Anda di halaman 1dari 53

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH KINERJA LINGKUNGAN DAN PENGUNGKAPAN AKUNTANSI


KARBON TERHADAP PROFITABILITAS

THE IMPACTS OF ENVIRONMENTAL PERFORMANCE AND CARBON


ACCOUNTING DISCLOSURE ON PROFITABILITY

DISUSUN OLEH

ZUSKA EGA

(P2C322015)

PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi ketidakseimbangan penggunaan alam, membutuhkan proses perbaikan

yang tidak sebentar. Hal ini yang melatarbelakangi akuntansi lingkungan berupa

pengukuran, pengungkapan dan pelaporan biaya atas konservasi terhadap lingkungan.

Sehingga perusahaan menginginkan bertahan lama (sustainable) adalah suatu hal yang

tidak mungkin. Diperlukan keseimbangan antara sumber (resource) dan penggunaan

(using) kemudian upaya untuk memperbaikinya yang hingga kini menjadi “pekerjaan

rumah” manusia di dunia.

Perusahaan-perusahaan secara massive melakukan produksi untuk memenuhi

kebutuhan konsumen. Upaya pemenuhan kebutuhan yang besar perlu diimbangi dengan

perolehan profit sebesar-besarnya. Akhirnya, tanpa disadari segala sumber daya alam

digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia saja. Kondisi alam yang kerap

tidak seimbang memberikan dampak yang dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya

dibumi. Cuaca yang tak teratur, timbulnya berbagai jenis penyakit atau virus,

ketidakberdayaan beragam hayati dalam mempertahankan hidup mengakibatkan

kepunahan, mencairnya gunung es di kutub utara menyebabkan naiknya permukaan air

laut, badai, banjir, cuaca ekstrim yang kerap melanda permukaan bumi merupakan akibat

pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan lapisan ozon menipis.

Tinjauan perusahaan untuk memproduksi secara massive, merupakan fakta adanya

resistensi masyarakat terhadap perusahaan yang dianggap tidak memerhatikan aspek-

aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Akhirnya, berbagai kritik muncul terhadap

2
akuntansi konvensional yang dianggap tidak dapat lagi mengakomodir kepentingan

stakeholders (investor, pemerintah, supplier, karyawan, masyarakat dan akademisi),

muncul konsep akuntansi yang disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).

Kemudian Gamble, dkk menyatakan tindakan internasional terhadap permasalahan

lingkungan sudah memengaruhi perusahaan untuk mempertimbangkan pembentukan dan

pemasaran suatu produk dari sudut pandang yang berbasiskan lingkungan (Wiyantoro

dkk., 2011).

Agar dapat mengakomodasi kepentingan stakeholders dan lingkungan, laporan

keuangan perusahaan seyogyanya memiliki nilai tambah (value added) yaitu informasi

keuangan seperti tingkat rasio profitabilitas dan informasi non keuangan yaitu informasi

lingkungan yang keduanya terintegrasi dan dipertanggungjawabkan melalui Laporan

Tahunan (annual report) dan laporan keberlanjutan (sustainability report). Para

pengguna laporan keuangan memanfaatkan informasi keuangan dari Laporan keuangan

yang didalamnya terdapat angka-angka rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas menurut

Febrina dan Sunaryana (2011) menggambarkan kemampuan perusahaan mendapat laba

melalui semua kemampuan, dan sumber daya yang ada. Rasio profitabilitas dapat

tercermin dari angka-angka akuntansi yang merupakan cerminan atas manajemen

perusahaan. Kemudian Fahmi (2013:80) menjelaskan tentang rasio profitabilitas

merupakan pengukuran efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh

besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan

maupun investasi. Sehingga semakin baik rasio profitabilitas maka semakin baik

menggambarkan tingginya perolehan keuntungan perusahaan.

3
Selain pengukuran kinerja keuangan perusahaan, para pengguna laporan keuangan

dapat memanfaatkan informasi untuk dapat melakukan prediksi atas sustainability

perusahaan melalui kinerja lingkungan (Al-Tuwairiji, dkk. 2003). Pernyataan tersebut

didukung oleh Cheng, Ioannou, dan Serafeim (2014) yang menyarankan kepada para

manager untuk menggunakan strategi Corporate Social Responsibility (CSR) dalam hal

lingkungan untuk meningkatkan profitabilitas melalui perpanjangan kontrak dengan

para stakeholder dan peningkatan produktifitas serta kinerja perusahaan.

Permasalahan lingkungan semakin menarik perhatian yang serius, baik oleh

konsumen, investor maupun pemerintah. Investor asing memiliki kecenderungan

mempersoalkan masalah pengadaan bahan baku dan proses produksi yang terhindar dari

munculnya permasalahan lingkungan (Ja’far dan Arifah, 2006) yang kemudian berakibat

perusahaan mulai untuk memperhatikan kelestarian lingkungan dalam aktivitasnya. Tidak

hanya pada investor, konsumen pada umumnya akan lebih memilih mengkonsumsi

produk yang dalam pengelolaannya lebih ramah lingkungan dan meninggalkan produk

yang memiliki citra buruk atau diberitakan negatif. Menurut konsumen, perusahaan yang

peduli terhadap lingkungan memiliki kualitas yang baik terhadap produknya sebab

perusahaan akan cenderung untuk menggunakan bahan baku dan proses yang baik dalam

pengelolaan produk. Walaupun dalam pelaksanaan kinerja lingkungan ini akan

menambah beban bagi perusahaan sehingga mampu mengurangi profitabilitas namun

dalam waktu tertentu image yang baik melalui penekanan pengungkapan dari kinerja

lingkungan ini akan mampu meningkatkan profitabilitas.

Banyaknya gas rumah kaca di atmosfer bumi mengakibatkan pemanasan global.

Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca.

4
Terdapat dua kelompok gas rumah kaca yaitu kelompok gas rumah kaca yang

berpengaruh langsung dan kelompok gas rumah kaca yang berpengaruh tidak langsung

terhadap pemanasan global. Gas rumah kaca yang berpengaruh langsung adalah CO 2

(karbon dioksida), CH4 (Metana), N2O (Nitro oksida), PFCS (Perfluorocarbons) dan

HFCS (Hydrofluorocarbons). Gas rumah kaca yang berpengaruh secara tidak langsung

adalah SO2, NOX CO dan NMVOC (https://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca

diunduh 5 September 2022).

Isu pemanasan global atau global warming merupakan istilah atas gejala-gejala

alam yang terjadi pada bumi saat ini. Berbagai upaya yang dilakukan untuk menjaga

lingkungan melalui kebijakan dan standar-standar yang harus dipenuhi oleh

perusahaan/industri yang berkontribusi besar pada global warming. Salah satunya melalui

perdagangan karbon (carbon trading) yang berimplikasi kepada perusahaan agar

melakukan manajemen karbon oleh Ratnatunga (2007, 2008). Kemudian Shodiq dan

Kartikasari (2009) menjelaskan sehubungan dengan manajemen karbon berdampak pada

terminologi akuntansi yaitu munculnya akuntansi karbon (carbon accounting) pada era

carbonomics di dunia.

Pengungkapan informasi kontribusi perusahaan terhadap isu global warming

dapat ditingkatkan dan sejalan dengan teori stakeholder (Freeman, 1984:25) bahwa

kinerja lingkungan perusahaan dapat ditingkatkan untuk mendapatkan profitabilitas yang

mumpuni. Disamping itu, perusahaan dapat meningkatkan profitabilitas melalui tingkat

atau luas pengungkapan akuntansi karbon pada era carbonomics saat ini.

Perlunya integrasi antara pemerintah dengan para pelaku bisnis untuk

berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan (environment sustainability) yang

5
menguntungkan bagi negara, perusahaan dan masyarakat. Peralihan paradigma ini

memaksa perusahaan untuk berupaya memenuhi peraturan tentang lingkungan dan

mengungkapkan laporan keuangan yang tidak hanya berorientasi pada laba (profit

oriented) menuju stakeholders oriented.

Peratuan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 06 Tahun 2013 dimana pemerintah

Indonesia memberikan peringkat kinerja kepada perusahaan yang pro terhadap

lingkungan. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan

salah satu upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mendorong penaatan

perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Dilakukan

melalui berbagai kegiatan yang diarahkan untuk: (i) mendorong perusahaan untuk

menaati peraturan perundang-undangan melalui insentifdan disinsentifreputasi, dan (ii)

mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan

produksi bersih (cleaner production) (http://www.menlh.go.id/proper/ diunduh 5

September 2022).

Pelaksanaan PROPER merupakan salah satu bentuk perwujudan transparansi dari

demokratisasi dalam pengendalian dampak lingkungan. PROPER memberikan

kesempatan kepada masyarakat luas untuk berperan secara aktif dalam pengendalian

dampak lingkungan. Sebagaimana layaknya proses demokratisasi, peranan masyarakat

dan individu secara aktif dituntut baik secara individu maupun secara berkelompok. Agar

informasi yang dikeluarkan oleh PROPER legitimate dimata masyarakat maka

pelaksanaan PROPER menerapkan prinsip-prinsip Good Enviromental Governance

(GEG) yang antara lain adalah transparansi, fairness, partisipasi multi stakeholder, dan

akuntabel.

6
1.2 Perumusan Masalah

BMKG Indonesia menyampaikan laju suhu permukaan di Indonesia sangat

bervariasi, ditahun 2019 - 2020 tercatat dengan anomali 0,7 °C dan 0,6 °C

(Mubarok,2022). laporan status iklim tahun 2021 yang dirilis oleh badan meterologi

dunia (WMO), yang menyatakan bahwa suhu udara permukaan global telah memanas

sebesar 1,11 °C dari baseline suhu global periode pra-industri (1850-1900), di mana 2021

adalah tahun terpanas ke-3 setelah 2016 dan 2020. Disamping itu, Badan koordinator

penanaman modal mencatat bahwasannya Indonesia menjadi negara dengan predikat ke –

8 sebagai penyumbang emisi karbon terbesar (syahputra,2022). Dampak yang masif

telah diperhitungankan oleh pemerintah yakni potensi kehilangan ekonomi di Indonesia

akibat perubahan iklim dapat mencapai Rp115 Triliun pada tahun 2024 (ESDM,2022).

Dengan predikat dan dampak tersebut, pemerintah berupaya untuk mengurangi tingkat

produksi emisi karbon yakni melalui agenda Road Map Nationally Determined

Contribution tahun 2019 dan strategi jangka panjang pembangunan rendah karbon

berketahanan iklim tahun 2050 (Kominfo, 2022). Namun, hal ini akan berjalan sesuai

rencana yang telah disusun jika para pemangku kepentingan dapat berkolaborasi terhadap

pentingnya mengurangi emisi karbon.

Upaya Indonesia lainnya untuk mengurangi emisi karbon ini dengan meratifikasi

Protokol Kyoto pertama pada 28 Juli 2004 dengan mengeluarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Kyoto Protokol to The

United Nations Framework Convention on Climate Change (Halimah & Yanto, 2018).

Selain itu, Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca sebagai

7
dasar pelaksanaan penurunan emisi gas rumah kaca (Halimah & Yanto, 2018). Para

pelaku usaha juga dapat mendukung upaya pemerintah dengan memberikan informasi

terkait akuntansi lingkungan dengan tujuan memberi gambaran biaya – biaya yang

dikeluarkan guna mengatasi permsaalahan lingkungan (Amaliyah,2019). Pengungkapan

yang disajikan pelaku usaha dalam hal ini adalah perusahaan menjadi penilaian investor

dalam peningkatan nilai perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Jiang (2022) menyebutkan bahwa perspektif investor atas nilai perusahaan

juga bergantung pada pengkungkapan akuntansi karbon. Namun faktanya, perusahaan di

Indonesia masih sangat minim dalam upaya meningkatkan kinerja lingkungan yang

tercermin melalui pengungkapan sukarela terkait lingkungan.

Berdasarkan paparan identifikasi masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini:

1. Apakah kinerja lingkungan berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan-

perusahaan manufaktur di BEI Tahun 2017-2020?

2. Apakah pengungkapan akuntansi karbon berpengaruh terhadap profitabilitas pada

perusahaan-perusahaan manufaktur di BEI Tahun 2017-2020?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh kinerja lingkungan terhadap profitabilitas pada perusahaan-perusahaan

manufaktur di BEI Tahun 2017-2020.

2. Pengaruh pengungkapan akuntansi karbon terhadap profitabilitas pada perusahaan-

perusahaan manufaktur di BEI Tahun 2017-2020.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

8
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan penelitian

terkait dengan teori maupun gagasan akuntansi lingkungan. Hasil penelitian ini dapat

menambah literature dari hasil atas pengaruh kinerja lingkungan terhadap profitabilitas

melalui pengungkapan akuntansi karbon yang sedang banyak dibicarakan saat ini serta

menyediakan ruang ilmiah bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan

kebijakan oleh manajemen perusahaan mengenai peningkatan kinerja lingkungan melalui

pengungkapan akuntansi karbon dalam laporan keuangan yang disajikan untuk dapat

meningkatkan profitabilitas serta bagi calon investor dapat dijadikan acuan dalam

pengambilan keputusan investasi.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsepsi dan Pengertian

2.1.1 Kinerja Lingkungan

Kinerja Lingkungan merupakan hasil pengelolaan lingkungan sebagai upaya

mendorong perusahaan untuk mengelola lingkungan setempat. Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mendorong

perusahaan agar terlibat dalam pengelolaan lingkungan dengan menerapkan program

penilaian kinerja yang dikenal dengan sebagai Program Pengendalian, evaluasi, dan

penilaian pencemaran (PROPER) sejak tahun 1994. PROPER dimaksudkan untuk

memaksa perusahaan agar mematuhi peraturan melalui insentuf dan disisentif reputasi

yang mengharuskan perusahaan untuk menerapkan produksi bersih. Upaya peningkatan

kinerja perusahaan dapat mendorong perusahaan untuk menciptakan inisiatif pelestarian

lingkungan sendiri yang pada akhirnya akan memungkinkan keberlanjutan perusahaan.

(Ulupui et al., 2020).

Kinerja lingkungan dapat didefinisikan sebagai upaya dan kinerja suatu

perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green) yang berhubungan dengan

proses produksinya. Perusahaan secara serius memberikan perhatian terhadap lingkungan

di sekitar nya sebagai tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan

yang mungkin mengalami dampak atas kegiatan operasionalnya.

Kinerja lingkungan dapat dilakukan dengan menerapkan akuntansi lingkungan.

Akuntansi lingkungan merupakan pengakuan dan integrasi dampak isu-isu lingkungan

pada sistem akuntansi tradisonal suatu perusahaan. Akuntansi lingkungan tidak hanya

mengitung biaya dan manfaat ekonomi perusahaan, tetapi juga memperhitungkan biaya

10
lingkungan yang merupakan eksternalitas ekonomi negatif atau biaya-biaya yang timbul

diluar pasar. Kendala yang dihadapi oleh akuntansi lingkungan adalah belum adanya

standar, pengukuran dan penilaian dampak aktivitas perusahaan terhadap lingkungan,

sebab tidak semua biaya dan manfaat lingkungan malah diidentifikasi dan diukur dalam

ukuran moneter. (Halim, 1998)

Kinerja lingkungan dapat diukur dengan menggunakan Program Penilaian

Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER). PROPER

merupakan salah satu upaya kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui Kementrian

Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam

pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai

instrument pengelolaan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan dan instrument

ekonomi. Disamping itu penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan akses

informasi, transparansi, dan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan.

Pelaksanaan PROPER saat ini dilakukan berdasarkan Keputusan Mentri Negara

Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2008 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan

dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hasil PROPER dipublikasikan secara terbuka kepada publik dan stakeholder

lainnya. Kinerja perusahaan dalam hal ini dikelompokan ke dalam peringkat warna.

Melalui pemeringkatan warna ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami

kinerja penataan masing-masing perusahaan.

Sejauh ini dapat dikatakan bahwa PROPER merupakan sistem pemeringkatan

yang pertama kali menggunakan peringkat warna. Peringkat kinerja penataan perusahaan

PROPER dengan 5 (lima) kategori. Masing-masing peringkat warna mencerminkan

11
kinerja perusahaan kinerja penataan terbaik yaitu emas dan hijau. Selanjutnya biru,

merah, dan yang terburuk yaitu hitam. Lebih rincinya dijelaskan tabel berikut:

Kriteria Peringkat Medali PROPER

Emas Telah secara konsisten menunjukan keunggulan lingkungan

(environment al exellency) dalam proses produksi dan atau jasa,

melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap

masyarakat.

Hijau Telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang

dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui upaya

tanggung jawab sosial ( corporate social responsibility)

Biru Telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan

sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku.

Merah Upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukan tidak sesuai dengan

persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

Hitam Diberikan kepada penanggung jawab usaha dan atau kerusakan

lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan

atau tidak melakukan sanksi administrasi.

Sumber: https://proper.menlhk.go.id

2.1.2 Pengungkapan Akuntansi Karbon

Pengungkapan emisi karbon merupakan bagian dari Corporate Social

Responsibility (CSR) perusahaan yang disajikan dalam annual report atau sustainability

reporting. Pengungkapan emisi karbon merupakan penjabaran upaya perusahaan dalam

12
mengurangi emisi karbon, seperti perhitungan energi yang dikeluarkan, biaya lingkungan

yang dikeluarkan, serta peraturan perusahaan terkait penggunaan energi.

Warren (2008) menjelaskan akuntansi karbon sebagai proses penilaian

(pengukuran) emisi karbon dan penentuan target pengurangan emisi yang dihasilkan

perusahaan. Tetapi definisi ini disederhanakan oleh Dwijayanti (2011) yaitu suatu proses

pengukuran, pencatatan dan pelaporan karbon yang dihasilkan oleh perusahaan. dan

tujuannya adalah untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan sebagai bagian dari

kesepakatan dalam Protokol Kyoto.

Menurut Taurisianti dan Kurniawati (2014) definisi yang sederhana dari carbon

accounting merupakan proses pengukuran dan pelaporan terkait emisi karbon yang

dihasilkan perusahaan. (Puspita, 2015) mendefinisikan akuntansi karbon sebagai ilmu

yang relatif baru dan merupakan fenomena penting dalam rangka merealisasikan program

pelaporan keberlanjutan sebagai bagian dari akuntansi lingkungan.

Menurut (Shodiq & Kartikasari, 2009) perspektif paradigma carbon accounting

merupakan upaya penyelamatan ekosistem yang menjadi faktor penting dalam

keberlanjutan ekonomi negara, bahkan 21 dunia. Corporate governance dapat mendukung

paradigma carbon accounting yang melingkupi kesehatan dan keberlanjutan ekonomi

sosial. Adanya jaminan dari perusahaan tentang pertanggungjawaban dan transparansi

pelaporan manajemen karbon merupakan faktor utama dalam implementasi carbon

accounting dalam hal corporate governance.

2.1.3 Profitabilitas

Profitabilitas atau kemampuan memperoleh laba adalah suatu ukuran dalam

persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan

13
laba pada tingkat yang dapat diterima. Menurut munawir (2002), profitabilitas adalah

kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dalam periode waktu tertentu.

Sedangkan definisi profitabilitas menurut Brigham dan Houston (2006) adalah hasil

bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas dapat ditetapkan dengan

menghitung berbagai tolak ukur yang relevan. Salah satu tolak ukur tersebut adalah

dengan rasio keuangan sebagai salah satu analisis dalam menganalisis kondisi keuangan,

hasil operasi dan tingkat profitabilitas suatu perusahaan.

Pengertian Profitabilitas Menurut Para Ahli

 R. Agus Sartono (2010:122) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun

modal sendiri.

 Kasmir (2011:196) Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan.

 Menurut Mamdun M. Hanafi (2012: 81) pengertian profitablitas adalah rasio

untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan pada

tingkat penjualan, aset dan modal saham tertentu.

 Menurut Hery (2015 : 227) Rasio profitabilitas merupakan rasio yang

menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui 12

semua kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya, yaitu berasal dari kegiatan

penjulanan, penggunaan aset, maupun penggunaan modal.

14
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)

Istilah stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Standford Research Institute

(RSI) ditahun 1963 (Freeman, 1984:31). Hingga Freeman mengembangkan eksposisi

teoritis mengenai stakeholder ditahun 1984 dalam karyanya yang berjudul Strategic

Management: A Stakeholder Approach.

Freeman (1984:25) mendefinisikan stakeholder sebagai “any group or individual

who can affect or be affected by the achievement of an organization’s objective.” bahwa

stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat memengaruhi atau

dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Stakeholder tidak hanya

terbatas kepada investor saja tetapi stakeholder merupakan pihak-pihak yang memiliki

hubungan terhadap perusahaan seperti: pemerintah, supplier, karyawan, masyarakat dan

akademisi.

Perusahaan menyadari bahwa dalam melakukan kegiatan usahanya, akan

berhubungan dengan pihak internal maupun eksternal perusahaan. Sehingga dengan

terjalinnya hubungan yang baik kepada semua stakeholders, maka pencapaian tujuan

(goal) dapat terwujud.

Gray, Kouhy, dan Lavers (1995) mengidentifikasi bahwa kritik dari implementasi

pengungkapan lingkungan khususnya di Inggris telah masuk kerangka yang lebih luas

sehingga menimbulkan perspektif teoritis yang berbeda dari berbagai penjelasan sehingga

dengan tinjauan teori Stakeholder dapat memperkaya pemahaman dari praktik

pengungkapan sosial perusahaan dan menjadi pendukung menafsirkan data Corporate

15
Social Responsibility (CSR). Sehingga tinjauan empirisnya bahwa data yang dilaporkan

telah menunjukkan kinerja.

Donaldson dan Preston (1995) menyatakan bahwa teori stakeholder dapat

dijelaskan melalui tiga (3) jenis penggunaan analisis yaitu deskriptif/empirical, secara

instrumen, dan secara normatif. Secara deskriptif, teori ini menjelaskan secara spesifik

tentang karakter dan perilaku perusahaan. Secara instrument, teori ini dijelaskan melalui

variabel yang menghubungkan manajemen stakeholder dan tujuan perusahaan (misalnya:

profitabilitas). Sedangkan tinjauan normatif tentang teori stakeholder digunakan untuk

menginterpretasikan, mengidentifikasi secara filosofis pada operasional dan manajemen

perusahaan.

Teori stakeholder digunakan untuk menjelaskan motivasi pengungkapan sosial

dan lingkungan untuk mendapatkan kinerja yang baik sehingga perusahaan akan berusaha

untuk memuaskan stakeholders agar tetap bertahan (Febrina dan Sunaryana, 2011).

Pemerintah sebagai pihak penilai kinerja lingkungan dan pengguna laporan keuangan

memanfaatkan informasi lingkungan sebagai pertimbangan dalam pengambilan

keputusan untuk memberikan peringkat atas capaian atau kinerjanya dalam

pertanggungjawaban terhadap lingkungan. Teori stakeholder digunakan untuk

menghubungkan motivasi perusahaan untuk mengungkapkan informasi dan kegiatan

yang pro lingkungan kepada stakeholder (pemerintah dan masyarakat) dan akan

berdampak pada kinerja keuangannya.

Handriyani (2013) menjelaskan bahwa teori stakeholder mendasarkan diri pada

asumsi: (1) perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok-kelompok

konstituen (stakeholder) yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan,

16
(2) Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan keluaran bagi

perusahaan dan stakeholder-nya, (3) Kepentingan semua legistimasi stakeholder

memiliki nilai secara hakiki, dan tidak membentuk kepentingan yang didominasi satu

sama lain, (4) Teori ini memfokuskan pada pengambilan keputusan manajerial.

Dasar asumsi untuk meningkatkan kinerja lingkungan tentu akan mengedepankan

pertimbangan cost dan benefit-nya. Kinerja keuangan (profitabilitas) menjadi

pertimbangan atas keputusan untuk melakukan pertanggungjawaban lingkungan yang

lebih banyak. Dan dari banyaknya kegiatan lingkungan yang terealisasi akan

memengaruhi kemampulabaan (profitabilitas) yang menjadi perhatian bagi masyarakat,

investor, pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.

2.2.2 Teori Legitimasi

Teori legitimasi mengungkapkan bahwa praktik pengungkapan di perusahaan

akan bereaksi terhadap faktor lingkungan dan melegitimasi tindakan pengungkapan

(Preston dan Post, 1975). Legitimacy theory didasarkan pada gagasan atas adanya suatu

kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat sekitar yang menggambarkan

harapan dari masyarakat tentang bagaimana seharusnya perusahaan itu beroperasi.

Berdasarkan kajian literatur oleh Mousa dan Hassan (2015) menjelaskan bahwa:

konsep teori legitimasi dianggap sebagai dasar kerangka konseptual atas keberadaan

sosial dan hubungannya antara perusahaan dan masyarakat. Kerangka konseptual ini

bertujuan menjelaskan hubungan sosial dan lingkungan perusahaan dan bagaimana

mereka melakukannya serta menjelaskan dampaknya kepada masyarakat. Perilaku

perusahaan terhadap masyarakat dapat diidentifikasi melalui kinerjanya atas segala

upaya dan pertanggungjawabannya kepada lingkungan. sehingga teori legitimasi dapat

17
diidentifikasi sebagai alasan logis atas prinsip perilaku pertanggungjawaban terhadap

lingkungan yang dijadikan sebagai dasar pengukuran penilaian kinerja lingkungan.

Handriyani (2013) menyatakan bahwa pada dasarnya pengungkapan kinerja sosial

perusahaan bertujuan untuk memperlihatkan kepada masyarakat aktivitas sosial yang

dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar. Legitimasi

perusahaan dimata stakeholder dapat dilakukan dengan integritas pelaksanaan etika

dalam berbisnis (business ethics integrity) serta meningkatkan tanggungjawab sosial

perusahaan (social responsibility).

Mousa dan Hassan (2015) mengatakan bahwa teori legitimasi dapat memberikan

wawasan yang berguna untuk pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dimana

perusahaan berusaha untuk mendapatkan, mempertahankan atau memperbaiki legitimasi

mereka melalui pelaporan sosial dan lingkungan. Scott (2003) secara sederhana

menganalogikan prinsip pengungkapan (disclosure principle) yaitu dimana seorang

manajer mengungkapkan informasi baik atau buruk dan inilah yang dibutuhkan seorang

investor.

Alasan penting perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungannya dapat

dijelaskan melalui teori legitimasi. Perusahaan akan menghadapi tekanan dari para

stakeholders sehubungan dengan informasi tentang dampak lingkungan. Informasi ini

tertuang pada laporan tahunan (annual report) dan laporan CSR. Melalui informasi

lingkungan, perusahaan agar dapat bertahan (sustainable) akan menggambarkan tentang

sejauh mana perusahaan melakukan kegiatan bisnis dan misi yang pro terhadap

lingkungan.

18
Laporan tahunan telah menjadi tolok ukur untuk melihat kinerja keuangan

maupun kinerja lingkungan dan sebagai media para peneliti untuk mengetahui motivasi

atas pengungkapan informasi atau dapat dikatakan bahwa pengungkapan adalah sebuah

“strategi legitimasi” (Mousa dan Hassan, 2015).

2.3 Studi Sebelumnya

Studi sebelumnya merupakan acuan penulis untuk menelaah dalam penulisan

penelitian. Beberapa penelitian telah dilakukan terkait variabel-variabel yang ingin diuji

dan dianalisis pada penelitian ini.

Dita Arum Almuaromah (2022) menguji Pengaruh Kinerja Lingkungan,

Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas Dan Leverage

Terhadap Carbon Emission Disclosure (Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan

Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2020). Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa pengungkapan kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap

carbon emission disclosure, pengungkapan kepemilikan institusional berpengaruh

terhadap carbon emission disclosure, pengungkapan kepemilikan manajerial tidak

berpengaruh terhadap carbon emission disclosure, pengungkapan profitabilitas

berpengaruh terhadap carbon emission disclosure, pengungkapan leverage tidak

berpengaruh terhadap carbon emission disclosure.

Irwanto dan Basuki (2016) menguji tentang Carbon Emission Disclosure: Studi

pada Perusahaan Manufaktur Indonesia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

pengungkapan emisi karbon (Carbon emission Disclosure) pada perusahaan manufaktur

Indonesia meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, kompetisi, partumbuhan, rasio utang

pada ekuitas, reputasi Kantor Akuntan Publik. Berdasarkan pada hasil pengujian, hanya

19
Rasio utang pada ekuitas berpengaruh negatif signifikan. Sementara faktor lainnya tidak

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan emisi karbon di Indonesia.

Anggraina Ayu Ningtya Dan Dedik Nur Triyanto (2019) menguji Pengaruh

Kinerja Lingkungan Dan Pengungkapan Lingkungan Terhadap Profitabilitas Perusahaan

(Studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2015-

2017). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengungkapan Kinerja Lingkungan tidak

memilik pengaruh secara parsial terhadap Profitabilitas yang diproksikan dengan

Earning per Share (EPS) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2016,Pengungkapan Lingkungan memiliki

pengaruh secara parsial terhadap Profitabilitas yang diproksikan dengan Earning per

Share (EPS) pada perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) periode 2015-2016.

Lailatus Shofi dan Nur Anisah (2020) menguji Kinerja Lingkungan dan Corporate

Social Responsibility Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa Hasil penelitian variabel kinerja lingkungan mempunyai pengaruh

positif signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan Net Profit

Margin(NPM) dan Hasil penelitian variable Corpoarte Social Responsibility

mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan

dengan Net Profit Margin.

Cindy Laraswaty Ayu Lestari dan Poppy Dian Indira Kusuma (2022) menguji

pengaruh kinerja lingkungan terhadap profitabilitas pada perusahaan terindeks sri kehati.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, sertifikasi

20
ISO 14001 berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan

ROA dan biaya lingkungan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.

Implikasi penelitian ini bagi perusahaan berdasarkan pada hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa sertifikasi ISO 14001 berdampak pada profitabilitas perusahaan.

Fipit Fitriani, Nurleli, dan Yuni Rosdiana (2015) menguji pengaruh kinerja

lingkungan terhadap profitabilitas dengan variabel moderator pengungkapan informasi

lingkungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kinerja lingkungan berpengaruh

signifikan terhadap profitabilitas dan Pengungkapan informasi lingkungan tidak

memoderasi pengaruh antara kinerja lingkungan terhadap profitabilitas.

Rifli Sahputra, Monang Situmorang, dan Haqi Fadillah (2020) menguji pengaruh

kinerja lingkungan, biaya lingkungan, dan pengungkapan lingkungan terhadap

profitabilitas. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kinerja lingkungan secara parsial

tidak berpengaruh terhadap profitabilitas, biaya lingkungan secara parsial berpengaruh

negatif terhadap profitabilitas, dan pengungkapan lingkungan secara parsial tidak

berpengaruh terhadap profitabilitas. Secara simultan, kinerja lingkungan, biaya

lingkungan, dan pengungkapan lingkungan berpengaruh positif terhadap profitabilitas.

Nafilah Nuryaningrum dan Erry Andhaniwati (2021) menguji pengaruh kinerja

lingkungan, pengungkapan lingkungan, ISO 14001 terhadap profitabilitas. Hasil

penelitian yang didapatkan adalah kinerja lingkungan dan pengungkapan lingkungan

berpengaruh terhadap ROA. Sedangkan ISO 14001 tidak berpengaruh terhadap ROA.

Penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al (2021) menganalisis pengaruh

pengungkapan sukarela akuntansi carbon pada perusahaan yang ada di Amerika Serikat

dan negara BRIC. Hasil penelitian menunjukkan bahwasannya pengungkapan karbon

21
yang dilakukan perusahaan memberikan image baik dimata investor. Perusahaan yang

melakukan pengungkapan karbon menunjukkan kinerja mereka akan pentingnya menjaga

lingkungan atas dampak dari kegiatan produksinya. Disamping itu, dengan adanya

pengungkapan ini akan mengurangi kesenjangan informasi yang diperoleh publik.

Florencia & Handoko (2021) menguji pengaruh dari profitabilitas, leverage,

media exposure terhadap pengungkapan emisi karbon dengan pemoderasi. Hasil

penelitian menunjukkan besar kecilnya profitabilitas tidak mempengaruhi pengungkapan

emisi karbon perusahaan. Hal ini dikarenakan baik buruknya kinerja lingkungan tidak

memberikan dampak positif pada profitabilitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad et al (2019) menyebutkan bahwa

perusahaan di China yang menyadari bahwa pentingnya program lingkungan akan

berpengaruh pada profitabilitas dan citra perusahaan di masyarakat. Hasil tersebut

dikarenakan adanya pemanfaatan informasi yang diungkapkan perusahaan kepada

pemerintah untuk menindak lanjuti permasalahan lingkungan yang terjadi.

Hapsari et al (2021) menguji pentingnya alokasi biaya lingkungan terhadap

kinerja lingkungan dan profitabilitas perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan kinerja

lingkungan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan. Kinerja lingkungan

menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan. Penerapan kinerja

lingkungan juga dapat mengurangi biaya-biaya yang muncul akibat kerusakan

lingkungan yang ditimbulkan jika proses produksi tidak ramah lingkungan.

Penelitian terkait kinerja lingkungan (CSR) berdasarkan profitabilitas dan

pengungkapan akuntansi lingkungan (akuntansi karbon) telah dilakukan oleh beberapa

penelitian terdahulu (Clarkson, dkk., 2008; Rakhiemah dan Agustia, 2009;

22
Restuningdiah, 2010; Febrina dan Sunaryana, 2011; Iannou dan Serafeim, 2012; Makori

dan Jagongo, 2013; Burhany dan Nurniah, 2014; Shodiq dan Febri, 2015).

Rakhiemah dan Agustia (2009) menguji pengaruh kinerja lingkungan terhadap

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan kinerja finansial. Implikasi

penelitian bahwa terdapat beberapa dampak tidak langsung yaitu secara statistik

signifikan antara kinerja lingkungan terhadap kinerja keuangan melalui CSR. Burhany

dan Nurniah (2014) dalam penelitian akuntansi manajemen lingkungan untuk

meningkatkan kinerja lingkungan yang berimplikasi pada pengembangan ilmu akuntansi

dimana isu sosial, lingkungan, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah

menjadi perhatian berbagai pihak termasuk peneliti akuntansi dalam hal pencatatan dan

pelaporan.

Restuningdiah (2010) mengkaji kinerja lingkungan terhadap profitabilitas (ROA)

dan Pengungkapan CSR. Hasilnya terdapat pengaruh positif kinerja lingkungan terhadap

pengungkapan CSR dan pengungkapan CSR berpengaruh positif terhadap ROA,

kemudian terdapat pengaruh langsung yang negatif antara kinerja lingkungan terhadap

ROA serta terdapat pengaruh tidak langsung antara kinerja lingkungan dengan ROA

melalui pengungkapan CSR.

Penelitian Febrina dan Sunaryana (2011) menduga salah satu faktor internal

perusahaan yang diduga memengaruhi jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial dan

lingkungan yaitu tingkat profitabilitas. Tetapi hasil pengujian gagal membuktikan

pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Sedangkan Makori dan Jagongo (2013) menguji akuntansi lingkungan dan profitabilitas

(Return on Capital Employed, Net Profit Margin, Dividend Per Share dan Earning Per

23
Share). Hasil penelitian terdapat hubungan negatif antara akuntansi lingkungan terhadap

Return on Capital Employed (ROCE) dan Earning per Share (EPS), tetapi memiliki

hubungan positif (signifikan) terhadap Net Profit Margin (NPM) dan Divident per Share

(DPS).

Ratifikasi Protokol Kyoto merupakan amandemen yang berdasarkan isu-isu

perdagangan karbon (carbon trading), investasi teknologi dengan menekan emisi CO 2,

menghitung biaya karbon dan biaya regulasi karbon. Penelitian Ratnatunga (2007)

mengkaji akuntansi biaya dan manajemen biaya berdasarkan Protokol Kyoto.

Penelitian terkait karbon maupun regulasi yang mengatur di Indonesia masih

sangat jarang. Shodiq dan Febri (2015) melakukan kajian pengembangan standar

akuntansi karbon karena dibutuhkan sistem akuntansi untuk mencatat emisi karbon yang

dihasilkan oleh aktivitas perusahaan atau dikatakan juga bahwa transaksi karbon bersifat

klaim karena CO2 yang ada di udara sebagai hasil perusahaan tidak dapat ditentukan,

kecuali dengan mengukur tingkat emisi CO 2 yang dihasilkan oleh sistem produksi (dan

transportasi) perusahaan.

Penelitian secara empiris antara akuntansi lingkungan dan pengungkapan

lingkungan serta kinerja lingkungan telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu Hughes,

Anderson, dan Golden (2001); Pattern (2002); Al-Tuwairiji, Christenen, dan Hughes

(2003). Kemudian Clarkson, dkk. (2008) melanjutkan penelitian dengan berfokus kepada

diskresioneri pengungkapan lingkungan dengan menggunakan indeks GRI untuk melihat

laporan pertanggungjawaban lingkungan dan sosial.

Iannou dan Serafeim (2012) meneliti tingkat kinerja Corporate Social

Performance (CSP) lembaga negara yang menemukan bahwa sistem politik, diikuti oleh

24
sistem tenaga kerja dan pendidikan, dan sistem budaya adalah kategori National Business

Systems (NBS) paling penting dari lembaga yang berdampak pada kinerja. Cheng,

Ioannou, dan Serafeim (2014) dalam penelitiannya bahwa aktivitas sosial dan lingkungan

(CSR) dapat mengurangi kendala permodalan pada perusahaan.

Pengaruh variabel kinerja lingkungan terhadap praktik pengungkapan lingkungan

dan profitabilitas, telah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Asumsi dasar

peneliti bahwa pasar akan bereaksi terhadap kinerja lingkungan dan praktik

pengungkapan akuntansi karbon pada era carbonomics ini. Dan berdasarkan temuan

peneliti sebelumnya yang bervariasi, sehingga peneliti yakin bahwa profitabilitas

merupakan media untuk melihat dampak atas upaya perusahaan yang memerhatikan

lingkungan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Pengaruh variabel kinerja lingkungan terhadap praktik pengungkapan lingkungan

dan profitabilitas, telah digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Asumsi dasar

peneliti bahwa pasar akan bereaksi terhadap kinerja lingkungan dan praktik

pengungkapan akuntansi karbon pada era carbonomics ini. Dan berdasarkan temuan

peneliti sebelumnya yang bervariasi, sehingga peneliti yakin bahwa profitabilitas

merupakan media untuk melihat dampak atas upaya perusahaan yang memerhatikan

lingkungan. Berikut gambar kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya pada

Gambar dibawah ini.

TEORI
Stakeholder Theory (Donaldson dan Preston, 1995)
Legitimacy Theory (Preston dan Post, 1975)

PENELITIAN TERDAHULU
25
Dita Arum Almuaromah (2022)
Pengaruh Kinerja Lingkungan, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas
Dan Leverage Terhadap Carbon Emission Disclosure
Irwanto dan Basuki (2016)
Carbon Emission Disclosure: Studi pada Perusahaan Manufaktur Indonesia
Anggraina Ayu Ningtya Dan Dedik Nur Triyanto (2019)
Pengaruh Kinerja Lingkungan Dan Pengungkapan Lingkungan Terhadap Profitabilitas Perusahaan
Lailatus Shofi dan Nur Anisah (2020)
Kinerja Lingkungan dan Corporate Social Responsibility Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan
Cindy Laraswaty Ayu Lestari dan Poppy Dian Indira Kusuma (2022)
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap profitabilitas pada perusahaan terindeks Sri Kehati
Fipit Fitriani, Nurleli, dan Yuni Rosdiana (2015)
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap profitabilitas dengan variabel moderator pengungkapan
informasi lingkungan
Rifli Sahputra, Monang Situmorang, dan Haqi Fadillah (2020)
Pengaruh kinerja lingkungan, biaya lingkungan, dan pengungkapan lingkungan terhadap profitabilitas.
Nafilah Nuryaningrum dan Erry Andhaniwati (2021)
Pengaruh kinerja lingkungan, pengungkapan lingkungan, ISO 14001 terhadap profitabilitas.
Clarkson, Li, Richardson, dan Vasvari (2008)
Hubungan antara kinerja lingkungan terhadap tingkat pengungkapan lingkungan

Yan Jiang, Le Luo, JianFeng Xu, dan Xiaorui Shao (2021)


The value relevance of corporate voluntary carbon disclosure: Evidence from the United States and BRIC
countries
Vania Florencia dan Jesica Handoko (2021)
Uji pengaruh profitabilitas, leverage, media exposure terhadap pengungkapan emisi karbon dengan
pemoderasi
Najid Ahmad, Hong-Zhou Li, dan Xian-Liang Tian (2019)
Increased firm profitability under a nationwide environmental information disclosure program? Evidence
from China
Hannisa Rahmadani Hapsari, Bambang Setyobudi Irianto, Hijroh Rokhayati (2021)
Pentingnya alokasi biaya lingkungan terhadap kinerja lingkungan dan profitabilitas
perusahaan Rakhiemah dan Agustia (2009)
Pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan kinerja
finansial.
Restuningdiah (2010)
Kinerja Lingkungan terhadap Return On Asset Melalui Corporate Social Responsibility Disclosure
Febrina dan Suaryana (2011)
Faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan
Iannou dan Serafeim (2012)
Dampak tingkat kinerja Corporate Social Performance (CSP)
Makori dan Jagongo (2013)
Akuntansi lingkungan dan profitabilitas perusahaan yang listing di Bombay Stock Exchange-India.
Burhany dan Nurniah (2014)
Akuntansi manajemen lingkungan sebagai alat bantu untuk meningkatkan kinerja lingkungan dalam
pembangunan berkelanjutan
Shodiq dan Febri (2015)
Sistem akuntansi dan pelaporan emisi karbon
(Dasar pengembangan standar akuntansi karbon)

26
PROFITABILITAS

H1 H2

KINERJA LINGKUNGAN

PENGUNGKAPAN
AKUNTANSI
KARBON

Gambar: Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis

2.5.1. Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Profitabilitas

Heinze (1976) dalam Hackston dan Milne (1996) mengungkapkan bahwa

profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel

untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Untuk itu

hasil penelitian Rakhiemah dan Agustia (2009) mengindikasikan bahwa perusahaan yang

menerapkan CSR akan direspon positif oleh para pelaku pasar melalui hubungan variabel

kinerja lingkungan terhadap pengungkapan CSR dan kinerja finansial.

Beberapa hasil penelitian empiris yang berbeda tentang hubungan kinerja

lingkungan dan profitabilitas telah dirangkum oleh peneliti. Penelitian Cowen, Ferrari,

dan Parker (1987) yang menemukan tidak ada hubungan antara profitabilitas dan

pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan, Bragdon dan Marlin (1972)

menemukan terdapat hubungan positif antara profitabilitas (Earning Per Share dan

Return On Equity) dan kinerja lingkungan. berdasarkan tinjauan beberapa penelitian

27
sebelumnya sehingga ada Hikmah, dkk (2011) menjelaskan Profitabilitas

28
menggambarkan kemampuan perusahaan mendapat laba melalui semua kemampuan, dan

sumber daya yang ada.

Iannou dan Serafeim (2012) secara empiris ingin melihat dampak tingkat kinerja

Corporate Social Performance (CSP) lembaga negara. Dan menemukan bahwa sistem

politik, diikuti oleh sistem tenaga kerja dan pendidikan, dan sistem budaya adalah

kategori NBS paling penting dari lembaga yang berdampak CSP. Sedangkan untuk

kebermanfaatan akuntansi lingkungan diuji oleh Burhany dan Nurniah (2014) terdapat

hubungan positif dan signifikan akuntansi manajemen lingkungan terhadap kinerja

lingkungan.

Perusahaan berupaya meningkatkan kemampulabaannya melalui peningkatkan

kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan dapat ditingkatkan melalui program-program

berbasis lingkungan kepada pihak stakeholders baik internal maupun eksternal.

Perusahaan menyadari bahwa dalam melakukan kegiatan usahanya, akan berhubungan

dengan pihak internal maupun eksternal perusahaan. Sehingga dengan terjalinnya

hubungan yang baik kepada semua stakeholders, maka pencapaian tujuan (goal) dapat

terwujud. Hal ini mendukung teori stakeholder melalui pernyataan Freeman, (1984:31)

stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat memengaruhi atau

dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Sehingga konteks kata

“stakeholder” tidak hanya pada pihak investor saja melainkan semua pihak yang

memiliki hubungan terhadap perusahaan seperti: pemerintah, supplier, karyawan,

masyarakat dan akademisi.

Berdasarkan tinjauan teori pendukung yaitu teori agen (Jensen and Meckling,

1976) bahwa teori agen berperan dalam menyediakan informasi, sehingga akuntansi

29
memberikan umpan balik (feedback) selain nilai prediktifnya. Pengguna Informasi

membutuhkan informasi finansial yaitu profitabilitas dalam pengambilan keputusan.

Syamsuddin (2011:59) menjelaskan bahwa profitabilitas dapat dilihat melalui volume

penjualan, total aktiva dan modal sendiri untuk mengevaluasi tingkat laba. Demi

keberlanjutannya, perusahaan harus berada dalam keadaan menguntungkan (profitable).

Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu di atas, maka peneliti mengajukan

hipotesis :

H1 : Kinerja lingkungan berpengaruh terhadap profitabilitas

2.5.2. Pengaruh Pengungkapan Akuntansi Karbon Terhadap Profitabilitas

Penelitian Roberts (1992) menemukan hubungan positif antara tingkat

profitabilitas perusahaan dan pengungkapan sosial dan lingkungan, sedangkan Hackston

dan Milne (1996) menemukan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat

profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Sejalan dengan Anggraini (2006)

yang ternyata tidak berhasil membuktikan bahwa profitabilitas (Net Profit Margin)

merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk

mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham sehingga semakin

tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, semakin besar pengungkapan

pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan.

Febrina dan Suaryana (2011) menguji faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan

pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan dan gagal membuktikan pengaruh

profitabilitas (Net Profit Margin) terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial dan

lingkungan. Hikmah, Chairina, dan Rahmayanti (2011) menemukan tidak ada hubungan

yang signifikan antara profitabilitas (Return on Equity) dengan pengungkapan.

30
Sedangkan Makori dan Jagongo (2013) menemukan hubungan negatif antara akuntansi

lingkungan berdasarkan biaya yang digunakan untuk melindungi lingkungan terhadap

Return on Capital Employed (ROCE) dan Earning per Share (EPS) dan hasilnya

memiliki hubungan posiif (signifikan) terhadap Net Profit Margin (NPM) dan Divident

per Share (DPS).

Teori Stakeholder oleh Donaldson dan Preston (1995) menjelaskan melalui 3

(tiga) jenis penggunaan analisis yaitu deskriptif/empirical, secara instrumen, dan secara

normatif. Secara deskriptif, teori ini menjelaskan secara spesifik tentang karakter dan

perilaku perusahaan. Secara instrument, teori ini dijelaskan melalui variabel yang

menghubungkan manajemen stakeholder dan tujuan perusahaan yaitu “profit”. pandangan

atas teori ini mendukung hasil penelitian Kurniawati dan Rizki (2015) yang berimplikasi

bahwa investor, mempertimbangkan luas pengungkapan karena dianggap sebagai salah

satu informasi penting dalam mempertimbangkan keputusan investasinya. Berdasarkan

tinjauan tersebut maka hipotesis kedua yaitu:

H2 : Pengungkapan akuntansi karbon berpengaruh terhadap profitabilitas

31
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data


Data-data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut

Sekaran dan Bougie (2013) terdapat beberapa sumber data sekunder yaitu buku dan

majalah, publikasi pemerintah, indikator ekonomi, data sensus, abstrak statistik, database

media, dan laporan tahunan. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah

data berupa Laporan Tahunan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2017-2020. Data-data yang diperlukan pada penelitian ini diperoleh dari

website resmi Bursa Efek Indonesia yang dapat diakses di www.idx.co.id untuk

memperoleh data berupa Laporan Tahunan serta dapat diperoleh dari website masing-

masing perusahaan sampel.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan bagian desain penelitian. Data dapat

dikumpulkan melalui bermacam cara (Sekaran dan Bougie, 2013). Metode pengumpulan

data pada penelitian ini adalah teknik pengambilan basis data. Menurut Hartono (2013)

menjelaskan bahwa teknik pengambilan basis data dilakukan untuk mendapatkan data arsip

sekunder. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa peneliti menggunakan data

sekunder yaitu Laporan Tahunan perusahaan manufaktur di BEI.

3.3 Metode dan Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan melakukan uji

asumsi klasik terlebih dahulu, adapun uji asumsi klasik yang dilakukan sebagai berikut;

1. Uji Normalitas

32
Uji normalitas yang dimaksudkan untuk melihat apakah variabel penelitian telah

berdistribusi normal. Data yang berdistribusi normal dilihat dari hasil uji Kolmogorov-

Smirnov dengan menunjukkan p-value > 0.05 dan dilihat dari grafik normal probability

plot. Sebelum melakukan uji normalitas, screening data menjadi langkah pertama untuk

memastikan data yang telah dikumpulkan tersebut dapat dilakukan pengujian selanjutnya.

2. Uji Multikolinieritas

Uji yang digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antara variabel independen pada

suatu model regresi (Hair et al., 2019). Untuk mendeteksi multikolinieritas dapat dilihat

melalui nilai tolerance dan nilai Variance inflation factor dengan masing-masing nilai >

0.10 dan < 10

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas ditujukan untuk mendeteksi adanya ketidaksamaan variance dari

residual pengamatan satu ke pengamatan yang lainnya (Hair et al., 2019).

Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan metode uji glejser dimana dasar pengambilan

keputusan yaitu; jika nilai signifikansi > 0.05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas,

sedangkan jika nilai signifikansi < 0.05 hal ini mengindikasikan terjadinya

heteroskedastisitas.

4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2016). Jika variabel

independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel

ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel

independen sama dengan nol. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai (1) nilai tolerance

33
dan lawannya (2) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap

variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam

pengertian sederhana, setiap variabel independen menjadi variabel dependen dan diregres

terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel

independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi

tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance). Nilai

cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah Tolerance

< 0.10 atau sama dengan VIF > 10. (Ghozali & Ratmono, 2017).

Analisis regresi berganda ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel

pengungkapan intellectual capital dan pengungkapan enterprise risk management terhadap

nilai perusahaan. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Y = α + 𝛽1X1+ 𝛽2X2 + 𝜀
Keterangan:
Y = Profitabilitas
α = Konstanta
β1 = Koefisien
Regresi
X1 = Kinerja Lingkungan
X2 = Pengungkapan Akuntansi Karbon
X2 = Pengungkapan Enterprise Risk Management
℮ = Error

Uji Hipotesis

1. Uji Simultan (F)

Uji F ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh yang diberikan oleh setiap

variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan interpretasi jika p value < 0.05

menunjukkan H0 diterima.

34
2. Uji Parsial (T)

35
Uji parsial ini ditujukan untuk mendeteksi pengaruh semua variabel independen secara

simultan terhadap variabel dependen. Uji T ini dilihat dari p value jika menunjukkan nilai < 0.05

maka variabel independen pada penelitian ini mempengaruhi variabel dependen secara simultan,

jika p value < 0.05 maka tidak terdapat pengaruh simultan antar variabel.

3.4 Operasional Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen

(bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kinerja

lingkungan dan pengungkapan akuntansi karbon serta variabel dependen adalah profitabilitas

yaitu Return On Aset (ROA). Variabel-variabel dibahas pada sub bab berikut yaitu :

3.4.1. Kinerja Lingkungan

Definisi kinerja lingkungan adalah pencapaian perusahaan dalam mengelola interaksi

antara aktivitas, produk dan jasa perusahaan dengan lingkungan (Burhany dan Nurniah, 2014).

Lober (1996) mengemukakan suatu matriks yang menyajikan kerangka kerja bagi

organisasi untuk mengukur kinerja lingkungan ke dalam empat dimensi yaitu :

1. Dimensi proses internal yaitu organizational systems; menggambarkan karakteristik struktur

dan program perusahaan, termasuk kebijakan tertulis, mekanisme pengendalian internal,

komunikasi, public relation, pelatihan dan insentif.

2. Dimensi proses eksternal yaitu stakeholder relations; menyangkut hubungan dengan

stakeholder seperti karyawan, pelanggan, dan lain-lain.

3. Dimensi outcome internal yaitu regulatory compliance; menyangkut kepatuhan atau

pelanggaran terhadap hukum dan regulasi serta denda yang dibayarkan.

36
4. Dimensi outcome eksternal yaitu environmental impact; menggambarkan pencapaian hasil

yang lebih nyata dan dapat dihitung seperti tingkat polusi, limbah yang dihasilkan, limbah

yang diolah, dan lain-lain.

Penelitian Pattern, 2002; Al-Tuwairiji dkk., 2003; Clarkson, dkk., 2008 terkait dampak

lingkungan berdasarkan jumlah limbah yang dihasilkan kemudian dibandingkan dengan jumlah

keseluruhan limbah yang dihasilkan yang disebut TRI (toxic releases index). Di Indonesia

penelitian yang mengukur kinerja lingkungan dengan dimensi kepatuhan dinyatakan dalam

peringkat yang berdasarkan Peratuan Menteri Lingkungan Hidup RI No. 06 Tahun 2013,

pemerintah Indonesia memberikan peringkat kinerja kepada perusahaan yang pro terhadap

lingkungan. Peneliti menggunakan variabel kinerja lingkungan berskala rasio berdasarkan

peringkat.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berperan untuk mendorong penataan perusahaan

dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Sistem peringkat kinerja

PROPER mencakup pemeringkatan perusahaan dalam lima (5) warna yakni :

Tabel 4.3 Kriteria Peringkat PROPER

Peringkat
Definisi Skor
Warna
Untuk usaha atau kegiatan yanng telah secara konsisten menunjukkan
keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi
Emas 5
atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggungjawab terhadap
masyarakat
Untuk usaha atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan
lebih dari yang dipersyaratkan dalam epraturan (beyond compliance) melalui
Hijau pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara 4
efisien melalui upaya 4 R (Reduce, Reuse, Recycle dan recovery), dan me-
lakukan upaya tanggungjawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik

37
Peringkat
Definisi Skor
Warna
Untuk usaha atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan
Biru lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan 3
perundang-undangan yang berlaku
Upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan
Merah 2
dalam tahapan melaksanakan sanksi administrasi

Untuk usaha atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau


melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan
Hitam 1
lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau tidak melaksanakan sanksi administrasi
Sumber: website kementerian lingkungan hidup

Pendekatan untuk menghitung PROPER menggunakan skor sesuai dengan pencapaian

peringkat warna PROPER perusahaan, jika perusahaan mendapat peringkat warna tertinggi yaitu

emas maka diberi skor 5. skor 4 untuk peringkat warna hijau, skor 3 untuk peringkat warna biru,

skor 2 untuk peringkat warna merah, dan skor terendah yaitu 1 untuk peringkat warna hitam.

3.4.2. Pengungkapan Akuntansi Karbon

Penelitian ini menggunakan variabel pengungkapan akuntansi karbon sebagai salah satu

variabel independen. Munculnya paradigma akuntansi carbon (carbon accounting) adalah bentuk

kekhawatiran manusia di dunia atas global warming. Solusi atas pemanasan global diungkapkan

di Protokol Kyoto.

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB

tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan

global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi

emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam

perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang

38
39
telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi

akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan 0,28 °C pada tahun 2050

(https://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto).

Isu terkait akuntansi biaya karbon sebelumnya dikaji dalam 31 simposium penelitian, 11

negara yaitu Australia {8}, Canada {4}, India {1}, China {1}, Lebanon {2}, Filipina {1}, Papua

Nugini {2}, Indonesia {4}, Sri Lanka {4}, Malaysia {2}, Singapore {1}, United Arab Emirates

{1} dengan total 638 responden pada tahun 2003-2007. Tujuan penelitian untuk mendapatkan

pendapat “focus group” sebagai hasil Protokol Kyoto (Ratnatunga, 2007). Dalam Protokol

Kyoto dinyatakan bahwa pemerintah negara-negara pe-ratifikasi perusahaan-perusahaan dan

konsumen harus segera melakukan upaya perubahan perilaku menuju era ekonomi lingkungan

yang disebut oleh Ratnatunga (2007) sebagai Carbonomics (Shodiq dan Kartikasari, 2009).

Saat ini, isu baru terkait carbon trading antar negara melakukan jual-beli karbon berupa

negara yang melebihi emisi karbon tertentu (The cap) membeli sisa emisi karbon dari limit yang

ditentukan Ratnatunga (2007, 2008). Dan menurut (Shodiq dan Febri, 2015) bahwa transaksi

karbon merupakan transaksi yang bersifat maya karena CO2 di udara tidak dapat ditentukan

kecuali dengan mengukur tingkat emisi CO2 yang dihasilkan pada sistem produksi (dan

transportasi) perusahaan. sehingga disimpulkan bahwa transaksi ini bersifat klaim.

Warren (2008) menjelaskan akuntansi karbon sebagai proses penilaian (pengukuran)

emisi karbon dan penentuan target pengurangan emisi yang dihasilkan perusahaan. Tetapi

definisi ini disederhanakan oleh Dwijayanti (2011) yaitu suatu proses pengukuran, pencatatan

dan pelaporan karbon yang dihasilkan oleh perusahaan. dan tujuannya adalah untuk mengurangi

emisi karbon yang dihasilkan sebagai bagian dari kesepakatan dalam Protokol Kyoto.

40
Berdasarkan rancangan Ratnatunga (2008), Shodiq dan Febri (2015) mengidentifikasi

praktik-praktik pengungkapan reduksi emisi karbon bagi perusahaan manufaktur yang terdaftar

di BEI yaitu :

Tabel 4.4 Rancangan sistem akuntansi dan pelaporan emisi karbon

Ekstraksi empiris
pengungkapan Rancangan Sistem Kodifi
manajemen lingkungan Jumlah
Kode Akuntansi dan Sistem -kasi
Pengung-
dalam Sistem Reduksi *) Pelaporan Emisi Ulang
kapan
Karbon gagasan Karbon **)
Ratnatunga (2008)
Mengubah bola lampu MPC 0 -
emisi rendah. 1
Membayar pajak karbon. MPC 0 -
2
Membangun pencakar. MPC 0 -
3
Menekan panas bumi. MPC 12 Penghematan energi SREK
4 secara menyeluruh 6
Menangkap karbon. MPC 34 Penangkapan karbon SREK
5 dengen tekonologi 1
produksi, penyuntikan
karbon dalam bumi,
ataupun proses
fotosintesis alamiah
Biarkan karyawan bekerja MPC 0 -
dekat dengan rumah. 6
Membayar tagihan Anda MPC 0 -
Online. 7
Membuka jendela. MPC 0 -
8
Meminta para ahli untuk MPC 1 Adanya pengendalian SREK
Audit energi 9 internal untuk audit 11
energi
Membeli tenaga hijau MPC 21 Pengadaan mesin dan SREK
10 teknologi produksi yang 5
ramah lingkungan /
Inovasi tekonologi
ramah lingkungan
Tinggalkan dasi (sehari- MPC 0 -
hari adalah hari biasa) 11
Terbang langsung ke MPC 0 -
lokasi 12
Mengikuti standar emisi MPC 0 -
California 13

41
Ekstraksi empiris
pengungkapan Rancangan Sistem Kodifi
manajemen lingkungan Jumlah
Kode Akuntansi dan Sistem -kasi
Pengung-
dalam Sistem Reduksi *) Pelaporan Emisi Ulang
kapan
Karbon gagasan Karbon **)
Ratnatunga (2008)
Mengubah makanan MPC 0 -
menjadi bahan bakar (Bio 14
bahan bakar)
Mematikan komputer MPC 0 -
(tidak siaga) 15
Matikan lampu saat jam MPC 0 -
kerja selesai 16
Menghentikan pengerjaan MPC 0 -
tugas 17
Pay the market / MPC 0 -
Membayar pasar 18
Berpikir di luar Kemasan MPC 0 -
19
Perdagangan karbon MPC 2 Adanya sistem SREK
untuk modal. 20 akuntansi perdagangan 8
karbon
Menetapkan anggaran MPC 2 Adanya sistem SREK
karbon untuk organisasi 21 budgetting untuk standar 9
(perusahaan). emisi karbon unit
//perusahaan
Membayar kesalahan MPC 0 -
penanganan karbon anda. 22
Membuat satu perubahan MPC 2 Kebijakan pengendalian SREK
yang tepat 23 energi dalam visi misi 10
perusahaan
Menanam pohon di MPC 25 Investasi lahan SREK
daerah tropis. 24 penangkapan karbon 2
dengan proses
fotosintesis alamiah
Gerakan hijau (kendaraan MPC 22 Kendaraan dan peralatan SREK
perusahaan berbahan 25 aset bergerak 3
bakar bio). mennggunakan bahan
bakar bio
Lakukan Pembakaran MPC 0 -
Batubara dengan benar 26
Menetapkan standar emisi MPC 22 Adanya Standar emisi SREK
karbon yang lebih tinggi. 27 karbon berdasar acuan 4
tertinggi
Menerangi ruang publik MPC 3 Adanya sistem SREK
dengan lampu hemat 28 penerangan dan desain 7
energi (LED). gedung berbasis hemat
energi.
Jumlah 146 11

42
Ekstraksi empiris
pengungkapan Rancangan Sistem Kodifi
manajemen lingkungan Jumlah
Kode Akuntansi dan Sistem -kasi
Pengung-
dalam Sistem Reduksi *) Pelaporan Emisi Ulang
kapan
Karbon gagasan Karbon **)
Ratnatunga (2008)
item
*) MPC : Manajemen Pengurangan Karbon
**) SREK : Sistem Reduksi Emisi Karbon
Sumber: Shodiq dan Febri,(2015)
Prosedur yang digunakan untuk melihat pengungkapan atas aktivitas-aktivitas yang

bertujuan mereduksi emisi karbon adalah dengan menggolongkan setiap pengungkapan

akuntansi karbon dalam annual report perusahaan sampel pada 11 item kodifikasi ulang pada

Tabel 4.4. Masing-masing item pada tiap kategori pengungkapan diberi skor 1 sehingga jika

perusahaan mengungkapkan 1 item saja maka skor yang diperoleh adalah 1.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝 𝑐𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑎𝑐𝑐𝑜𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔


n(CA) = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Keterangan:

n(CA) = Skor pengungkapan Carbon Accounting

3.4.3. Profitabilitas (Return On Asset-ROA)

Fahmi (2013:80) menjelaskan tentang rasio profitabilitas merupakan pengukuran

efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan

yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Sehingga semakin baik

rasio profitabilitas maka semakin baik menggambarkan tingginya perolehan keuntungan

perusahaan.

Penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) untuk mengukur tingkat profitabilitas

perusahaan. Fahmi (2013) menyatakan bahwa ROA atau Return on Investment (ROI)

43
merupakan rasio yang melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan

pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan. Secara sistematis rumusnya adalah :

Laba bersih setelah pajak


ROA = Total Asset

Berdasarkan uraian definisi operasional variabel pada penelitian ini, peneliti akan

merangkum skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 4.5 Skala Pengukuran Variabel


No Variabel Indikator Uraian Skala

1 Kinerja Sistem 1. Peringkat ke-5 (emas) : Untuk usaha atau Ordinal


Lingkun peringkat kegiatan yanng telah secara konsisten
gan kriteria menunjukkan keunggulan lingkungan
PROPER (environmental excellency) dalam proses
produksi atau jasa, melaksanakan bisnis yang
beretika dan bertanggungjawab terhadap
masyarakat
2. Peringkat ke-4 (hijau) : Untuk usaha atau
kegiatan yang telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam
epraturan (beyond compliance) melalui
pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan,
pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui
upaya 4 R (Reduce, Reuse, Recycle dan
recovery), dan me-lakukan upaya
tanggungjawab sosial (CSR/Comdev) dengan
baik.
3. Peringkat ke-3 (Biru) : Untuk usaha atau
kegiatan yang telah melakukan upaya

44
No Variabel Indikator Uraian Skala

pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan


sesuai dengan ketentuan atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Peringkat ke-2 (Merah) : Upaya pengelolaan
lingkungan yang dilakukan belum sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan dalam tahapan
melaksanakan sanksi administrasi
5. Peringkat ke-1 (Hitam) : Untuk usaha atau
kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau
melakukan kelalaian yang mengakibatkan
pencemaran atau kerusakan lingkungan serta
pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku atau tidak melaksanakan
sanksi administrasi.
2 Pengung Ratnatunga 1. Penghematan energi secara menyeluruh Rasio
kapan (2007) 2. Penangkapan karbon dengen tekonologi
akuntans produksi, penyuntikan karbon dalam bumi,
i karbon ataupun proses fotosintesis alamiah
3. Adanya pengendalian internal untuk audit energi
4. Pengadaan mesin dan teknologi produksi yang
ramah lingkungan / Inovasi tekonologi ramah
lingkungan
5. Adanya sistem akuntansi perdagangan karbon
6. Adanya sistem budgetting untuk standar emisi
karbon unit //perusahaan
7. Kebijakan pengendalian energi dalam visi misi
perusahaan
8. Investasi lahan penangkapan karbon dengan

45
No Variabel Indikator Uraian Skala

proses fotosintesis alamiah


9. Kendaraan dan peralatan aset bergerak
mennggunakan bahan bakar bio
10.Adanya Standar emisi karbon berdasar acuan
tertinggi
11. Adanya sistem penerangan dan desain gedung
berbasis hemat energi

3 Profitabil ROA Laba bersih setelah pajak Rasio


ROA = Total Asset
itas

Sumber: Data diolah

46
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, N., Li, H. Z., & Tian, X. L. (2019). Increased firm profitability under a nationwide
environmental information disclosure program? Evidence from China. Journal of
Cleaner Production, 230, 1176–1187. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2019.05.161

Almuaromah, Dita Arum. 2022. Pengaruh Kinerja Lingkungan, Kepemilikan Institusional,


Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Carbon Emission
Disclosure Vol. 10 No. 1 Hal 578-586.

Al-Tuwairiji, S. A., Christenen, T. E., dan Hughes, K. 2003. The Correlations among
Environmental Disclosure, Environmental Performance, and Economic Performance: A
Simultaneous equations approach. Working Paper .

Amaliyah, I., & Solikhah, B. (2019). Pengaruh Kinerja Lingkungan dan Karakteristik Corporate
Governance Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon. Journal of Economic, Management,
Accounting and Technology, 2(2), 129–141. https://doi.org/10.32500/jematech.v2i2.720

Anggraini, F. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi


Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris
Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006 .

Bragdon, J., dan Marlin, J. 1972. Is Pollution Profitable? Risk Management,19 , 9-18.

Brigham, Eugene F dan Houston. 2006. Fundamental of FinancialManagement: Dasar-Dasar


Manajemen Keuangan. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.

Burhany, D. I., dan Nurniah. 2014. Akuntansi Manajemen Lingkungan Sebagai Alat Bantu
Untuk Meningkatkan Kinerja Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. SNA 17
Mataram, Lombok .

Cheng, B., Ioannou, I., dan Serafeim, G. 2014. Corporate Social Responsibility and Access to
Finance. Strategic Management Journal .

47
Cowen, S., Ferrari, L., dan Parker, L. 1987. The Impact of Corporate Characteristics on Social
Accounting Disclosure: A Topology and Frequency Based Analysis. Accounting,
Organizations and Society. 12 (2) , 111-122.

Donaldson, T., dan Preston, L. E. 1995. The Stakeholder Theory of The Corporation: Concepts,
Evidence, and Implications. Academy of Management Review Vol. 20 No. 1 , 65-91.

Dwijayanti, S. P. 2011. Manfaat Penerapan Carbon Accounting di Indonesia. Jurnal Akuntansi


Kontemporer, Vol. 3 No. 1 , 79-92.

ESDM. (2022). Jejak Karbon dalam Kehidupan. Esdm.Go.Id.


https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/berita/jejak-karbon-dalam-kehidupan

Fahmi, I. 2013. Pengantar Manajemen Keuangan. Bandung: Alfabeta.

Febrina, dan Sunaryana, I. A. 2011. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Pengungkapan


Tanggung Jawab Social dan Lingkungan pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Simposium
Nasional Akuntansi XIV .

Febrina, dan Sunaryana, I. A. 2011. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Pengungkapan


Tanggung Jawab Social dan Lingkungan pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Simposium
Nasional Akuntansi XIV .

Fitriani, Fipit, Nurleli, dan Yuni Rosdiana. 2015. Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap
Profitabilitas Dengan Variabel Moderator Pengungkapan Informasi Lingkungan.
Prosiding Akuntansi Spesia Volume 1 Nomor 2.

Florencia, V., & Handoko, J. (2021). Uji Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Media Exposure
Terhadap Pengungkapan Emisi Karbon Dengan Pemoderasi. Jurnal Riset Akuntansi Dan
Keuangan, 9(3), 583–598. https://doi.org/10.17509/jrak.v9i3.32412

Freeman, R.E. 1984. Strategic management: A stakeholder approach. Boston: Pitman.

Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23 (Edisi 8).
Cetakan ke VIII. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

48
Ghozali, Imam dan Ratmono, Dwi. 2017. Analisis Multivariat dan Ekonometrika dengan Eviews
10. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.

Gray, Rob. Kouhy, Reza dan Lavers, Simon. 1995. Corporate Social and Environmental
Reporting A review of the literature and a longitudinal study of UK disclosure.
Accounting, Auditing dan Accountability Journal.Vol. 8 No. 2. pp. 47-77.

Hackston, D., dan Milne, M. J. 1996. Some Determines of Social and Environmental Disclosure
in New Zealand Companies. Accounting, Auditing and Accountability Journal Vol. 9, No.
1 , 77-108.

Hair Jr, J. F. H., Black, W. C., Babin, B. J., Anderson, R. E., & Black, W. C. (2019).
Multivariate Data Analysis. Annabel Ainscow.

Halim, Abdul, dan Arif Surya Irawan. 1998. Perspektif Akuntansi Lingkungan, Suatu Tinjauan
Teoritis Mnegenai Isu Dampak Lingkungan Terhadap Akuntansi. Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis Indonesia

Hanafi, Mamdun M. Dan Halim, Abdul. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : UPP
STIM YKPN.

Handriyani. 2013. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilaiperusahaan Dengan


Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol. 2 No. 5.

Hapsari, H. R., Irianto, B. S., & Rokhayati, H. (2021). Pentingnya Alokasi Biaya Lingkungan
terhadap Kinerja Lingkungan dan Profitabilitas Perusahaan. Jurnal Riset Akuntansi Dan
Keuangan, 9(2), 407–420. https://doi.org/10.17509/jrak.v9i2.29598

Hartono, J. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Hery. 2015. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing
Service).

49
Hikmah, N., Chairina, dan Rahmayanti, D. 2011. Faktor-faktor yang memengaruhi luas
pengungkapan coorporate governance dalam laporan tahunan perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. SNA XIV Aceh , 2.

http://www.menlhk.go.id/proper/. Retrieved September 2022

https://id.wikipedia.org/wiki/Protokol_Kyoto. Retrieved September 2022

Iannou, I., dan Serafeim, G. 2012. What drives corporate social performance? the role of nation-
level institutions. Journal of International Business Studies 43(9) , 834-864.

Irwantoko dan Basuki. 2016. Carbon Emission Disclosure: Studi pada Perusahaan Manufaktur
Indonesia Vol. 18, No. 2 Hal 92-104.

Ja'far, M., dan Arifah, D. A. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen
Lingkungan Produktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Publik Environmental
Reporting. SNA Akuntansi 9 Padang , 3.

Jensen, M. C., dan Meckling, W. H. 1976. Theory of the firm : Managerial, Agency Cost and
Ownership Structure. Journal of Finance Economics .

Jiang, Y., Luo, L., Xu, J. F., & Shao, X. R. (2021). The value relevance of corporate voluntary
carbon disclosure: Evidence from the United States and BRIC countries. Journal of
Contemporary Accounting and Economics, 17, 1–22.
https://doi.org/10.1016/j.jcae.2021.100279

Kartika, A. 2009. Faktor-faktor yang memengaruhi kelengkapan pengungkapan Laporan


keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jurnal Kajian Akuntansi .

Kasmir, 2011, Analisis Laporan Keuangan, Edisi 1, Cetakan 4, Penerbit PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.

Kominfo. (2022). Wapres Serukan Ulama dan Umat Islam lakukan Aksi Nyata Cegah Kerusakan
Lingkungan. Kominfo.Go.Id. https://portal.kominfo.go.id/berita/kini/7365

50
Kurniawati, S. I., & Rizki, A. 2015. Pengaruh Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan
Tahunan Terhadap Return dan Harga Saham. Simposium Nasional Akuntansi 18 .

Lestari, Cindy Laraswaty Ayu, dan Poppy Dian Indira Kusuma. 2022. Pengaruh Kinerja
Lingkungan Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Terindeks Sri Kehati. Students
Conference On Accounting and Business (SCoAB) Volume 1 Nomor 1.

Lober, L. 1996. Evaluating the environmental performance of corporation. The Journal of


Managerial Issue 8(2) , 184-205.

Menlhk. (2022). Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional, Menuju NDC 2030. Menlhk.Go.Id.
http://ditjenppi.menlhk.go.id/berita-ppi/3150-kontribusi-penurunan-emisi-grk-nasional,-
menuju-ndc-2030.html

Mousa, G. A., dan Hassan, N. T. 2015. Legitimacy Theory and Environmental Practices: Short
Notes. International Journal of Business and Statistical Analysis .

Ningtya, Anggraina Ayu, dan Dedik Nur Triyanto. 2019. Pengaruh Kinerja Lingkungan Dan
Pengungkapan Lingkungan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Study Empris Pada
Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2015-2017 Vol. 3 No. 1.

Nuryaningrum, Nafilah, dan Erry Andhaniwati. 2021. Pengaruh Kinerja Lingkungan,


Pengungkapan Lingkungan, Iso 14001 Terhadap Profitabilitas Dimoderasi Ukuran
Perusahaan. Prosiding Senapan Volume 1 Nomor 1.

Pattern, D. 2002. The Relation Between Environmental Performance and Environmental


Disclosure: A Research Note. Accounting, Organizations, and Society, 27 , 763-773

Puspita, D. A. 2015. Carbon Accounting: Apa, Mengapa, dan Sudahkah Berdampak pada
Sustainability Reporting (Based on 2012th with Gold Rank). Jurnal JIBEKA, Vol 9. No.
1: 29-36.

Ratnatunga, J. 2007. Carbon Cost Accounting: The Impact of Global Warming on the Cost
Accounting Profession. Journal of Applied Management Accounting Research .

51
Ratnatunga, J. 2008. Carbonomics: Strategic Management Accounting Issues. JAMAR, Vol. 6
No. 1 , 1-10.

Roberts, R. W. 1992. Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure. Accounting,


Organizations and Society. 17 (6) , 595-612.

S.Munawir . 2002. Analisis Laporan Keuangan Edisi Keempat. Yogyakarta: Liberty.

Sahputra , Rifli, Monang Situmorang, dan Haqi Fadillah. 2020. Pengaruh Kinerja Lingkungan,
Biaya Lingkungan, Dan Pengungkapan Lingkungan Terhadap Profitabilitas Pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2014-2018. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Akuntansi Volume 7
Nomor 3.

Sartono, Agus. 2010. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Yogjakarta: BPFE

Scott, W. R. 2003. Financial Accounting Theory. Toronto: Pearson.

Sekaran, U., dan Bougie, R. 2013. Research Methods for Business. UK: Wiley.

Shodiq, M. J., dan Febri, Y. T. 2015. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Emisi Karbon: Dasar
Pengembangan Standar Akuntansi Karbon (Studi Eksplorasi pada Perusahaan
Manufaktur di BEI). SNA18 .

Shodiq, M. J., dan Kartikasari, L. 2009. Carbonaccounting: Implikasi Strategis Perekayasaan


Akuntansi Manajemen. SNA 12 Palembang .

Shofi, Lailatus, dan Nur Anisah. 2020. Kinerja Lingkungan dan Corporate Social Responsibility
Mempengaruhi Profitabilitas Perusahaan Vol. 3 No. 2 Hal 122-133.

Syahputra, E. (2022). Gak Nyangka! RI Juara Ke-8 Penyumbang Emisi Karbon Dunia. CNBC
Indonesia.https://www.cnbcindonesia.com/news/20220215162824-4-315606/gak-
nyangka-ri-juara-ke-8-penyumbang-emisi-karbon-dunia

Syamsuddin, L. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan: Konsep Aplikasi dalam Perencanaan,


Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: Rajawali Pers.

52
Taurisianti, Monika Meliana dan Elisabeth Penti Kurniawati, 2014. “Perlakuan Akuntansi
Karbon di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.XVII No.2,Agustus 2014, ISSN
1979-6471.

Ulupui, I. G. K. A., Murdayanti, Y., Marini, A. C., Purwohedi, U., Mardi, & Yanto, H. (2020).
Green Accounting, Material Flow Cost Accounting And Environmental Performance.
Growing Science Accounting Volume 6 Nomor 5.

Warren. 2008. Carbon Accounting. Retrieved Maret 2016, from


http://www.scotlink.org/pdf/CarbonAccounting.pdf.

Wiyantoro, Lilis Sugeng. Yulianto, Agus Solikhan. Muchlis, Munawar. Ramdhani, Dadan. 2011.
Persepsi Auditor, Akuntan Pendidik dan Akuntan Manajemen tentang Konsep Dasar,
Pengukuran dan Pengungkapan Akuntansi Lingkungan. SNA XIV Aceh 2011:1.

53

Anda mungkin juga menyukai