terlepas dari teori konflik. Kehidupan masyarakat
mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi terkait dengan permasalahan, terlebih
permasalahan pertanahan. Permasalahan pertanahan yang terjadi karena sengketa
batas bidang tanah lebih banyak diselesaikan tanpa musyawarah pemecahan
permasalahaan karena sifat egois antara para pihak terkait. Rekonstruksi batas
bidang tanah berperan sangat penting sebagai cara meminimalkan permasalahan
sengketa batas bidang tanah.
Pelayanan rekonstruksi batas bidang tanah juga sangat terkait dengan prosedur tata
kelola GU sebagai data otentik untuk pelaksanaan rekonstruksi batas bidang tanah.
Penyimpanan yang memudahkan dalam pencarian GU saat dibutuhkan kembali ketika
pelaksanaan rekonstruksi batas bidang tanah. Hal ini diatur dalam PP No. 24/2010 yang
merupakan proses penyempurnaan dari PP No. 10/1961 tentang pendaftaran tanah yaitu
penyimpanan GU yang dilakukan per tahun.

D. PERMASALAHAN DALAM REKONSTRUKSI BATAS


Masalah-masalah yang timbul pada saat pengembalian batas:
1. Gambar ukur dan peta pendaftaran tidak ditemukan.
2. Data dalam Gambar Ukur tidak memenuhi kaidah teknis.
3. Kekeliruan data. Biasanya pengajuan pengembalian batas dilakukan karena ada
masalah batas. Misalnya Tuan B mengajukan pengembalian batas bidang tanah
pada batas sebelah barat. Posisi tanah tegak lurus sedangkan gambar disertipikat

miring .Tuan B selama ini tidak mempunyai masalah batas dengan tuan A.
Namun ketika dia membaca peta, dia mengetahui sebagian tanah A masuk dalam
sertipikatnya. Oleh karena itu, tuan B mengajukan permohonan pengembalian
batas. Motifnya adalah serakah. Ingin agar BPN memasang patok sesuai dengan
data pada sertipikat, karena tanah sangat bernilai. Oleh karena itu, pengembalian
batas dilakukan tidak hanya mendudukan batas sesuai gambar, tetapi juga
melakukan penelitian. Disini dibutuhkan kecerdasan dari petugas ukur dalam
mengambil keputusan. Jika hal ini menemukan perdamaian, maka dilakukan
pengukuran ulang, sehingga dilakukan perbaikan pada Gambar Ukur dan Surat
Ukur.

Referensi :
Abidin, Hasanuddin Z. 2001 . Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita.
Hendra,Yudha Hidayat.2013.Skripsi Pelaksanaan Rekonstruksi Batas Bidang Tanah Dari
Aspek Teknis, Yuridis, Administratif dan Sosial di Kantor Pertanahan Kabupaten
Banyuwangi. Yogyakarta : STPN
Kariyono.2014. Skripsi Rekonstruksi Batas Bidang Tanah Menggunakan Jaringan
Referensi Satelit Pertanahan. Yogyakarta : STPN

Sumitro, Ade. Skripsi Pelaksanaan Rekonstruksi Batas dalam Upaya Penyelesaian


Sengketa Batas Bidang Tanah dari Aspek Yuridis di Kantor Pertanahan
Kabupaten Kubu Raya. Yogyakarta : STPN

Anda mungkin juga menyukai