Disusun oleh :
1. Berliana Wahyuningsih (A1A020012)
2. Hanif Muliaramadhan (A1A020026)
3. Ameliana Fatika Zahri (A1A020036)
4. Farras Nailah (A1A020052)
5. Alfarino Zannuba Farhan (A1A020080)
6. Raka Nelwansyah (A1A020095)
HALAMAN SAMPUL
I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan salah satu aspek utama di dalam kehidupan seluruh
makhluk hidup yang ada di dunia, tak terkecuali manusia. Sumber daya alam berada
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari manusia, baik dalam bentuk air, tanah,
udara, hingga sinar matahari. Sumber daya alam terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui atau bisa dikatakan sumber daya alam yang
dapat diperbaharui namun dalam kurun waktu yang lama, serta ada sumber daya alam
yang dapat diperbaharui. Sumber daya alam menjadi asset penting dalam kehidupan
manusia karena dapat dimanfaatkan di dalam kehidupan manusia khususnya pada
sektor perekonomian dalam mencapai tujuan meraih kesejahteraan.
Pemanfaatan sumber daya alam patut diperhatikan lebih lanjut karena manusia
ingin menggunakan sumber daya yang ada semaksimal mungkin dan selama mungkin
dalam kegiatan ekonomi. Eksploitasi berlebih pada sumber daya alam dapat
menyebabkan dampak-dampak negatif pada lingkungan yang pada akhrinya dapat
mengganggu kegiatan perekonomian yang ada. Kebutuhan manusia yang semakin
meningkat, turut mengundang tumbuhnya sektor perindustrian, mulai dari indsutri
pangan, pakaian, kendaraan, dan industri-industri penunjang kebutuhan manusia yang
lainnya. Keadaan ini berpengaruh positif terhadap tingkat perekonomian, namun dapat
mengancam sumber daya alam dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Perusahaan dari skala kecil hingga besar seringkali tidak memperhatikan aspek
sumber daya alam dan lingkungan di dalam kegiatan ekonominya. Keadaan ini
diakibatkan oleh sifat dari sumber daya alam dan lingkungan yang merupakan barang
publik yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Sifat ini secara tidak
langsung mempengaruhi terjadinya eksternalitas besar-besaran, di mana perusahaan
1
tidak terlalu peduli dengan jumlah limbah yang mereka buang selama itu dapat
menambah output yang dapat memberikan keuntungan lebih besar bagi perusahaan.
Pihak yang dirugikan dalam kasus ini tidak hanya masyarakat sekitar, namun ekosistem
di sekitarnya juga dapat terdampak akibat eksternalitas ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Isu lingkungan saat ini menjadi topik yang sering diperbincangkan oleh
masyarakat global. Keadaan seperti ini melahirkan adanya konsep eko-efisinesi.
Efisiensi ekonomi merupakan keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input
yang digunakan untuk memproduksinya efisiensi tergantung juga dari siapa yang
menilai, efisiensi menurut seseorang belum tentu efisiensi menurut orang lain, maka
dari itu diperlukan konsep efisiensi yang applicable untuk perekonomian secara
keseluruhan. Eko-efisiensi menurut Rangga (2013) merupakan suatu strategi yang
menggabungkan antara konsep efisiensi ekonomi dengan efisiensi lingkungan
berdasarkan prinsip efisiensi penggunaan sumber daya alam. Eko-efisiensi menurut
kamus Lingkungan Hidup Republik Indonesia didefinisikan sebagai suatu konsep
efisiensi yang memasukan aspek sumber daya alam dan energi atau suatu proses
produksi yang meminimumkan penggunakan bahan baku, air, energi serta dampak
lingkungan per unti produk.Tujuan adanya eko-efisiensi adalah untuk mengurangi
adanya dampak lingkungan per unit produk yang diproduksi dan dikonsumsi. Dengan
adanya peningkatakan efisiensi pada proses produksi, maka materi yang terbuang akan
lebih sedikit, kebutuhan bahan baku per satuan produk juga berkurang sehingga biaya
produksi persatuan produk juga akan berkurang. Sehingga pada peningkatan proses
produksi tersebut akan dapat menaikan keuntungan yang diperoleh oleh suatu
perusahaan dan menurunkan dampaknya terhadap lingkungan.
Konsep eko-efisiensi sendiri telah dipopulerkan oleh World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD) pada tahun 2000. WBCSD telah mengidentifikasi
adanya tujuh faktor kunci dalam eko-efisinesi yaitu (1) mengurangi jumlah
penggunaan bahan; (2) mengurangi jumlah penggunaan energi; (3) mengurangi
3
pencemaran; (4) memperbesar daur ulang bahan; (5) memaksimalkan penggunaan
sumber daya alam yang diperbaharui; (6) memperpanjang umur pakai produk; dan (7)
meningkatkan intensitas pelayanan. Teknologi eko-efisiensi dapat dicapai dengan
memodifikasi proses maupun peralatan untuk proses produksi diantaranya untuk
memnuhi kebutuhan sumber daya energi dapat digunakan seumber daya alternatif yang
dapat diperbaharui. Adanya eko-efisiensi dapat memberikan suatu kontribusi karena
dapat memperbaiki lingkungan dan juga dapat bermanfaat dalam segi ekonominya.
Eko-efisiensi suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan bantuan sistem salah satunya
Environmental Management Accounting (EMA). Sistem ini merupakan sebuah sistem
akuntansi perusahaan berbasis alur keseimbangan massa (Material and Energy Flow
Accounting-MEFA) yang berkaitan dengan biaya lingkungan (Environmental Cost
Accounting-ECA) yang dapat membantu stakeholders perusahaan dalam mengambil
keputusan yang berhubungan dengan pengendalian dampak lingkungan. EMA
merupakan salah satu sub sistem dari akuntansi lingkungan yang menjelaskan sejumlah
persoalan penguantifikasian dampak bisnis perusahaan ke dalam sejumlah unit moneter
(Rustika, 2011), sehingga perusahaan dapat melakukan efisiensi dan peningkatan
kualitas pelayanan secara berkelanjutan (Suartana, 2010).
4
peningkatan nilai guna yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan produksi atau konsumsi
yang belum diperhitungkan dalam proses produksi disebut sebagai output eksternal.
Dikatakan eksternal karena mekanisme pasar tidak/belum bisa memasukkan semua
biaya atau manfaat tersebut, sehingga dianggap sebagai biaya atau manfaat sosial.
Artinya, harga barang yang diproduksi atau yang dikonsumsi belum mencerminkan
nilai/harga sesungguhnya dari barang tersebut karena adanya dampak-dampak
eksternalitas yang tidak/belum dapat dikalkulasi. Eksternalitas timbul karena tindakan
konsumsi atau produksi dari satu pihak yang berpengaruh terhadap pihak lain yang
tidak ada kompensasi yang diterima oleh pihak yang terkena dampak tersebut. Syarat
terjadinya eksternalitas ada dua yaitu:
1. Manfaat eksternal
Manfaat eksternal terjadi apabila dampak dari suatu tindakan terhadap orang lain
tidak memberikan kompensasi mendapatkan keuntungan. Manfaat eksternal juga
disebut sebagai eksternalitas positif. Manfaat bagi masyarakat akibat aktivitas produksi
pihak lain yaitu seperti mendorong timbulnya inovasi dimasyarakat, penciptaan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat, pengalokasian sumber daya lebih efisien,
pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan di sektor industri.
Manfaat bagi masyarakat yang dihasilkan akibat aktivitas konsumsi pihak lain yaitu
seperti mendorong timbulnya inovasi di masyarakat, penciptaan pilihan baru bagi
5
masyarakat, merawat kesehatan, transportasi umum, taman yang indah dan menarik.
Manfaat yang diterima masyarakat karena adanya aktivitas konsumsi terjadi bila :
Marginal Social Benefit (MSB) > Marginal Privat Benefit (MPB)
Walaupun aktivitas konsumsi menimbulkan kepuasan bagi konsumen, dan merupakan
pemicu aktivitas produksi, namun manfaat bagi yang timbul karena konsumsi pihak
lain ini juga akan memicu hilangnya sebagian potensi kesejahteraan (the loss of publik
welfare) yang dapat diraih masyarakat.
2. Biaya eksternal
Biaya eksternal terjadi apabila dampak dari suatu tindakan terhadap orang lain
tidak menerima kompensasi sifatnya merugikan. Biaya eksternal juga disebut sebagai
eksternalitas negatif. Eksternalitas yang berhubungan dengan lingkungan hidup
(seperti polusi air dan udara, kebisingan, suara ribut-ribut) semuanya mempengaruhi
kepuasan orang lain. Masyarakat akan merasakan adanya dampak negatif dari aktivitas
konsumsi maupun produksi bila kuantitas produksi atau konsumsi menghasilkan
limpahan kerugian menghasilkan limpahan kerugian atau kesulitan (harmfull spill
over) bagi masyarakat.
Beban bagi masyarakat dari kegiatan produksi pihak lain yaitu polusi yang
dapat merusak kualitas dan kenyamanan lingkungan hidup, kemacetan, perusak pagar
tanaman dan satwa liar, kejahatan dan krisis ekonomi. Adanya proses produksi di suatu
tempat menimbulkan eksternalitas negatif apabila perusahaan membuang limbahnya
ke sungai di sekitar perusahaan. Mereka yang tinggal di sekitar sungai harus
menanggung biaya eksternal dari kegiatan ekonomi ini berupa gangguan kesehatan dan
keterbatasan akses air bersih. Pencemaran air tidak hanya disebabkan oleh pembuangan
limbah industri, tetapi juga dapat disebabkan oleh penggunaan pestisida dan pupuk
dalam proses produksi pertanian.
Biaya atau beban sosial ditanggung masyarakat karena aktivitas produk ini terjadi bila:
Marginal Social Cost (MSC) = Marginal Social Benefit (MSB) – Marginal Private Cost
(MPC).
6
Biaya/beban bagi masyarakat dari kegiatan konsumsi pihak lain adalah menganggu
kenyamanan, menganggu kelancaran, meningkatkan biaya hidup masyarakat dan
sampah.
Biaya atau beban sosial yang ditanggung masyarakat karena aktivitas konsumsi terjadi
bila:
Barang publik (publik goods) yang sering disebut barang sosial (social goods), atau
barang kolektif (collective goods) adalah barang yang bebas dikonsumsi. Barang
publik merupakan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh mekanisme pasar, seperti
matahari, oksigen dan sebagainya. Hal tersebut karena pelaku ekonomi pasar tidak ada
yang bersedia untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut. Pemanfaatan barang atau
jasa tersebut oleh seseorang sama sekali tidak mengurangi kesempatan bagi orang lain
untuk turut menikmatinya.
Secara spesifik, barang publik dan barang privat memiliki perbedaan. Barang
publik atau publik goods memliki dua karakteristik yang terkait dengan
penggunaannya yaitu :
1) Tidak ada pesaing (non-rivalry)
Suatu barang bersifat non rival jika untuk suatu level produksi tertentu, biaya
pembiayaan marginal kepada seorang konsumen tambahan adalah nol. Untuk
kebanyakan barang yang disediakan secara swasta atau privat, biaya marjinal untuk
memproduksi barang tersebut secara lebih banyak adalah positif. Tetapi untuk sejenis
7
jumlah barang, para konsumen tambahan tidak memberikan biaya. Non rival juga
berarti bahwa penggunaan barang publik oleh satu konsumen tidak akan mengurangi
kesempatan konsumen lain untuk mengkonsumsi barang tersebut. Misalnya,
ketersediaan panas matahari, jika ada konsumen yang menggunakan panas matahari
untuk mengeringkan pakaian maka tidak mengurangi kesempatan komsumen lain
untuk bisa memanfaatkan panas matahari juga.
2) Tidak bersifat eksklusif / sulit memperolehnya (non-excludable)
Suatu barang tidak bersifat eksklusif berarti bahwa apabila suatu barang publik
tersedia, maka tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat
dari barang tersebut. Dalam konteks pasar, mereka yang membayar ataupun tidak
membayar tetap dapat menikmati barang publik tersebut. Sifat yang mebedakan barang
publik dengan barang lainya adalah apakah orang-orang bisa menikmati barang-barang
yang dibeli dan dimilikinya secara sendiri-sendiri atau tidak. Untuk barang privat,
biasanya ekslusivitas ini bisa dilakukan. Jadi kalau barang-barang privat bisa
dipisahkan pengkonsumsianya, maka barang-barang publik sangat sulit dipisah
pisahkan pengonsumsianya.
Karena sifat barang publik yang tidak ada pesaing dan tidak eklusif serta
merupakan barang konsumsi umum. Hal tersebut akhirnya cenderung mengakibatkan
berkurangnya intensif atau rangsangan untuk memberikan konstribusi terhadap
penyediaan dan pengelolaan barang publik. Kalaupun ada konstribusi maka
sumbangan itu tidaklah cukup besar untuk membiayai penyediaan barang publik yang
efisien, karena masyarakat cenderung memberikan nilai yang lebih rendah dari yang
seharusnya (undervalued).
8
3. Studi Kasus Terkait Efisiensi ESDAL
Studi Kasus 1
Judul Penerapan Prinsip Eko-Efisiensi dengan Memanfaatkan Limbah
Ampas TebuSebagai Bahan Bakar Ketel Uap (Studi Kasus: PG.
Madukismo Yogyakarta)
Penulis Puji Asih
Tahun 2017
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai seberapa lama
limbah ampas tebu dapat dipakai untuk menggerakan ketel uap dan
seberapa banyak biaya yang dapat dihemat oleh perusahan untuk
membeli bahan bakar solar
Latar Industrialisasi dan kemajuan kehidupan menurut Singgih (2012)
Belakang dihadapkanpada masalah produksi sampah/ limbah yang tidak
terkira. Laju industrialisasi untukmemenuhi kebutuhan masyarakat
membawa dampak pada kelangkaan sumber daya alam. Masalah
lingkungan merupakan idaman bagi semua orang tetapi seringkali
kelestarian lingkungan dikaitkan dengan biaya dalam arti
memperbaiki kinerja lingkungan berarti meningkatkan biaya. Akhir-
akhir ini timbul pemikiran untukmengendalikan masalah lingkungan
tetapi juga menguntungkan secara finansial sehingga timbullah istilah
green productivity. Green productivity merupakan strategi untuk
meningkatkan produktivitas dan kinerja lingkungan secara
bersamaan. Ini merupakan aplikasi dari tool, teknik, teknologi dan
manajemen lingkungan yangcocok untuk mereduksi beban
lingkungan dari aktivitas organisasi, proses produksi untuk membuat
produk dan jasa.
9
pencemaran dan mengurangi terbentuknya limbah/ sampah mulai
pemilihan bahan baku sampai denganprodukyang dihasilkan.
Sedangkan eko-efisiensi berorientasi pada peningkatan efisiensi
ekonomi melalui pengurangan penggunaan sumber daya
alamdanenergi. Berdasarkan laporan harian giling pada unit Ketel
Uap PG. Madukismo(2014), upaya penerapan eko-efisiensi di PG
Madukismo adalah dengan menggunakanampas tebu sebagai bahan
bakar ketel uap sebagai pengganti solar. Penelitianini bertujuan untuk
mengetahui seberapa lama ampas tebu dapat digunakansebagai bahan
bakar ketel uap pengganti solar dan berapa biaya yang dapat dihemat
olehperusahaan
Metode Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, penelitian ini
Penelitian merupakan penelitian kuantitatif. Data yang diperlukan untuk
mencapai tujuanpenelitian ialah data tebu giling dan ampas tebu.
Penelitian ini menggunakan data tahun 2017. Selanjutnya dilakukan
perhitungan timing production ampas, kebutuhansolar selama timing
production, dan penghematan yang dihasilkan.
• Timing Production
adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses produksi pada suatu
produk tertentu. Pada pabrik gula Madukismo yang dimaksud
dengantiming production adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menggerakan ketel uapdengan menggunakan bahan bakar ampas
tebu. Sedangkan untuk menggerakan ketel uap selama 1 jam, setiap
ketel uap membutuhkan ampas tebu sebanyak 202 KW.
Rumus perhitungan timing production ialah :
Timing Production = Jumlah ampas tebu (KW) / 202 KW ampas
tebu/jam
10
Pabrik gula Madukismo di dalam proses produksinya
membutuhkanbiayauntuk membeli bahan bakar solar atau kayu bakar
sebagai penggerak ketel uap. Untuk menghitung besarnya biaya
untuk bahan bakar solar yang biasa digunakanharus mengetahui lama
waktu yang dibutuhkan selama timing productiondankebutuhan solar
yang diperlukan untuk setiap jamnya. Apabila kebutuhansolarsetiap
jam sebanyak 30 liter dan harga solar diketahui maka
penghematanbiayadapat dihitung dengan rumus:
Penghematan biaya = timing production x 30 liter/jam x harga
solar/liter
Hasil Hasil dari penelitian terkait kegiatan pemanfaatan limbah ampas tebu
untuk bahan bakar ketel uap pengganti solar yang dilakukan oleh
pabrik gula Madukismo ini berarti bahwa pabrik gula Madukismo :
1. Pabrik gula Madukismo telah mengurangi pencemaran
lingkunganyangdiakibatkan oleh limbah ampas tebu yang ada apabila
tidak dimanfaatkansebagai bahan bakar ketel uap pengganti solar.
2. Semakin banyak limbah ampas tebu yang dapat digunakan sebagai
bahanbakar ketel uap sebagai pengganti solar, maka akan
semakinbanyakpenghematan biaya untuk membeli solar yang harus
dikeluarkan olehpabrikgula Madukismo.
3. Penghematan biaya untuk membeli solar yang dapat dicapai pada
masa giling2016 sebesar Rp 613.454.330,80 ini berarti bahwa pada
masa gilingtersebut dapat menekan biaya produksi sebesar
penghematan biaya untuk membeli solar.
4. Penghematan biaya produksi dapat ditekan maka keuntungan
perusahaanakan semakin banyak dan kemungkinan bisa menekan
harga persatuanproduknya.
5. Dengan memanfaatkan limbah ampas tebu yang begitu banyak
berarti pabrikgula Madukismo telah menjalankan prinsip eko-
efisiensi (tetap menjagalingkungan dengan memanfaatkan sumber
daya alamberupa penggunaanbahan bakar solar yang seefiesien
mungkin. Selanjutnya perusahaanbahkanmendapatkan tambahan
keuntungan secara ekonomi tanpa harusmengeluarkan biaya untuk
membeli bahan bakar solar industri, tetapi justrumendapatkan subsidi
biaya untuk membeli solar.
6. Penghematan biaya produksi dapat ditekan maka keuntungan
perusahaanakan semakin banyak dan kemungkinan bisa menekan
harga persatuanproduknya.
Kesimpulan Secara keseluruhan hasil yang diperoleh yaitu limbah ampas tebu
periode giling tahun 2016 dapat digunakan sebagai bahan bakar ketel
uap pengganti solar selama 3266,18 jam atau 165,44 hari.
11
Penghematan biaya yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan
memanfaatkan limbah ampas tebu sebagai bahan bakar ketel uap
sebagai pengganti solar sebesar Rp 614. 354. 330,80.
Studi Kasus 2
Judul Analisis Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Kopi Rakyat di
Lampung
Tahun 2017
Latar Belakang Kopi memegang peranan yang cukup penting di sektor pertanian,
baik sebagai penyedia lapangan kerja, penghasil pendapatan bagi
petani, maupun sebagai sumber devisa bagi negara. Dalam tahun
1986 nilai ekspor komoditi kopi mencapai US$ 818,4 juta, yaitu
merupakan penyumbang devisa terbesar di sektor pertaman (BPS,
1986).
12
pengujian kesamaan efisiensi ekonomi relatif dilaksanakan pada
perbedaan luas usahatani dan perbedaan lokasi geografi.
13
pemerintah semata tapi dituntut peran aktif dari pihak swasta
(exportir) terutama pada segi pasca panennya.
Studi Kasus 3
Judul Dampak Ekonomi dan Lingkungan Ekspansi Perkebunan Kelapa
Sawit (Studi Kasus: Desa Penyabungan, Kecamatan Merlung,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi)
Tahun 2017
14
Vol./Hal 22 (2): 115-126
Latar Belakang Komoditas kelapa sawit memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan
menjadi salah satu komoditas perkebunan penyumbang devisa
terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, adanya ekspansi
perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan manfaat ekonomi.
Akan tetapi di sisi lain, aktivitas tersebut juga dapat
mengakibatkan gangguan lingkungan.
15
limbah cair yang berdampak pada lingkungan. Berdasarkan
perhitungan estimasi biaya eksternal yang dilakukan, diperoleh
hasil bahwa biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat
untuk berobat (cost of illnes) yaitu seebsar Rp 11.667.500/tahun
atau Rp 191.270/KK/tahun. Adapun gangguan kesehatan yang
dialami meliputi diare, gatal, dan gabungan keduanya. Sedangkan
biaya eksternal yang dikeluarkan masyarakt untuk mengganti air
bersih yang hilang akibat adanya ekspansi yaitu sebesar Rp
134.526.933/tahun atau Rp 625.707/KK/tahun. Sumber air
pengganti air bersih meliputi air galon isi ulang, air sumur, dan
gabungan keduanya.
16
III. KESIMPULAN
Isu lingkungan saat ini menjadi topik yang sering diperbincangkan oleh
masyarakat global. Keadaan seperti ini melahirkan adanya konsep eko-efisinesi.
Efisiensi ekonomi merupakan keseimbangan antara nilai produk dengan nilai dari input
yang digunakan untuk memproduksinya efisiensi tergantung juga dari siapa yang
menilai, efisiensi menurut seseorang belum tentu efisiensi menurut orang lain, maka
dari itu diperlukan konsep efisiensi yang applicable untuk perekonomian secara
keseluruhan. Eko-efisiensi menurut Rangga (2013) merupakan suatu strategi yang
menggabungkan antara konsep efisiensi ekonomi dengan efisiensi lingkungan
berdasarkan prinsip efisiensi penggunaan sumber daya alam. Eko-efisiensi menurut
kamus Lingkungan Hidup Republik Indonesia didefinisikan sebagai suatu konsep
efisiensi yang memasukan aspek sumber daya alam dan energi atau suatu proses
produksi yang meminimumkan penggunakan bahan baku, air, energi serta dampak
lingkungan per unti produk.Tujuan adanya eko-efisiensi adalah untuk mengurangi
adanya dampak lingkungan per unit produk yang diproduksi dan dikonsumsi.
Konsep eko-efisiensi sendiri telah dipopulerkan oleh World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD) pada tahun 2000. WBCSD telah mengidentifikasi
adanya tujuh faktor kunci dalam eko-efisinesi yaitu (1) mengurangi jumlah
penggunaan bahan; (2) mengurangi jumlah penggunaan energi; (3) mengurangi
pencemaran; (4) memperbesar daur ulang bahan; (5) memaksimalkan penggunaan
sumber daya alam yang diperbaharui; (6) memperpanjang umur pakai produk; dan (7)
meningkatkan intensitas pelayanan. Teknologi eko-efisiensi dapat dicapai dengan
memodifikasi proses maupun peralatan untuk proses produksi diantaranya untuk
memnuhi kebutuhan sumber daya energi dapat digunakan seumber daya alternatif yang
dapat diperbaharui.
Pendekatan marginal abatement cost (MAC) adalah pendekatan yang digunakan
untuk menentukan jumlah biaya tambahan yang diperlukan untuk mengurangi emisi
17
GRK sebesar 1 t CO2e selama periode waktu tertentu. MAC adalah biaya untuk
mengurangi dampak lingkungan negatif seperti emisi GRK. Biaya ini disebut biaya
marginal karena menunjukan biaya untuk menghilangkan 1 unit tambahan emisi GRK.
MAC berguna dalam evaluasi kebijakan karena mencerminkan biaya yang harus
ditanggung masyarakat untuk mengurangi emisi GRK.
Secara umum, analisis MAC digunakan untuk menilai potensi ekonomi sektor
pertanian untuk mengurangi emisi GRK (MacLeod et al, 2010; Moran et al, 2011).
Analisis MAC memungkinkan untuk melakukan evaluasi strategi untuk mengurangi
GRK menggunakan beberapa skenario komparatif termasuk biaya dan manfaat.
Konsep ini telah banyak dikembangkan secara luas selama 20 tahun terakhir (Beach et
al, 2008). Di bidang pertanian, pendekatan ini diterapkan sekitar tahun 2000 dengan
menggunakan pendapat secara kualitatif (Weiske 2005,2006) . MAC menghitung
jumlah emisi GRK yang dapat dikurangi dengan opsi mitigasi yang berbeda dan sesuai
dengan biaya marjinal yang diperlukan. Analisis MAC ini bersifat tidak tetap dan akan
berubah dari waktu ke waktu karena teknologi baru menjadi lebih banyak tersedia
dengan biaya yang lebih rendah atau seiring berkembangnya kondisi agronomi dan
sosial-ekonomi.
Pada studi kasus 1 (Penerapan Prinsip Eko-Efisiensi denganMemanfaatkan
Limbah Ampas TebuSebagai Bahan Bakar Ketel Uap (Studi Kasus: PG. Madukismo
Yogyakarta)), Pabrik Gula Madukismo telah mengurangi pencemaran lingkungan
dengan memanfaatkan limbah ampas tebu sebagai bahan baku ketel uap pengganti
solar. Penghematan biaya untuk membeli solar yang dapat dicapai pada masa giling
2016 sebesar Rp 613.454.330,80 ini berarti bahwa pada masa giling tersebut dapat
menekan biaya produksi sebesar penghematan biaya untuk membeli solar. Dengan
memanfaatkan limbah ampas tebu yang begitu banyak berarti pabrikgula Madukismo
telah menjalankan prinsip eko-efisiensi (tetap menjagalingkungan dengan
memanfaatkan sumber daya alamberupa penggunaanbahan bakar solar yang seefiesien
mungkin. Selanjutnya perusahaanbahkanmendapatkan tambahan keuntungan secara
18
ekonomi tanpa harusmengeluarkan biaya untuk membeli bahan bakar solar industri,
tetapi justrumendapatkan subsidi biaya untuk membeli solar.
Pada studi kasus 2 (Analisis Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Kopi Rakyat di
Lampung), Terdapat kesamaan efisiensi, baik efisiensi ekonomi, teknik maupun harga
relatif antara usahatani kopi berlahan sempit (luas < 1,022 ha) dengan usahatani kopi
berlahan luas (luas > 1,022 ba). lmplikasi dari hasil ini menunjukkan bahwa untuk
meningkatkan efisiensi pada usahatani kopi rakyat di daerah penelitian tidak banyak
tergantung pada besarnya luasan usahatani/kebun kopi. Dengan memakai cara
pengujian yang sama pada komoditi perkebunan yang lain menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan efisiensi ekonomi relatif antara usahatani sempit dengan usahatani
luas pada tembakau pipa _(Mukani, 1986), sedangkanpada komoditi kelapa sawit
menunjukkan adanya kesamaan efisiensi ekonomi relatif antara usahatani sempit
dengan usahatani luas (Saragih, B. 1980). Perbedaan lokasi geografi antara daerah yang
relatif terbuka di dataran rendah dengan daerah yang relatif terpencil di dataran tinggi
ternyata tidak menimbulkan perbedaan efisiensi relatif, baik efisiensi ekonomi, teknik
maupun harga relatif. Hal ini sedikitnya menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani
kopi di daerah penelitian pada umumnya dilakukan oleh petani dalam pola yang relatif
sama, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi.
19
dilakukan, diperoleh hasil bahwa biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat
untuk berobat (cost of illnes) yaitu seebsar Rp 11.667.500/tahun atau Rp
191.270/KK/tahun. Adapun gangguan kesehatan yang dialami meliputi diare, gatal,
dan gabungan keduanya. Sedangkan biaya eksternal yang dikeluarkan masyarakt untuk
mengganti air bersih yang hilang akibat adanya ekspansi yaitu sebesar Rp
134.526.933/tahun atau Rp 625.707/KK/tahun. Sumber air pengganti air bersih
meliputi air galon isi ulang, air sumur, dan gabungan keduanya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso, C. A. (2017). Analisis Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Kopi Rakyat
di Lampung.
21