Seperti yang telah tercantum pada paragraf pertama, salah satu tujuan utama
dilakukannya ekologi industri adalah untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Jika
ekologi industri benar-benar dilakukan, maka efisiensi proses akan meningkat. Beberapa ahli
ekologi industri menyatakan bahwa input material dapat dikurangi empat sampai sepuluh kali
lipat tanpa mengurangi pertumbuhan ekonomi. Efisiensi proses ini tentu saja akan membuat
biaya produksi semakin murah dan akhirnya dapat meningkatkan keuntungan. Sebagai
contoh, ekologi industri dilakukan di pabrik gula melalui pemanfaatan bagas untuk bahan
baku industri etanol. Dengan basis 1 ton bagas dan asumsi nilai kalor bagas kering sebesar
598 L solar, maka jika satu liter solar berharga Rp 4500,-, satu ton bagas setara dengan Rp
2.691.000,-. Sedangkan jika satu ton bagas dapat menghasilkan 47%-massa bio-etanol yang
berharga Rp 200.000/20 L, maka 1 ton bagas dapat menghasilkan 587,5 L etanol atau Rp
5.875.000. Sisa bagas hasil pengolahan bio-etanol masih dapat digunakan untuk bahan bakar
boiler. Jika sisa bagas 53%-massa, maka bagas sisa akan sebanyak 530 kg atau setara dengan
316 L solar atau Rp 1.269.000,-. Oleh karena itu, pengolahan bagas untuk bahan baku
industri etanol lebih menguntungkan daripada hanya langsung dipakai sebagai bahan bakar
boiler.
Proses yang lebih efisien memerlukan bahan mentah yang lebih sedikit jumlahnya
dibandingkan proses yang kurang efisien. Pengurangan kebutuhan bahan mentah ini tentu
saja akan berdampak pada ketersediaannya di alam. Ketersediaan bahan mentah dari alam
yang jumlahnya terbatas tentu saja bisa dihemat dengan proses yang efisien melalui
penerapan ekologi lingkungan. Langkah penghematan bahan mentah ini seperti yang telah
disebutkan sebelumnya juga merupakan cakupan dari sustainable development. Ekologi
industri juga dilakukan dengan pengurangan pelepasan limbah ke lingkungan. Oleh karena
itu, ekologi industri ini merupakan salah satu upaya pelestarian lingkungan dan penjagaan
ekologi alam. Dengan terjaganya lingkungan dan ekologi, diharapkan alam akan senantiasa
mampu menyediakan sumber dayanya untuk keperluan industri.
Regulasi pemerintah mengenai dampak industri terhadap lingkungan semakin diperketat
akhir-akhir ini karena desakan dari dunia internasional. Demikian halnya dengan kecaman
dari dunia internasional terhadap perusahaan yang tidak ramah lingkungan semakin massif.
UU nomer 3 Tahun 2014 tentang perindustrian menuntut industri di Indonesia agar memiliki
visi ramah lingkungan dan berkelanjutan. World Council of Sustainable Development dalam
jangka waktu tertentu memberikan penilaian pada perusahaan besar. Oleh karena hal tersebut
itu, banyak perusahaan besar di dunia berlomba-lomba membangun ekologi industri atau
sistem yang menunjang sustainable development. Satu contoh perusahaan besar yang
melakukan hal tersebut adalah Chevron yang membangun pembangkit listrik tenaga
geotermal.
Ekologi industri juga berkenaan dengan desain produk yang ramah lingkungan. Dengan
semakin sadarnya masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan menyebabkan
produk ramah lingkungan produksi industri akan lebih laku di konsumen dibandingkan
produk hasil industri yang belum ramah lingkungan. Sifat ramah lingkungan inn juga bisa
menjadi materi promosi yang mampu menarik hati masyarakat.
Daftar Pustaka:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Suminar, Ratna N. 2009. Ekologi Industri : Pengertian, Konsep, Aplikasi dan
Ukuran Keberhasilan Penerapan. Yogyakarta: Teknik Kimia, Universitas Gajah Mada
www.gdrc.org. Sustainability Concepts Industrial Ecology. Diakses pada 22 Januari 2016
pukul 16.05. url: http://www.gdrc.org/sustdev/concepts/16-l-eco.html>
www.worldbank.org What is Sustainable Development. Diakses pada 25 Januari 2016
pukul 4.36. url: http://www.worldbank.org/depweb/english/sd.html