Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKOLOGI INDUSTRI

“KOMPONEN DALAM RANCANGAN EKO-KAWASAN INDUSTRI ”

DOSEN PENGAMPUH : AYU PUSPITASARI, SKM., M.Kes

DISUSUN OLEH:

AYU LESTARI (14120190058)

CHICI INDAR PARAWANSA (14120190060)

IIN KURNIATI (14120190061)

FITRIAH

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat serta
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Komponen
dalam rancangan eko-kawasan industri ” tepat pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi industri . Kami
menyadari, bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi
penyusunan,bahasa,maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa
menjadi lebih baik lagi di masa mendatang

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan ilmu pengetahuan.

Makassar, 20 Oktober 2021

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULIAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu posisi sentral dan motor penggerak untuk ekonomi masyarakat modern adalah
dunia industri. Diperlukan perubahan pada kualitas pembangunan agar pembangunan menjadi
berkelanjutan. Penggunaan sumberdaya harus lebih efektif serta limbah dan sumber
pencemar yang dihasilkan lebih sedikit sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang
dihasilkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Mengelola aliran energi dan material
diperlukan suatu sistem agar diperoleh nilai efisiensi yang tinggi dan dihasilkan polusi yang
sedikit. Sistem tersebut adalah ekologi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang
sedang memacu pertumbuhan industri. Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah dengan
membangun kawasankawasan industri terpadu. Pada awal perkembangan kawasan industri di
Indonesia masih berupa kumpulan industri yang ditata dengan terpadu namun masih terpisah
satu sama lain. Kawasan ekologi industri dapat diimplementasikan dengan baik jika masing-
masing industri dalam kawasan tersebut dapat saling terbuka dan terhubung dengan baik.
Dalam hal ini diperlukan kesepakatan bersama tentang pengelolaan kawasan industri bersama
dengan tetap berpegang pada prinsip ekonomi dan keselamatan lingkungan. Penerapan
kawasan ekologi industri di Indonesia saat ini masih pada tahap pengembangan dan masih
sangat sedikit kawasan industri yang menerapkannya. Menurut Swantomo et al (2007),
penerapan ekologi industri di Indonesia saat ini sebenarnya sudah ada, hanya saja masih pada
tahap pengembangan dan masih sangat sedikit kawasan industri yang menetapkannya.
Indonesia sebagai negara agraris yang besar sangat berpeluang untuk dikembangkan kawasan
ekologi industri berbasis industri pengolahan hasil pertanian (agroindustri). 2 Konsep ekologi
industri terkait secara dekat dengan proses produksi bersih (cleaner production) dan
merupakan komplementer satu dengan lainnya. Kedua konsep melibatkan pencegahan
pencemaran dalam rangka melindungi lingkungan dan meningkatkan efisiensi ekonomi.
Produksi bersih lebih memfokuskan pada aspek pengurangan limbah, sementara ekologi
industri lebih menekankan pada pendauran suatu limbah yang terbentuknya tidak bisa
dihindari (unavoidably produced waste) dengan mensinergikan antara unit satu dengan
lainnya atau antara satu industri dengan industri lainnya. Selain terjadi pemanfaatan suatu
material yang dihasilkan oleh suatu unit oleh unit lain, juga dimungkinkan terjadinya
integrasi energi dari suatu unit oleh unit lain di dalam suatu kawasan (Swantomo. et al.,2007).
Ekologi industri adalah studi mengenai aliran energi dan materi dalam sistem industri. Istilah
Ekologi Industri dipopulerkan oleh Robert Frosch dan Nicholas E. Gallopoulos Ekologi
Industri adalah sistem industri yang berjalan seperti ekosistem, dimana buangan dari suatu
industri dijadikan sebaagai bahan baku dari industri yang lain, dan begitu seterusnya,
sehingga tidak ada emisi yang terbuang. PLTU adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap yaitu
suatu sistem pembangkit termal dengan menggunakan uap air sebagai fluida kerjanya.
Memanfaatkan energi kinetik uap untuk menggerakkan poros sudu-sudu turbin. Untuk
memproduksi listrik dengan tenaga uap adalah dengan mengambil energi panas yang
terkandung dalam bahan bakar, untuk memproduksi uap kemudian di pindahkan kedalam
turbin dan turbin tersebut merubah energi panas menjadi energi mekanis dalam bentuk gerak
putar. Kemudian karena poros Turbin dan poros generator dikopel maka generator akan ikut
berputar sehingga bisa menghasilkan listrik. Dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap ada 4
komponen utama yaitu Boiler, Turbin, Condensor, dan Pompa. (Kurniawan 2012). Secara
sederhana proses pada PLTU dimulai dari proses memasak air yang mana bahan bakar yang
digunakan untuk memasak air adalah baru bara. Air ditampung pada sebuah tempat yang
kemudian dipanaskan menggunakan api. Akibat pemanasan yang terus menerus maka air
akan mengalami kenaikkan suhu sehingga menghasilak uap yang digunakan untuk memutar
turbin dan generator yang kemudia akan 3 menghasilkan listrik. Potensi limbah dari
kegaiatan PLTU adalah limbah B3 berupa Fly ash dan bottom ash Jika masih dihasilkan
Limbah B3 maka diupayakan Pemanfaatan Limbah B3. Pemanfaatan Limbah B3 yang
mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali
(recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam Pengelolaan Limbah B3. Penggunaan
kembali (reuse) Limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun berbeda dilakukan tanpa melalui
proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Daur ulang (recycle)
Limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yang bermanfaat melalui proses tambahan
secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama,
produk yang berbeda, dan/atau material yang bermanfaat. Sedangkan perolehan kembali
(recovery) merupakan kegiatan untuk mendapatkan kembali komponen bermanfaat dengan
proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Industri Semen saat sedang berkembang
terutama industri semen yang memanfaatkan Limbah B3 berupa Fly ash dan Bottom ash
sebagai bahan substitusi. Menurut Setiawati (2016) penggunaan material Fly ash sebagai
material pembentuk beton didasari pada sifat material ini yang memiliki kemiripan dengan
sifat semen. Kemiripan sifat ini dapat ditinjau dari dua sifat utama, yaitu sifak fisik dan
kimiawi. Secara fisik, material Fly ash memiliki kemiripan dengan semen dalam hal
kehalusan butir-butirnya. Menurut ACI Committee 226, Fly ash mempunyai butiran yang
cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili micron) 5-27 % dengan specific gravity
antara 2,15-2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Sifat kimia yangdimiliki oleh Fly ash
berupa silica dan alumina dengan presentase mencapai 80%. Adanya kemiripan sifatsifat ini
menjadikan Fly ash sebagai material pengganti untuk mengurangi jumlah semen sebagai
material penyusun beton mutu tinggi. Abu batubara mengandung SiO2, Al2O3, P2O5, dan
Fe2O3yang cukup tinggi sehingga abu batubara memenuhi kriteria sebagai bahan yang
memiliki sifat semen/pozzolan. Oleh karena itu satu konsep eco industri yang untuk industri
yang berada di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar fosil perlu
terus digalakan mengingat potensi limbah abu batubara akan terus meningkat seiring dengan
4 beroperasinya PLTU. Salah satunya dengan dengan teknologi Pemanfaatan Limbah B3, di
satu pihak dapat dikurangi jumlah Limbah B3 sehingga biaya Pengolahan Limbah B3 juga
dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini
pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari Limbah B3 yang
dihasilkan maka Limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola
B. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
mendapatkan hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa perumusan
masalah. Rumusan masalah tersebut adalah :
1.      Apa yang dimaksud ekosistem industri?
2.      Apa manfaat ekosistem industri?
3.      Apa saja komponen dan klasifikasi dalam ekosistem industri?
4.      Apa kendala dalam ekosistem industri?

 C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.          Untuk mengetahui maksud ekosistem industri.
2.          Untuk mengetahui manfaat dari ekosistem dalam industri.
3.          Untuk mengetahui klasifikasi dalam ekosistem industri.
BAB II
PEMBAHASAN

 A. PENGERTIAN EKOSISTEM INDUSTRI


Ekologi Industri adalah bidang ilmu yang difokuskan pada dua tujuan yaitu
peningkatan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan. Pada konsep ekologi industri,
sistem industri dipandang bukan sebagai suatu sistem yang terisolasi dari sistem dan
lingkungan disekelilingnya, melainkan merupakan satu kesatuan. Didalam sistem ini
dioptimalkan siklus material, dari mulai bahan mentah hingga menjadi bahan jadi, komponen,
produksi dan pembuangan akhir. Faktor-faktor yang dioptimalkan termasuk sumber daya,
energi dan modal.
Konsep dalam Ekologi Industri mengadaptasi analogi ekosistem alam kedalam sistem
industri. Tingkatan-tingkatan organisme dalam ekosistem saling berinteraksi, saling
mempengaruhi membentuk suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. Tingkatan organisasi
dalam dunia industri adalah industri tunggal, industri kawasan, industri global dan ekosistem
industri. Antara komunitas industri dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun ekosistem
adalah produsen, konsumen, dan dekomposer/pengurai.
Ekosistem kawasan industri merupakan kawasan industri yang menjalankan prinsip
ekologi dalam operasinya, sehingga dapat disebut juga sebagai Eco-industrial Park atau Eko-
Kawasan Industri. Sejalan dengan pengembangan Eko-kawasan Industri, pengembangan akan
teknologi hijau juga harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan ekosistem secara
holistik, yaitu pembangunan yang berkelanjutan.                    

B. KOMPONEN DALAM RANCANGAN EKO-KAWASAN INDUSTRI


Meskipun dapat dikatakan masih berupa embrio, ekosistem industri merupakan salah
satu pendekatan yang penting dalam menghadapi tantangan dalam mencapai tujuan
pembangunan yang ‘berkelanjutan’. Konsep Ekosistem Kawasan Industri (Eco-Industrial
Park / EIP) selanjutnya disingkat dengan EIP, pertama kali disosialisasikan secara formal
pada tahun 1992-1993 oleh suatu kelompok / komunitas dari Indigo Development – Dalhouse
University, dan kelompok / komunitas Work and Environment Initiative dari Cornell
University. Pada tahun 1994, Environmental Protection Agency milik pemerintah United
States of America membiayai Research Triangle Institute dan Indigo untuk memperdalam
konsep ekosistem industri serta melakukan studi kasus. Pada tahun 1996, sebanyak 17 proyek
industri mendeklarasikan EIP bagi kegiatan mereka. Eco-Industrial Park menyertakan
jaringan perusahaan dan organisasi yang bekerja bersama-sama untuk meningkatkan ekonomi
dan kualitas lingkungan. Beberapa perencana serta peneliti ekosistem kawasan industri telah
menggunakan jasa komunitas atau team ‘ekosistem industri’ untuk memberikan gambaran
jenis ‘hubungan simbiosis’ yang dikembangkan diantara pelaku dan perusahaan yang turut
berpatisipasi.
Komponen dalam Rancangan Eko-Kawasan Industri :
 Sistem alam :
meminimumkan dampak negative pada lingkungan, dan memperkecil biaya operasi, serta
menggunakan energi matahari dan / atau energi angin
 Energi :
Strategi utama adalah penggunaan energi secara efisien untuk mengurangi biaya-biaya serta
mengurangi beban lingkungan.
 Alir material :
Dalam Eko-Kawasan Industri, pihak perusahaan memandang limbah sebagai sesuatu produk
yang berharga yang dapat dijual untuk digunakan oleh pihak lain.
 Aliran air :
Air yang telah melalui suatu proses dapat digunakan kembali oleh pihak lain, yang dialirkan
melalui suatu tahapan proses sesuai keperluan. Infrastruktur kawasan dapat dirancang untuk
beberapa tingkatan / grade air (bergantung pada kebutuhan perusahaan).
 Pengelolaan Kawasan dan Dukungan Layanan :
Pengelolaan harus mendukung pertukaran produk antar perusahaan di kawasan, mendukung
perusahaan dalam beradaptasi dengan lingkungan beraragam industri (misalnya mobilitas
supplier atau pelanggan di areal kawasan). Layanan lain juga menyangkut pemeliharaan
akses / link pertukaran produk antar perusahaan di kawasan serta pemeliharaan sistem
telekomunikasi. Disamping itu, dapat diadakan dukungan layanan bersama berupa pusat
pelatihan, kantin, pusat kesehatan, kantor untuk pembelian barang-barang umum,
transportasi, kantor logistic dll         
                                                                                                       
C. KEUNTUNGAN DARI EKOSISTEM INDUSTRI
          Dengan adanya kerjasama antar pelaku indutri dalam Eko-Kawasan Industri, maka
terdapat beberapa keuntungan yang diperoleh, yaitu :
 Keuntungan keuangan untuk perusahaan :
-  Menurunkan biaya pembelian bahan / material, mendapatkan hasil dari penjualan limbah
kepada   pihak lain dalam kawasan
-  Menurunkan penggunaan energi (misalnya transportasi)
-  Menurunnya biaya pengelolaan limbah karena dilakukan didalam kawasan (dapat dijual,
dan membeli limbah dari perusahaan lain di kawasan)
-  Menurunnya biaya serba-serbi
-  Menurunnya biaya HRD atau perekrutan pegawai karena dilakukan bersama-sama dengan
perusahaan lain dalam kawasan
 Keuntungan bagi lingkungan :
-  Permintaan akan sumber daya alam akan berkurang
-  Berkurangnya jumlah limbah dalam semua bentuk (padat, cair, emisi udara)
-  Menurunnya kemungkinan terjadi kecelakaan dalam transport
-  Keuntungan sosial / bagi masyarakat :
-  Meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat dengan adanya pekerjaan
-  Biaya pemanasan murah untuk masyarakat lingkungan sekitar kawasan dan didalam
kawasan
-  Udara dan air yang lebih bersih, sehingga masyarakat sekitar dapat hidup sehat

  D. KLASIFIKASI DALAM EKOSISTEM INDUSTRI


Ekosistem Industri dapat diklasifikasikan atas beberapa skala, dari terkecil hingga
besar, dan dapat dipandang dari berbagai perspektif :
1.   Skala terkecil adalah ekosistem didalam satu industri / industri tunggal dimana komponen-
komponennya dapat berupa pelaku bisnis industri, mulai dari produsen, distributor, supplier
hingga konsumen. Dari sisi proses produksi, komponen dapat berupa tahapan produksi, mulai
dari bahan baku mentah, produk yang dihasilkan, limbah dari proses produksi, hingga
penggunaan limbah sebagai bahan baku untuk menghasilkan suatu produk lain. Dalam hal ini
satu perusahaan dapat memproduksi lebih dari satu jenis produk, dimana limbah dari suatu
produk dapat digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk produk lainnya.
2.        Skala yang lebih luas terdiri dari beberapa industri yang saling berinteraksi, yang letaknya
saling berdekatan dalam suatu region atau kawasan. Dalam kawasan ini, limbah yang
dihasilkan oleh suatu industri dapat digunakan sebagai bahan baku bagi industri lainnya
sehingga membentuk rantai atau jaring bahan baku produksi, analog dengan rantai atau jaring
makanan dalam ekosistem secara umum. Interaksi yang terjadi dapat lebih luas lagi, yaitu
interaksi antar pelaku industri, pemanfaatan sumber daya di kawasan, aliran energi dsb.
Komponen juga dapat berupa kelompok industri yang menghasilkan produk sejenis, sehingga
komponen ekosistem terdiri dari beberapa kelompok industri / berupa cluster yang dicirikan
oleh jenis produksinya. Contoh beberapa industri yang menghasilkan produk sejenis misalnya
industri furniture yang masing-masing perusahaan di kawasan memproduksi jenis furniture
berbeda, misalnya lemari, meja dan kursi, dipan, kerajinan lain dengan bahan baku sama.
Tetapi dalam hal ini prinsip ekologi tidak sepenuhnya dapat diterapkan karena pada tahap
terawal, bahan baku yang digunakan adalah bahan baku dari alam (kayu) yang tidak dapat
direproduksi oleh alam pada kecepatan proporsional dengan kecepatan kebutuhan untuk
produksi.
3.        Skala terbesar adalah skala global dan menyeluruh dimana jenis komponen yang
berinteraksi sangat beragam, termasuk didalamnya antara lain pelaku bisnis, eksportir,
importir, kebijakan regional, kebijakan global, jaringan dari beberapa kawasan industri dan
lain-lain yang terkait dalam lingkaran ekonomi global. Masing-masing pertukaran
dikembangkan sebagai pengelolaan bisnis yang menarik secara ekonomi antara perusahaan
yang berpartisipasi melalui kontrak bilateral. Hal ini menunjukkan bahwa simbiosis tidak
hanya bergantung pada proses perencanaan, tetapi secara kontinu akan berkembang. Regulasi
/ kebijakan berperan secara tidak langsung dalam kerangka ekonomi global.

E.   KENDALA DAN TANTANGAN


       Pada abad-21, eko-industri dan pengembangan teknologi yang mengeliminasi ‘sisa’ atau
‘limbah’ dan memaksimumkan efisiensi akan mengalami masa kritis dalam
usaha pengurangan pemakaian material dan energi serta memelihara kualitas hidup dan
kualitas lingkungan. Perluasan eco-kawasan industri dengan mengembangkan eco-economi
adalah eco-efisien, merupakan faktor yang menentukan apakah tekanan pasar akan berperan
penting sebagai ‘penggerak perubahan (driver of change).

Penerapan eco-kawasan industri mengutamakan keragaman jenis industri untuk optimalitas


siklus pertukaran limbah (waste exchange).  Pada sisi lain, keragaman dapat juga menjadi
kendala pada ekologi industri. Keragaman dapat berarti meningkatkan kompleksitas,
misalnya keragaman pelaku berarti pula keragaman tujuan / interest. Hal ini dapat menjadi
kendala ketika mencoba merumuskan ‘tujuan umum dalam pengembangan ekosistem
industri’. Dari sudut pandang berbeda, besarnya jumlah pelaku yang terlibat dalam kerjasama
dapat merupakan pengaman bagi kelanjutan sistem. Dalam alam, semakin kecil dan
sederhana sistem biotik, semakin rapuh keberlangsungan sistem. Bahkan jika salah satu
organisme punah, dapat menghancurkan simbiosis. Semakin besar dan semakin kompleks
ekosistem seperti danau, sungai dan hutan, semakinkecil kemungkinan sistem terganggu jika
satu elemen tiba-tiba punah. Keragaman industri yang berarti pula keragaman interest
pelaku, merupakan suatu tantangan dalam penerapan ekosistem pada suatu kawasan industri.
Perlu dilakukan komunikasi yang berkelanjutan untuk mencapai kesamaan persepsi dalam
menyikapi tujuan jangka panjang penerapan ekosistem pada kawasan industri.

Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam menerapkan prinsip ekologi didalam
kawasan industri :
 Para pelaku industri harus memahami limbah sebagai suatu yang bernilai sebagai
bahan dasar untuk industri lainnya. Studi dan kerjasama harus diperluas dan perusahaan harus
mengembangkan visinya dengan menyertakan keseluruhan sistem dalam perusahaan yang
bersatu.
 Perlu adanya lintas batas antar sektor public dan sektor swasta untuk menghasilkan
ekosistem industri dengan dukungan institusional. Pembuat kebijakan dapat diuntungkan
ketika mengetahui bahwa untuk keberlangsungan daur ulang atau sistem roundput, issue
lingkungan harus direfleksikan juga dalam implikasi ekonomi, social dan budaya, misalnya
dalam konteks komunitas aliran (societal context of the flow).
 Bagi kawasan industri yang sudah ada dan sudah berjalan cukup mapan, perlu suatu
usaha yang memfasilitasi pengembangan sistem kerjasama berdasarkan pemanfaatan limbah
dan energi.
 Perlu dilakukan upaya membangun suatu system kerjasama berdasarkan pemanfaatan
limbah dan energy pada suatu kawasan industry yang sudah ada
 Keberhasilan dari pembentukan hubungan / link dari eco-industri memerlukan
implementasi proyek secara terus-menerus sehingga dapat mengidentifikasi peluang-peluang
yang ada dalam rangka eco-industri. Diperlukan kerja keras untuk mengidentifikasi regulasi
dan kebijakan lain yang menghambat untuk dihilangkan. Kebijakan berdasarkan insentif
misalnya ecological tax reform (keringanan eco-pajak) dan proyek-proyek teknis perlu
diidentifikasi dan di implementasikan untuk membantu menstimulasi pasar dalam
menggerakkan eco-industri.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

Anda mungkin juga menyukai