EKOLOGI
INDUSTRI
Nama : Dahlyani Giriwati
NIM : 114122503
Ekologi industri adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengelola aliran energi
atau material sehingga diperoleh efisiensi yang tinggi dan menghasilkan sedikit polusi.
Tujuan utamanya adalah untuk mengorganisasi sistem industri sehingga diperoleh suatu jenis
operasi yang ramah lingkungan dan berkesinambungan. Strategi untuk mengimplementasikan
konsep ekologi industri ada empat elemen utama yaitu : mengoptimasi penggunaan sumber
daya yang ada, membuat suatu siklus material yang tertutup dan meminimalkan emisi, proses
dematerialisasi dan pengurangan dan penghilangan ketergantungan pada sumber energi yang
tidak terbarukan.
Konsep ekologi industri terkait secara dekat dengan proses produksi bersih (cleaner
production) dan merupakan komplementer satu dengan lainnya. Kedua konsep melibatkan
pencegahan pencemaran dalam rangka melindungi lingkungan dan meningkatkan efisiensi
ekonomi. Produksi bersih lebih memfokuskan pada aspek pengurangan limbah, sementara
ekologi industri lebih menekankan pada pendauran suatu limbah yang terbentuknya tidak bisa
dihindari (unavoidably produced waste) dengan mensinergikan antara unit satu dengan
lainnya atau antara satu industri dengan industri lainnya. Selain terjadi pemanfaatan suatu
material yang dihasilkan oleh suatu unit oleh unit lain, juga dimungkinkan terjadinya
integrasi energi dari suatu unit oleh unit lain di dalam suatu kawasan.
Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang sedang memacu pertumbuhan
industri. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah dengan membangun kawasan-kawasan
industri terpadu. Pada awal perkembangan kawasan industri di Indonesia masih berupa
kumpulan industri yang ditata dengan terpadu namun masih terpisah satu sama lain.
2. Pakai Ulang (Reuse) : Memilih bahan-bahan yang dapat didesain tahan lama.
Memaksimalkan pemakaian ulang sumber daya • Mengembangkan wilayah yang sudah
ada daripada membuka lahan baru • Menggunakan kembali bahan-bahan, produk-produk
bangunan • Melakukan pengolahan air sehingga dapat dipakai ulang
Cleaner Production berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah. Dimana limbah merupakan salah
satu indikator inefisiensi, karena itu usaha pencegahan tersebut harus dilakukan mulai dari awal (Waste
avoidance), pengurangan terbentuknya limbah (waste reduction) dan pemanfaatan limbah yang terbentuk
melalui daur ulang (recycle). Keberhasilan upaya ini akan menghasilkan pebghematan (saving) yang luar biasa
karena penurunan biaya produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini menjadi sumber pendapatan (revenue
generator).
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah pada pencegahan (preventif)
dan terpadu agar dapat diterapkan pada seluruh siklus produksi. Hal tersebut memiliki tujuan untuk
meningkatkan produktivitas dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik dalam penggunaan bahan
mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik melalui sumber-sumber pembangkit
limbah dan emisi serta mereduksi dampak produk terhadap lingkungan melalui rancangan yang ramah
lingkungan, namun efektif dari segi biaya. Penerapan produksi bersih umumnya dilakukan dalam suatu kegiatan
industri untuk tujuan efesiensi dan peningkatan keuntungan, namun tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan.
Di era globalisasi seperti sekarang ini pertumbuhan indusri pada berbagai sekala menjadi suatu tren di
berbagai negara mulai dari industri makanan, hingga indstri kimia. Keberadaan industry dalam berbagai sekala
dan jenis ditujukan sebagai solusi dalam mengatasi persoaalan ekonomi pada masing-masing Negara.
Produksi Bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual
dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dimana dampaknya dari keseluruhan daur hidup produk
terhadap lingkungan dan manusia diupayakan sekecil mungkin. Strategi Produksi Bersih mempunyai arti yang
sangat luas karena didalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui
pilihan jenis proses, yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.
Produksi bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang diterapkan untuk
menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan lingkungan. Strategi konvensional
dalam pengelolaan limbah didasarkan pada pendekatan pengelolaan limbah yang terbentuk (end-of pipe
treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk
mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot pencemaran
dan kerusakan lingkungan terus meningkat. Kelemahan yang terdapat pada pendekatan pengolahan limbah
secara konvensional adalah :
Tidak efektif memecahkan masalah lingkungan karena hanya mengubah bentuk limbah dan memindahkannya
dari suatu media ke media lain.
Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah.
Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah.
Tidak dapat mengatasi masalah pencemaran yang sifatnya non-point sources pollution.
Inovestasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha
untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya
pencegahan. (Konsep Umum Produksi Bersih )
Dasar Hukum Pelaksanaan Produksi Bersih adalah UU RI No. 23 Tabun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 14 dan Pasal 17. Pelaksanaan Produksi Bersih juga tercantum di dalam Dokumen ISO
14001 Butir 3.13
3. Penggunaan Kembali
a. Menggunakan kembali sisa air proses, air pendingin dan material lain didalam pabrik.
b. Mengambil kembali bahan buangan sebagai energi. enciptakan kegunaan limbah sebagai produk lain yang
dapat dimanfaatkan oleh pihak luar.
4. Perubahan Teknologi
a. Merubah peralatan, tata letak dan perpipaan untuk memperbaiki aliran proses dan meningkatkan efesiensi.
b. Memeperbaiki kondisi proses sehingga meningkatkan kualitas produksi dan mengurangi jumlah limbah.
5. Perubahan Produk
a. Merubah formulasi produk untuk mengurangi dampak lingkungan pada waktu digunakan oleh konsumen.
b. Merancang produksi sedemikian rupa sehingga mudah untuk di daur ulang.
c. Mengurangi kemasan yang tidak perlu. (Artiningsih)
Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy),
lebih disukai daripada strategi yang berurusan dengan pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah
ditimbulkan (treatment strategy). Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan strategi berikut ini:
1. Eliminasi
Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah
sama sekali (zero discharge). Didalam konsep penerapan Produksi Bersih hal ini dimasukkan sebagai metode
pencegahan pencemaran.
3. Daur Ulang
Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka strategi-strategi untuk meminimkan
limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan harus dicari, seperti misalnya daur ulang
(recycle) dan/atau penggunaan kembali (re-use). Jika limbah tidak dapat dicegah, pengolahan limbah dapat
dilakukan.
4. Pengendalian Pencemaran
Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum
mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas terjadinya limbah.
5. Pengolahan dan Pembuangan
Strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metoda-metoda pembuangan altematif. Pembuangan
limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan; tetapi,
ini adalah teknik yang paling tidak efektif.
6. Remediasi
Strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kadar peracunan dan kuantitas limbah yang ada.
Stillage dari area 300 dialirkan kedalam 3 buah bak yang masing-masing mempunyai ukuran 145m x 45m
x 7m yang prosesnya terjadi secara anaerob. Didalam bak ini limbah diberi nutrisi berupa urea, TSP dan NaOH
untuk pengaturan PH, serta pengadukan dengan menggunakan pompa (setiap bak dilengkapi dengan 6 pompa).
Waktu tinggal didalam bak selama 99 hari. Hasil yang diperoleh dari ketiga bak anaerobic tersebut adalah gas
(bio gas) dengankadar methane 55%, CO2 43%, H2S 1% dan bahan organic yang lain sebesar 1% yang
kemudian di lewatkan di unit scrubber untuk mengikat gas H2S dan kemudian digunakan sebagai bahan bakar
boiler, dan sisanya digunakan untuk pembuatan pupuk kompos.
Setelah keluar dari anaerobic lagoon cairan mencapai kadar COD 25.000 ppm dan BOD 5000 ppm
setelah itu dialirkan ke aerobic lagoon yang dilengkapi dengan aerator-aerator, untuk meningkatkan
pertumbuhan bakteri maka diberi nutrisi berupa urea dan TSP dengan waktu tinggal di bak selama 20 jam,
setelah dari aerobic lagoon cairan di pompa ke biological clarifier untuk memisahkan sludge dengan cairanya.
Sebagian sludge digunakana untuk campuran pembuatan kompos sedang cairannya dimasukan dalam clarifier
koagulan dan flokulan. Di dalam clarifier, maka sludge dan cairan di isah, sludge untuk dibuat pupuk sedangkan
cairannya di lewatkan sand filter dan carbon filter kemudian dibuang kesungai karena telah memenuhi baku
mutu yang ditetapkan yaitu dengan kandungan BOD 80 ppm. Untuk pengukuran kandungan BOD, COD, dan pH
dilakukan setiap 2 jam sekali.
Stilage yang dihasilkan stiap harinya sekitar 25% dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk. Di Pt. Indo
AcidatamaTbk, pupuk yang dihasilkan adalah pupuk kompos, super alfinase, granulair alfinase. Pupuk super
alfinase dibuat dari pupuk kompos yang ditambah denga phospat, dolomite, abu sekam, bekatul, tembakau yang
rusak, kotoran ayam dan efektif mikro organisme (EM4). Sedang pupuk kompos sendiri dibuat dari dedaunan
dan grajen yang prosesnya dilakukan selama 26 hari dan diaduk setiap hari, setelah menjadi kompos (C-N ratio
< 20) diperkaya dengan bahan tertentu sampai kandungan N, P, K nya sesuai standar. Pupuk granulair alfinase
dibuat darisuper alfinase ditambah sludge yang dipadatkan.(Novianingsih)
Pada awalnya, proses yang digunakan oleh proses produksi yang digunakan adalah wet sanding. Pada
pelaksanaannya proses wet sanding menghasilkan limbah cair sebesar 68,9 l/unit. Dengan diterapkannya
produksi bersih yang diimplementasikan dengan perubahan proses produksi, yaitu slight sanding, maka limbah
cair yang dihasilkan menjadi 12,2 l/unit. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat diketahui bahwa dengan
perubahan proses produksi, limbah cair yang dihasilkan menjadi menurun. Hal ini sesuai dengan konsep
produksi bersih, yaitu mengurangi limbah langsung dari sumbernya. (Implementasi Produksi Bersih di Bidang
Industri, 2009)
Limbah cair, limbah ini berasal dari hasil pencucian alat, limbah tersebut di tamping dilakukan peroses
penguraian bakteri aerobic. Setelah itu dilakukan aerasi dan di diamkan selama 48 jam supaya bakteri mengurai
zat-zat organic. Kemudian dipisahkan air dan lumpur aktif untuk dilakukan foltasi, ciran dimasukan kedalam bak
sedimentasi sehingga cairan yang dihasilkan menjadi tidak berwarna.
Limbah padat, limbah ini berasal dari kemasan produk yang sudah terpakai, kemasan tersebut dikirimkan
pada badan pengolah kertas kemudian di campur dengan air selama kurang lebih 1 jam, hasilnya dapat
digunakan untuk kertas tulis.
Limbah gas, limbah ini berasal dari hasil pembakaran, dari hasil pembakaran tersebut dibekukan untuk
kebutuhan ice cream campina di Surabaya. (Siregar, Kurniawan, & Primasri)
Sebelum limbah radioaktif dikirimkan, penghasil limbah berkewajiban melakukan pengelolaan limbah
yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang
dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengumpulan
dan pengelompokkan limbah berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi, bentuk fisik-dan kimia, sifat racun
dan asal limbah radioaktif atau mengolah limbahnya apabila memiliki fasilitas pengolahan.
Limbah padat dipisahkan menjadi dapat terbakar - tidak dapat terbakar, terkompaksi – tidak terkompaksi,
aktivitas rendah dan tinggi, umur paro panjang dan pendek, serta jenis radiasi. Limbah tersebut ditempatkan
pada lokasi khusus yang diberi tanda bahaya radiasi sehingga hanya petugas tertentu yang dapat masuk ke
ruangan.
Limbah cair yang berupa sisa zat radioaktif dan limbah cair hasil samping kegiatan dekontaminasi yang
memiliki aktivitas tinggi atau umur paro panjang ditempatkan secara terpisah dengan limbah aktivitas rendah
atau umur paro pendek. Untuk limbah cair hasil ekskresi atau hasil kegiatan mandi dan cuci disalurkan secara
terpisah dengan saluran grey water dan disalurkan ke tempat penampungan sementara untuk mengetahui dosis
paparan radiasi yang ditimbulkan, limbah radioaktif tersebut dapat di lepaskan ke badan air apabila memenuhi
persyaratan pelepasan.
Limbah berbentuk gas sangat jarang terjadi. Seperti yang telah disampaikan di muka untuk
mengendalikan limbah radioaktif berbentuk gas, maka sumber penghasil limbah ditempatkan pada tempat
khusus sehingga gas tidak mudah keluar ke lingkungan. Gas dapat di lepaskan ke lingkungan setelah memenuhi
persyaratan pelepasan. Penghasil limbah wajib memberikan informasi dengan lengkap dan benar secara tertulis
(dalam manifes dokumen) kepada pengangkut tentang identitas limbah, bahaya radiasi, dan sifat bahaya lain
yang mungkin terjadi dan cara penanggulangannya. Penghasil limbah juga berkewajiban memberikan tanda,
label, atau plakat pada kendaraan angkutan.
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif saat ini dilakukan secara terpadu di PTLRBATAN
meskipun dalam menjalankan tugasnya, Badan Pelaksana sebetulnya dapat menunjuk dan/atau bekerja sama
dengan BUMN, swasta dan Koperasi. Sehingga sampai saat ini pihak pengolah atau penyimpan limbah
radioaktif hanya PTLR-BATAN. Pihak pengolah/penyimpan /negara asal sumber radioaktif berkewajiban
memeriksa kesesuaian limbah yang diserahkan oleh pengangkut dengan kualifikasi limbah sebagaimana
tercantum dalam dokumen pengiriman limbah. Apabila terdapat ketidaksesuaian maka pihak
pengolah/penyimpan/negara asal sumber radioaktif wajib memberitahukan ke Badan Pengawas dan penghasil
limbah guna investigasi lebih lanjut. Namun apabila limbah radioaktif yang diterima oleh pengolah sudah sesuai
dengan dokumen pengiriman limbah maka pihak pengolah/penyimpan dapat melakukan
pengolahan/penyimpanan limbah radioaktif dengan teknologi yang sesuai. Sedangkan negara asal sumber
radioaktif dapat melakukan penanganan sumber radioaktif bekas yang diterimanya sesuai dengan kebijakan
pengelolaan limbah radioaktif Negara tersebut.
Pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh pihak pengolah dimaksudkan untuk mereduksi volume
limbah dan mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar tidak membahayakan manusia dan
lingkungan sehingga dosis radiasi yang diterima oleh pekerja akibat adanya limbah tersebut tidak akan melebihi
ketentuan dossis tahunan yang telah ditetapkan.
Jenis pengolahan limbah radioaktif berbentuk padat yang telah dipraktekkan, antara lain: kompaksi,
insenerasi dan imobilisasi tetapi tidak berlaku untuk sumber radioaktif bekas. (Alfian & Akhmad, 2010)
Untuk pengelolaan limbah industri baja ini, para pakar menilai, bahwa model penanganan limbah baja
terdapat 2 (dua) opsi skenario. Skenario pertama, perusahaan dapat mengolah limbah baja menjadi produk
yang mempunyai nilai tambah (value added). Opsi ini, perusahaan harus mengeluarkan dana untuk investasi
awal yang cukup besar dalam arti perusahaan mendirikan pabrik baru dengan bahan substitusi (campuran)
limbah. Berapa negara seperti Jepang sudah memanfaatkan limbah baja untuk bahan substitusi (campuran)
membuat produk tersebut, seperti batako, genteng, paving block, lantai keramik, dan sebagainya. Skenario
kedua, perusahaan dapat menjual langsung limbah yang dihasilkan oleh pabrik saat beroperasi proses produksi.
Opsi ini telah dilakukan oleh perusahan dengan cara menjual limbah baja ke perusahaan lain di dalam dan luar
negeri. Setiap bulannya perusahaan dapat menjual + 3.000 ton untuk pabrik semen di Indonesia dan pabrik baja
di negara Cina. Skenario opsi kedua dianggap mendukung program lingkungan bersih, karena secara
berangsur-angsur limbah yang berada di area penampungan semakin berkurang, maka sejak tahun 2007
perusahaan memulai melaksanakan penanganan limbah baja dengan cara menjual. (Salim, 2009)