Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH ENVIRONMENTAL DISCLOSURE TERHADAP NILAI

PERUSAHAAN DENGAN PROFITABILITAS SEBAGAI VARIABEL


MODERASI

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek


Indonesia)

Oleh:

TRI FITRIANTO SURATNO

F0314104

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Sebuah perusahaan jika sudah beroperasi, maka proses bisnis yang
dilakukan oleh perusahaan akan berpotensi menimbulkan dampak negatif
dan/atau positif terhadap lingkungannya. Pada dasarnya dampak yang
timbul dari proses bisnis perusahaan itu dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu dampak bio-fisika-kimia dan dampak sosial. Contoh dari
dampak bio-fisika-kimia misalnya pencemaran air, pencemaran udara,
kerusakan keanekaragaman hayati, atau pengurangan cadangan air tanah
(Anonim, 2008). Semua jenis-jenis dampak yang telah ditimbulkan oleh
perusahaan tersebut akan memberikan risiko yang mempengaruhi bisnis
yang dijalankan oleh aktivitas perusahaan. Misalnya kerusakan
keanekaragaman hayati yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan akan
berisiko pertanggungjawaban dalam bentuk tuntutan pidana dan perdata.
Perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya harus memperhatikan
dampaknya terhadap kondisi lingkungan dan sosial serta berupaya untuk
meminimalkan dampak negatif dan mengubahnya menjadi dampak yang
positif.
Tujuan perusahaan dalam menjalankan bisnisnya secara umum
yaitu keuntungan, keberlangsungan, pertumbuhan, dan tanggungjawab
sosial perusahaan. Tiga dari tujuan tersebut diperjuangkan perusahaan
supaya tercapai karena perusahaan harus mempertanggungjawabkannya
secara konvensional kepada para investor atau pemegang saham.
Tanggung jawab sosial dituntut karena akibat yang ditimbulkan operasi
perusahaan bukan hanya ditanggung pemegang saham namun juga
stakeholders, seperti pemerintah masyarakat, pelanggan dan lingkungan
(Harsono, 2000:1).
Mendirikan perusahaan pasti mempunyai tujuan untuk memperoleh
laba yang maksimal bagi para pemilik perusahaan. Cost-benefit suatu
aktivitas perusahaan menjadi pertimbangan utama dalam memaksimalkan

2
laba perusahaan. Atas dasar alasan ini kemudian terjadinya pengabaian
terhadap prinsip-prinsip dari memaksimalkan laba itu sendiri, contoh
diantaranya pengabaian aspek-aspek dari hubungan kemanusiaan dengan
tenaga kerja perusahaan tersebut, lingkungan, dan masyarakat sekitar,
sedangkan aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi
going concern perusahaan secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan kata lain jika terjadi hal-hal yang mengancam kontinuitas
perusahaan, maka jalan keluarnya mengandung cost yang relatif lebih
tinggi Jafar dan Amalia, 2006:2)
Implikasi dari pelanggaran prinsip-prinsip maksimalisasi laba
diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan
serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan, seperti
masalah pencemaran lingkungan yang terjadi di Indonesia dan negara-
negara lain. Masalah ini tidak akan terjadi jika manajer perusahaan
memegang komitmen pada pemenuhan tanggungjawab sosial terhadap
kebersihan lingkungan (Jafar dan Amalia, 2006:3).
Dampak buruk dari pengelolaan lingkungan serta rendahnya
pehatian akan lingkungan dari aktivitas bisnis industri harus segera
dipikirkan mengingat semakin banyaknya permasalahan lingkungan di
Indonesia ini. Contoh dari gejala-gejalanya adalah seperti bencana yang
terjadi akhir-akhir ini seperti kebakaran hutan di kalimantan, tanah longsor
dan banjir di Jawa. Serta kurangnya air bersih akibat aktivitas
pertambangan di Belitung Timur.
Hutomo (1996) dalam Harono (2000:6) mencatat tiga
permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan aktivitas bisnis. Pertama,
permasalahan lingkungan hidup, terutama di kota-kota besar, telah
dianggap berada pada tingkat yang membahayakan. Masyarakat sudah
kesulitan memperoleh air bersih dan menghirup udara segar. Penurunan
kualitas atau kerusakan alam ini lebih banyak disebabkan oleh dampak
negatif aktivitas industri. Kedua, dalam perdagangan bebas, produk
disyaratkan harus bersahabat dengan lingkungan, memaksa perusahaan
harus menyusun strategi bisnis yang menyeluruh. Aspek lingkungan tidak
boleh dipandang sebagai program sambilan bila perusahaan ingin

3
mempertahankan hidupnya. Ketiga, lemahnya ilmu pengetahuan dan
teknologi serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah
menumbuhkan kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat. Di
samping itu, tekanan politis terhadap perusahaan makin kuat akibat
pemerintah mengadopsi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2)
mengemukakan besarnya dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan
terhadap lingkungannya membuat masyarakat menginginkan agar dampak
negatif tersebut dikontrol sehingga social cost yang ditimbulkannya tidak
semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang selama ini
dikenal hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan
pihak ketiga, dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya
merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga,
tetapi juga dengn lingkungannya.
Harahap (1993) dalam Almilia dan Wijayanto (2007:2)
menjelaskan bahwa hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat
non-reciprocal, artinya transaksi itu tidak menimbulkan prestasi timbal
balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang mencatat,
mengukur, melaporkan dampak luar tersebut adalah Socio Economic
Accounting (SEA), Environmental Accounting, atau Social Responsibility
Accounting.
Djogo (2006) dalam Almilia dan Wisayanto (2007:2) menyatakan
konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak
tahun 1970-a di Eropa. Konsep ini muncul akibat tekanan lembaga-
lembaga bukan pemerintah dan meningkatkan kesadaran lingkungan di
kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan
menerapkan pengelolaan lingkungan bukan hanya kegiatan industri demi
bisnis saja.
Mulyono (2002:1) mengungkapkan bahwa ketika ada masalah
yang menjadi fokus utama dalam agenda politik tahun 1980-an,
keprihatinan mulai berkembang dimulai dari skala nasional menjadi skala
internasional. Contoh dari isu-isu tesebut yaitu meningkatnya suhu bumi
yang disebut dengan global warming, hujan asam, serta menipisnya
lapisan ozon.

4
Sejak itulah banyak industri dan perusahaan jasa besar dunia yang
berjuang dengan menggunakan konsep pelaporan keuangan yang berkaitan
dengan lingkungan. Perusahaan-perusahaan mulai menerapkan akuntansi
lingkungan. Banyak perusahaan yang berusaha untuk peduli dengan
laporan keuangan yang berkaitan dengan biaya lingkungan yang bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi dari pengelolaan lingkungan dengan
melakukan penilaian terhadap kegiatan lingkungan dari sudut pandang
biaya (environmental cost) dan manfaat (economic benefit). Namun
beberapa dari lainnya masih bersikap pasif atau bahkan cenderung
menghindari terhadap biaya lingkungan tesebut. Akuntansi lingkungan
dapat diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian
yang kuantitatif tentang biaya dan manfaat atau efek perlindungan
lingkungan (environmental protection) (Gunawan, 2004:41).
Kita telah memasuki abad ke 21 dengan kesadaran mendalam
bahwa nasib negara akan semakin ditentukan oleh kekuatan persaingan
global. Keputusan-keputusan operasi, investasi, dan pendanaan
pembiayaan diwarnai oleh implikasi internasional. Sejalan dengan ini,
laporan keuangan menjadi hal penting untuk memberikan gambaran
mengenai keadaan suatu perusahaan berupa aktiva, hutang, modal dan
laporan laba rugi selama suatu periode tertentu. Agar hal itu dapat dicapai,
perlu suatu pengungkapan (disclosure) yang jelas mengenai data akuntansi
dan informasi lain yang relevan (Ikhsan, 2008:131).
Di Indonesia, kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang terkait
dengan pengelolaan lingkungan telah dipikirkan oleh pemerintah. Adanya
undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta
penerapannya di dalam industri dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas serta Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun menjadi bukti bahwa pemerintah peduli terhadap
pengelolalan lingkungan. Namun undang-undang dan peraturan tersebut
perlu dievaluasi efektivitasnya di lapangan terkait dengan pengelolaan

5
lingkungan agar dalam praktiknya hal tersebut tidak hanya menjadi sebuah
regulasi semata.
Bahkan di Indonesia pemerintah melalui Kementerian Lingkungan
Hidup telah membentuk program yang disebut dengan PROPER. Program
tersebt merupakan bentuk penataan lingkungan hidup perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menilai kinerja
lingkungan perusahaan serta memacu agar perusahaan semakin peduli
terhadap lingkungannya. Respon baik dari perusahaan-perusahaan di
Indoneisa terus meningkat atas program PROPER dalam hal penilaian
kinerja lingkungan perusahaan. Hal ini ditandai dengan adanya kenaikan
jumlah peserta dari tahun 2006/2007 sejumlah 627 menjadi 750 peserta
pada tahun 2008/2009.
Pada bidang akuntansi, akuntan menjadi pihak yang berperan
sangat penting karena adanya akses untuk masuk ke dalam informasi
keuangan sebuah perusahaan tersebut. Perhitungan dan penilaian yang
telah dilakukan oleh akuntan akan mempermudah manajer dalam hal
pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pengelolaan serta
pelestarian lingkungan. Pada ilmu akuntansi disclosure biaya lingkungan
telah lama dirumuskan dan keberadaannya dirasakan semakin penting.
Dalam hal ini akuntansi mempunyi peran yang sangat penting sebagai
media pertanggungjawaban publik (public accountability) atas
pengelolaan lingkungan oleh perusahaan.
Gray (1993) dalam Lindrianasari (2007:160) mengungkapkan
sebagian besar pengungkapan informasi sosial pada laporan keuangan
tahunan yaitu memuat informasi mengenai tenaga kerja, lingkungan, dan
masyarakat. Pengungkapan lingkungan adalah bagian dari pengungkapan
laporan keuangan. Maka dari itu informasi lingkungan adalah salah satu
bagian yang penting dari suatu laporan keuangan perusahaan. Hal ini
diperkuat pada regulasi yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada bagian kedua Laporan
Tahunan Pasal 66 ayat (2) c yaitu memuat laporan pelaksanaan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
Pfleiger, et. Al. (2005) dalam Jafar dan Amalia (2006:3)
mengungkapkan bahwa usaha-usaha dalam melestarikan lingkungan yang

6
dilakukan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan,
diantaranya yaitu ketertarikan pemegang saham dan stakeholders terhadap
keuntungan perusahaan akibat dari pengelolaan lingkungan yang
bertanggung jawab di masyarakat. Disamping itu, pengelolaan lingkungan
yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintahan serta
meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan keuntungan ekonomi. Ferreira (2004) dalam Jafar dan
Amalia (2006:3) menyatakan bahwa perusahaan sebagai bagian dari
tatanan sosial maka dari itu seharusnya perusahaan melaporkan
pengelolaan lingkungannya dalam annual report. Hal ini terkait dengan
tiga aspek persoalan kepentingan yaitu keberlanjutan aspek ekonomi,
lingkungan, dan kinerja sosial.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Teoh dan Thong (1984)
dalam meutya (2008) mengungkapkan bahwa perusahaan yang terdaftar di
pasar saham akan mengemukakan lebih banyak pengungkapan sosial dan
lingkungan daripada yang tidak terdaftar. Ini merupakan indikator bahwa
perusahaan sadar akan apa yang dilakukannya terkait dengan
pengungkapan sosial-lingkungan akan membawa pengaruh yang
signifikan atas keberlangsungan hidup perusahaan tersebut.
Clarkson dan Richardson (2004) dalam Utami (2007) melakukan
penelitian tentang penialaian pasar atas environmental capital expenditure
pada perusahaan kertas. Hasil dari penelitian tersebut adalah
environmental capital expenditure berddampak signifikan terhadap harga
saham pada perusahaan yang memiliki tingkat polusi rendah tetapi tidak
pada perusahaan dengan tingkat polusi kategori tinggi.
Riset yang sebelumnya dilakukan oleh Suratno, Darsono, dan
Mutmainah (2006) tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap
pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Kierja lingkungannya
diukur menggunakan skoring hasil PROPER. Kemudian pengungkapan
lingkungannya dinilai menggunakan skoring pengungkapan (jika
melakukan pengungkapan diberi skor satu, jika tidak skor nol(. Kinerja
ekonominya dinilai menggunakan return tahunan industri yang
bersangkutan. Hasil dari riset ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan

7
antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja
ekonomi.
Kemudian penelitian selanjutnya diteliti oleh Almilia dan
Wijayanto (2007) tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan
lingkungan terhadap kinerja ekonomi memberikan hasil tidak adanya
pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja
ekonomi. Sedangkan pengungkapan lingkungan berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja ekonomi.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Febi Saputra (2016)
pada skripsinya tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan
lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Hasilnya menunjukkan bahwa
kinerja lingkungan berpengaruh negatif terhadap kinerja ekonomi, namun
pengungkapan lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Adi Gunawan Wibisono (2011)
tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan
terhadap kinerja ekonomi pada perusahaan pertambangan dan pemegang
HPH/HPHTI yang terdaftar di BEI memberikan hasil bahwa kinerja
lingkungan berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
ekonomi serta pengungkapan lingkungan berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap kinerja ekonomi.
Kusumadilga (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh
corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan dengan
profitabilitas sebagai variabel moderasi menghasilkan temuan bahwa CSR
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan profitabilitas bukan
sebagai variabel moderasi dalam hubungan antara CSR dan nilai
perusahaan.
Penelitian lain yang bertema sama tetapi dengan hasil yang
berlawanan dilakukan olh Perwita (2009) yang memberikan hasil yaitu
pengungkapan lingkungan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai
perusahaan. Fiori et al, 2007 dalam penelitiannya dengan memproksikan
kinerja keuangan perusahaan menggunakan harga pasar saham, hasilnya
pun menunjukan CSR yang didalmnya terkandung parameter lingkungan
juga tidak signifikan mempengaruhi harga pasar saham.

8
Penelitian ini dilakukan karena termotivasi adanya beragam hasil
penelitian bertema sama yang telah dilakukan sebelumnya serta perbedaan
penjelasan teori antara hubungan pengungkapan lingkungan dengan
kinerja perusahaan. Penelitian kali ini selain bertujuan untuk mengetahui
hubugan diantara pengungkapan lingkungan dengan nilai perusahaan, juga
mempunyai tujuan mengetahui apakah profitabilitas sebagai variabel
moderasi yang dapat memperkuat serta membawa pengaruh positif antara
hubungan pengungkapan lingkungan dengan nilai perusahaan.
Peneliti memilih profitabilitas sebagai variabel moderasi karena
sedikit penelitian yang mencamtumkan profitabilitas sebgai variabel
moderating hubungan antara pengungkapan lingkungan dengan nilai
perusahaan. Para calon investor akan mempertimbangkan profitabilitas
dalam mengambil keputusan investasi disamping kinerja dan
pengungkapan lingkungan. Dengan profitabilitas yang tinggi serta
melakukan pengungkapan terhadap lingkungannya dengan baik akan dapat
lebih menarik para calon investor. Sehingga hal ini akan diharapkan
menjadi suatu peningkatan terhadap nilai perusahaan. (harga saham tinggi)
dikarenakan banyaknya permintaan investasi saham dari para investor. Jika
profitabilitas rendah meskipun kinerja dan pengungkapan lingkungan yang
dilakukan perusahaan baik, para investor tidak akan melakukan investasi
karena mereka tidak memperoleh keuntungan atau keuntungannya sedikit
dari hasil investasi mereka. Hal ini terjadi karena pada dasarnya investor
melakukan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam penelitian ini, pengungkapan terhadap lingkungan hanya
terbatas yaitu pada lingkungan perusahaan saja. Hal ini dikarenakan masih
terbatasnya penelitian yang hanya berfokus dari informasi pengungkapan
lingkungan selain dari pengungkapan ekonomidan sosial yang tergabung
dalam corporate social responsibility.
Sampel dalam studi ini yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur
yang go public atau telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan
sampel ini karena sektor manufaktur dimulai dari bahan baku
memanfaatkan sumber daya alam, pada saat proses produksi juga
mempengaruhi lingkungan baik dari limbah padat, cair, maupun gas,

9
hingga produknya juga berpengaruh terhadap lingkungan. Apakah produk
dari perusahaan manufaktur tersebut ramah lingkungan atau tidak. Untuk
itu, pengambilan sampel dari perusahaan manufaktur dalam penelitian ini
diharapkan akan menyajikan informasi baik bagi pihak yang
membutuhkan mengenai sejauh mana upaya kinerja dan pengungkapan
lingkungannya.

B. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian kali ini yaitu dapat dirumuskan sebagai


berikut:

1. Apakah pengungkapan lingkungan pada perusahaan manufaktur go


public berpengaruh terhadap nilai perusahaan?
2. Apakah profitabilitas pada perusahaan manufaktur go public
berpengaruh terhadap hubungan antara pengungkapan lingkungan
dengan nilai perusahaan?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah
memperoleh bukti-bukti empiris tentang:
1. Membuktikan bahwa pengungkapan lingkungan berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
2. Membuktikan bahwa profitabilitas dapat mempengaruhi hubungan
antara pengungkapan lingkungan dan nilai perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua
pihak, yaitu diantaranya:
1. Perusahaan
Memberikan kontribusi tentang pentingnya masalah akan lingkungan
supaya terjadinya kinerja lingkungan yang baik dan kesadaran untuk
mengungkapkan masalah akan lingkungannya di laporan tahunannya.
2. Investor
Memberikan kontribusi tentang pentingnya masalah akan lingkungan
yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk
menginvestasikan modalnya dalam sebuah perusahaan.
3. Peneliti dan akademisi
Memberikan kontribusi pada pengembangan teori terutama yang
berkaitan dengan akuntansi lingkungan.

10
4. Masyarakat
Memberikan informasi mengenai kontribusi dan tanggungjawab
lingkungan yang telah dilakukan oleh perusahaan manufaktur di
Indonesia untuk kehidupan masyarakat.
5. Pemerintah / lembaga / pihak yang berwenang
Memberikan kontribusi kepada pemerintah, lembaga pembuat
aturan/standar seperti Ikatan Akuntan Indonesia sebagai bahan
pertimbangan dalam penyusunan dan/atau perbaikan kualitas
peraturan serta standar tentang akuntansi lingkungan di Indonesia.

E. Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pembuktian pengaruh
positif pengungkapan lingkungan terhadap nilai perusahaan dan
pembuktian bahwa profitabilitas sebagai variabel moderasi memperkuat
hubungan antara pengungkapan lingkungan dengan nilai perusahaan pada
saat profitabilitas perusahaan tinggi. Penelitian ini dilakukan hanya
melihat aspek pengungkapan lingkungan hidup disamping aspek sosial
yang terangkum dalam CSR.
Sampel dalam studi ini yaitu perusahaan-perusahaan manufaktur
yang go public atau telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan
sampel ini karena sektor manufaktur dimulai dari bahan baku
memanfaatkan sumber daya alam, pada saat proses produksi juga
mempengaruhi lingkungan baik dari limbah padat, cair, maupun gas,
hingga produknya juga berpengaruh terhadap lingkungan. Apakah produk
dari perusahaan manufaktur tersebut ramah lingkungan atau tidak. Untuk
itu, pengambilan sampel dari perusahaan manufaktur dalam penelitian ini
diharapkan akan menyajikan informasi baik bagi pihak yang
membutuhkan mengenai sejauh mana upaya kinerja dan pengungkapan
lingkungannya.
Tahun penelitian dilakukan pada tahun 2011 sampai dengan 2015.
Karena menurut peneliti jangka waktu 5 tahun sudah dirasa cukup untuk
data tersebut. Disamping itu pada tanggal 2011 sudah berlakunya secara
efektif Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN

11
Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang mendasari penelitian,
konsep-konsep yang relevan dengan penelitian, tinjauan penelitian
terdahulu, dan perumusan hipotesis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang desain penelitian, metode pengumpulan
data, metode pengambilan sampel, model penelitian, pengembangan
hipotesis, operasionalisasi variabel penelitian, serta teknis analisis data.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang analisis data, pembahasan hasil
pengelolaan data, dan analisis hasil pengujian hipotesis secara statistik.
BAB V PENUTUP
Bab ini membahas mengenai kesimpulan, keterbatasan dan saran-
saran yang terkait dengan penelitian ini serta saran untuk perusahaan dan
penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori yang Mendasari Penelitian


Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan hubungan antara
pengungkapan lingkungan hidup dengan kinerja perusahaan.
1. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas
yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun harus
memberikan manfaat bagi para stakeholdernya. Dengan demikian,
keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi dukungan yang diberikan
oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Clarkson (1994) mendefinisikan stakeholder menjadi stakeholder
primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer merupakan pihak
dimana tanpa partisipasinya secara berkelanjutan, organisasi tidak dapat
bertahan. Contoh dari stakeholder primer yaitu investor, pekerja,
pelanggan, dan pemasok. Sedangkan stakeholder sekunder didefinisikan

12
sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan,
tetapi mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak
begitu berarti untuk kelangsungan hidup perusahaan. Contoh dari
stakeholder sekunder yaitu pemerintah dan media massa.
Keberhasilan usaha suatu perusahaan ditentukan oleh manajemen
perusahaan yang berhasil dalam membina hubungan antara perusahaan
dengan para stakeholder. Pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat
dilihat sebagai semacam dialog antara manajemen dengan pemangku
kepentingan (stakeholder). Lujun (2010) dalam penelitiannya berpendapat
bahwa selama beberapa dekade terakhir, isu lingkungan mendapatkan
perhatian lebih banyak dari pemangku kepentingan. Oleh karena itu,
luas ruang perusahaan dengan kinerja lingkungan yang buruk semakin
kecil. Perusahaan perlu memberikan informasi kepada stakeholder relevan
tentang posisi, upaya dan prestasi tanggung jawab sosial dan lingkungan
mereka melalui pengungkapan sosial dan lingkungan. Para pemangku
kepentingan dan pihak publik lainnya juga diharapkan dapat memahami
pengungkapan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan untuk
kepentingan pengambilan keputusan.
Menurut teori pemangku kepentingan (stakeholder theory),
terdapat hubungan positif antara pengungkapan lingkungan dengan kinerja
perusahaan (Orlitzky et al, 2003 dalam Lujun, 2010). Teori ini berpendapat
bahwa dengan menyesuaikan pada berbagai kepentingan stakeholder,
maka akan menimbulkan kepuasan kepada mereka. Kepuasan stakeholder
dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya adalah peningkatan
kinerja lingkungan yang berkelanjutan. Dengan melakukan kinerja
lingkungan yang berkelanjutan dan mengungkapkannya dalam pelaporan
keuangan perusahaan, maka kelangsungan hidup perusahaan akan
mendapat dukungan dari stakeholder. Penelitian yang dilakukan oleh
Orlitzky, et al (2003) dalam Lujun (2010) juga menyatakan bahwa kinerja
dan pengungkapan lingkungan adalah suatu jenis investasi. Oleh karena
itu, hal tersebut dapat menciptakan peluang untuk meningkatkan kinerja
keuangan perusahaan dimasa yang akan datang.
2. Teori Sinyal (Signaling Theory)

13
Lujun (2010) menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja
lingkungan yang baik memiliki insentif untuk mengungkapkan informasi
lingkungan dalam laporan tahunan. Investor, kreditur dan stakeholder
perusahaan lainnya akan mengharapkan perusahaan memiliki kinerja
lingkungan yang baik sehingga mendorong dilakukannya pengungkapan
lingkungan dan bersedia membayar green premium untuk meningkatkan
harga saham atau aliran kas perusahaan mereka. Tidak adanya
pengungkapan lingkungan dapat menandakan ada sebuah tingkat resiko
lingkungan yang lebih tinggi dan biaya berkaitan dengan regulasi di masa
yang akan datang.
Pelaksanaan kinerja lingkungan yang baik dan keputusan
perusahaan untuk menerbitkan pengungkapan informasi lingkungan
menandakan adanya pengurangan resiko pengungkapan. Karena dengan
melakukan pengungkapan lingkungan akan meningkatkan transparansi
(kemudahan dalam mengakses kinerja lingkungan) oleh berbagai pihak
yang berkepentingan. Transparansi pengungkapan lingkungan membuat
laporan yang dihasilkan oleh perusahaan menjadi lebih dapat diandalkan,
sehingga akan menimbulkan respon positif dari investor berupa keputusan
investasi pembelian saham perusahaan. Investor akan lebih tertarik kepada
perusahaan yang melakukan kinerja dan pengungkapan lingkungan secara
berkelanjutan. Sehingga, apabila hal tersebut terus dilaksanakan oleh
perusahaan maka akan meningkatkan nilai perusahaan.
3. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Teori Legitimasi berasal dari konsep legitimasi organisasi yang
lebih dahulu didefinisikan oleh Dowling and Pfeffer (1975) dalam Ghutrie
(2006) sebagai berikut :
a condition or status which exists when an entitys value
system is congruent with the value system of the larger social system of
which the entity is a part. When a disparity, actual or potential exists
between the two value systems, there is a threat to the entitys legitimacy.
Perusahaan sebagai bagian dari masyarakat, dalam menjalankan
kegiatan operasional memiliki kewajiban untuk menaati dan bertindak
sesuai dengan nilai atau norma dan peraturan yang ada di dalam
masyarakat agar perusahaan dikatakan sebagai perusahaan yang

14
legitimate/sah. Ketika perusahaan tidak dapat menaati peraturan atau
norma yang ada di dalam masyarakat, maka terdapat ancaman bagi
keberlangsungan kehidupan perusahaan. Sehingga organisasi atau
perusahaan akan terus berusaha untuk memastikan bahwa mereka
beroperasi dalam batas norma- norma dan peraturan yang ada di dalam
masyarakat.
Adanya ancaman bagi keberlangsungan hidup perusahaan apabila
perusahaan tidak menaati peraturan dan norma yang ada di dalam
masyarakat, sejalan dengan istilah yang disebut dengan kontrak sosial
antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi.
Shocker dan sethi (1973) dalam Guthrie (2006) memberikan gambaran
mengenai konsep kontrak sosial :
Any social institution and business is no exception operates in
society via a social contract, expressed or implied, whereby its survival
and growth are based on:
(1) the delivery of some socially desirable ends to society in general; and
(2) the distribution of economic, social or political benefits to groups from
which it derives its power.
Kontrak sosial ini digunakan untuk mewakili harapan masyarakat
mengenai bagaimana perusahaan harus melakukan kegiatan
operasionalnya agar sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, yaitu
kegiatan perusahaan berada dalam norma dan peraturan yang terdapat
dalam masyarakat. Deegan dan Rankin (1997) dalam Guthrie (2006)
mengungkapkan, kelangsungan hidup organisasi akan terancam jika
masyarakat merasakan bahwa organisasi tersebut melanggar kontrak
sosial. Apabila masyarakat merasa tidak puas atau tidak sesuai dengan
kegiatan operasional perusahaan, maka masyarakat akan mencabut
kontrak perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Contoh
bagaimana hal ini dilakukan yaitu dengan pengurangan permintaan produk
perusahaan oleh konsumen, pemasok perusahaan mungkin akan
menghilangkan pasokan tenaga kerja dan modal keuangan pada pelaku
bisnis, dan konstituante mungkin akan melobi pemerintah untuk
meningkatkan pajak, denda atau hukuman untuk melarang kegiatan yang
tidak sesuai dengan norma yang ada di dalam masyarakat.

15
Dari waktu ke waktu harapan masyarakat senantiasa mengalami
perubahan atau dapat dikatakan bersifat tidak permanen. Oleh karena itu
kondisi kontrak sosial yang berada dibawah persetujuan masyarakat juga
berubah dari waktu ke waktu. Hal ini mengharuskan organisasi bertindak
responsive terhadap lingkungan dimana mereka beroperasi (Deegan,
2000 dalam Guthrie, 2006). Suatu pengungkapan sebaiknya dilakukan
oleh perusahaan untuk menunjukkan bahwa organisasi juga berubah
dinamis sesuai dengan harapan masyarakat. Publikasi informasi mengenai
hal-hal yang dilakukan oleh perusahaan berkaitan dengan kepedulian
sosial dan lingkungan dapat dilakukan melalui laporan khusus yaitu
laporan keberlanjutan (sustainability report), laporam tahunan, wacana
dalam situs resmi perusahaan maupun dokumen publik yang dirilis
lainnya.
4. Teori Neoklasik (Neoclassical Theory)
Friedman (1970) dalam Lujun (2010) menyatakan bahwa terdapat
trade-off antara being green dengan menjadi perusahaan yang
kompetitif. Maksud dari pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa setiap
kegiatan perlindungan lingkungan akan mengurangi keberhasilan
ekonomi. Pengurangan polusi diperkirakan mengakibatkan peningkatan
biaya, dengan kata lain ada pengurangan kesuksesan ekonomi untuk
aktivitas perlindungan lingkungan.

B. Akuntansi Lingkungan Hidup (Environmental Accounting)


Latar belakang pentingnya akuntansi lingkungan hidup pada
dasarnya menuntut kesadaran perusahaan atau organisasi yang telah
mengunakan manfaat dari lingkungan berupa sumber daya alam untuk
meningkatkan usahanya dalam konservasi lingkungan secara
berkelanjutan. Khususnya industri yang berkaitan langsung dengan
penggunaan sumber daya alam baik dari bahan baku, saat produksi hingga
barang setelah dipakai oleh konsumen yang dinilai oleh publik sebagai
kontributor timbulnya berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Berbagai permasalahan lingkungan secara tidak langsung dalam
jangka panjang dapat mempengaruhi posisi dan keadaan keuangan

16
perusahaan. Akuntansi lingkungan hidup sebagai bagian dari bidang ilmu
akuntansi semakin banyak diperbincangkan seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
Meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan membuat perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari
tanggung jawab lingkungan. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang
timbul dari kegiatan operasional menjadi biaya lingkungan. Oleh karena
itu, manajemen perusahaan sebaiknya perlu melakukan pengelolaan
kegiatan operasional dengan baik agar tidak menimbulkan efek samping
yang menyebabkakn pencemaran lingkungan dan pada akhirnya
menimbulkan biaya untuk mengatasi pencemaran lingkungan tersebut
(biaya lingkungan).
Menurut World Bank (1987) dalam Suyatno, et al (1995), secara
garis besar biaya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dapat
digolongkan menjadi :

1. Damage cost : biaya akibat dari dampak langsung dan tak langsung
dari limbah. Misalnya meningkatnya berbagai penyakit, matinya
berbagai biota perairan, rusaknya tanaman pertanian dan lain-lain.
2. Avoidance cost : biaya ekonomi dan sosial dalam kaitannya dengan
berbagai upaya untuk menghindari dampak pencemaran yang terjadi.
Misalnya: pengeluaran untuk peralatan penyaring udara di
perumahan dan biaya pindah menjauh lokasi yang tercemar.
3. Abatement cost: biaya yang dikeluarkan untuk menjaga dan
mengurangi tingkat pencemaran. Misanya dengan memasang
peralatan pengolah limbah atau penggunaan teknologi bersih
lingkungan.
4. Transaction cost: biaya sumber daya yang digunakan untuk
melakukan penelitian, pengelolaan dan pemantauan pencemaran
yang telah dan akan ditanggung oleh masyarakat baik saat ini
maupun generasi mendatang.
Halim dan Irawan (2008) mengungkapkan bahwa untuk
mengintegralkan biaya lingkungan diperlukan suatu metode yaitu konsep

17
eksternalitas. Eksternalitas dimaksudkan untuk melihat dampak langsung
aktivitas suatu entitas terhadap lingkungan-sosial, non-sosial maupun
ekologi. Biaya lingkungan yang merupakan eksternality cost (hidden
factor struktur biaya) adalah biaya produksi yang tidak dimasukkan
dalam laporan keuangan (Suyatno, 1995). Oleh sebab itu, hampir dapat
dipastikan bahwa biaya suatu produk umumnya bukanlah biaya produksi
yang sesungguhnya (Miller, 1975 dalam Suyatno, 1995). Secara singkat,
biaya yang sesunguhnya dapat dirumuskan sebagai berikut:

True Cost = actual (internal) cost + hidden (external) cost


Proses internalisasi biaya eksternal diperlukan untuk
memperhitungkan biaya produksi perusahaan secara keseluruhan.
Perusahaan yang tidak memperhitungankan biaya eksternal yang material
berarti telah menyajikan biaya terlalu rendah (understatement) dan
menyajikan laba terlalu tinggi (overstatement) sehingga laporan keuangan
yang dihasilkan belum memenuhi ketentuan wajar dan transparan.
Halim dan Irawan (2008) dalam penelitiannya juga menjelaskan
bahwa pengakuan dan pengukuran biaya lingkungan merupakan suatu
tantangan bagi dunia akuntansi. Muncul berbagai pertanyaan dan
ketidakpastian mengenai bagaimana menjelaskan pengeluaran lingkungan
saat dikeluarkan (apakah akan dikapitalisasi atau diperlakukan sebagai
biaya), bagaimana mengalokasikan dalam periode akuntansi, dan kapan
untuk mengakui sebagai hutang atau kondisi yang membutuhkan
pengeluaran dimasa yang akan datang.
Terdapat suatu ketentuan peraturan untuk menjawab semua
pertanyaan dan ketidakpastian tersebut, yaitu standar akuntansi SFAS No.
5 tentang accounting for contingencies. Standar akuntansi tersebut
menyatakan bahwa kerugian kontijen (kerusakan pada aset atau terjadinya
utang) harus di akru atau diakui melalui suatu pembebanan dalam laporan
laba/rugi jika besar kemungkinan terjadi (probable) diwaktu mendatang
dan dapat dilakukan estimasi yang layak (reasonably estimable) terhadap
jumlah kerugian yang timbul.
Akuntansi lingkungan diharapkan diterapkan karena memiliki
berbagai tujuan, diantaranya :

18
1. Selain menjadi perhatian bagi pihak internal perusahaan
(manajemen) dalam menyusun strategi manajemen yang berwawasan
lingkungan, juga akan menjadi perhatian bagi pihak eksteral
perusahaan (stakeholder). Perhatian pihak eksternal terhadap
akuntansi lingkungan yaitu dengan melihat usaha perusahaan untuk
mencapai kualitas lingkungan yang baik dan pengurangan
pencemaran lingkungan. Karena dengan hal tersebut perusahaan
diharapkan akan terhindar dari permasalahan lingkungan yang pada
akhirnya dapat menimbulkan biaya lingkungan untuk mengatasinya.
2. digunakan oleh publik dan pemerintah untuk menilai kepatuhan
perusahaan terhadap peraturan lingkungan.
3. berfungsi untuk menjembatani kepentingan perusahaan dengan
kepentingan stakeholder yaitu dengan memberikan informasi kepada
stakeholder (khusunya investor dan kreditor) mengenai kinerja
lingkungan perusahaan secara keseluruhan dalam pelaporan tahunan
dan/atau laporan keberlanjutan (sustainability report) perusahaan.
Dalam penelitian ini, konsep akuntansi lingkungan hidup terbatas
pada segi pengungkapan lingkungan oleh perusahaan publik (terbatas pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI) atas kewajiban lingkungan
dan biaya lingkungan yang material. Pengungkapan tersebut disajikan bagi
para stakeholder perusahaan khususnya investor dan kreditor dalam rangka
menyediakan informasi yang relevan dan transparan atas kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan.

C. Pengungkapan Lingkungan Hidup (Environmental Disclosure)


Pengungkapan merupakan salah satu prinsip akuntansi yang
dikenal dengan istilah full disclosure (pengungkapan penuh). Menurut
prinsip akuntansi full disclosure, beberapa pengungkapan harus menyertai
laporan keuangan dalam pelaporan keuangan agar pelaporan keuangan
kepada pihak eksternal tidak menyesatkan. FASB concept statement No. 1
menyatakan bahwa beberapa informasi yang bermanfaat lebih baik
disajikan dalam laporan keuangan, dan beberapa lainnya sebaiknya

19
disajikan dengan menggunakan media pelaporan lain selain laporan
keuangan.
Masyarakat dan pihak eksternal (stakeholder) yang memiliki
hubungan dengan perusahaan, dewasa ini meminta lebih banyak informasi
dan pengungkapan diluar pengungkapan catatan atas laporan keuangan.
Pengungkapan yang diinginkan tersebut berupa informasi kinerja
lingkungan yang dilakukan perusahaan, meliputi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan polusi, rehabilitasi, reklamasi dan konservasi lingkungan
yang selanjutnya lebih dikenal dengan pengungkapan lingkungan hidup
(environmental disclosure).
Pada dasarnya Informasi yang diungkapkan dalam pelaporan
keuangan dapat dikelompokkan menjadi pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan
oleh peraturan yang berlaku. Peraturan di Indonesia mengenai
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan untuk perusahaan yaitu
sudah diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Pengungkapan lingkungan (environmental disclosure) merupakan
salah satu pengungkapan sukarela yang merupakan bagian dari pelaporan
tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social reporting). Corporate
social reporting mengungkapkan kepedulian perusahaan terhadap
permasalahan sosial dan lingkungan. Kepedulian perusahaan terhadap
permasalahan lingkungan dilakukan dengan melaksanakan program-
program kinerja lingkungan selama periode waktu tertentu. Hasil dari
pelaksanaan program-program kinerja lingkungan tersebut perlu
diungkapkan dalam laporan, baik pada laporan tahunan ataupun laporan
terpisah lain yang disebut laporan keberlanjutan (sustainability report).
Pengungkapan lingkungan perusahaan (Corporate environment
disclosure) menurut Berthelot, et al (2003) dalam Qorrina (2010)
didefinisikan sebagai perangkat informasi yang berhubungan dengan masa
lalu, masa kini dan masa akan datang yang dihasilkan dari keputusan-
keputusan dan langkah-langkah yang diambil oleh manajemen lingkungan
perusahaan.

20
Perusahaan dalam melakukan pengungkapan sukarela, baik
pengungkapan sosial dan/atau pengungkapan lingkungan akan
mempertimbangkan biaya dan manfaat dari tindakannya tersebut. Jika
manfaat yang akan diperoleh dengan melakukan pengungkapan informasi
tersebut lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk
mengungkapkannya maka perusahaan akan dengan sukarela
mengungkapkan informasi tersebut dan sebaliknya (Anggraini, 2006).
Namun seiring dengan perubahan lingkungan bisnis yang semakin
kompetitif dan kesadaran stakeholder akan pentingnya kepedulian
terhadap lingkungan hidup, pengungkapan sukarela baik pengungkapan
sosial maupun lingkungan telah menjadi kebutuhan perusahaan untuk
tujuan peningkatan insentif (reputasi) atau perbaikan disinsentif. Banyak
peraturan yang berkaitan dengan kinerja dan pengungkapan lingkungan
yang membuat kinerja dan pengungkapan lingkungan tidak lagi menjadi
pengungkapan yang bersifat sukarela atau tambahan saja. Namun, sudah
seharusnya menjadi kebutuhan bagi perusahaan. Beberapa peraturan
tersebut diantarannya yaitu :

1. SFAS No. 5 Tentang Accounting for Contingencies.

Statement of Financial Accounting Standard No. 5 mensyaratkan


adanya penafsiran tentang kemungkinan beberapa peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian atau kerusakan pada aset atau terjadinya utang.
Apabila dari penafsiran tersebut disimpulkan bahwa rugi atau kerusakan
mungkin terjadi dan jika rugi tersebut dapat diestimasi secara layak dan
masuk akal, maka pembebanan terhadap pendapatan dan pengakuan utang
sebaiknya dilakukan. Namun jika kerugian tersebut tidak dapat diestimasi
dan diukur dengan tepat maka hal tersebut harus diungkapkan dalam
catatan kaki (footnotes).

2. ED PSAK No.1 (Revisi tahun 2009).

Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1


(Revisi Tahun 2009) tentang penyajian laporan keuangan paragraf ke dua
belas menyatakan bahwa (ED PSAK 01 par. 12 IAI, 2009) :

21
Entitas dapat pula menyajikan terpisah dari laporan keuangan,
laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value
added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting.laporan tambahan tersebut di luar
ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.

3. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas


bagian kedua Laporan Tahunan pasal 66 ayat 2 (c)
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus
memuat sekurang-kurangnya:
c. Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

4. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup
Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yang mengatur
tentang pengelolaan lingkungan hidup, terdapat suatu ketentuan mengenai
keharusan dilakukannya suatu pengungkapan lingkungan. Dalam pasal 68
huruf (a) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup disebutkan:
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban:
Memberikan informasi yang terkait denganperlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat
waktu.
Dalam pasal 69 ayat (1) huruf (j) UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup juga disebutkan :
Setiap orang dilarang:
Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

5. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Dalam ketentuan umum Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 pasal


(1) ayat (3) disebutkan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan sebagai komitmen perusahaan yang harus dilaksanakan secara
berkelanjutan.

22
Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen
perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan
yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat,
maupun masyarakat pada umumnya

D. Nilai Perusahaan (Corporate Value)


Secara normatif, tujuan keputusan keuangan adalah
memaksimumkan nilai perusahaan. Memaksimumkan nilai perusahaan
ditujukan untuk mencapai kemakmuran stakeholder, yaitu pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan meliputi karyawan,
manajemen, kreditur, pemasok, masyarakat sekitar, pemerintah, pemegang
saham dan lain-lain. Nilai perusahaan pada penelitian ini didefinisikan
sebagai nilai pasar. Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin besar
kemakmuran yang akan diterima oleh pemegang saham (pemilik
perusahaan). Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal,
harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai
perusahaan.
Terdapat beberapa konsep dasar dalam penilaian perusahaan yaitu:
nilai ditentukan untuk suatu periode waktu tertentu; nilai harus ditentukan
pada harga yang wajar; dan penilaian tidak ditentukan oleh kelompok
pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah
dikembangkan dalam penilaian perusahaan, diantaranya adalah : a)
pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning
ratio, metode kapitalisasi proyeksi laba; b) pendekatan arus kas antara lain
metode diskonto arus kas; c) pendekatan deviden antara lain metode
pertumbuhan deviden; d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian
aktiva; e) pendekatan harga saham; dan f) pendekatan economic value
added (Suharli, 2006 dalam Kusumadilaga, 2010).
Pada penelitian ini pendekatan harga saham digunakan untuk
menentukan nilai perusahaan. Rasio yang digunakan untuk mengukur nilai
perusahaan yaitu rasio tobins Q (Q). Banyak peneliti-peneliti sebelumnya
yang menggunakan rasio Tobins Q untuk mengukur nilai perusahaan,

23
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sulkowski, et al (2010);
Kusumadilaga (2010) dan Sugiharto (2009). Nilai rasio Tobins Q yang
semakin besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek
pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible assets yang semakin
besar. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan,
maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan
yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Perusahaan dengan nilai
Tobins Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang
sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Tobins Q yang
rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri
yang mulai melemah (Wahyudi, 2010).
Pendapat James Tobin dalam Wahyudi (2010) menyatakan bahwa
secara umum Tobins Q hampir sama dengan market to book value ratio,
namun memiliki karakteristik yang berbeda antara lain:

1. Replacement cost Vs Book value

Tobins Q menggunakan (estimated) replacement cost sebagai


denominator. Sedangkan market to book ratio menggunakan book value of
total equity. Penggunaan replacement cost membuat nilai yang digunakan
untuk menentukan Tobins Q memasukkan berbagai faktor, sehingga nilai
yang digunakan mencerminkan nilai pasar dari aset yang sebenarnya di
masa kini. Salah satu faktor tersebut misalnya inflasi. Proses perhitungan
untuk menentukan replacement cost merupakan suatu proses yang panjang
dan rumit. Penelitian yang dilakukan oleh Black, et al (2003) yang dikutip
dalam Wahyudi (2010) menggunakan book value of total assets sebagai
pendekatan terhadap replacement cost. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perbedaan nilai replacement cost dengan nilai book
value of total assets tidak signifikan sehingga kedua variabel tersebut
dapat saling menggantikan.

2. Total Assets Vs Total Equity

Market to book ratio hanya menggunakan faktor ekuitas (saham


biasa dan saham preferen) dalam pengukuran. Penggunaan faktor ekuitas

24
ini menunjukkan bahwa market to book ratio hanya memperhatikan satu
tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa
maupun saham preferen. Sedangkan rasio Tobins Q memberikan wawasan
yang lebih luas terhadap investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi
tidak hanya menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan
operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu penilaian yang
dibutuhkan perusahaan tidak hanya dari investor saja, namun juga dari
kreditor. Semakin besar pinjaman yang diberikan kreditor, menunjukkan
semakin tinggi kepercayaan yang diberikan, hal ini menunjukkan
perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih besar lagi. Dengan dasar
tersebut, Tobins Q menggunakan market value of total assets.

E. Profitabilitas
Terdapat berbagai pandangan mengenai istilah profitabilitas.
Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan profit atau laba selama satu periode. Laba
merupakan ukuran yang umumnya digunakan untuk menilai kinerja
operasional suatu organisasi. Informasi tentang laba mengukur
keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Baik investor maupun kreditor menggunakan informasi laba
untuk mengukur keberhasilan kinerja manajemen dan mengukur prediksi
laba dimasa yang akan datang.
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa profitabilitas
adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Sartono
(2001) berpendapat bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva
maupun modal sendiri. Dengan demikian, bagi investor jangka panjang
akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini. Sedangkan
menurut Gitman (2003), profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan
dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset perusahaan baik
lancar maupun tetap dalam aktivitas produksi. Menurutnya terdapat
banyak cara untuk mengukur profitabilitas. Berbagai pengukuran ini

25
memungkinkan analis untuk mengevaluasi keuntungan perusahaan baik
dilihat dari sisi penjualan, aset, ataupun investasi pemilik. Tanpa profit,
perusahaan tidak mampu menarik sumber dana eksternal untuk
menginvestasikan dananya dalam perusahaan.
Profitabilits perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan rasio
profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara laba
perusahaan dengan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk
memperoleh laba tersebut. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri.
Hanafi dan Halim (2005) membagi profitabilitas ke dalam tiga
jenis rasio yaitu profit margin, return on assets (ROA), dan return on
equity (ROE). Profit margin digunakan untuk mengukur sejauh mana
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Rasio ini dapat juga dikatakan mampu menginterpretasikan
kemampuan perusahaan dalam menekan biaya-biaya sebagai ukuran
efisiensi pada periode tertentu. Profit margin dengan rasio yang tinggi
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada
tingkat penjualan tertentu. Hal tersebut menunjukkan manajemen
melakukan kinerjanya dengan baik dan efisien. Sebaliknya apabila rasio
profitabilitas yang diperoleh rendah, maka hal ini menandakan tidak
efisiennya manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional
perusahaan.
Return on assets (ROA) merupakan ukuran dari tingkat
pengembalian yang dihasilkan oleh aset organisasi. ROA mengukur
bagaimana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan
tingkat aset tertentu. Semakin tinggi hasil ROA diperoleh, semakin
semakin efisien manajemen aset perusahaan. Ukuran profitabilitas
perusahaan yang lain yaitu return on equity (ROE). Sartono (2001)
mengungkapkan return on equity mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini
merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham dan

26
dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan. Apabila proporsi
hutang makin besar, maka rasio ini juga akan semakin besar.
Bowman dan Haire (1976) dalam Hackston dan Milne (1996)
menyatakan bahwa hubungan antara pengungkapan sosial dan lingkungan
hidup dengan profitabilitas sebenarnya telah menjadi postulat untuk
merefleksikan pandangan bahwa respon sosial memerlukan beberapa gaya
manajerial, dimana hal tersebut diperlukan untuk membuat perusahaan
menjadi lebih menguntungkan. Pengungkapan tanggungjawab sosial
perusahaan mencerminkan suatu pendekatan manajemen adaptif dalam
menghadapi lingkungan yang dinamis dan multinasional serta kemampuan
untuk mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan
masyarakat (Hackston dan Milne, 1996). Sehingga keterampilan
manajemen dianggap perlu untuk bertahan di lingkungan bisnis masa kini
(Cowen et al, 1987 dalam Hackston dan Milne, 1996). Profitabilitas
menjadi faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel
untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang
saham (Heinze, 1976 dalam Hackston dan Milne, 1996). Sehingga
semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, semakin besar
manajemen memiliki peluang untuk melakukan pengungkapan sosial dan
lingkungan.

Selain digunakan dalam kebijakan menentukan luasnya


pengungkapan sosial dan lingkungan, profitabilitas juga menjadi
pertimbangan penting dalam berinvestasi. Profitabilitas menunjukkan
keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Semakin besar
keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka perusahaan akan diinilai
semakin mampu untuk membayar deviden sebagai hasil investasi saham
kepada pemegang saham. Para manajer yang memiliki kepemilikan saham
perusahaan tidak hanya akan mendapatkan deviden saja, namun juga
power yang lebih baik untuk membuat kebijakan dalam mengelola
perusahaan. Bahkan manajemen (sebagai insider owner) bisa
meningkatkan kepemilikannya terhadap perusahaan akibat penerimaan
deviden dari hasil keuntungan (profit) perusahaan yang tinggi.

27
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Banyak penelitian dengan hasil yang beragam telah dilakukan oleh
para peneliti sebelumnya mengenai hubungan antara environmental
disclosure (pengungkapan lingkungan sebagai bagian dari coporate social
responsibility) dengan nilai perusahaan.
Riset yang sebelumnya dilakukan oleh Suratno, Darsono, dan
Mutmainah (2006) tentang pengaruh kinerja lingkungan terhadap
pengungkapan lingkungan dan kinerja ekonomi. Kierja lingkungannya
diukur menggunakan skoring hasil PROPER. Kemudian pengungkapan
lingkungannya dinilai menggunakan skoring pengungkapan (jika
melakukan pengungkapan diberi skor satu, jika tidak skor nol(. Kinerja
ekonominya dinilai menggunakan return tahunan industri yang
bersangkutan. Hasil dari riset ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan
antara kinerja lingkungan dengan pengungkapan lingkungan dan kinerja
ekonomi.
Kemudian penelitian selanjutnya diteliti oleh Almilia dan
Wijayanto (2007) tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan
lingkungan terhadap kinerja ekonomi memberikan hasil tidak adanya
pengaruh yang signifikan antara kinerja lingkungan dengan kinerja
ekonomi. Sedangkan pengungkapan lingkungan berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja ekonomi.
Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Febi Saputra (2016)
pada skripsinya tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan
lingkungan terhadap kinerja ekonomi. Hasilnya menunjukkan bahwa
kinerja lingkungan berpengaruh negatif terhadap kinerja ekonomi, namun
pengungkapan lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Adi Gunawan Wibisono (2011)
tentang pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan
terhadap kinerja ekonomi pada perusahaan pertambangan dan pemegang
HPH/HPHTI yang terdaftar di BEI memberikan hasil bahwa kinerja
lingkungan berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja
ekonomi serta pengungkapan lingkungan berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap kinerja ekonomi.

28
Kusumadilga (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh
corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan dengan
profitabilitas sebagai variabel moderasi menghasilkan temuan bahwa CSR
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dan profitabilitas bukan
sebagai variabel moderasi dalam hubungan antara CSR dan nilai
perusahaan.
Penelitian lain yang bertema sama tetapi dengan hasil yang
berlawanan dilakukan olh Perwita (2009) yang memberikan hasil yaitu
pengungkapan lingkungan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai
perusahaan. Fiori et al, 2007 dalam penelitiannya dengan memproksikan
kinerja keuangan perusahaan menggunakan harga pasar saham, hasilnya
pun menunjukan CSR yang didalmnya terkandung parameter lingkungan
juga tidak signifikan mempengaruhi harga pasar saham.
Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian
sebelumnya dapat ditunukan dalam tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya

Keteranga Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian Penelitian


n Suratno, Almilia dan Perwita Febi Sekarang
Darsono dan Wijayanto Saputra
Mutmainah
Objek Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan Perusahaan
Penelitian manufaktur pemegang yab=ng pertambanga Manufaktur
yang HPH/HPHTI terdaftar di n dan industri go public
mengikuti dan BEI kayu dan yang
PROPER pertambanga kertas mengikuti
n PROPER
Variabel Variabel Variabel Variabel Variabel Variabel
Penelitian independen: independen: independen: independen: inedependen:
kinerja kinerja pengungkapa kinerja pengungkapa
lingkungan. lingkungan, n lingkungan. lingkungan n lingkungan.
Variabel dan Variabel dan Variabel
dependen: pengungkapa dependen: pengungkapa dependen:
pengungkapa n lingkungan. reaksi pasar n lingkungan. nilai
n lingkungan Variabel da nilai Variabel perusahaan.
dan kinerja dependen: perusahaan dependen: Variabel
ekonomi kinerja kinerja moderating:
ekonomi ekonomi profitabilitas
Waktu 2006 2009 2011 2016 2017

29
Penelitian
Instrumen Kinerja Pengungkapa Kinerja Kinerja Pengungkapa
Penelitian lingkungan: n lingkungan: lingkungan: lingkungan: n lingkungan:
PROPER. proporsi PROPER. PROPER. proporsi yang
Pengungkapa pengungkapa Pengungkapa Pengungkapa dilakukan
n lingkungan: n yang n lingkungan: n lingkungan: dengan yang
skoring. dilakukan proporsi Indeks diwajibkan
Kinerja dengan yang pengungkapa Sembiring PSAK. Nilai
ekonomi: diwajibkan. n yang (2006). perusahaan:
return Reaksi pasar dilakukan Kinerja Harga saham.
industri dan nilai dengan yang ekonomi: Profitabilitas:
perusahaan: diwajibkan. cumulative rasio
harga saham Kinerja abnormal profitabilitas.
ekonomi: return.
return
industrinya

G. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Pengungkapan Lingkungan Terhadap Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Perusahaan senantiasa akan melakukan usaha untuk mencapai dan
mempertahankan nilai perusahaan yaitu dengan melakukan kinerja secara
maksimal. Selain kinerja ekonomi dan sosial yang dilakukan oleh
perusahaan, dewasa ini kinerja lingkungan menjadi hal yang banyak
mendapatkan perhatian dari publik dikarenakan permasalahan-
permasalahan berkaitan dengan lingkungan hidup yang semakin menjadi
isu global.
Komitmen diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan kinerja
dan pengungkapan lingkungan secara konsisten karena hal tersebut akan
mendorong nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Penyediaan
pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan dan laporan
keberlanjutan (sustainability report) merepresentasikan adanya kinerja
lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Pengungkapan tersebut
menyediakan informasi mengenai praktek perlindungan terhadap
lingkungan hidup yang dapat mengurangi biaya berkaitan dengan

30
pelanggaran atas peraturan pemerintah tentang lingkungan hidup, potensial
litigasi, dan biaya berkaitan dengan polusi (Plumlee et al, 2010).
Banyak manfaat dapat diperoleh dengan melaksanakan corporate
social responsibility, dimana didalamnya terdapat kinerja sosial, ekonomi
dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan selama periode waktu
tertentu. Manfaat tersebut antara lain reputasi perusahaan dimata
masyarakat menjadi baik dan perusahaan diminati oleh investor.
Masyarakat cenderung akan membeli produk yang diproduksi oleh
perusahaan yang peduli terhadap lingkungan atau melaksanakan corporate
social responcibility (Kusumadilaga, 2010).
Eipstein dan Freedman (1994) dalam Anggraini (2006)
menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap informasi sosial
berupa keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan yang
dilaporkan dalam laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan CSR
(termasuk didalamnya pengungkapan lingkungan) akan meningkatkan
nilai perusahaan dilihat dari harga saham dan laba perusahaan (earning)
sebagai akibat dari para investor yang menanamkan modal saham di
perusahaan (Kusumadilaga, 2010). Dengan adanya praktek pengungkapan
lingkungan yang baik, diharapkan nilai perusahaan akan dinilai dengan
baik oleh investor. Berdasarkan penjelasan diatas, dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :

H1 : Pengungkapan lingkungan berpengaruh positif terhadap nilai


perusahaan

2. Pengaruh Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi dalam


Hubungan antara Pengungkapan Lingkungan dengan Nilai
Perusahaan
Kerangka teoritis yang menjadi kajian selama beberapa tahun
untuk menjelaskan mengapa organisasi melaksanakan pelaporan sukarela
terkait dengan lingkungan adalah teori legitimasi. Guthrie dan Parker
(1977) dalam Hui dan Bowrey (2008) menyarankan bahwa organisasi

31
perlu mengungkapkan kinerja lingkungan mereka dalam berbagai
komponen untuk mendapatkan reaksi positif dari lingkungan dan
mendapatkan legitimasi masyarakat atas keberadaan dan usaha
perusahaan.
Banyak manfaat dapat diperoleh perusahaan karena melakukan
pengungkapan lingkungan. Beberapa diantaranya yaitu reputasi
perusahaaan dimata masyarakat menjadi baik, hubungan perusahaan
dengan pihak-pihak penting seperti bank dan pemerintah juga menjadi
semakin baik dimana hal ini akan menimbulkan keuntungan ekonomi bagi
perusahaan. Calon investor dan investor akan mempertimbangkan dan
merespon secara positif berupa keputusan investasi pada perusahaan yang
peduli terhadap lingkungan hidup. Permintaan saham oleh para investor
akan menaikkan harga saham dan harga saham yang tinggi
mengindikasikan peningkatan nilai perusahaan.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Profitabilitas diduga memiliki pengaruh
sebagai variabel moderasi (dapat memperkuat) hubungan antara
pengungkapan lingkungan dengan nilai perusahaan. Pengungkapan
lingkungan akan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan apabila
profitabilitas perusahaan tinggi (perusahaan mampu menghasilkan
keuntungan). Dengan kata lain, nilai perusahaan tidak akan mengalami
peningkatan apabila profitabilitas rendah (perusahaan tidak dapat
menghasilkan keuntungan) meskipun pengungkapan lingkungan yang
dilakukan oleh perusahaan baik. Investor cenderungan tertarik untuk
melakukan investasi pada perusahaan apabila perusahaan mampu
menghasilkan keuntungan (profitabilitas perusahaan tinggi), karena tujuan
investor melakukan investasi adalah untuk mendapatkan hasil investasi
dari keuntungan yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Dengan adanya
ketertarikan investasi oleh para investor, maka permintaan saham
perusahaan akan naik dan harga saham akan tinggi (nilai perusahaan
meningkat). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:

32
H2 : Hubungan antara pengungkapan lingkungan dan nilai
perusahaan semakin kuat pada saat profitabilitas perusahaan tinggi.

33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran berisikan rangkuman atas dasar-dasar dari
teori yang dijadikan landasan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pengungkapan lingkungan terhadapp nilai
perusahaan, serta untuk menguji apakah profitabilitas dapat memperkuat
hubungan antara pengungkapan lingkungan dan nilai perusahaan.
Kerangka pemikiran dapat dituangkan dalam model penelitian
dengan gambar sebagai berikut:
Gambar 2.1
Model Hubungan Pengungkapan Lingkungan terhadap Nilai
Perusahaan

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengungkapan H1 Nilai
Lingkungan (+) Perusahaan

H2
(+)
Profitabilitas

Perusahaan yang melakukan kinerja dan pengungkapan lingkungan


dengan baik pasti akan mendapatkan banyak sekali keuntungan. Salah
satunya akan mendapatkan dukungan dari stakeholder dan keberadaan
perusahaan akan diterima masyarakat karena telah berusaha memenuhi apa
yang diinginkan sesuai dengan norma dan nilai yang ada dalam
masyarakat, yaitu kegiatan perusahaan tanpa mengabaikan lingkungan
sekitar. Dengan itu reputasi perusahaan dimata masyarakat akan menjadi
baik sehingga para calon investor akan tertarik berinvestasi sehingga
permintaan investasi yang tinggi dapat berdampak meningkatnya harga
saham dan nilai suatu perusahaan.
Dalam penelitian ini profitabilitas diduga sebagai moderasi yang
dapat memperkuat hubungan antara pengungkapan lingkungan dan nilai
perusahaan. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam

34
menghadilkan laba. Para investor serta kreditor menggunakan laba untuk
mengukur prediksi laba dimasa mendatang serta kinerja manajemen. Jika
profitabilitas tinggi maka para investor akan tertarik berinvestasi sehingga
permintaan investasi akan naik diikuti dengan harga saham yang naik
maka nilai perusahaan akan meningkat. Jika profitabilitas rendah
meskipun pengungkapan lingkungannya baik, investor belum tentu atau
bahkan tidak tertarik akan berinvestasi karena pada dasarnya investor
berinvestasi memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan keuntungan dari
hasil investasinya.

B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
deskriptif. Studi deskriptif merupakan penelitian dimana pengumpulan
data dilakukan untuk menguji pertanyaan penelitian atau hipotesis yang
berkaitan dengan keadaan atau kejadian sekarang. Jenis pendekatan
metode deskriptif yang digunakan adalah pendekatan studi empiris.
Penelitian dengan pendekatan studi empiris bertujuan untuk mencari
generalisasi atas suatu pertanyaan yang berhubungan dengan sejumlah
subyek.
Menurut dimensi waktu, penelitian ini diklasifikasikan sebagai
penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional merupakan penelitian
yang hanya mengobservasi fenomena pada suatu titik waktu tertentu. Pada
penelitian yang bersifat eksploratif, dekskriptif maupun eksplanatif,
penelitian cross sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel
dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakukan
suatu model atau rumusan hipotesis, serta tingkat perbedaan diantara
kelompok sampling pada suatu titik waktu tertentu. Pengertian suatu
waktu tidak bisa hanya dibatasi pada hitungan minggu, bulan atau tahun
(tidak ada batasan yang baku). Batasan yang digunakan adalah bahwa
penelitian tersebut selesai dalam suatu waktu tertentu.

C. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode tidak langsung. Dengan menggunakan metode tidak
langsung data diperoleh melalui media perantara atau data yang dicatat

35
oleh pihak lain. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, berupa laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter yang dipublikasikan).
Dalam penelitian ini, nilai perusahaan merupakan variabel
dependen. Nilai perusahaan diukur dengan menggunakan rasio Tobins Q.
Data ini berupa hasil perhitungan rasio Tobins Q setiap observasi yang
dijadikan sampel. Untuk menghitung rasio Tobins Q diperlukan data
harga saham penutupan pada akhir periode, jumlah saham yang beredar
pada akhir tahun, nilai buku total aktiva, nilai buku utang lancar, aktiva
lancar, utang jangka panjang dan nilai buku persediaan. Data harga saham
penutupan setiap objek penelitian dapat diperoleh dari website yahoo
finance (http://beta.finance.yahoo.com). Sedangkan data jumlah saham
beredar pada akhir tahun, aktiva lancar, nilai buku persediaan, nilai buku
total aktiva, nilai buku utang lancar dan utang jangka panjang dapat
diperoleh dari laporan keuangan auditan masing-masing objek penelitian.

Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri


dari pengungkapan lingkungan, tiga variabel kontrol yaitu ukuran
perusahaan (size) kesempatan pertumbuhan perusahaan (growth
opportunity), dan profitabilitas. Dalam penelitian ini, profitabilitas selain
digunakan sebagai variabel kontrol juga digunakan sebagai variabel
moderasi karena terdapat dugaan bahwa profitabilitas dapat
memperkuat/memperlemah hubungan antara pengungkapan lingkungan
dengan nilai perusahaan.

Pengungkapan lingkungan diukur dengan menggunakan metode


skoring atas jumlah informasi pengungkapan lingkungan yang ada dalam
laporan tahunan perusahaan berdasarkan indeks pengungkapan lingkungan
(Environmental disclosure Index). Data mengenai pengungkapan
lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan dapat diperoleh dari membaca
(menganalisis) isi laporan tahunan (annual report) yang dipublikasikan
oleh perusahaan. Laporan tahunan dan data-data untuk perhitungan
profitabilitas, size (ukuran perusahaan) dan growth opportunity
(kesempatan pertumbuhan) yang terdapat dalam laporan keuangan auditan

36
dapat diperoleh di situs resmi masing-masing perusahaan maupun situs
resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

D. Metode Pengambilan Sampel


Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Purposive sampling (pengambilan sampel bertujuan)
dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Adapun kriteria sampel yang berlaku adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar (listing) di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015.
2. Menyediakan laporan tahunan lengkap selama tahun 2011, 2012,
2013, 2014 dan 2015.
3. Memiliki data-data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian.

A. Perusahaan yang terdaftar (listing) di BEI dari tahun 2011 522


sampai dengan tahun 2015.
B. Perusahaan bukan manufaktur. (378)
C. Perusahaan sektor manufaktur. (A-B) 144
D. Jumlah observasi penelitian perusahaan 720*
manufaktur tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015. ( C x
5)*
E. Jumlah observasi penelitian perusahaan manufaktur yang (54)
laporan tahunan dan data-data lain dibutuhkan tidak
tersedia pada tahun tertentu.
F. Jumlah observasi penelitian perusahaan manufaktur yang 90
laporan tahunan dan data-data lain dibutuhkan tersedia
pada tahun tertentu.

E. Model Penelitian
F. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
2. Variabel Independen
3. Variabel Moderasi
G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
2. Uji Multikolinieritas
3. Uji Autokolerasi
4. Uji Heteroskedastisitas
5. Uji Normalitas
6. Uji Analisis Regresi

37
DAFTAR PUSTAKA

Suratno, I.B, Darsono, Mutmainah S. Pengaruh Environmental


Performance terhadap Environmental Disclosure dan Economic
Performance, Paper Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang,
Tanggal 23-26 Agustus 2006.

Clarkson, M. 1994. A Risk Based Model of Stakeholder Theory. Paper


Presented at the Proceedings of the Second Toronto Conference on
Stakeholder Theory, Toronto

Fiori, G., Donato, F., Izzo, MF. 2007. Corporate Social Responsibility and
Firm Performance : an Analysis Italian Listed Companies

Halim, Abdul., dan Surya Irawan, A. 1998. Perspektif Akuntansi


Lingkungan: Suatu Tinjauan Teoritis Mengenai Dampak Isu
Lingkungan Terhadap Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 13, No. 3, page 18-31

Kusumadilaga, Rimba., 2010. Pengaruh Corporate Social Responsibility


Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel
Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro

Perwita, Veronika, KD. 2009. Pengaruh Environmental Disclosure terhadap


Reaksi Pasar dan Nilai Perusahaan. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro

Anggraini, Fr. Reni Retno., 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial
dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada

38
Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta).
Paper presented at the Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang

Chariri, Anis. Dan Ghozali, Imam. 2007. Teori Akuntansi. Edisi Tiga.
Penerbit Badan Universitas Diponegoro

Guthrie, James dan Ward, Leanne. 2006. Legitimacy Theory: A Story of


Reporting Social and Environmental Matters within the Australian
Food and Beverage Industry. Presented to the 5th Asian Pacific
Interdisciplinary Research in Accounting (APIRA) Conference, 8-10
July 2007, Auckland. New Zealand

Hackston, David dan Markus J. Milne. 1996. Some Determinants of Social


and Environment Disclosure in New Zeland Companies.
Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol. 9, No. 1,
page: 77-108

Hui, F. dan G. Bowrey. 2008. Corporate Social Responsibility Reporting in


Hongkong : case study of Three Note- issuing Banks (2003-2006)

Lu, Jun. 2010. The Relations Among Environmental Disclosure,


Environmental Performance and Financial Performance: An
Empirical Study in China. Working paper series

Plumlee, M., Brown Darrell, Marshall R. Scott. 2010. Voluntary


Environmental Disclosure Quality and Firm Value: Further
Evidence. Social Science Research Network Working Paper

Qorrina, Alfien., 2010. Pengaruh Peringkat Kinerja Lingkungan


Perusahaan dan Pengungkapan Informasi Lingkungan terhadap
Kinerja Ekonomi Perusahaan. Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

39
Sugiharto, Tutun. 2009. Hubungan Antara Kepemilikan Manajerial, Return
on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Tobins Q dengan
Good Corporate Governance pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Program Studi Magister Manajemen
Universitas Indonesia

Sulkowski Adam, Linxiao Liu, dan Jia Wu. 2010. Environmental


Disclosure, Firm Performance, and Firm Characteristic: An
Analysis of S&P 100 Firms. Journal of Academy of Business and
Economics, Vol. 10, Juni

Jafar, Muhammad dan Amalia, Dista. Pengaruh Dorongan Manajemen


Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public
Environmental Reporting, Paper Simposium Nasional Akuntansi
IX, Padang, Tanggal 23-26 Agustus 2006.

Meutya. Menyibak Kepentingan Dibalik Pengungkapan Tanggung Jawab


Sosial. Artikel diakses pada 18 Maret 2017, dari
http://mymeutya.blogspot.com/2008/03/html

40

Anda mungkin juga menyukai