Anda di halaman 1dari 88

BAB I

SEJARAH POLITIK INDONESIA

1.1 Sejarah Indonesia


Dilihat dari sejarah Indonesia terdapat tiga kerajaan besar yang tumbuh dan berkembang
sebagai leluhur bangsa Indonesia, yaitu Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram Islam. Kerajaan-
kerajaan lain yang juga melahirkan budaya tradisional yang berurat berakar sampai saat ini,
juga tidak dapat diabaikan begitu saja, sehingga prasasti-prasasti yang diwariskan di negara
ini menjadi daya tarik kepariwisataan di kemudian hari.
Bendera nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merah putih, merah berarti
berani dan putih berarti suci. Lagu kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya yang
diciptakan oleh Wage Rudholf Supratman, yang diperdengarkan pada waktu hari Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta, saat Indonesia belum merdeka. Sedangkan
lambing Negara adalah burung Garuda yang menoleh ke kanan, berkalungkan perisai falsafah
Pancasila dan memegang pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika berarti biarpun
berbeda-beda namun tetap satu jua.
Sumpah Pemuda menjadi langkah besar untuk maju karena dalam suasana dikuasai
penjajah, sehingga timbul kesadaran melepaskan egosentris kedaerahan (provinsialisme)
bahasa daerah dan bahasa ibu.
1.2 Sebelum Kemerdekaan
Berdasarkan sejarah yang pertama menentang penjajah dengan menggerakkan
masyarakatnya (baik mengangkat senjata maupun jalur diplomasi) adalah Sultan Agung
Anyorokusumo (1591-1645). Kemudian perlawanan Untung Surapati yang rela melepaskan
istrinya seorang putri Belanda karena menentang Belanda. Setelah itu berturut-turut para
sultan yang merasa diinjak wilayah pemerintahannya, antara lain Sultan Hasanuddin (1631-
1670), Sultan Ageng Tirtayasa (1631-1683), Sultan Mahmud Badarudin II (1767-1852),
Sultan Thoha Syaifuddin (1816-1904).
Para ulama yang berjihad melawan pemerintah Hindia Belanda dalam memperjuangkan
kemerdekaan, yaitu Tuanku Imam Bonjol (1772-1864), Pangeran Diponogoro (1785-1855)
berjuang bersama sahabatnya Kiyai Maja dan Sentot Alibasya, Pangeran Antasari (1797-
1862). Kemudian terjadi pula perlawanan di Maluku, yaitu Kapitan Pattimura (1783-1817)
dan Martha Khristina Tiahahu (1800-1818), dan pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Di
Aceh dipimpin oleh Teuku Umar (1854-1899, Teuku Cik Ditiro (1836-1891), Cut Nyak Dien

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 1


(1850-1908), Cut Nyak Meutia (1870-1910), dan Panglima Polim. Perlawanan di pulau Jawa
dipimpin oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VI (1807-1949).
Syarikat Islam (SI) adalah satu di antara organisasi politik Indonesia yang paling
menonjol waktu itu, sedangkan Muhammadiyah lebih bercorak sosio keagamaan. SI sejak
semulak bergerak di bidang politik yang bertrasformasi dari Syarikat Dagang Islam (SDI)
yang didirikan oleh H. Samanhudi. Tahun 1921 SDI menjadi SI dan dipimpin oleh H. O. S.
Tjokroaminoto (1883-1934). Perubahan SDI menjadi SI bukan hanya perubahan nama saja,
tetapi terutama dalam perubahan orientasi, yaitu dari komersial ke politik.
Komunisme atau marxisme diperkenalkan oleh orang Belanda bernama H. J. F. Sneevliet.
Tahun 1914 kelompok Marxis mendirikan ISDV (Indische Social Democratische Vereeniging
yaitu Organisasi Sosial Demokrat Hindia Belanda. Kemenangan Revolusi Oktober di Rusia
memberikan dorongan yang hebat kepada ISDV untuk menyebarkan Marxisme di Indonesia.
Tanggal 23 Mei 1920 ISDV diubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan SI
cabang Semarang sebagai pusatnya dan Semaun dipilih sebagai ketua pertamanya.
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Soetomo, Dr. Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar
Dewantara menjadi pelopor yang memberikan dampak positif dalam perjuangan pergerakan
secara nasional, namun diboncengi beberapa organisasi oleh ideology tersendiri. Tanggal 8
Desember 1941, pecahlah Perang Pasifik sebagai rangkaian Perang Dunia II, Jerman, Italia
dan Jepang melancarkan aksi tempurnya yang mendunia. Jepang di asia dan dua sekutunya di
Eropa. Hal tersebut menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada pemerintah
Jepang pada tanggal 9 maret 1942. Tiga setengah tahun Indonesia dijajah oleh Jepang.
Diserbunya Jepang oleh Rusia di Manchuria maka mulai terasa kelemahan Jepang, dan
puncaknya adalah jatuhnya bom atom di kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9
Agustus 1945). Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang resmi menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu. Penculikan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta membatalkan rapat Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
1.3 Proklamasi 17 Agustus 1945
Pada tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB Indonesia mengumandangkan
proklamasi kemerdekaannya ke seluruh dunia. Proklamasi itu ditandatangani atas nama
bangsa Indonesia oleh Soekarno dan Hatta, di Jalan Pegangsaan No. 56 Jakarta. Sejak
proklamasi kemerdekaan tersebut, sejarah bangsa Indonesia merupakan sejarah suatu bangsa
yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik dan administrasi negaranya.
Landasan berpijaknya adalah konstitusi dan ideology yang mereka ciptakan sendiri sesuai
perkembangan budaya masyarakat.
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 2
Tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
siding dan berhasil menetapkan :
1. Undang-Undang dasar 1945, yang terdiri dari :
a. Pembukaan
b. Batang tubuh
c. Penjelasan
2. Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia masing-masing Ir. Soekarno
dan Drs. Mohammad Hatta.
Terdapat empat periode besar system pemerintahan, politik dan administrasi Negara
Republik Indonesia yang terjadi terutama karena adanya pergantian konstitusi, yaitu sebagai
berikut :
1) Sistem Pemerintahan Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949
Dalam periode yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang Dasar 1945, tetapi
belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuensi oleh karena bangsa Indonesia baru saja
memproklamirkan kemerdekaannya. Walaupun UUD 1945 ini telah diberlakukan oleh PPKI,
namun yang baru dapat terbentuk hanya presiden dan wakil presiden, serta para mentri
sebagai pembantu presiden dan para gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat
didaerah.
Hal ini dapat dilihat pada Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk
pertama kalinya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh PPKI, jadi tidak menjadi masalah
apabila MPR belum dimanfaatkan karena pemilu belum dilakukan. Lembaga-lembaga tinggi
Negara lain yang disebutkan dalam UUD 1945, belum dapat diwujudkan sehubungan dengan
keadaan darurat tersebut. Jadi sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk segala kekuasaan
dijalankan oleh presiden dengan dibantu oleh Komite Nasional.
Pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan
berdirinya Tentara Keamanan Rakyat, sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi, yaitu
seorang tokoh tentara Pembela Tanah Air. Karena Supriyadi gugur dalam pertempuran
melawan Jepang di Blitar, kemudian diadakan musyawarah TKR yang dihadiri oleh para
Panglima Divisi dan Residen, terpilihlah Sudirman menjadi Panglima Besar. Beliau dilantuk
oleh Presiden Soekarno pada tanggal 18 Desember 1945, dan tanggal 3 Juni 1945 TKR resmi
menjadi TNI (Tentara nasional Indonesia).
Lalu pada tanggal 14 Desember 1945 dikeluarkan Maklumat yang memberikan kesan
bahwa sistem pemerintah Indonesia ketika itu tidak demokratik dapat dihilangkan. Tanggal
14 November 1945 dibentuklah cabinet Parlementer pertama dibawah pimpinan Sutan
Syahrir sebagai Perdana Mentri (PM) dan mentri-mentri bertanggung jawab kepada KNPI
sebagai subsitut MPR/DPR.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 3


Semenjak itu system presidensiil beralih ke sistem pemerintahan parlementer, walaupun
tidak dikenal dalam UUD 1945. Sistem ini berjalan hingga 27 Desember 1949 dan sebagian
orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan dan administrasi Negara ini
merupakan tindakan yang menyalahi UUD 1945. Tanggal 3 November 1945 muncul
Maklumat Pemerintah untuk membentuk partai-partai politik sehingga berlaku sistem
parlementer sekaligus sistem multi partai.
Pada tanggal 27 Juli 1947 serdadu Belanda menyerbu ke berbagai kota di Indonesia, dan
tanggal 19 Desember 1948 kota Yogyakarta dijadikan ibu kota Republik Indonesia sementara.
2) Sistem Pemerintahan pada saat konstitusi RIS (Periode 27 Desember 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950)
Pada periode ini Republik Indonesia menjadi Negara serikat, karena pada tanggal 27
desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan republik Indonesia dengan syarat harus
berbentuk serikat setelah melaui beberapa kali pertempuran dan perdamaian diantaranya
terjadinya Perjanjian Linggarjati (25 Maret 1947), Perjanjian Renville (8 Desember 1947),
dan Konferensi Meja Bundar (23 agustus 1949). Presiden RIS dipilih oleh orang-orang yang
dikuasai oleh masing-masing pemerintah negara bagian, dan tanggal 16 Desember 1949
diselenggarakan pemilihan presiden RIS di Yogyakarta. Ir. Soekarno terpilih dalam pemilu
dan dilantik pada tanggal 17 Desember 1949, dan untuk mengisi kekosongan jabatan
Presiden Negara Republik Indonesia diangkat Mr. Asaat. Dalam konstitusi RIS dikenal
adanya Senat. Senat tersebut mewakili negara-negara bagian, setiap negara bagian
mempunyai dua anggota dalam senat. Setiap anggota Senat mengeluarkan satu suara. Dengan
demikian Senat adalah suatu badan perwakilan negara bagian, yang anggota-anggotanya
ditunjuk oleh masing-masing pemerintah negara bagian masing-masing.
3) Periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
Pada tanggal 17 Agustus 1950 indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia walaupun konstitusinya adalah Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) tahun 1950. Sistem pemerintahan tetap dalam bentuk cabinet parlementer, yaitu para
mentri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen dan parlemen (DPR) dapat
menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Presiden hanya ditetapkan sebagai kepala
Negara tetapi tidak sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan dipegang oleh
perdana mentri yang mengepalai kabinet. Dengan demikian, presiden tidak dapat dijatuhkan
oleh parlemen.
Indonesia melaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR atau anggota
konstituante baru untuk pertama kali pada tahun 1955, yang merangkap tugas parlemen
adalah Komite Nasioanl Indonesia Pusat (KNPI). Sedangkan untuk parlemen di daerah-
daerah dibentuk Komite Nasional Daerah. Hingga pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 4
Soekarno menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 dimana peristiwa ini
dikenal dengan istilah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
4) Sistem Pemerintahan pada saat Demokrasi Parlementer (Periode 5 Juli 1959 sampai
dengan sekarang)
Menurut pengamatan Presiden Soekarno, demokrasi liberal tidak semakin mendorong
Indonesia mendekati tujuan Revolusi yang berupa masyarakat adil dan makmur, sehingga
pada gilirannya pembangunan ekonomi sulit untuk dimajukan, karena setiap pihak baik sipil
(pegawai negeri dan parpol) dan militer (yang waktu itu dapat menentukan sikap) saling
berebut keuntungan dengan mengorbankan yang lain.
Presiden soekarno ingin melihat bangsa Indonesia yang kuat dan bersatu padu
sebagaimana pada awal-awal kemerdekaan dulu, daei Sabang sampai Merauke. Selama ini
UUDS 1950 dianggap sudah melakukan penyimpangan-penyimpangan dari cita-cita luhur
proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Dengan dalih seperti itu Presiden Soekarno
mencanangkan Demokrasi Terpimpin dalam politik dalam negeri Republik Indonesia.
1.4 Sistem Pemerintahan pada saat Orde Lama (Demokrasi Terpimpin)
Dalam periode demokrasi terpimpin pemikiran ala demokrasi Barat banyak ditinggalkan.
Presiden Soekarno sebagai pemimpin nasional tertinggi ketika itu menyatkan bahwa
demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan Negara Indonesia. Prosedur
pemungutan suara, dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan sebagai tidak efektif dan
Bung Karno kemudian memperkenalkan yang kemudian disebut musyawarah untuk
mufakat.
Banyaknya partai oleh Bung Karno disebut sebagai salah satu penyebeb tidak adanya
pencapian hasil dalam pengambilan keputusan, karena dianggap terlalu banyak debat
bersitegang urat leher. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin kemudian dibentuk yang
dikenal dengan nama Front Nasional.
Demokrasi terpimpin diikuti dengan adanya istilah ekonomi terpimpin. Ekonomi
terpimpin ini sebagai konsepsi bidang ekonomi dalam rangka pelaksanaan demokrasi
terpimpin, yaitu lebih menekankan keterlibatan pemerintah bahkan menjurus kearah etatisme.
Jadi apa yang dimaksud dengan demokrasi ini adalah demokrasi yang mendasarkan
sistem pemerintahan kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan satu
kekuasaan sentral di tangan satu orang.
1.5 Sistem Pemerintahan pada saat Orde Baru
Order baru lahir setelah gagalnya pemberontakan G30S/PKI pada tanggal 30 September
1965. Pemberontakan PKI yang puncaknya tanggal 30 September 1965 itu adalah yang kedua
kalinya dilakukan, dan merupakan pemberontakan terbesar yang dialami oleh bangsa
Indonesia sejak kemerdekaan. Setelah berhasil membangkitkan isu-isu tentang perbedaan
jurang pemisah antara kaya dan miskin, PKI juga menyebarkan program sama rata sama rasa,

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 5


lalu pada puncaknya melakukan pembantaian di lubang buaya. Sasaran utama mereka adalah
para Jendral yang sejak awal menentang dipersenjatainya Angkatan Kelima Buruh Tani PKI
oleh pemerintah.
Gempa politik yang terjadi pada akhir tahun 1965 dan awal tahun 1966 ini menampilkan
Letjen, Soeharto (mantal panglima Mandala) yang mengambil alih pimpinan Angkatan Darat
yang lowong dengan tewasnya Jendral A. Yani. Lalu mulailah operasi yang gencar dan
sistematis, menumpas G30S/PKI dan Orde Lama.
Melaui prosedur konstitusional, setapak demi setapak Soeharto melangkah ke pusat dan
puncak kekuasaan, tanggal 11 Maret 1966 diperoleh Surat Perintah (Super Semar) dari
Presiden/ panglima Tertinggi/ Pemimpin Besar Revolusi/ Mandataris MPRS Soekarno.
Selanjutnya Soeharto sebagai Pejabat Presiden RI, dan setahun kemudian tepatnya tanggal 27
Maret 1968, Soeharto resmi dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua setelah
Ir. Soekarno.
1.6 Sistem Pemerintahan pada saat Era Reformasi
Pelaksanaan system pemerintahan dan politik pada era reformasi merupakan transisi dari
sistem politik otoriter ke demokrasi. Samuel Huntington, mengajukan empat model transisi
atau perubahan politik. (1) model transformasi yaitu demokratisasi datang dari atas
(pemerintah). Transisi ini terjadi ketika Negara kuat dan masyarakat sipil lemah. (2) model
penggantian (transplacement) yaitu pemerintah menyerahkan kekuasaannya dan digantikan
oleh kekuatan-kekuatan oposisi. Demokratisasi muncul dari bawah, transisi ini terjadi ketika
negara lemah dan masyarakat sipil kuat. (3) model campuran antara transformasi dan
penggantian yang disebut transplasi. Transisi ini terjadi sebagai hasil negosiasi antara elit
pemerintah dengan elit masyarakat sipil untuk melakukan perubahan politik kearah yang
lebih demokratis. Transisi ini terjadi karena pemerintah masih kuat dan kekuatan-kekuatan
oposisi tidak cukup kuat untuk menggulingkan penguasa yang ada. (4) model intervensi,
transisi ini terjadi karena dipaksakan oleh kekuatan luar.
Setelah 32 tahun berkuasa, Presiden soeharto yang kuat tiba-tiba secara resmi
menyatakan diri berhenti sebagai Presiden RI pada 22 Mei 1998di tengah krisis ekonomi
Asia. Soeharto sebagai mandataris MPR, meletakkan jabatannya dtanpa melalui pertanggung
jawaban MPR. Mundurnya Soeharto kemudian digantikan oleh BJ. Habibie yang menjabat
wakil presiden. Hal ini sempat mengundang pro dan kontra mengenai sah tidaknya suksesi
tersebut secara konstitusional. Ketetapan MPR No.3 Tahun 1999 memperjelas bahwa BJ.
Habibie dinyatakan telah menjabat Presiden sejak mengucapkan sumpah jabatan, namun
melalui ketetapan tersebut juga BJ. Habibie ditolak pertanggung jawabannya yang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 6


mengakhiri masa jabatannya sebagai presiden pada 19 Oktober 1999 atau menjabat presiden
selama kurun waktu 17 bulan (21 Mei 1998 19 Oktober 1999).
Pada tanggal 20 Oktober 1999 BJ. Habibie kemudian digantikan oleh KH.
Abdurrahman Wahid, sebagai presiden terpilih melalui Sidang Umum MPR hasil Pemilu
1999, melalui voting (pemungutan suara). Terpilihnya Abdurrahman Wahid ini menunjukkan
bahwa partai politik yang memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu tidak serta merta
menduduki kursi presiden. Karena wewenng untuk memilih presiden dan wakil presiden
menurut UUD 1945 sebelum amandemen berada di tangan MPR. Melihat kelemahan ini,
maka UUD 1945 setelah amandemen, menetapkan pemilihan presiden dan wakil presiden
merupakan paket dalam suatu pemilihan langsung oleh rakyat.
Pada masa pemerintahan Abdurrahman wahid terjadi konflik yang tajam antara
presiden dengan DPR, MPR, dan Kepala Polri. Konflik dengan DPR, tampak ketika
Abdurrahman Wahid menolak panggilan Pansus Bulog yang melaksanakan hak angket atas
kasus Bulog, MPR menganggap Abdurrahman wahid melakukan pelanggaran dalam
menetapkan Pejabat Kapolri dengan mempercepat SI MPR. Dua hari kemudian presiden
mengeluarkan Dekrit Maklumat Presiden antara lain pembekuan MPR, dimana MPR
menolak dekrit dan mencabut ketetapan MPR No.VIII/MPR/1999 tentang pengangkatan
Abdurrahman Wahid sebagi presiden. Dengan demikian diberhentikannya Abdurrahman
Wahid sebagi presiden, kemudian tanpa melaui pemungutan suara ditetapkannya Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Kemudian keesokan harinya, Hamzah
Haz dipilih sebagai wakil presiden melalui pemungutan suara.
Menguatnya posisi DPR, karena kewenangan membuat Undang-Undang ada pada
DPR. Sedangkan pihak pemerintah hanya memiliki hak untuk mengajukan Rancangan
Undang-Undang (RUU). Namun penguatan DPR juga dibarengi dengan penguatan partai
politik dengan diberlakukan kembali kewenangan penarikan (recalling) anggota DPR oleh
partai politik.
Ketiga era tersebut juga memperlihatkan setiap terjadi pergantian kekuasaan (suksesi)
berjalan tidak normal. Maksudnya peralihan dari system parlementer ke system presidensial
era soekarno, melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kemudian peralihan dari Presiden
Soekarno ke Presiden Soeharto, lewat peristiwa tragedi nasional G-30 S/PKI tahun 1965.
Transisi demokrasi dari pemerintahan Soeharto (Orde Baru) ke BJ. Habibie karena desakan
massa yang kuat terpaksa Soeharto menyatakan berhenti tanpa mempertanggung jawabkan
kepada MPR. Peralihan BJ. Habibie ke Abdurrahman wahid juga mengandung kontroversi,

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 7


karena ternyata partai politik yang memperoleh suara terbanyak dalam Pemilu tidak
memperoleh suara terbanyak dalam pemilu tidak memperoleh dukungan mayoritas di MPR.

BAB II
SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN
DI INDONESIA

Tidak ada satupun sistem politik dan pemerintahan suatu negara yang sama persis
dengan sistem politik negara lainnya. Adapun sistem politik yang ada di dunia sekarang ini
hanyalah untuk menjadi suatu perbandingan tertentu untuk melihat sejauh mana perbedaan
dan kesamaan dari berbagai sistem politik dan pemerintahan yang ada, dengan mengetahui
tolak ukur pertanggungjawaban pemerintah suatu negara terhadap rakyat yang diurusnya.
2.1 Pengertian Sistem Politik
Istilah kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa inggris) yang berarti
tatanan, cara, jaringan, atau susunan. Sistem adalah kerjasama suatu kesatuan dari sebuah
rangkaian yang utuh yang saling berkaitan satu sama lain, bagian kecil dari suatu sistem yang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 8


disebut dengan sub sistem bisa menjadi sistem yang lebih besar dan dapat dilihat bagian-
bagian yang lebih kecil dari sub sistem itu. Karena sub sistem bisa menjadi system yang besar
bila ada sub sistem lain yang lebih kecil, begitu seterusnya. Apabila salah satu dari suatu
bagian atau sub bagian terganggu, maka bagian yang lain akan merasakan ketergangguan
juga.
Pada dasarnya politik memiliki ruang lingkup negara, membicarakan politik sama
artinya dengan membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai
lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi negara dalam keadaan bergerak.
Politik juga menyelidiki ide-ide, azas-azas, sejarah pembentukan negara, hakekat negara,
serta bentuk dan tujuan negara. Politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan,
kekuasaan pemerintah, pengaturan konflik yang menjadi konsensus nasional, serta kemudian
kekuatan masa rakyat.
Sistem politik memiliki sub sistem yang terdiri dari sistem kepartaian, sistem pemilu,
sistem budaya politik, sistem peradaban politik lainnya. Sementara system politik, sistem
pemeintahan, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem administrasi merupakan sub sistem dari
sistem nasional. Oleh karena itu, sistem politik dalam keberadaannya saling berkaitan,
berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem politik juga berhubungan dengan lingkungan
hidup, alam, geografi, flora, fauna, bahkan kepariwisataan.
Dalam sistem politik ditemui berbagai sistem politik. Struktur adalah suatu pola peranan
yang saling terkait atau berhubungan yang sudah mapan di antara orang seorang dan atau
organisasi. Dalam struktur ini relatif mempunyai unsur-unsur yang stabil, seragam dan
terpola.
2.2 Negara
A. Definisi Negara
Banyak definisi tentang Negara yang dikeumakan oleh para pemikir-pemikir besar
kenegaraan sejak jaman Yunani Kuno hingga kini. Di abad modern, sejumlah pakar
ketatanegaraan memberikan definisi Negara antara lain :
1. Roger H. Soltan
.Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama, atas nama masyarakat.
2. Max Weber
.Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
3. Robert M. Maclver
.Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu
masyarakat dalam satu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 9


diselenggarakan oelh suatu pemerintahan yang untuk maksud tersebut diberi
kekuasaan memaksa.
4. Harold J. Laski
.Negara adalah puncak gedung pergaulan hidup masa ini, dan keistemewaan sifat
Negara itu terletak pada hak-haknya yang melebihi hak-hak persekutuan
masyarakat. Jadi Negara itu adalah satu alat guna mengatur tingkah laku manusia
5. Jean Bodin
.keseluruhan dari keluarga-keluarga dengan segala miliknya, yang dipimpin oleh
akal dari seorang penguasa yang berdaulat.
Pandangan di atas adalah definisi tentang Negara dilihat dari sisi pandang warga
Negara melihat Negara itu sendiri (kacamata internal). Pandangan tersebut pada hakekatnya
adalah pengakuan warga atas kekuatan dan kekuasaan Negara yang harus diterima sebagai
sebuah keniscayaan. Atas pengakuan dan/atau kenyataan bahwa Negara memiliki kekuasaan
dan kekuatan hampir mutlak untuk memaksakan kehendak telah memunculkan pergulatan
pemikiran yang terus berlangsung hingga kini yang pada intinya adalah bagaimana warga
harus menerima konsekuensi kekuasaan sekaligus bagaimana kekuasaan itu harus
dikendalikan untuk tidak menjadi sewenang-wenang.
Thomas Hobbes menggambarkan bahwa Negara bagaikan Leviathan. Dimana Negara
yang tidak boleh diartikan sekedar sebagai pemerintahan (eksekutif) karena dalam Negara
terletak segala bentuk kekuatan dan kekuasaan baik formal (yang diatur dalam aturan tertulis)
ataupun yang tidak formal (yang tidak diatur dalam aturan tertulis seperti aturan adat, tradisi,
kebiasaan, pengkultusan, dll) yang termanifestasikan dalam bentukhubungan timbale balik
antara yang memerintah (yang memiliki kekuasaan dan kekuatan memaksa, yang sering
disebut dengan penguasa) dengan yang diperintah atau rakyat.
Menurut Bertrand Russel dalam bukunya Power :
.The fundamental concept in the social science is power in the same sense which
energy is the fundamental concept in physicsthat without which nothing would ever
happen..
Bagaimana kekuasaan harus dilaksanakan agar ia memenuhi persyaratan legal artinya harus
memenuhi persyaratan hokum dan memiliki legitimasi artinya kehadiran kekuasaan diterima
dan diakui oleh rakyat (bukan untuk ditakuti rakyat).
Sebelum lahirnya kesepakatan (konvensi) Montevideo, ternyata pada kekuasaan-lah
terletak esensi kedaulatan Negara. Pemerintahan yang dipegang oleh suatu rezim tanpa terikat
pada cara memperolehnya adalah keabsahan, sejauh mereka bias mempertahankan
kekuasaannya. Pemegang kekuasaan, selama ia tidak mendapat tantangan berarti dari lawan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 10


politik atau dari rakyat, setidaknya secara de facto adalah pemilik keabsahan. Pemegang
kekuasaan de facto adalah pemilik kekuasan sekaligus pemilik kewenangan karena ia
berpijak pada pondasi kenegaraan yakni kedaulatan Negara.
B. Konvensi Montevideo
Pandangan kedua adalah eksistensi Negara dilihat dari kaitannya dengan pegaulan
antar bangsa dan antar Negara (kacamata eksternal). F. Isywara menyatakan bahwa Negara
sebagai kesatuan politik dalam hukum internasional memiliki unsur-unsur tertentu. Hal ini
ditentukan dalam Konferensi Pan-Amerika dari tahun 1933 di Montevidoe. Konferensi Pan-
Amerika ini menghasilkan Konvensi mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara
(Rights and Duties of States) yang lebih lazim dikenal sebagai Konvensi Montevideo, 1933.
.Negara sebagai subyek hokum internasional harus memiliki kualifikasi-
kualifikasi sebagai berikut : a. penduduk yang tetap ; b. wilayah tertentu ; c. pemerintah ;
d. kemampuan mengadakan hubungan dengan Negara-negara lainnya. Keempat unsure
ini merupakan unsure konstitutif dari Negara menurut pengertian hukum internasional..

a. Adanya penduduk tetap


Yang dimaksud dengan penduduk tetap adalah warganegara yang secara sah
dannyata diakui sebagai bagian dari Negara. Pengakuan Negara atas penduduk tetap bisa
dipertegas dengan kartu identitas diri, seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau Pspor.
b. Adanya wilayah tertentu
Yang dimaksud adalah setiap Negara perlu memiliki batas yang jelas atau
perlunya Negara secara jelas menetapkan dan/atau mengumumkan wilayah yang
dinyatakan sebagai wilayah negaranya.ketidakjelasan batas wilayah Negara bias menjadi
sumber ketegangan antar Negara. Sengketa perbatasan yang biasa terjadi tidak lain
disebabkan oleh tidak jelasnya batas Negara.
c. Adanya pemerintahan
Pemerintahan yang diamaksud dalam pengertian ini adalah pemerintahan yang
dapat menjalankan fungsi pemerintahan sehari-hari secara normal. Artinya tegak dan
berfungsinya hukum (hokum perdata dan hokum pidana) dan tidak adanya perlawanan
antara lain pemberontakan, dari rakyat yang cukup berarti di dalam negeri. Dalam
kaitannya dengan hubungan internasional, pengakuan adanya pemerintahan normal tidak
selalu sederhana.
d. Adanya pengakuan internasional
Pengaruh Konvensi Montevidoe cukup besar dan strategis. Konvensi Montevideo
penting artinya sebagai dasar untuk mengakui atau tidak mengakui wilayah Negara secara

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 11


timbale balik antar Negara. Apresiasi komunitas internasional terhadap suatu Negara lain
tidak lepas dari penilaian sejauh mana suatu Negara menjunjung tinggi perjanjian yang
telah dibuatnya dengan Negara lain. Dewa ini hampir tidak ada Negara normal yang
berani berkiprah sendiri tanpa ada kaitan dengan dunia luar. Tanpa pengakuan
internasional klaim apapun yang dilakukan penguasa Negara akan dianggap tidak ada
oleh komunitas internasional.

2.3 Kedaulatan Negara


Kedaulatan merupakan terjemahan dari kata souvereignty (bahasa Inggris) atau
souverainete (bahasa Perancis) atau sovranus (bahasa Italia) yang kesemuanya diturunkan
dari kata Latin superanus yang artinya yang tertinggi. Para ahli sepakat bahwa kedaulatan
adalah ciri, pertanda, atribut hukum dari Negara. Franz Magnis Suseno menyebutkan :
.Kedaulatan adalah ciri utama Negara. Yang dimaksud ialah tidak ada pihak, baik
di dalam maupun di luar negeri yang harus dimintai izin untuk menetapkan atau melakukan
sesuatu. Kedaulatan adalah hak kekuasaan mutlak, tertinggi, tak terbatas, tak
tergantung dan tanpa terkecuali
Jean bodix (1576) yang menekankan kewajiban Negara sebagai penyelenggara
kepentingan umum. Definisinya tentang kedaulatan dan kaitan kedaultan dengan Negara,
bahwa :
.kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga Negara dan
rakyatnya, tanpa pembatasan dari undang-undang
.kedaulatan (souvereignty) adalah kekuasaan atau kewibawaan tertinggi yang ada
dalam sebuah Negara.
Satu pihak mengartikan bahwa kedaulatan merupakan wewenang tertinggi (mutlak
dan tidak terbatas) dari suatu kesatuan politik (Negara) yang lebih dikenal dengan sebutan
aliran monistis. Pihak lain yang dikenal dengan sebutan aliran pluralism menolak paham
legalistic sepihak kaum monis yang dinilai sebagai paham pandangan sempit. Dalam dunia
yang sudah semakin mengglobal kedaulatan Negara tidak bisa lagi lepas dari hubungan saling
kait mengkait antara yang satu dengan yang lainnya.
Ilmu Negara membagi tiga atas kemungkinan letak pangkal kedaulatan yaitu :
a. Kedaulatan Tuhan
Negara yang menempatkan pangkal kedaulatan pada Tuhan disebut Negara
Teokrasi. Kehidupan kenegaraan didasarkan atas nilai-nilai agama aykni agama resmi
Negara. Penganut paham Teokrasi percaya bahwa Tuhan (dalam pengertian tunggal
ataupun jamak) sebagai pencipta alam dengan segala isinya adalah pemilik kedaulatan
Negara. Sebagai pemilik adalah sepatutnya bahkan seharusnya, penduduk Negara (rakyat)
yang tinggal di wilayah milik Nya, mengabdi pada kepentingan dan kehendak sang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 12


pemilik. Masalah yang akan selalu muncul dalam Negara Teokrasi adalah terletak pada
pemahaman atas Ketuhanan, yang bersifat transenden itu, sudah tentu bersifat sangat
subyektif. Dalam negara teokrasi, fungsi perantara lazim diperankan oleh pemuka
agama. Maka pendeta, biksu, ulama, menduduki posisi sangat penting bahkan sentral
dalam Negara. Pemuka agama adalah penguasa de facto Negara. Filsuf atau pemikir
Thomas Aquino menjustifikasi peran dan kedudukan Paus sebagai penguasa kebijakan
Negara. Paus memiliki kekuasaan untuk memberikan hukuman (hukuman gereja) sama
kekuatannya dengan hokum duniawi.

Dua jenis Negara teokrasi :


1. Negara teokrasi dalam bentuknya yang paling sederhana
Penguasa Negara dipercaya sebagai penjelmaan langsung sebagain atau
seluruhnya dari Sang Pemilik Kedaulatan. Contohnya sejarah Indonesia mengenal
Raja Airlangga sebagai penjelmaan atau titisan Dewa Wisnu. Bahkan di era modern,
sebelum Jepang ditaklukkan oleh sekutu, rakyat negeri Jepang percaya bahwa kaisar
mereka adalah penjelmaan Dewa Matahari (Dewa Amiterasu).
2. Negara teokrasi dimana Pemilik Kedaulatan tidak secara langsung menyampaikan
segala sesuatu mengenai masalah kenegaraan
Pesan atau kehendak Pemilik Kedaulatan disampaikan melalui petugas khusus
(malaikat, dewa-dewa,dll). Pesan sang Pemilik Kedaulatan tentang apa yang harus
dilakukan dan apa yang menjadi kewajiban warga terhadap Negara disampaikan
melalui ketentuan yang telah terdokumentasikan dalam suatu kitab yakni Kitab Suci.
Penguasa (yang menguasai) dan rakyat (yang dikuasai) dalam teokrasi model ini
memiliki rujukan sama mengenai segala hal yang menyangkut kehidupan berbangsa
dan bernegara yakni Kitab Suci.
Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan harus diimani sebagai kemutlakan. Namun
di Negara teokrasi, klaim atas kemutlakan ketuhana menjadi kemutlakan tafsir yaknni
tafsir sang pemuka agama. Sang pemuka agama, dalam kedudukannya sebagai perantara,
yang dipercaya mampu memasuki wilayah keilahiyahan, yang bersifat transenden itu,
ucapan dan fatwanya wajib dipercaya penduduk negeri sebagai kebenaran mutlak oleh
karenanya wajib dipatuhi. Adanya kitab suci, sebagai rujukan Negara, tidak sertamerta
menghilangkan problem besar dalam Negara teokrasi. Kendala utama bagi Negara agama
adalah sulitnya pemuka agama, sebagai pemegang otoritas yang berhak menfsirkan kitab
suci, bias terhindar dari kehendak dirinya, secara sadar atau tidak sadar, untuk
memonopoli penafsiran. Penafsiran, yang sesungguhnya tidak lebih dari penalaran atas
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 13
makna kitab suci, harus diterima rakyat sebagai kebenaran mutlak. Tafsir (produk akal)
sebagi buah penalaran manusia (pemuka agama adalah manusia juga) telah diposisikan
sebagai kebenaran yang bersifat absolute.
Perbedaan dalam menafsirkan makna kitab suci, dalam sejarah peradaban
manusia, selalu terjadi pada setiap agama. Di abad modern, masih saja dijumapi
pertikaian, penindasan dan pembantaian berlatar belakang agama yang diakibatkan oleh
keyakinannya bahwa kesemuanya dilakukan sebagai bagian dari misi suci agama yang
dianut. Kiranya benar seperti yang dinyatakan oleh Harold J. Laski bahwa :
.berdasarkan penyelidikan sejarah, system (dalam konteks Negara), yang mau
tunduk pada sangsi-sangsi ketuhanan, merupakan system yang lemah karena Tuhan yang
diperoleh dari wahyu-wahyu itu hanya bisa bicara bahasa gaib, yang hanya menarik bagi
mereka yang mau percaya saja..

b. Kedaulatan Penguasa
Negara kekuasaan adalah Negara yang pemerintahannya dipegang oleh pemimpin
yang memiliki kekuasaan mutlak, diperoleh tidak dari hasil seleksi kepemimpinan,
melainkan terjadi, yang diklasifikasikan sebagai Negara yang dipimpin oleh pimpinan
yang tradisional.
.kepemimpinan tradisional adalah yang mendasarkan hanya pada kepercayaan,
kebiasaan dan kepatuhan pada kepemimpinan turun menurun, atau pada pemimpin
kharismatik (charisma berarti pengampunan). Seseorang atau beberapa orang pemimpin
ditaati atas dasar kesaktian, kekuatan atau atas dasar keteladanannya.
Apabila penguasa Negara teokrasi menyandarkan setiap kebijakannya pada nilai-
nilai agama, yang tafsirnya harus diterima sebagai kebenaran mutlak, yang mana
penguasa memperoleh kekuatan legitimasi, maka penguasa, dalam Negara kekuasaan,
harus mampu memaksakan kepatuhan mutlak rakyat kepada setiap kebijakan yang
digulirkan, kalau perlu dengan kekerasan. Cirri Negara kekuasaan adalah menempatkan
kebijakannya identik sebagai kebijakan Negara. Kebijakan penguasa adalah hokum
Negara. Artinya hokum diposisikan sebagai bagian dari alat kekuasaan.
Dua tipe Negara kekuasaan yaitu :
1. Negara yang meletakkan kedaulatan Negara berpangkal pada penguasa
Artinya Negara di bawah kekuasaan satu figure pemimpin (kepemimpinan
tunggal). Kekuasaan Negara semacam ini disebut sebagai Negara monokrasi atau
kadang disebut sebagai Negara otokrasi. Negara monokrasi dapat berbentuk kerajaan
ataupun republic. Untuk Negara monrakhi absolute, kekuasaan atau kedaulatan
Negara terletak pada diri raja dan untuk Negara republic (system presidensial),
kekuasan atau kedaulatan Negara terletak pada seorang presiden. Sebagai pemegang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 14


kedaulatan Negara, penguasa Negara yang tunggal ini adalah pemegang dan pemilik
hak atas kebijakan Negara. Ketetapannya adalah Undang-undang, ia bebas dari
ketentuan Undang-undang bahkan di atas Undang-undang.
2. Negara di bawah kelompok atau golongan yang secara bersama, memegang
kekuasaan
Plato, mengidealkan Negara aristokrasi yakni Negara di bawah
kepemimpianan kelompok terbatas, namun merupakan orang-orang yang terpilih,
untuk memegang pemerintahan dan pengelolaan Negara. Adapun kendala-kendala
pada Negara kekuasaan yaitu 1) konstitusi singkat yang membuka ruang multi
interpretasi, 2) apatisme rakyat berbuah lingkaran setan kediktatoran, 3)
kecenderungan menjadi oligarkhis, 4) tidak ada mekanisme baku suksesi
kepemimpinan, 5) meluasnya korupsi, kolusi dan nepotisme serta, 6) dekadensi moral,
khaotik, people power, revolusi sosial hingga kudeta.

c. Kedaulatan Rakyat
Negara yang berkedaulatan rakyat mengandung arti seperti yang dinyatakan oleh
Franz Magnis Suseno, bahwa rakyat memiliki kekuasaan mutlak, tertinggi, tak
terbatas, tak tergantung, dan tanpa kecuali. Negara yang berkedaulatan rakyat adalah
Negara demokrasi. Negara dikatakan berkedaulatan rakyat apabila rakyat berperan serta
langsung maupun tidak langsung menentukan nasib dan masa depan Negara. Dan Negara
yang berkedaulatan rakyat apabila ada kejelasan tanggung jawab Negara terhadap
rakyatnya.
Hal yang paling mendasar yang membedakan posisi rakyat dalam Negara
demokrasi dan Negara non demokrasi adalah dalam Negara non demokrasi, rakyat adalah
obyek sedangkan pada Negara demokrasi, rakyat adalah subyek sekaligus obyek. Rakyat
adalah subyek antara lain ketika suara atau pendapat rakyat diperlukanuntuk memilih
pemimpin, memilih wakil-wakilnya dalam pemilu. Rakyat adalah subyek ketika suara dan
pendapat rakyat diperlukan untuk secara langsung ikut memutuskan masalah
controversial atau yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak atau yang
menyangkut masa depan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Rakyat
adalah obyek setelah fungsi dan kewajibannya selaku subyek telah dilakukan yakni ketika
pemerintahan pilihan rakyat telah terbentuk atau ketika pilihan atas masalah
controversial, yang dikembalikan kepada rakyat, telah menghasilkan kesimpulan tertentu.

2.4 Bentuk Negara

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 15


Perkembangan sejarah kenegaraan mencatat adanya dua macam bentuk Negara yang
dianut oleh Negara-negara di dunia yaitu Negara kesatuan dan Negara federasi. Sampai abad
pertengahan hanya dikenal satu bentuk yaitu Negara kesatuan. Bentuk federasi mulai dikenal
menyertai lahirnya Negara Amerika Serikat (1792) sebagai pilihan bentuk yang diambil oleh
bapak-bapak pendiri bangsa. Setelah itu bentuk federasi mulai banyak dipakai oleh Negara
diluar AS.
a. Negara Kesatuan
1. Negara kesatuan dengan pola sentralistik
Negara keatuan adalah system kenegaraan yang menetapkan seluruh wilayah
Negara, tanpa kecuali, merupakan kesatuan wilayah admisnistrasi dan hukum.
Terjadinya pembagian wilayah administrasi Negara lebih didasarkan pada kebutuhan
manajemen pemerintahan anatara lain menyangkut masalah rentang kendali agar
kontrol efektif atas seluruh bagian dari wilayah Negara tetap terjaga. Maka Negara
keatuan memulai segala sesuatunya dari prinsip manajemen pemerintahan yang
bersifat sentralistik.
Karakter yang menonjol dari Negara keatuan , terlebih pada system
pemerintahan presidensial, adalah pada pola pemerintahannya yang cenderung
sentralistik. Kecenderungan ini yang acapkali menyebabkan penguasa Negara masuk
ke dalam perangkap kediktatoran. Ekses pola sentralisitk Negara keatuan umumnya
berasal ari cara pandang top-down yakni persepsi bahwa pemerintah pusat adalah
pihak yang lebih paham untuk mengatasi permasalahan ketimbang pemerintahan
daerah. Seluruh wilayah negara kemudian dipahami sebagai bagain dari pememilikan
pemerintah pusat dan oleh karena itu sepenuhnya harus berada dalam kendali dan
kewenangan pemerintah pusat.
2. Negara kesatuan dengan pola desentralistik
Di era modern, penerapan pola desentralisasi pemerintahan dan dekonsentrasi
kekuasaan tidak lagi didasarkan pada proses tarik menarik antara pusat dan daerah
melainkan oleh kebutuhan bersama bahwa hanya melalui desentralisasi kekuasaan
pengelolaan pemerintahan bias menjadi lebih efektif dan efisien.
b. Negara Federasi
Negara federasi (dari kata Latin : foedus artinya perjanjian atau persetujuan)
adalah bentuk Negara yang terdiri dari beberapa Negara yang mengikat diri untuk
menjadi satu Negara baru dengan masing-masing memberikan sebagian dari
kedaulatannya pada pemerintah pusat (lebih dikenal dengan pemerintah federal). Menurut
C.F. Strong, bahwa diperlukan dua syarat untuk mewujudkan federasi yaitu harus ada
perasaan nasional (sense of nationality) diantara anggota-anggota kesatuan politik yang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 16


hendak berfederasi dan yang kedua harus ada keinginan dari anggota-anggota kesatuan-
kesatuan politik itu akan persatuan (union) dan bukan kesatuan (unity).
Ciri Negara federasi menurut C.F. Strong yaitu :
1. Supremasi konstitusi federal
2. Adanya pemencaran kekuasaan (distribution of power) anata Negara federal
dengan Negara-negara bagian
3. Adanya suatu kekuasaan tertinggi yang bertugas menyelesaikan sengketa-
sengketa yang mungkin timbul antara Negara federal dengan Negara bagian.

2.5 Pengertian Sistem Pemerintahan


Terdapat tiga pengertian sistem pemerintahan (menurut Hukum Tata Negara), antara lain:
Sistem pemerintahan dalam arti sempit, yakni sebuah kajian yang melihat hubungan
antara legislatif dan eksekutif dalam sebuah negara. Berdasar kajian ini menghasilkan
dua model pemerintahan yakni, sistem parlementer dan sistem presidensial
Sistem pemerintahan dalam arti luas, yakni suatu kajian pemerintahan Negara yang
bertolak dari hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara
pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam negara. Bertitik tolak dari
pandangan ini sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi menjadi negara kesatuan,
negara serikat (federal), dan negara konfederasi
Sistem pemerintahan dalam arti sangat luas, yakni kajian yang menitikberatkan
hubungan antara negara dengan rakyatnya. Berdasar kajian ini dapat dibedakan system
pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi dan pemerintahan demokrasi
Sedangkan pengertian sistem pemerintahan menurut para ahli, antara lain:
Aristoteles, membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yang memerintah
dan sifat pemerintahannya menjadi enam yakni: monarki, tirani, aristokrasi, oligarki,
republik (politea) dan demokrasi
Polybius, membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yang memerintah
serta sifat pemerintahannya, yakni: monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi
dan anarki (oklorasi)
Kranenburg, menyatakan adanya ketidakpastian penggunaan istilah monarki dan
republik untuk menyebut bentuk negara atau bentuk pemerintahan
Leon Duguit, membagi bentuk pemerintahan berdasarkan cara penunjukan kepala
negaranya. Yakni sistem republik kepala negaranya diangkat lewat pemilihan,
sedangkan sistem monarki kepala negaranya diangkat secara turun temurun
Jellinec, membagi bentuk pemerintahan menjadi dua, yakni: republik dan monarki.
Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Leon Duguit
2.6 Pembagian Struktur Politik

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 17


Organisasi partai politik adalah suatu pola yang terbentuk berdasarkan peranan yang
saling terkait, sehingga disebut juga sebagai satu struktur, yaitu struktur politik. Jadi struktur
politik adalah pelembagaan hubungan organisasi antara komponen-komponen yang
membentuk bangunan politik. Struktur politik selalu berkenaan dengan alokasi nilai-nilai
yang bersifat otoritatif, yaitu yang dipengaruhi oleh distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Struktur politik dapat digolongkan menjadi Infrastruktur politik dan Suprastruktur politik.
A. Infrastruktur Politik
Infrastruktur pilitik di Indonesia meliputi keseluruhan kebutuhan yang diperlukan di
bidang politik dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas yang berkenaan dengan asal mula,
bentuk dan proses pemerintahan yang berlevelkan negara. Hal tersebut dapat dikaji dengan
melihat berbagai organisasi, sistem dan prosedur kerja. Maka dari itu ada organisasi politik
yang resmi tampak seperti partai politik, perkumpulan buruh, tani, nelayan, pedagang,
organisasi wanita, pemuda, pelajar, dan lain-lain. Tetapi terdapat pula organisasi abstrak yang
tidak resmi namun sangat menguasai keadaan sebagai elite power, disebut sebagai grup
penekan (pressure group). Infrastruktur politik yang paling nyata adalah keberadaan partai
politik di Indonesia.
Setelah Bangsa Indonesia memerdekakan diri dari penjajahan, pada tahun 1955 dilakukan
pemilihan umum yang pertama dan diikuti oleh 28 partai. Pemilihan Umum Tahun 1971
diikuti oleh 10 partai. Pemilihan umum tahun 1977 banyak terjadinya pengganbungan partai
berdasarkan agama. Dalam pemilihan umum tahun 1982 para peserta pemilihan umum yang
selama ini mempunyai cirri-ciri seperti :
1. Ciri keislaman dan ideologi islam bagi Partai Persatuan Pembangunan.
2. Ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme) dan keadilan bagi Partai Demokrasi
Indonesia.
3. Ciri kekaryaan dan keadilan sosial bagi Golongan Karya.
Ditetapkan agar hanya mempergunakan satu-satunya asa yaitu Pancasila, dengan demikian
hanya ada program kerja masing-masing antar para kontestan. Dalam Pemilu 1999 diikuti 48
partai.
B. Suprastruktur Politik Indonesia
Suprastruktur politik merupakan musim politik resmi di suatu negara, yang menjadi
penggerak politik formal. Di Negara kerajaan kelompok elite pemerintahan dikuasai oleh
keluarga bangsawan istana, tetapi sekarang disadari akan pentingnya penyelenggaraan
pemerintah (eksekutif) di kerajaan yang terlanjur terbentuk, raja atau ratu tetap di jadikan
lambing kebesaran dan alat pemersatu, sedangkan jalannya penyelenggaraan roda
pemerintahan dilakukan oleh cabinet (dewan para menteri yang dipilih oleh perdana menteri),
baik yang terbentuk dari pemilihan umum, maupun karena restu raja, tergantung dari tingkat
pendemokrasiannya.
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 18
Saat ini di Indonesia sesuai dengan Demokrasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, kekuasaan tersebut hanya didistribusikan (distribution of power), sehingga dengan
demikian masing-masing pemegang kekuasaan tidak terpisah secara drastic, tetapi saling
konsultasi. Misalnya peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat pusat sampai daerah,
diajukan oleh pihak eksekutif untuk dibahas oleh pihak legislatif. Sedangkan contoh
Rancangan Undang-undang (RUU) diajukan presiden bersama dewan menteri (kabinet) di
tingkat pusat, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) diajukan kepala daerah (KDH)
baik Tingkat I maupun Tingkat II, untuk dibahas oleh pihak legislatif, yaitu DPR RI di tingkat
pusatr dan DPRD Tingkat I di Daerah Tingkat I, serta DPRD Tingkat II di Daerah Tingkat II.
C. Partisipasi dan Komunikasi Politik
Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi
dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam setiap
pertanggungjawaban bersama.
Modernisasi dan pembangunan sosio ekonomi yang cepat, yang akan menaikkan tingkat
kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan, di dalam masyarakat itu dan memungkinkan
suatu distribusi kekayaan yang lebih adil, memajukan kesetabilan politik, dan meletakkan
landasan bagi partisiapsi politik yang lebih luas dan sistem pemerintahan yang lebih
demokratis.
Bisa dikatakan komunikasi politik merupakan penyampaian pesan yang berkenaan
dengan fungsi suatu sistem politik, dapat berupa kata-kata tertulis, lisan, lambing, gambar,
sinyal, dan lain-lain yang dapat meneruskan arti pesan tersebut, dari satu pihak (pengirim)
kepada pihak lain (penerima). Selain itu mesia massa juga memiliki arti penting dalam
komunikasi politik, diperlukan kemampuan dan seni memerintah dalam pengadaan
komunikasi politik.

D. Kebudayaan Politik Indonesia


Kebudayaan politik memiliki kaitan ilmu-ilmu seperti sosiologi, antropologi, dan
psikologi karena membicarakan tentang fenomena masyarakat, yang mana sistem politik
dapat ditinjau sebagai bagian dari sistem kemasyarakatan.
Budaya politik adalah pola perilaku seseorang atau sekelompok orang yang orientasinya
berkisar tentang kehidupan politik yang berjalan, dipikir, dikerjakan dan dihayati oleh para
anggota masyarakat setiap harinya serta dicampurbaurkan dengan prestasi di bidang
peradaban. Budaya kedaerahan dari masing-masing suku di Indonesia banyak berpengaruh
pada budaya politik.
E. Demokrasi Pancasila

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 19


Banyak orang mengganggap secara teori demokrasi adalah usaha untuk menghormati
hak-hak individu, karena di negara-negara liberal ataupun komunis disaksikan keruntuhan
ketiranian, maka diusahakanlah pemerintahan rakyat dengan berbagai pola dan model yang
berkembang pada masing-masing sistem pemerintahan. Demos berarti rakyat dan cratien
berarti kekuasaan, dengan demikian kekuasaan berada di tangan rakyat, dalam arti kekuasaan
untuk, oleh, dan dari rakyat banyak. Diharapkan agar terjadi kebebasan berkarya, kebebasan
menampilkan kebolehan dan penemuan ilmiah, kebebasan pers, kebebasan berpendapat, yang
pada gilirannya cenderung melupakan dan mengabaikan pertimbangan agama (religious).
Demokrasi pancasila berusaha menyeimbangkan hak-hak individu yang tertera dalam sila
keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dengan sila ketiga Persatuan Indonesia yang memuat
peraturan dalam mewujudkan kesatuan. Karena sila-sila Pancasila memang harus saling
berkaitan.
Sila-sila lain dalam Pancasila akan saling menguatkan diantaranya sila kedua
kemanusian yang adil dan beradab relatif lebih dekat hubungannya dengan sila keempat,
sedangkan sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia relatif lebih dekat
keterkaitannya dengan sila ketiga. Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa merupakan sila
yang sesuai dengan fungsinya, dan tetap berada pada usaha agama yang menyeimbangkan.
F. Dwifungsi ABRI
Awal mulanya militer dibentuk untuk memerintahkan Negara, pada berbagai
pemerintahan sudah pasti militer dibentuk di bawah eksekutif yang panglimanya
disederajatkan dengan para menteri kabinet. Di negara-negara moderat yang sudah maju dan
demokratis militer mengurus persoalan pengamanan negara, sedangkan ketertiban dipegang
oleh kepolisian, sehinggga tidak sedikit menteri pertahanan dipegang oleh seorang sipil.
Dengan dalih menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta mempertahankan Pancasila
dan UUD 1945 dari kemungkinan perubahannya oleh MPR/DPR RI maka ABRI ikut
berpolitik, yaitu dengan menjadi anggota legislatif dan konstitutif tersebut. Hal ini dianggap
bagian dari pengabdian ABRI pada bangsa dan negara yang kemudian disebut sebagai
dwifungsi ABRI. Dengan tegar hati ABRI memulai paradigma baru dengan namanya pun
dikembalikan menjadi TNI.

G. Perimbangan Pembangunan Politik dan Ekonomi


Dalam pembangunan ekonomi dan pembangunan politikperlu diseimbangkan, hal ini
terlihat dalam sila keempat, dimana sila keempat ditujukan untuk pembangunan di bidang
politik, sedangkan sila kelima ditujukan untuk pembangunan di bidang ekonomi.
Bisa dikatakan perlu pula diseimbangkan antara responsiveness dan effectiveness.
Responsiveness yaitu perhatian utama ditujukan terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat,
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 20
hal ini sejalan dengan pemberian pendemokrasian di daerah, yaitu berupa desentralisasi dan
pemberian otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab.
Di pihak lain harus pula menyeimbangkan effectiveness, yaitu perhatian utama ditujukan
terhadap pencapaian apa yang dikehendaki, demi suatu tujuan politik atau ekonomi tertentu.
Hal ini sejalan dengan usaha menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa melalui asas
sentralisasi.
H. Pemilihan Umum
Di Indonesia telah delapan kali melangsungkan pemilihan umum yang disebut sebagai
pesta demokrasi Pancasila. Satu kali sewaktu pemerintahan orde lama dan enam kali sewaktu
pemerintahan orde baru, serta satu kali selama era reformasi.
Umumnya ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai yaitu sebagai
berikut :
1. Sistem Distrik
Sistem ini perlokasi (daerah pemilihan) dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk
tetapi tempat yang sudah ditentukan, jadi banyak jumlah suara yang akan terbuang. Tetapi
karena wakil yang akan dipilih adalah orangnya langsung, maka pemilih akrab dengan
wakilnya (personen stelsel). Satu distrik biasanya satu wakil (single member
constituency).
2. Sistem Proporsional
Sistem ini perjumlah penduduk pemilih misalnya setiap 40.000 penduduk pemilih
memperoleh 1 wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah sekelompok orang
yang diajukan konstestan pemilu (multi member constituency), yang dikenal lewat tanda
gambar (lijsten stelsel), sehinggga wakil dan pemilih kurang akrab. Tetapi sisa dapat
digabung secara nasional untuk kursi tambahan, dengan begitu partai kecil dapat dihargai
tanpa harus beraliansi, karena suara pemilih dihargai.
Indonesia berada ditengah-tengah kedua sistem ini (sistem campuran) dalam pemilihan
selama orde baru, tetapi sedikit cenderung agak mirip pada sistem proporsional. Pemilu tahun
1999 diikuti oleh 48 partai politik, karena terjadi proses reformasi sepanjang tahun 1998-
1999.
2.7 Ciri-ciri & Perbedaan Sistem Pemerintahan
Ada dua tipe sistem pemerintahan yang berkembang dalam zaman modern, yaitu
parlementer dan presidensial. Inggris dikenal paling berpengalaman dalam mengembangkan
system pemerintahan parlementer, sedangkan Amerika Serikat mengembangkan system
pemerintahan presidensial. Sehingga kedua negara ini sering dijadikan acuan oleh berbagai
negara berkembang dalam mengembangkan system pemerintahan tersebut.
Sistem pemerintahan parlementer dan presidensial merupakan perwujudan trias politica
yaitu pemerintahan dibagi menjadi tiga, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 21


kekuasaan yudikatif. Masing-masing kekuasaan diserahkan kepada sebuah badan yang
terpisah satu sama lain sehingga dapat saling mengawasi dan mengimbangi untuk mencegah
pemerintahan otoriter. Oleh karena itu, baik system parlementer atau presidensial adalah
masuk dalam kategori pemerintahan yang menganut sistem politik demokrasi.
a) Sistem Pemerintahan Parlementer
System parlementer adalah system pemerintahan yang eksekutif dengan legislatif
(pemerintah dan parlemen/DPR) memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan
saling mempengaruhi.
Ciri-ciri sistem parlementer, antara lain :
Kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat
Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen
Susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam
parlemen
Kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen
Kedudukan kepala Negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam sau tangan
atau satu orang
Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa Barat, dan
Indonesia ketika berlaku UUD RIS dan UUDS 1950
Menurut S.L. Witman seperti dikutip Inu Kencana Syafii (2001) terdapat empat ciri sistem
pemerintahan parlementer, antara lain:
Didasarkan pada prinsip kekuasaan yang menyebar (diffusion of power)
Terdapat saling bertanggung jawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif,
karena itu eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu pula
parlemen dapat memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika kebijakannya tidak
diterima oleh mayoritas anggota parlemen
Juga terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif dengan
parlemen dan antara cabinet dengan parlemen
Eksekutif (perdana menteri, kanselir) dipilih oleh kepala negara (raja/ratu/presiden)
yang telah memperoleh persetujuan dan dukungan mayoritas di parlemen
Penyebaran kekuasaan (diffusion of power) sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan
parlementer tampak pada pemerintahan koalisi multipartai. Apabila koalisi terjadi karena
proses negoisasi yang intensif akan melahirkan konsensus yang kuat dan akan memberikan
sumbangan terwujudnya kehidupan politik yang stabil. Memang diakui penyebaran
kekuasaan di samping memperlihatkan dinamika politik yang tinggi karena berpotensi untuk
melahirkan veto.
b) Sistem Pemerintahan Presidensial
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 22
Sistem pemerintahan presidensial adalah system pemerintahan yang badan legislatif dan
badan eksekutif boleh dikatakan tidak memiliki hubungan seperti pada sistem pemerintahan
parlementer.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, antara lain:
Didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power)
Eksekutif tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen maupun dirinya
sendiri (eksekutif) harus berhenti ketika kehilangan dukungan dari mayoritas anggota
parlemen
Tidak ada hubungan saling bertanggung jawab antara presiden dan kabinetnya kepada
parlemen, cabinet secara keseluruhan bertanggung jawab kepada presiden (chief
executive)
Eksekutif dipilih oleh para pemilih (para pemilih dimaksudkan adalah rakyat yang
melakukan pemilihan secara langsung atau pemilihan secara tidak langsung melalui
dewan pemilih (electoral college)
Sedangkan pemisahan kekuasaan (separation of power) pada system pemerintahan
presidensial, cenderung meminimalkan veto dan jalan buntu, karena adanya check and
balance (saling kontrol dan saling imbang) antara lembaga tinggi negara sehingga dapat
dicegah diktatorisme.
c) Sistem Pemerintahan Kerajaan (Monarki)
Monarki adalah Negara yang dikepalai oleh seorang raja secara turun temurun dan menjabat
untuk seumur hidup. Selain raja kepala Negara monarki dapat dipimpin oleh Kaisar (Jepang),
Syah (Iran), Ratu (Inggris, Belanda), Emir (Kuwait), Sultan (Brunei Darussalam).
Ada tiga jenis monarki, yaitu:
Monarki Absolut, seluruh wewenang dan kekuasaan raja tidak terbatas. Perintah raja
merupakan UU yang harus dilaksanakan. Monarkhi absolute adalah pemerintahan
monarkhi yang menempatkan kekuasaan raja (seakan) tidak terbatas. Raja adalah
kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Kedaulatan Negara terletak di tangan
raja/ratu yang menjalankan sekaligus mengendalikan roda pemerintahan sehari-hari.
Sistem ini dilaksanakan di Eropa sebelum Revolusi Perancis, maupun kerajaan di
Nusantara pada masa lalu
Monarki Konstitusional, yakni monarki dengan kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi
(UUD). Tindakan raja harus sesuai dan berdasar pada konstitusi. Contohnya : Saudi
Arabia, Denmark
Monarki Parlementer, yakni Negara dengan system pemerintahan demokratis yang
memberlakukan pemisahan kekusaan (trias politika), dikenal dengan sebutan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 23
monarkhi parlementer (artinya monarkhi yang memberlakukan system parlementer
dalam pemerintahannya) atau monarkhi konstitusional (artinya monarkhi yang tunduk
pada konstitusi). Raja dalam system ini diposisikan sebagai unsure konstanta, artinya
tidak dipilih melalui pemilihan umum melainkan pada garis keturunan. Pemerintahan
yang dikepalai oleh raja dan disamping raja ada parlemen. Kekuasaan raja sangat
terbatas karena dibatasi oleh konstitusi. Parlemen ini juga sebagai tempat para
menteri, baik sendiri maupun bersama-sama bertanggung jawab. Raja hanya sebagai
lambang kesatuan Negara. Contohnya : Inggris, Belanda, Jepang dan Thailand

d) Sistem Pemerintahan Republik


Republic (berasal dari kata Romawi yaitu res artinya kepentingan dan publica artinya
umum) artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum. Dilihat dari
sejarah kelahirannya, bentuk pemerintahan republic sedikit banyak dapat disebut
sebagai embrio demokrasi perwakilan (system senat) yang menjungjung supremasi
hukum. Sering terjadi bias makna antara istilah republic dan demokrasi. Pemerintahan
republic sering diartikan sebagai pemerintahan yang demokratis. Padahal istilah
republic dan istilah demokratis adalah dua istilah yang berbeda. Pemahaman
sederhana atas kedua istilah tersebut adalah demokrasi berkait dengan sifat
pemerintahan dan republic berkait dengan bentuk pemerintahan. Contoh negara yang
menerapkan sistem ini adalah Indonesia, Filipina, Amerika Serikat, dan Jerman.
Sistem republik terbagi menjadi 3 jenis, antara lain:
a) Republik Presidensial
Ciri utamanya kepala Negara dan kepala pemerintahannya dipegang oleh satu orang
yakni presiden. Para menteri bertanggung jawab pada presiden. Biasanya pesiden
dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan tertentu, dan menjalankan
pemerintahan berdasar UUD dan UU. Contohnya, Indonesia, Amerika Serikat dan
Filipina
b) Republik Parlementer
Ciri utamanya presiden sebagai kepala Negara, sedangkan perdana menteri sebagai
kepala pemerintahan. Para menteri di bawah komando perdana menteri bertanggung
jawab pada parlemen. Contohnya, Italia, India dan Pakistan
c) Republik Absolut
Sistem pemerintahan ini sudah ditinggalkan. Contohnya, Republik Jerman semasa
pemerintahan Hitler ataupun Republik Italia dibawah Musolini

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 24


BAB III
LEMBAGA TERTINGGI
DAN TINGGI NEGARA

Lembaga Tertinggi Dan Tinggi Negara


3.1 Majelis Permusyawaratan Rakyat
Majelis Permusyawaratan Rakyat/ MPR adalah lembaga yang hanya ada di Indonesia
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, 2, 3. Yang membedakan
lembaga ini dengan lembaga legislative selain anggota-anggotanya terdiri dari angota-
anggota DPR RI, juga ditambah dengan utusan-utusan Daerah. Utusan daerah tersebut
diambil dari tokoh yang dapat mewakili Daerahnya masing-masing dari 32 provinsi yang ada
di Indonesia. Sedangkan Utusan Golongan diperoleh dari utusan kelompok buruh, nelayan,
tani, wanita dan lain-lain.
MPR memiliki kekuasaan memilih, mengangkat, melantik dan memberhentikan presiden
serta wakil presiden. Di samping itu berhak pula menetapkan dan mengubah Undang-Undang
Dasar (Konstitusi), dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga tertinggi di mana
putusan-putusannya tidak dapat dibatalkan lembaga-lembaga Negara lain, termasuk presiden
sekalipun, maka yang membuat putusan untuk mengatur dirinya sendiri, MPR menetapkan
dan memutuskannya sendiri.
Dalam hal ini dapat dibedakan antara ketetapan (TAP) dengan keputusan (TUS).
Ketetapan adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan MPR yang mengatur ke luar dan ke
dalam, jadi dipergunakan MPR dan lembaga lain. Sedangkan Keputusan adalah segala
sesuatu yang telah diputuskan MPR yang mengatur ke dalam, dalam artian dipakai dan
dipergunakan oleh MPR sendiri.
Keseluruhan anggota MPR RI berjumlah 700 orang, terdiri dari 500 orang anggota DPR
RI dan 200 orang lagi Utusan Daerah dan Golongan. Dengan demikian setiap anggota DPR
RI sudah barang tentu adalah juga anggota MPR RI, tetapi sebaliknya stiap anggota MPR RI

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 25


belum tentu sekaligus menjadi anggota DPR, karena bisa saja mereka berasal dari Utusan
Daerah dan Golongan.
3.2 Presiden dan Wakil Presiden
1. Presiden
Wewenang dan kekuasaan presiden Republik Indonesia dibagi dua jenis yaitu selaku
kepala Negara dan selaku kepala pemerintahan. Tugas dan tanggung jawab sebagai kepala
Negara meliputi hal-hal yang seremonial dan protokoler kenegaraan, mirip dengan
kewenangan para kaisar dan ratu pada berbagai Negara lain, tetapi tidak berkenaan dengan
kewenangan penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan dan kewenangan kepala Negara
tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Melangsungkan perjanjian dengan negar alain.
b. Mengadakan perdamaian dengan Negara lain.
c. Menyatakan Negara dalam keadaan bahaya.
d. Mengumumkan perang dengan Negara lain.
e. Mengangkat, melantik dan memberhentikan Duta dan Konsul untuk Negara lain.
f. Menerima surat kepercayaan dari Negara lain melalui Duta dan Konsul Negara lain.
g. Memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan tingkat nasional.
h. Menguasai angkatan darat, laut, udara, serta kepolisian.
Khusus poin a sampai c dilakukan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(legislatif) RI terlebih dahulu.
Kekuasaan dan kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan, adalah karena
fungsinya sebagai penyelenggaraan tugas legislative, jadi meliputi sebagai berikut :
a. Memimpin kabinet.
b. Mengangkat dan melantik menteri-menteri.
c. Memberhentikan menteri-menteri.
d. Mengawasi operasional pembangunan.
e. Menerima mandate dari MPR RI.
Disamping itu, selama era orde baru dan orde lama di Indonesia berlaku pembagian
kekuasaan (distribution of power) sehingga masing-masing kekuasaan antara eksekutif,
legislatif dan yudikatif hanya dibagi-bagi dalam arti masih terdapat hubungan satu sama lain,
jadi bukan pemisahan satu sama lain (separation of power), maka oleh karenanya Presiden RI
juga mempunyai kekuasaan sebagai berikut :
Di bidang legislatif :
a. Membentuk undang-undang (dengan persetujuan DPR).
b. Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
c. Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai tata cara untuk menjalankan undang-
undang.
Di bidang yudikatif :
a. Memberikan grasi
b. Memberikan abolisi.
c. Memberikan amnesty.
d. Memberikan rehabilitasi.
2. Wakil Presiden

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 26


Dari 12 pasal UUD 1945 yang berkenaan dengan presiden sebagai pemerintah Negara,
hampir sebagian (5 pasal) berkenaan dan berkaitan dengan keberadaan wakil presiden, yaitu
sebagai berikut :
Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden (Pasal 4
Ayat 2). Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak (Pasal 6 Ayat
2). Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali (Pasal 7). Jika presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis
waktunya (Pasal 8). Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR/DPR (Pasal 9).
Wakil presiden dalam segala tindakannya sejalan dengan keinginan presiden, karena
wakil presiden adalah mitra kerja utama presiden. Pemilihan wakil presiden harus didahului
oleh pemilihan presiden sendiri.
Sebelum nama calon wakil presiden yang diusulkan oleh fraksi-fraksi diumumkan dalam
rapat paripurna MPR/DPR RI, Pemimpin MPR/DPR RI harus meneliti terpenuhinya
persyaratan, terutama dari pihak Presiden RI sendiri juga harus terlebih dahulu menyatakan
secara tertulis kesediaanya untuk dibantu oleh calon wakil presiden yang diusulkan tersebut.
Jadi wakil presidenharus dapat bekerjasama dengan presiden karena wakil presiden bukan
merupakan oposisi terhadap presiden. Secara global tugas dan wewenang wakil presiden
adalah :
a. Membantu presiden dalam melakukan kewajibannya.
b. Menggantikan presiden sampai habis waktunya jika presiden meninggal dunia,
berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatan yang telah di
tentukan.
c. Memperhatikan secara khusus, menampung masalah-masalah dan mengusahakan
pemecahan masalah-masalah yang perlu menyangkut bidang tugas kesejahteraan
rakyat.
d. Melakukan pengawasanoperasional pembangunan, dengan bantuan departemen-
departemen, lembaga-lembaga non departemen, dalam hal ini inspektur jendral dari
departemen yang bersangkutan atau deputi pengawasan dari lembaga non departemen
yang bersangkutan.
3.3 Dewan Perwakilan Rakyat RI
Lembaga legislatif adalah lembaga yang ditetapkan membuat peraturan perundang-
undangan, tetapi berbeda bentuknya pada masing-masing negara. Di Indonesia disebut
dengan DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) untuk tingkat pusat dan
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) untuk tingkat daerah, baik provinsi maupun
kabupaten.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 27


Untuk menjamin pelaksanaan tugas-tugasnya, DPR tersebut diberi berbagai hak dan
kewajiban oleh UUD 1945. Hak-hak DPR antara lain sebagai berikut :
a. Hak untuk mengajukan pertanyaan bagi setiap anggota (hak petisi).
b. Hak untuk menyetujui/menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara/daerah
(hak budget).
c. Hak untuk meminta keterangan, terutama kepada pihak eksekutif (hak interpelassi).
d. Hak untuk mengadakan perubahan (hak amandemen).
e. Hak untuk mengajukan pernyataan pendapat.
f. Hak untuk mengadakan penyelidikan (hak angket) terutama terhadap anggota
masyarakat yang terkena kasus, untuk diperjuangkan hak asasinya sebagai warga
negara yang bersamaan kedudukannya di dalam hokum.
g. Hak prakarsa.
h. Hak untuk mengajukan rancangan undang-undang (hak inisiatif).
Sedangkan kewajiban-kewajiban DPR adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
b. Menjungjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuensi Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).
c. Bersama-sama pihak eksekutif menyusun anggaran pendapatan dan belanja.
d. Memperhatikan sepenuhnya aspirasi masyarakat dan memajukan tingkat kehidupan
rakyat.
Pimpinan DPR RI terdiri atass seorang ketua dan beberapa orang wakil ketua yang di
pilih di antara anggota DPR RI tersebut, dengan cara pemilihan yang diatur dalam peraturan
tata tertib DPR yang dibuat oleh DPR itu sendiri. Ketua Pimpinan DPR belum ditetapkan
musyawarah-musyawarahnya untuk sementara waktu dipimpin oleh anggota yang tertua
usianya, dan dibantu oleh anggota yang termuda usianya.
Setiap anggota DPR, harus bergabung dengan salah satu fraksi yang dibentuk oleh DP.
Fraksi dibentuk untuk bertugas meningkatkan kemampuan yang tercermin dalam setiap
kegiatan DPR.
Fraksi adalah pengelompokan anggota-anggota DPR yang terdiri dari kekuatan sosial
politik, dan mencerminkan susunan golongan dalam masyarakat. Tugas fraksi antara lain
menentukan dan mengatur sepenuhnya segala sesuatu yang menyangkut urusan masing-
masing fraksi, serta meningkatkan kemampuan, efektifitas dan efisiensi kerja para anggota
dalam melaksanakan tugasnya yang tercermin dalam setiap kegiatan DPR.
Komisi adalah pengelompokan anggota DPR yang terdiri dari bidang keahlian dan tugas
yang ditetapkan sendiri oleh DPR dengan Surat Keputusan. Tugas komisi meliputi bidang
perundang-undangan, anggaran dan pengawasan. Untuk melaksanakan tugasnya komisi dapat
mengadakan dengar pendapat, rapat kerja, mengajukan pertanyaan, dan kunjungan kerja pada

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 28


aparat pemerintah ataupun masyarakat umum, baik atas permintaan komisi maupun pihak
lain.
Badan musyawarah bertugas menetapkan acara-acara DPR dalam satu tahun masa
persidangan, memberikan pertimbangan kepada pimpinan, menetapkan pokok-pokok
kebijaksanaan DPR sediri dan atau antar parlemen, dan tugas-tugas lain yang diserahkan
kepada mereka.
Pimpinan DPR bertugas memimpin rapat DPR, menyimpulkan persoalan yang
dibicarakan, menetukan kebijaksanaan anggaran belanja serta menyusun rencana kerja DPR
yaitu dengan membagi pekerjaan antara ketua dan wakil ketua dengan mengumumkannya
secara terbuka dalam rapat paripurna.
3.4 Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi Negara di Republik Indonesia yang merupakan
pengadilan tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya
terlepas dari pengaruh pemerintah (eksekutif) dan pengaruh-pengaruh lain.
Sebagai lembaga yufikatif, MAhkamah Agung memiliki kekuasaan dalam memutuskan
permohonan kasasi ( tingkat banding terakhir), memriksa dan memutuskan sengketa tentang
kewenangan mengadili, serta peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Empat fungsi pokok yang dijalankan Mahkamah Agung, yaitu fungsi
peradilan, fungsi pengawasan, fungsi pengaturan, dan fungsi pemberi nasehat. Mahkamah
Agung senantiasa harus membarikan pertimbangan-pertimbangan hukum baik diminta atau
tidak, kepada semua lembaga tinggi negara lainnya, terutama kepada Presiden.
Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh presiden
selaku kepala Negara, yaitu di antara Hakim Agung, yang diusulkan oleh DPR. Susunan
Mahkamah Agung adalah sebagai berikut :
a. Seorang Ketua Mahkamah Agung.
b. Seorang Wakil Ketua Mahkamah Agung.
c. Beberapa orang Ketua Muda.
d. Hakim Anggota yaitu Hakim Agung.
e. Panitera dan Panitera Pengganti.
Secara umum fungsi Mahkamah Agung adalah sebagai lembaga tinggi Negara dengan segala
kewenangannya, sangat independen. Keputusannya tidak boleh dipengaruhi oleh lembaga
tinggi lain.
3.5 Dewan Pertimbangan Agung
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) adalah pertimbangan yang memberikan usulan dan
tanggapan kepada kepala Negara (Presiden RI) serta menjawab pertanyaan yang disampaikan
kepala Negara (Presiden RI). Dewan ini biasanya, ketua maupun anggota-anggotanya terdiri
dari para sesepuh, para pakar, para ulama, atau para mantan menteri dan mantan gubernur
yang berpengalaman dan sukses di masa pemerintahannya. Jumlah anggota DPA ditetapkan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 29


sebanyak 45 orang sudah termasuk Pimpinan DPA (yaitu ketua dan beberapa wakil ketua)
yang diangkat oleh presiden RI, atas usul Dewan Perwakilan Rakyat.
DPA ini merupakan sebuah badan yang berkewajiban member pertimbangan kepada
pemerintah (Council of state). Hanya di Indonesia badan ini merupakan badan penasehat
belaka yang tidak banyak memiliki wewenang yang memaksa.
Setiap tindakan DPA baik dalam memberikan nasihat maupun usul kepada presiden, pada
hakikatnya merupakan tindakan penilaia terhadap masalah yang menyangkut masyarakat,
bangsa, dan Negara. Oleh karena itu DPA wajib senantiasa mengikuti perkembangan politik
pemerintahan Negara.
3.6 Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga tinggi Negara di Republik Indonesia, yang
bertugas memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara, kekayaan Negara,
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Daerah, berdasarkan atas
ketentuan undang-undang. Badan Pemeriksa Keuangan berwenang untuk meminta
keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan/instansi baik pemerintah maupun
swasta, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Ada tiga fungsi pokok yang dijalankan Badan Pemeriksa Keuangan, yaitu fungsi operatif
(melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan), fungsi rekomendasi (member pertimbangan
kepada pihak eksekutif dan legislatif) dan fungsi yudikatif (menyelenggarakan proses
tuntutan perbendaharaan).
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan berkewajiban untuk
memberitahukan hasil pemeriksaanya kepada pihak legislative yaitu DPR RI dan pihak
eksekutif yaitu presiden. Perbuatan yang merugiakan keuangan Negara khususnya persoalan
pidana disampaikan kepada kepolisian dan kejaksaan.
Ketua, Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan diangkat oleh presiden atas
usul DPR dengan tiga orang calon untuk setiap lowongan dan dilantik oleh Mahkamah
Agung. Susunan Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai berikut :
1. Seorang Ketua merangkap Anggota.
2. Seorang Wakil Ketua.
3. Lima orang Anggota.

Kedudukan Tap MPR dalam SIstem Perundangan-Undangan Indonesia


Ketetapan Majelis Permusyawartan Rakyat atau yang disingkat TAP MPR, merupakan
salah satu wujud peraturan perundang-undangan yang sah dan legitimate berlaku di Negara
Indonesia. Bahkan didalam hierarki peraturan perundang-undangan, TAP MPR memiliki
kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan UU, Perpu, PP, Perpres dan Perda. Hal ini
ditegaskan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 30


Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan, maka TAP MPR dapat dikatakan sebagai salah satu sumber hukum.
Meskipun dalam Undang-undang sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, TAP MPR tidak dimasukkan dalam
hierarki perundang-undang, bukan berarti keberadaan TAP MPR tidak diakui. Akan tetapi
norma yang diatur dalam setiap TAP MPR sejak tahun 1966 hingga tahun 2002 tetap diakui
sebagai sebuah produk hukum yang berlaku sepanjang tidak digantikan dengan Undang-
undang formal yang ditetapkan setelahnya.

Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan berdasarkan


apa yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk
hukum yang dibuat berdasarkan TAP MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem
perundang-undangan Indonesia. Namun demikian, dimasukkannya kembali TAP MPR dalam
tata urutan perundang-undangan tersebut, tentu saja membawa implikasi atau akibat hukum
yang membutuhkan penjelasan rasional, agar tidak menimbulkan tafsir hukum yang berbeda-
beda.

Anatomi Perundang-Undangan

Peraturan perundang-undangan tentu saja berbeda dengan undang-undang ataupun


pemaknaan akan sistem hukum pada umumnya. Undang-undang adalah bagian dari peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan terdiri dari undang-undang dan
berbagai peraturan perundang-undangan lain, sedangkan hukum bukan hanya undang-
undang, melainkan termasuk juga beberapa kaidah hukum seperti hukum adat, kebiasaan, dan
hokum yurisprudensi.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 31


Perundang-undangan yang dalam bahasa Inggris adalah legislation atau dalam bahasa
Belanda wetgeving atau gesetzgebung dalam bahasa Jerman, mempunyai pengertian sebagai
berikut :

1. Perundang-undangan sebagai proses pembentukan atau proses membentuk peraturan


negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; dan

2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara yang merupakan hasil


pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.

Sedangkan Satjipto Rahardjo, memberikan batasan mengenai perundang-undangan yang


menghasilkan peraturan, dengan cirri-ciri sebagai berikut :

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari
sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2. Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan


datang yang belum jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu ia tidak dapat
dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah


lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.

Pendapat Satjipto Rahardjo tersebut melahirkan konsekuensi, bahwa pengertian dan


definisi peraturan perundang-undangan dikunci pada aspek ketentuan yang mengatur
(regeling) dengan sifat berlaku umum, tidak kongkrit dan ditujukan untuk publik. Hal
tersebut berbeda dengan sifat yang melekat dalam suatu keputusan (becshikking) yang
bersifat kongret, individual dan berlaku sekali waktu (einmalig). Jika ditarik dalam konteks
sistem perundang-undangan Indonesia, maka suatu produk hokum dalam setiap tingkatan
kelembagaan Negara dapat dikatakan sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan,
jika memenuhi unsure peraturan (regeling) sebagaimana yang disebutkan oleh Satjipto
Rahardjo tersebut.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 32


Setidaknya ada 2 (dua) aspek yang mendasari struktur dan karakterisitik peraturan
perundang-undangan dimasing-masing Negara. Pertama, ilmu pengetahuan yang
berkembang di Negara yang bersangkutan. Kedua, sistem ketatanegaraan yang berlaku di
Negara tersebut. Jika berkaca pada kondisi Indonesia, peraturan perundang-undangan yang
kita miliki, sangat ditentukan oleh sistem ketatanegaraan yang berlaku. Sebagai contoh,
kedudukan TAP MPR sangat ditentukan oleh pengaturan kedudukan dan kewenangan MPR
sebelum dan sesudah amandemen. Disamping itu, peraturan perundang-undangan Indonesia
juga banyak mengadopsi sistem yang berlaku di Negara-negara penganut sistem eropa
continental. Namun demikian, sifat adopsi yang dilakukan Negara kita tidak harus menelan
mentah-mentah apa yang berlaku dalam sistem Eropa continental tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat A. Hamid S. Attamimi, yang menegaskan bahwa teori
perundang-undangan yang berkembang di Eropa Continental hendak memodernisasikan
pranata ketatanegaraan pada umumnya dan pranata perundang-undangan pada khususnya,
sehingga perlu juga dilihat, dibandingkan, dan jika perlu ditiru sistemnya di negara lain. Akan
tetapi cita dan filsafat yang mendasarinya, nilai-nilai titik tolaknya, pengertian dan
pemahaman dasarnya, serta ruang lingkup dan tata kerja penyelenggaraannya, singkatnya
paradigma-paradigmanya, harus tetap mempertahankan apa yang digariskan oleh Cita Negara
Kekeluargaan Rakyat Indonesia, Teori Bernegara Bangsa Indonesia, dan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia, sebagaimana termaktub dalam
Hukum Dasar kita, yaitu UUD 1945.

Kedudukan dan Kewenangan MPR

Kedudukan TAP MPR tidak bisa dipisahkan dengan kedudukan dan kewenangan MPR
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Amandemen UUD 1945 pasca reformasi membawa
konsekuensi terhadap kedudukan serta kewenangan yang melekat kepada MPR. Salah satu
perubahan penting dalam UUD 1945 yang mempengaruhi kedudukan dan kewenangan MPR
adalah perubahan pada bagian bentuk dan kedaulatan Negara khususnya pada Pasal 1 ayat (2)
UUD. Sebelum amandemen disebutkan bahwa, Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sedangkan setelah
amandemen dirubah menjadi, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Perubahan yang signifikan juga terlihat pada Pasal 3 UUD
1945. Jika sebelum amandemen MPR diberikan kewenangan untuk menetapkan Garis-Garis

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 33


Besar daripada Haluan Negara (GBHN), maka pasca amandemen kewenangan tersebut sudah
tidak diberikan lagi.

Dimasa lalu, konsekuensi dari kedudukan dan kewenangan MPR untuk menetapkan Garis-
Garis Besar dari pada Haluan Negara (GBHN), mengakibatkan eksistensi TAP MPR(S)
sebagai salah satu pengaturan perundang-undangan yang memuat pengaturan. Hal ini
kemudian semakain dipertegas dengan adanya Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966
yang menempatkan TAP MPR sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang
memiliki derajat di bawah UUD. Namun menurut Mahfud MD, Pemosisian TAP MPR
sebagai peraturan perundang-undangan dalam derajat kedua (di bawah UUD 1945)
sebenarnya hanyalah tafsiran MPRS saja, sebab UUD sendiri tidak menyebutkan bahwa TAP
MPR itu harus berisi pengaturan (regeling) dan berbentuk peraturan perundang-undangan.
Menetapkan itu sebenarnya dapat hanya diartikan sebagai penetapan (beschikking) yang
bersifat konkret, individual.

Secara umum, implikasi dari perubahan UUD 1945, memberikan akibat perubahan
kedudukan dan kewenangan MPR pula. Setidaknya terdapat 3 (tiga) implikasi mendasar
akibat perubahan UUD 1945 terhadap kedudukan dan kewenangan MPR, antara lain :

1. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara sebagai perwujudan Pasal 1 ayat 2
UUD 1945, yakni menjadi representasi absolut dari kedaulatan rakyat Indonesia.
MPR pasca perubahan UUD 1945, kini memiliki kedudukan sederajat dengan
lembaga tinggi Negara lainnya, yakni Lembaga Kepresidenan, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

2. Sebagai konsekuensi MPR yang tidak lagi menjadi lembaga tertinggi Negara, maka
MPR bukanlah lembaga perwakilan, akan tetapi cendrung menjadi joint sesion
antara anggota DPR dan anggota DPD yang memiliki fungsi bersifat lembaga
konstituante yang bertugas merubah dan menetapkan Undang-undang Dasar. Secara
implisit, roh atau eksistensi MPR menjadi ada atau diadakan jika berkenaan dengan
kewenangan yang diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagaimana pendapat Jimly Asshidiqie yang menyatakan bahwa, organ MPR itu
sendiri baru dikatakan ada (actual existence) pada saat kewenangan atau functie-nya
sedang dilaksanakan. Dalam pola Negara kesatuan sebagaimana dianut oleh

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 34


Indonesia, supremasi parlemen yang memegang fungsi legislasi, hanya ada ditangan
DPR dan DPD bukan ditangan MPR lagi.

3. MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk membuat ketetapan yang bersifat
mengatur (regelling). MPR pasca perubahan UUD 1945 hanya diberikan
kewenangan dalam membuat ketetapan yang bersifat keputusan (beshickking).
Dihilangkannya kewenangan MPR untuk menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara, berarti aturan dasar Negara kita berlaku secara singular atau tunggal yang
bertumpu kepada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. MPR kini tidak lagi
berwenang menerbitkan aturan dasar Negara (grundnorm) di luar UUD NRI Tahun
1945 yang bersifat mengatur.

Kedudukan TAP MPR

Untuk melihat kedudukan TAP MPR dalam sistem perundang-undangan Indonesia,


baiknya kita memulai dari teori piramida hukum (stufentheorie) yang diperknalkan oleh Hans
Kelsen. Teori tersebut memberikan kategorisasi atau pengelompokan terhadap beragam
norma hukum dasar yang berlaku. Teori Hans Kelsen ini kemudian dikembangkan oleh Hans
Nawiasky melalui teori yang disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung.
Teori ini memberikan penjelasan susunan norma sebagai berikut :

1. Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);

2. Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);

3. Undang-undang formal (formell gesetz); dan

4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome satzung)

Berdasarkan teori Hans Nawiasky tersebut, A. Hamid S. Attamimi mencoba


mengaplikasikannya kedalam struktur hierarki perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Berdasarkan teori Nawiasky tersebut, maka tata urutan perundang-undangan di
Indonesi adalah sebagai berikut :

1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 35


2. Staatsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan.

3. Formell gesetz : Undang-Undang.

4. Verordnung en Autonome Satzung : Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah


hingga Keputusan Bupati atau Walikota.

Secara garis besar, TAP MPR dikategorikan sebagai aturan dasar Negara
(staatsgrundgesetz) atau dapat juga disebut sebagai norma dasar (grundnorm). Akan tetapi
kategorisasi yang dilakukan oleh Attamimi ini dilakukan disaat kedudukan MPR masih
sebagai lembaga tertinggi Negara atau sebelum perubahan UUD 1945. Kedudukan TAP MPR
sebelum perubahan UUD, memang menjadi salah satu produk hukum yang berada setingkat
dengan UUD. Hal tersebut mengacu kepada kewenangan dan kedudukan MPR sebagai
lembaga perwujudan kedaulatan rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal ini
sejalan dengan penjelasan Pasal 3 UUD 1945, yang menyatakan bahwa, Oleh karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak
terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan
segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan
apa yang hendaknya dipakai untuk di kemudian hari.
Dalam periode era reformasi, TAP MPR dianggap sebagai perpanjangan tangan dari
kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan tertentu yang menguntungkan atau
meligitimasi kepentingan kekuasaan. Untuk itu kemudian muncul istilah sunset clouse,
yakni upaya sedikit demi sedikit untuk menghapus TAP MPR sebagai sumber hukum dalam
sistem perundang-undangan Indonesia. Ini juga yang mendasari proyek evaluasi yang disertai
penghapusan secara besar-besaran terhadap TAP MPR(S) ditahun 2003 melalui Sidang
Umum (SU) MPR. Mahfud MD menyebut agenda ini sebagai Sapu Jagat, yakni TAP MPR
yang menyapu semua TAP MPR(S) yang pernah ada untuk diberi status baru.
Puncak dari agenda sunset clouse dan sapu jagat ini adalah diterbitkannya Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang
tidak memasukkan TAP MPR sebagai salah satu sumber hukum. Eksistensi TAP MPR
seharusnya tetap diakui meskipun dengan sifat dan norma yang berbeda. TAP MPR tetap saja
boleh ada dan dikeluarkan oleh MPR, tetapi terbatas hanya untuk penetapan yang bersifat
beschikking (kongret dan individual) seperti TAP tentang pengangkatan Presiden, TAP
tentang pemberhentian Presiden dan sebagainya. Bahkan TAP MPR tetap dijadikan sebagai
sumber hukum yang bersifat materiil. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Mahfud MD,
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 36
bahwa sebagai sumber hukum, TAP MPR dapat dijadikan sebagai sumber hukum materiil
(bahan pembuatan hukum), namun bukan sumber hukum formal (peraturan perundang-
undangan). Sebagai sumber hukum materiil, TAP MPR bisa menjadi bahan hukum seperti
halnya nilai-nilai keadilan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, keadaan
social dan ekonomi masyarakat, warisan sejarah dan budaya bangsa dan lain-lain.

Implikasi Hukum

Pasca diterbitkannya Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan, maka keberadaan TAP MPR kembali menjadi wacana
(diskursus) hangat disemua kalangan, khususnya diantara para ahli hukum tata negara dan
perundang-undangan. Implikasi hukum dimasukkannnya kembali TAP MPR dalam hierarki
perundang-undangan, jelas membawa konsekuensi-konsekuensi logis dalam penataaan sistem
hukum Indonesia, baik norma, kedudukan, maupun ruang pengujian akibat pertentangan
antara sesama produk perundang-undangan lainnya. Keberadaan Undang-udang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengakibatkan TAP MPR
secara otomatis (ex-officio) menjadi rujukan dalam pembentukan dan penerapan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berada di bawahnya. Dalam hal ini UU/Perpu, PP.
Perpres, dan Perda.

Silang pendapatpun muncul diantara pengamat hukum ketatanegaraan dan perundang-


undangan. Ada yang menyebutkan bahwa keberadaaan TAP MPR dalam hierarki perundang-
undangan sebagaimana tertuang dalam Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, telah memberikan ruang bagi MPR untuk
kembali merumuskan kembali ketentuan yang mengikat publik. Padahal dalam Sidang
Umum MPR tahun 2003, telah diputuskan bahwa TAP MPR tidak lagi mengatur keluar
(mengikat publik), namun hanya berlaku bagi intern MPR. Dalam siding umum MPR di
tahun 2003 tersebut ditegaskan bahwa, ketentuan yang mengikat publik, harus
diimplementasikan melalui produk Undang-undang. Namun hal ini sudah dijawab pada
bagian pembahasan sebelumnya, bahwa MPR kini tidak memiliki lagi kewenangan untuk
menetapkan ketentuan yang bersifat mengatur (regeling). Setidaknya terdapat 2 (dua) alasan
yang melatar belakanginya, Pertama, perubahan UUD 1945 membawa konsekunsi
kewenangan MPR yang tidak lagi dapat membuat ketentuan yang mengatur, kecuali yang
bersifat kedalam organ MPR sendiri. Kedua, MPR merupakan lembaga yang dapat dikatakan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 37


exist ketika menjalankan fungsi dan kewenangan yang diberikan oleh UUD. Dan
kewenangan untuk membentuk UU, tidak lagi tertuang dalam UUD pasca amandemen.

TAP MPR yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-udang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bisa djabarkan
melalui penjelasan pasal tersebut yang mengatakan bahwa, Yang dimaksud dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan
Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7
Agustus 2003. Dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003, telah diputuskan yang mana saja TAP
MPR(S) dari total 139 ketetapan sejak tahun 1966 hingga 2002, yang masih berlaku dan tidak
berlaku lagi.

Dalam TAP MPR Nomor I/MPR/2003 TAP MPR yang ada, diberikan status hukum baru
yang dikelompokkan ke dalam 6 (enam) pasal, antara lain :

Pasal 1 tentang Ketetapan MPR/MPRS yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8
Ketetapan)

Pasal 2 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan berlaku dengan ketentuan (3


Ketetapan)

Pasal 3 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004 (8 Ketetapan)

Pasal 4 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai


terbentuknya UU (11 Ketetapan)

Pasal 5 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai


ditetapkannya peraturan tata tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun 2004 (5 Ketetapan)

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 38


Pasal 6 tentang Ketetapan MPRS/MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum
lebih lanjut, baik Karena bersifat final (enimalig), telah dicabut, maupun telah selesai
dilaksanakan. (104 Ketetapan)

Berdasarkan pengelompokan di atas, maka TAP MPR yang masih dianggap berlaku tertuang
dalam Pasal 2 dan Pasal 4, dengan total sebanyak 13 TAP MPR yang masih berlaku. TAP
MPR yang masih berlaku tersebut, adalah :

1. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS.1966 tentang Pembubaran Partai Komunis


Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Wilayah Indonesia bagi
Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau
Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

2. Ketetapan MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka


Demokrasi Ekonomi.

3. Ketetapan MPR No V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.

4. Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.


(dalam perkembangan terakhir telah terbentuk UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan)

5. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas KKN.

6. Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,


Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam NKRI.

7. Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan


Nasional.

8. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia


dan Kepolisian Negara Indonesia.

9. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 39


10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

11. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

12. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan


Pemberantasan dan Pencegahan KKN.

13. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolahan
Sumber Daya Alam.

Ketiga belas TAP MPR inilah yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b
Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
dengan pengelompokan 11 TAP MPR yang sudah tidak berlaku akibat telah dibentukknya
UU (Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003) dan 3 TAP MPR yang masih berlaku hingga saat
ini (Pasal 2 TAP MPR Nomor I/MPR/2003). Adapun Ketetapan MPR No V/MPR/1999
tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur, secara otomatis tidak berlaku lagi akibat norma
yang diatur didalamnya sudah terlaksana. Dengan demikian, sisa 2 TAP MPR yang masih
berlaku hingga saat ini akibat status hukumnya yang tidak dicabut atau diganti melalui UU.
Diluar 2 TAP MPR tersebut, TAP MPR dapat dinyatakan berlaku kembali dan dijadikan
sebagai sumber hukum formill, secara logika hukum, hal tersebut mustahil mengingat tidak
mungkin keberlakukan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi justru dilegitimas
atau dibuat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah, dalam hal ini
Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Akibat dimasukkannya TAP MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan, maka


muncul persoalan dalam hal pengujian norma diantara peraturan perundang-undangan
lainnya. Bagaimana jika TAP MPR bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945? Dan bagaimana pula jika terdapat UU yang bertentangan dengan TAP MPR?
Jika merunut kepada sistem kekuasaan kehakiman Indonesia dewasa ini, uji materi
dibebankan kepada Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi kewenangan Mahkamah Konsitusi
sebatas uji materi UU terhadap UUD. Tidak ada ketentuan khusus yang mengatur tata cara
pengujian TAP MPR terhadap UUD atapun UU terhadap TAP MPR. Mahkamah Konstitusi
tidak boleh serta merta melakukan pengujian terhadap TAP MPR, kecuali Mahkamah
Konstitusi melakukan upaya hokum progresif seperti yang dilakukan selama ini.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 40


Jika merunut kepada TAP MPR Nomor I/MPR/2003 khususnya dalam ketentuan Pasal 4,
maka Mahkamah Konstitusi sebenarnya dapat melakukan pengujian terhadap TAP MPR. Hal
tersebut mengingat ketentuan Pasal 4 TAP MPR Nomor I/MPR/2003, secara tersirat telah
menyamakan kedudukan TAP MPR dengan produk Undang-undang yang diharuskan untuk
dibuat sebagai pengganti norma yang diatur dalam TAP MPR sebelumnya. Kecuali TAP MPR
yang disebutkan dalam Pasal 2 TAP MPR Nomor I/MPR/2003, Mahkamah Konstitusi tidak
berwenang mengujinya sebab ketentuan Pasal 2 tersebut tidak mensyaratkan perubahan atau
pencabutan melalui Undang-undang sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Pasal 4.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 41


BAB IV
ORGANISASI PEMERINTAHAN WILAYAH / DAERAH

4.1 Sejarah Pemerintahan Daerah


Negara Indonesia dibagi menjadi beberapa daerah provinsi dan daerah provinsi akan
dibagi menjadi daerah yang lebih kecil. Terdapat dua macam daerah yang ada di Indonesia,
diantaraanya daerah otonom dan daerah administratif. Daerah yang bersifat otonom
mempunyai Badan Perwakilan Daerah. Terdapat pula daerah istemewa yang mempunyai
susunan asli dan dapat dianggap sebagai daerah istimewa (Surianingrat, 1980).
Semula pemerintahan di daerah diselenggarakan oleh perangkat Pemerintah yang
berada di daerah yang disebut dengan Pangreh Praja, tetapi disebut dengan Pamong Praja
karena sebutan Pangreh Praja secara psikologis dan politis kurang tepat. Tahun pertama sejak
negara Indonesia merdeka, telah dikeluarkan undang-undang yang menjadi landasan pertama
pemerintah daerah melakukan tugasnya dan member corak pemerintah di daerah. Undang-
undang yang dimaksud adalah undang-undang No.1 Tahun 1945 yang berbunyi sebagai
berikut : Komite Nasional Daerah. Peraturan mengenai pembentukan Komite Nasional
Daerah. Undang-undang tersebut hanya terdiri dari 6 pasal tentunya belum sempurna
mengatur Pemerintah Daerah dan hanya merupakan peraturan peralihan untuk membentuk
Pemerintah Daerah yang sesuai dengan negara yang sudah merdeka yang berdasarkan
demokrasi (Surianingrat, 1980).
Pada Tahun 1948 dikeluarkan undang-undang tentang Pokok-Pokok Pemerintah
Daerah nomor 22 Tahun 1948. Undang-undang ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah,
pengaturan yang jauh lebih sempurna dari UU No. 1/1945. Namun UU No. 22 tahun 1948
tidak sempat dilaksanakan. UU tersebut mengandung ide untuk menghapus Pamong Praja
dan memberikan otonomi seluas-seluasnya kepada daerah. Setelah dilakukan usaha-usaha
penyatuan keinginan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Daerah maka lahirlah
Undang-Undang No.1 Tahun 1957 yang memuat struktur dan organisasi Pemerintah Daerah,
pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah, dan Kepala Daerah dipilih oleh dan
dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sendiri (Surianingrat, 1980).
Di dalam pelaksanaannya ternyata timbul hal-hal yang tidak wajar dan tidak
dikehendaki, seperti kedudukan Kepala Daerah tidak stabil dan dijatuhkan oleh DPRD yang
bersangkutan. Berhubung dengan adanya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tentang kembali
lagi ke Undang-Undang Dasar 1945 maka terdapat perubahan ladi di dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Pemerintahan di daerah diatur dalam Ketetapan Presiden No.6 Tahun

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 42


1959. Tetapi ketika itu terdapat reaksi yang besar dari Dewan Perwakilan Rakyat, maka
ketetapan presiden tersebut disempurnakan dan namanya diubah menjadi PENPRES no.6
Tahun 1959 disempurnakan tentang Pemerintah Daerah. Penpres ini cenderung untuk
mengadakan pemisahan antara urusan Daerah dan urusan Pemerintahan umum. Yang
dimaksud dengan pemerintahan umum adalah tugas-tugas dari Kepala Daerah sebagai dan
kedudukannya sebagai Pejabat Pemerintah Pusat atau alat Pemerintah Pusat, yang kemudian
lahir Undang-Undang No. 18 Tahun 1956 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang
dibuat karena adanya reaksi yang timbul dari Dewan Perwakilan Rakyat maupun daerah-
daerah tentang Penpres tersebut (Surianingrat, 1980).
Setelah terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum tahun 1971
dengan bentuk rancangan yang baru dari Pemerintah, pada tahun 1974 lahirlah rancangan
yang baru dari Pemerintah. Pada Tahun 1974, lahir undang-undang baru sebagai pengganti
dari Undang-Undang No. 18 Tahun 1965, yang sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang ini adalah Undang-Undang No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
Pemerintah di Daerah. Sendi atau asas desentralisasi dan konsekuensi menjadi azas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974.
Perlu diperhatikan, bahwa kedua asas tersebut dilaksanakan bersama-sama tidak seperti
tercantum dalam undang-undang sebelumnya, dekonsentrasi itu hanya menjadi pelengkap
dari desentralisasi (Surianingrat, 1980).
Setelah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, terdapat Undang-Undang No. 22 Tahun
1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dimana melalui Undang-Undang tersebut
Indonesia menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam sistem administrasi
pemerintahannya.
4.2 Pemerintahan Dalam Negeri
Berdasarkan pasal 18 UUD 1945 dijelaskan bahwa : 1) wilayah negara Republik
Indonesia dibagi dalam daerah-daerah dengan bentuk pemerintahannya; 2) Daerah-daerah
termaksud ada dua macam yaitu yang bersifat otonom yang tertanam didaerah otonom dan
yang bersifat administrasi, yang dapat disebut daerah atau wilayah administratif. Sebagai
konsekuensi dari pasal 18 UUD 1945 diatas, Pemerintah diwajibkan mengadakan
pemindahan kekuasaan, wewenang atau urusan kepada kedua bentuk daerah termaksud,
demikian rupa agar Pemerintahnya masing-masing segera dapat melaksanakan tugasnya
(Surianingrat, 1980).
Pemindahan tersebut pada hakekatnya berarti gerak menjauhi Pemerintah Pusat dan
terjadinya dibidang pemerintahan, dapat disebut dengan pemudaran. Pemudaran
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 43
kekuasaan, wewenang atau urusan di dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat
berupa pemberian, penyerahan, pelimpahan ataupun pemindahan untuk melaksanakannya.
Akibat pemudaran kekuasaan termaksud, maka lahirlah pemerintahana di daerah (local
government), yang terdiri dari dua macam daerah, yaitu Daerah Otonom (local self
government) dan Wilayah Administratif (local state government) (Surianingrat, 1980).
Di dalam kepustakaan dikenal dua pembagian, dilihat dari segi mekanisme, yaitu : 1)
Pemerintah Pusat (central government), yang mencakup seluruh perangkat penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari semua Departememn dan Badan Pemerintah yang ditentukan
oleh Presiden; 2) Pememrintah di daerah (local government), terdiri dari dua macam :
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Wilayah. Pemerintah Daerah memiliki hak untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan Pemerintah Wilayah hanyalah sebagai
pelaksana tugas Pemerintah Pusat. Tugas termaksud biasanya disebut Pemerintahan Umum
(Surianingrat, 1980).
Urusan pemerintahan umum dilaksanakan hanya oleh pejabat-pejabat Pemerintah Pusat yang
berada di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi. Hal ini menjelaskan bahwa pegawai daerah
tidak dapat menjadi pejabat dekonsentrasi penuh, misalnya Camat, kecuali menjadi Kepala
Wilayah Provinsi dan Kabupaten. Seperti diketahui Kepalah Wilayah dan Kabupaten
merupakan Kepala Daerah, yang diangkat oleh Pemerintah menjadi alat Pusat yang ada di
daerah dan oleh karenanya ia dapat menyelenggarakan tugas-tugas dekonsentrasi
(Surianingrat, 1980).
Kantor pemerintahan daerah atau wilayah terdapat dua macam pegawai, yaitu
Pegawai Daerah yang dapat diangkat dan digaji oleh daeraha dan Pegawai Pemerintah Pusat
yang digaji dan diangkat oleh Pemerintah Pusat. Tetapi kedua macam pegawai tersebut
termasuk pegawai negeri dan keduanya diatur dalam Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
(PGPS). Terdapat satu macam pegawai lagi, namun memiliki jumlah yang tidak begitu
banyak, yaitu Pegawai Negara, misalnya Kepala Daerah, tidak diatur menurut PGPS, dengan
demikian bagi mereka tidak ada kenaikan gaji ataupun pangkat (Surianingrat, 1980).
Pada dewasa ini dikenal istilah pemerintah dalam negeri yang pada zaman
penjajahan Belanda disebut executive (Monterquieu) atau bestuur (Vollenhoven) ataupun
besturen (Lemarie). Montesquieu menampilakn gagsan yang disebut dengan TRIAS
POLITICA yang sebutannya diberikan oleh I. Kant. Trias Politica adalah gagassan mengenai
pemisahan mutlak kekuasaan berikut pelaksanaannya dalam arti harus dilaksanakan oleh
orang atau badan khusus yang terpisah mutlak. Pemisahan kekuasaan tersebut dibagi dalam
tiga macam, diantaranya (Surianingrat, 1980):
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 44
a. Kekeuasaan Legislatif : yaitu kekuasaan membuat undang-undang (legislatif;
b. Kekuasaan Eksekutif : yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang (executive);
c. Kekuasaan Judisiil : yaitu kekuasaan peradilan (judi-claire).
Montesquieu member supremasi kepada hukum atau undang-undang demikian rupa
sehingga ia menafsirkan kekuasaan yang ada pada eksekutif hanyalah untuk melaksanakan
undang-undang. Eksekutif dipandang sebagai pelaksana undang-undang saja. Sesuai dengan
perkembangan pemerintahan, eksekutif mempunyai tugas yang lebih luas, ruang lingkup
kekuasaan eksekutif mencakup seluruh bidang pemerintahan setelah dikurangi kekuasaan
judikatif dan legislatif. Eksekutif menyelenggarakan tugas kepentingan umum secara bebas
dalam arti tidak saja yang sudah dituangkan dalam undang-undang, melainkan melakukan
pula tigas-tugas yang berada diluar undang-undang, asal tidak bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku. Di dalam pemerintahan tugas demikian disebut Froise
Eermessen (Surianingrat, 1980).
Menurut Lemaere, Urusan pemerintahan berada pada dinas-dinas khusus yang
bernaung di bawah departemen-departemen. Jadi bukan masalah fungsi: pemerintahan dalam
pengertian hukum tata negara, dikaburkan dengan apa yang disebut dinas pemerintahan
(dalam negeri). Dinas pemerintahan ini mempunyai tugas khusus, yaitu mengusahakan agar
dinas-dinas yang khusus dalam wilayahnya tetap berhubungan satu sama lain dan tetap
memusatkan dirinya kepada kepentingan lokal dengan segala kekhasannya. Lemaire
membagi kekuasaan menjadi lima macam, diantaranya (Surianingrat, 1980) :
a. judicatief;
b. legislatief;
c. politie;
d. besturen;
e. bestuurszorg.
Sedangkan Van Vollenhoven, berpendapat bahwa tugas bestuur lebih luas daripada
hanya sebagai pelaksana undang-undang. Ia mengatakan pemerintah dalam arti luas
mencakup fungsi (Surianingrat, 1980):
a. bertuursrecht (kekuasaan pemerintahan dalam arti sempit);
b. justitierecht (kekuasaan mengadili);
c. politierecht (kekuasaan polisi);
d. regelaarsrecht (kekuasaan membuat peraturan perundang-undangan)

4.3 Sentralisasi, Dekonsentrasi, dan Desentralisasi


Sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi adalah konsep-konsep yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 45
negara. Keputusan politik sering disebut dengan keputusan alkasi sedangkan keputusan
administratif sering disebut dengan pelaksanaan. Dua jenis pengambilan keputusan tersebut
dalam struktur organisasi dapat bervariasi, diantaranya (Nurcholis, 2005) :
a. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan dilakukan pada puncak hirarki secara
terpusat. Inilah yang disebut dengan sentralisasi penuh;
b. Keputusan alokasi diambil pada puncak organisasi sedangkan keputusan pelaksanaan
dilakukan pada jenjang-jenjang yang lebih rendah. Inilah disebut dengan dekonsentrasi;
c. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan semua diserahkan sepenuhnya pada
kenkang-jenjang organisasi yang lebih rendah. Inilah disebut dengan desentralisasi;
Kedudukan organisasi-organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah daerah dalam
sistem negara kesatuan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak
memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana negara bagian dalam sistem federal. Hubungan
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan sub-ordinat sedangkan
hubungan negara bagian dengan negara federal/pusat dalam negara federal adalah
independent dan koordinatif (Nurcholis, 2005).
Berdasarkan konsepsi demikian, pada dasarnya kewenangnan pemerintah baik politik
maupun administrasi dimiliki tunggal oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah hakekatnya
tidak mempunyai kewenangan pemerintahan. Pemerintah daerah baru mempunyai
kewenangan pemerintahan setelah memperoleh penyerahan dari pemerintah pusat
(desentralisasi/devolusi) (Nurcholis, 2005).
Hubungan kewenangan antara pusat dan daerah dalam sistem negara kesatuan ini
melahirkan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah pemusatan kewenangan
pemerintah (politik dan administrasi) pada pemerintah pusat. Yang dimaksud dengan
pemerintah pusat adalah presiden dan para menteri. tidak dibagi-bagi kepada pejabatnya di
daerah dan pada daerah otonom maka disebut desentralisasi (Nurcholis, 2005).
Kewenangan yang dipusatkan di tangan presiden dan para menteri (pemerintah pusat) adalah
kewenangan pemerintahan, bukan kewenangan lain (legislatif dan judikatif). Kewenangan
pemerintahan terdiri atas dua jenis: kewenangan politik dan kewenangan administrasi.
Kewenangan politik adalah kewenangan membuat kebijakan sedangakan kewenangan
administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan (Nurcholis, 2005).

1. Sentralisasi
Dalam sentralisasi semua kewenangan tersebut baik politik maupun administrasi
berada di tangan presiden dan para menteri (pemerintah pusat). Atau dengan kata lain berada

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 46


pada puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan
ini anggarannya dibebankan kepada APBN (Nurcholis, 2005).

Gambar 1: Sentralisasi
Sumber : Hanif Nurcholis, 2005

2. Desentralisasi
Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi. Desentralisasi
berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat.
Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, maka desentralisasi yang berasal
dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti melepas dari pemusatan. Desentralisasi
berkaitan dengan aspek administrasi. Salah satu bagian dari administrasi adalah organisasi.
Sebuah organisasi selalu terdiri dari jenjang hirarki. Jenjang hirarki ada yang tingkatannya
banyak dan ada yang memiliki sedikit tingkatan. Misalnya, satuan pemerintahan terdiri dari
atas Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II, dan
Pemerintah Daerah Tingkat III, merupakan contoh organisasi dengan jenjang hirarki yang
lebih panjang dari satuan pemerintahan yang terdiri atas Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Tingkat I, Pemerintah Daerah Tingkat II. Dan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi
Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II, dan Pemerintah
Kecamatan lebih panjang daripada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabpaten/Kota. Pada setiap jenjang hirarki terdapat pejabat yang bertanggung jawab atas
satuan organisasi yang menjadi wewenangnya. Misal, pada pemerintah provinsi terdapat
gubernur, pada pemerintah kabupaten terdapat bupati, dan pada pemerintah kota terdapat
walikota. Gubernur bertanggung jawab atas penyelenggaraan provinsi. Bupati bertanggung
jawab atas penyelenggaraan pemerintah kabupaten. Walikota bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pemerintah kota (Nurcholis, 2005).
Organisasi yang besar dan kompleks seperti negara Indonesia tidak akan efisien jika
semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak hirarki
organisasi/pemerintahan pusat, karena pemerintahan pusat akan menanggung beban yang
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 47
berat. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka
sebagian kewenangan politik dan administrasi perlu diserahkan pada jenjang organisasi yang
lebih rendah. Penyerahan sebagian kewenangan politik dan administrasi pada jenjang
organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi, desentralisasi adalah penyerahan
wewenang poliyik dan administrasi dari puncak hirarki organisasi (pemerintah pusat) kepada
jenjang organisasi dibawahnya (pemerintah daerah. Dua kewenangan tersebut diserahkan
pemerintah daerah (Nurcholis, 2005).

Gambar 2: Desentralisasi/Devolusi
Sumber : Hanif Nurcholis, 2005
Karena jenjang hirarki yang lebih rendah, pemerintah daerah diserahi wewenang
penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang organisasi yang diberi
penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otonomi artinya kebebasan masyarakat yang
tinggal di daerah yang bersangkutan untuk mengatur dan mengurus kepentingannya yang
bersifat lokal, bukan yang bersifat nasional. Desentralisasi menimbulkan otonomi daerah,
yaotu kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah konsekuensi logis penerapan
asas desentralisasi pada pemerintah daerah (Nurcholis, 2005).
Henry Maddick dalam (Dalam Nurcholis, 2005) menjelaskan desentralisasi adalah
penyerahan kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang-bidang/fungsi-fungsi tertentu
kepada daerah otonom. Rondinelli, Nellis dan Chema (Dalam Nurcholis, 2005),
mengemukakan desentralisasi merupakan penciptaan atau penguatan, baik keuangan maupun
hukum pada unit-unit pemerintahan subnasional yang penyelenggaraannya substansial berada
diluar control langsung pemerintah pusat.
PBB (dalam Koswara, 2001:48) memberikan batasan tentang desentralisasi yaitu
desentralisasi merujuk pada pemindahan kekuasaan dari pemerintah pusat baik melalui
dekonstruksi (delegasi) pada pejabat wilayah maupun melalui devolusi pada badan-badan
otonom daerah (Nurcholis, 2005). Sedangkan Rondinelli (Dalam Nurcholis, 2005),
merumuskan desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuat keputusan, atau
kewenangan administrative dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah, satuan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 48


administrative daerah, organisasi semi otonom, pemerintah daerah, atau organisasi non
pemerintah/lembaga swadaya masyarakat.
Desentralisasi dalam pandangan Rondinelli memiliki pengertian yang lebih luas dari
yang disampaikan logemann dan Bayu Surianingrat. Menurut Rondinelli, desentralisasi
mencakup dekonsentrasi, devolusi, pelimpahan pada lembaga semi otonom (delegasi), dan
pelimpahan pada lembaga non pemerintah (privatisasi) yang diuraikan sebagai berikut
(Nurcholis, 2005):
a. Dekonsentrasi adalah penyerahan beban kerja kementerian pusat kepada pejabat-
pejabatnya yang berada di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan
keputusan dan diskresi untuk melaksanakannya.
b. Devolusi yaitu pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat untuk membuat
satuan pemerintahan baru yang tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi untuk
memperkuat stuan pemerintahan dibawah pemerintah pusat dengan cara mendelegasikan
fungsi dan kewenangan. Devolusi dalam bentuknya yang paling murni memiliki cirri
fundamental, yaitu (Nurcholis, 2005):
1) Unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri, dan secara tegas terpisah dari
tingkat-tingkat pemerintahan. Pemerintah pusat tidak melakukan pengawasan
langsung terhadapnya; Unit pemerintahan tersebut diakui memiliki batas geografi
yang jelas dan legal, yang mempunyai wewenang untuk melakukan tugas-tugas
umum pemerintahan; Pemerintah daerah berstatus badan hukum dan memiliki
kekuasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk
mendukung pelaksanaan tugasnya; Pemerintah daerah diakui oleh warganya sebagai
suatu lembaga yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi
kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pemerintah daerah ini mempunyai pengaruh dan
kewibawaan terhadap warganya.
2) Terdapat hubungan saling menguntungkan melalui koordinasi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta unit-unit organisasi lainnya dalam suatu sistem
pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah daerah adalah bagian dari pemerintah
nasional dan bukan sebagai elemen yang independen dari pemerintah pusat. Dalam
devolusi tidak ada hirarki antara pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah
lainnya, karena yang menjadi dasar adalah koordinasi dan sistem saling hubungan
antara satu unit dengan unit lain secara independen dan timbale-balik.
3) Pelimpahan wewenang pada lembaga semi otonom (delegasi). Selain dalam bentuk
dekonsentrasi dan devolusi, desentralisasi juga bisa dilakukan dengan cara
pendelegasian pembuatan keputusan dan kewenangan administratif kepada

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 49


organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu, yang tidak di bawah
pengawasan kementerian pusat. Sebagaimana diketahui dalam suatu pemerintahan
terdapat organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu, yang tidak
dibawah pengawasan kementerian pusat. Sebagaimana diketahui dalam suatu
pemerintahan terdapat organisasi-organisasi yang melakukan fungsi-fungsi tertentu
dengan kewenangan yang agak independen. Organisasi ini ada kalanya tidak
ditempatkan dalam struktur regular pemerintah. Misalnya Badan Usaha Milik Negara
seperti Telkom, Bank, jalan tol, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan-
Badan Otoritas, dan lain-lain. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya
diberikan kewenangan semi independen untuk melaksanakan fungsi dan tanggung
jawabnya. Bahkan terkadang berada diluar ketentuan yang diatur oleh pemerintah,
karena bersifat komersial dan mengutamakan efesiensi daripada prosedur birokratis
dan politis.
4) Penyerahan fungsi pemerintah pusat kepada lembaga nonpemerintah (privatisasi).
Disamping ketida bentuk diatas, desentralisasi juga dapat berupa penyerahan fungsi-
fungsi tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau lembaga
swadaya masyarakat. Bentuk ini sering dikenal dengan privatisasi. Privatisasi adalah
suatu tindakan pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela,
swasta, misalnya BUMN dan BUMD menjadi PT. Termasuk dalam pengertian ini
adalah tindakan pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang dan
industri, koperasi dan asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan dan
pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam bidang sosial misalnya
pemerintah memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya
masyarakat, pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi tani, dan koperasi nelayan
untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dan kesejahteraan keluarga, petani, dan
sebagainya.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 50


Gambar 3: Penyerahan Wewenang Pemerintahan
Sumber : Hanif Nurcholis, 2005

Menurut Smith

(DalamNurcholis, 2005) desentralisasi memiliki cirri-ciri sebagai berikut :


a. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari pemerintah
pusat kepada daerah otonom;
b. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang tersisa (residual
functions);
c. Penerima wewenang adalah daerah otonom;
d. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan
kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus (regelling en bestuur) kepentingan yang
bersifat lokal;
e. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang berlaku
umum dan bersifat abstrak;
f. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang bersifat
individual dan konkrit;
g. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi pemerintah pusat;
h. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi;
i. Menciptakan political varietu dan diversity of structure dalam sistem politik.
Bhenyamin Hoessin (Dalam Nurcholis, 2005) menyebutkan dalam rangka
desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirarki organisasi pemerintah pusat. Sedangkan
dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi, berada dalam hirarki organisasi
pemerintah pusat. Desentralisasi menunjukkan model hubungan kekuasaan antar organisasi,
sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan kekuasaan intra organisasi. Model
kekuasaan yang tercipta dalam desentralisasi memperlihatkan unsur keterpisahan
(separatness) dan kemajemukan struktur dalam sistem politik secara keseluruhan.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 51


Setelah daerah mendapatkan penyerahan wewenang politik dan administrasi dari
pemerintah, maka urusan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah
daereah. Untuk itu, pembiayaan penyelenggaraan desentralisaasi bersumber dari APBD.
Pemerintah daerah mempertanggungjawabkan penggunaan APBD kepada rakyat daerah
bersangkutan. Berikut ini merupakan perbedaan desentralisasi dan dekonsentrasi (Nurcholis,
2005):
Tabel 1 : Perbedaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Desentralisasi Dekonsentrasi
a. Menciptakan daerah otonom a.Menciptakan perangkat pusat di berbagai wilayah
b. Memiliki batas-batas wilayah juridiksi daerah b.Yang ada daladh batas-batas wilayah
otonom kerja/jabatan/administrasi
c. Penyerahan wewenang pemerintahan di c.Pelimpahan wewenang pemerintahan hanya bidang
bidang politik dan administrasi administrasi
d. Yang diserahi wewenang politik dan d.Yang diberi limpahan wewenang administrasi
administrasi adalah daerah otonom adalah perangkat/pejabat pusat
e. Menimbulkan daerah otonom e.Tidak menimbulkan otonomi daerah
f. Daerah otonom berada di luar hirarki f.Wilayah administrasi berada dalam hirarki
organisasi pemerintah pusat. Hubungannya organisasi pemerintah pusat. Hubungannya
adalah antar organisasi publik. adalah intra organisasi
g. Wewenang yang diserahkan terbatas pada g.Wewenang pemerintahan diserahkan adalah
wewengan pemerintahan, yaitu wewenang pemerintahan umum, koordinasi, pengawasan,
yang dimiliki presiden dan para menteri tramtib, pembinaan bangsa, dan bidang
h. Pembiayaannya dari APBD. pemerintahan khusus dari menteri-menteri
teknis
h.Pembiayaannya dari APBN
(Sumber : Hanif Nurcholis, 2005)
Dalam konteks negara kesatuan penerapan asas sentralisasi dan desentralisasi dalam
organisasi negara tidak bersifat dkotomis melainkan kontimun.Artinya pemerintah pusat tidak
mungkin menyelenggarakan semua urusan pemerintahan ditangannya secara sentralisasi atau
sebaliknya pemerintah daerah sepenuhnya menyelenggarakan semua urusan pemerintahan
yang diserahkan. Yang bisa dilakukan biasanya selalu terdapat sejumlah urusan pemerintahan
yang sepenuhnya diselenggarakan secara sentralisasi beserta penghalusannya, dekonsentrasi.
Tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintah ataupun yang diselenggarakan sepenuhnya
secara desentralisasi. Urusan pemerintah yang menyangkut kepentingan dan kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara lazimnya diselenggarakan secara sentralisasi dan
dekonsentrasi sedangkan urusan masyarakat yang mengandung dan menyangkut kepentingan
masyarakat setempat diselenggarakan secara desentralisasi (Bhenyamin Hoessein dalam
Nurcholis, 2005).
Dengan demikian, terdapat urusan-urusan yang 100% diselenggarakan secara
sentralisasi seperti pertahanan, politik luar negeri, dan moneter. Dan tidak pernah ada urusan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 52
pemerintahan yang 100% diserahkan kepada pemerintahan daerah. Kalaupun ada sebagaian
urusan pemerintahan diserahkan kepada pemerintah daerah, bukan berarti pemerintah pusat
melepaskan semua tanggung jawabnya. Karena tanggung jawab penyelenggaraan
pemerintahan ada pada pemerintah pusat, maka tidak mungkin pemerintah pusat
menyerahkan 100% urusan pemeritnah kepada daerah. Urusan-urusan yang bersifat lokal,
seperti irigasi, pendidikan, kesehatan, koperasi, industri kecil, pertamanan, dan perpustakaan
umum, memang diserahkan kepada daerah, namun kadarnya tidak 100%. Pemerintah pusat
masih menangani sebagaian urusan yang diserahkan kepada daerah, seperti pengawasan dan
penentuan standar, kriteria, dan prosedur (Bhenyamin Hoessein dalam Nurcholis, 2005).

Gambar 4: Bagan Pembagian Urusan-Urusan Kepemerintahan


Sumber : Hanif Nurcholis, 2005

Sedangkan urusan yang bersifat nasional, misalnya politik luar negeri, keamanan,
pertahanan, keuangan, pengaturan hukum keagamaan, kebijakan ekonomi makro, dan
kebijakan politik makro sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (Nurcholis,
2005).
Dalam desentralisasi pejabat yang menerima tanggung jawab adalah kepala daeraeh
otonom, yaitu pejabat yang ditentukan sendiri oleh masyarakat setempat, sebagai kesatuan
masyarakat hukum. Kepala daerah otonom bukan pejabat pusat yang berada di daerah,
melainkan pejabat yang diangkat oleh rakyat melalui pemilihan bebas dari daerah otonom
yang bersangkutan. Dengan demikian, tindakan hukumnya bukan atas nama pejabat pusat
tapi atas nama dirinya sendiri mewakili masyarakat daerah otonom. Oleh karena itu, pejabat
tersebut bertanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya (Nurcholis, 2005).

3. Dekonsentrasi

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 53


Dekonsentrasi sebenarnya juga merupakan sentralisasi namun lebih halus dari
sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemerintah pusat
kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks
ini yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi bukan wewenang politik. Wewenang
politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat (Nurcholis, 2005).
Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah suatu negara adalah pejabat yang
diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah-wilayah tertentu sebagai
wilayah kerjanya. Pada zaman Orde Baru pejabat pusat di wilayah negara adalah gubernur,
bupati/walikota madya, camat/walikota administratif, dan lurah dalam kedudukannya sebagai
kepala wilayah. Disamping itu, juga para Kepala Kanwil, Kandep, dan Kancam. Mereka
adalah pejabat pusat yang ditempatkan diwilayah kerja masing-masing. Mereka hanya
pejabat pusat yang ditempatkan di wilayah kerja masing-masing. Mereka hanya
melaksanakan kebijakan administrasi yang telah ditetapkan oleh pejabat pusat (presiden dan
para menteri) (Nurcholis, 2005).

Rondinelli (Dalam Nurcholis, 2005) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah


penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang
departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah. Harold F. Aldefer (Dalam Nurcholis,
2005) menjelaskan pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata-mata
menyusun unit administrasi atau dield administration, baik tunggal ataupun ada dalam
hirarki, baik itu terpisah atau tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya
mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Dalam dekonsentrasi tidak ada kebijakan
yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan-
badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal merupakan
bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah. Walfers (Dalam Nurcholis,
2005) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pada pejabat atau
kelompok pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat dalam wilayah administrasi. Henry
Maddick (Dalam Nurcholis, 2005) menjelaskan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 54
Gambar 5: Dekonsentrasi
Sumber : Hanif Nurcholis, 2005
untuk melampiaskan fungsi-fungsi tertentu kepada pejabat pusat yang berada diluar kantor
pusatnya. Oleh karena itu, dekonsentrasi menciptakan local state government atau field
administration/wilayah administrasi (Bhenyamin Hoessein dalam Nurcholis, 2005).

Menurut Smith (Dalam Nurcholis, 2005) dekonsentrasi mempunyai cirri-ciri sebagai


berikut:

a. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu yang dirinci dari


pemerintah pusat kepada pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah;
b. Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah;
c. Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan dan wewenang untuk
mengatur;
d. Tidak menciptakan otonomi dan daerah otonom tapi menciptakan wilayah administrasi;
e. Keberadaan field administration berada di dalam hirarki organisasi pemerintah pusat;
f. Menunjukkan pola hubungan kekuassaan intra organisasi;
g. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.

Dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi (implementasi


kebijakan politik) sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pada pemerintah pusat. Oleh
sebab itu, pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili
pemerintah pusat di wilayah kerja masing-masing atau pejabat pusat yang ditempatkan di luar
kantor pusatnya. Tanda bahwa pejabat tersebut adalah pejabat pusat yang bekerja dii daerah,
yang bersangkutan diangkat oleh pemerintah pusat, bukan dipilih oleh rakyatnya yang
dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada pejabat yang mengangkatnya
yaitu pejabat pusat, bukan kebada rakyat yang dilayani. Konsekuensinya pejabat daerah yang
dilimpahi wewenang bertindak atas nama pemerintah pusat buka atas nama dirinya sendiri
yang mewakili para pemilihnya (Nurcholis, 2005).

Dalam asas dekonsentrasi timbul hirarki dalam organisasi tersebut. Terdapat


hubungan sub-ordinat antara satuan organisasi pusat dengan satuan organisasi bawahannya.
Sebagai contoh, pada zaman Orde Baru, Pemerintah Pusat membawahi Pemerintah Provinsi
Dati I dan Pemerintah Provinsi Dati I membawahi Pemerintah Kabupaten/ Kotamadya Dati
II. Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Dati II membawahi kecamatan, dan kecamatan
membawahi Kelurahan dan Desa. Atau pada departemen, Departemen membawahi Kanwil,
Kanwil membawahi Kandep, dan Kandep membawahi Kancam (Nurcholis, 2005).

Karena satuan-satuan organisasi yang berada di wilayah-wilayah negara di luar kantor


pusatnya tersebut milik pemerintah, maka anggarannya menjadi tanggung jawab pemerintah
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 55
pusat. Karena itu, anggarannya dibebankan pada APBN. Biaya penyediaan sarana dan
prasarana, gaji pegawai, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan beban APBN (Nurcholis,
2005).

4.4 UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1974


Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Thaun 1974 berisi tentang
Pokok-Pokok pemerintahan di daerah. Pada undang-undang tersebut dijelaskan mengenai
beberapa pengertian mengenai :
a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya.
b. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh
Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya
d. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau
Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah.
f. Wilayah Administratif, selanjutnya disebut Wilayah adalah lingkungan kerja perangkat
Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintah umum di daerah;
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, wilayah Negara kesatuan Republik
Indonesia dibagi dalam daerah-daerah otonom dan wilayah-wilayah administrative. Dengan
peraturan perundang-undangan, Pemerintah dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah
untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan. Serta dengan adanya Peraturan Daerah,
Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk
melaksanakan urusan tugas pembantuan. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam menyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk
Sekretariat Daerah dan Dinasdinas Daerah.
Sebelum memangku jabatannya Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan
dilantik
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 56
oleh:
a. Presiden bagi Kepala Daerah Tingkat I;
b. Menteri Dalam Negeri bagi Kepala Daerah Tingkat II
Presiden dapat menunjuk Menteri Dalam Negeri untuk mengambil sumpah/janji dan
melantik Kepala Daerah Tingkat I atas nama Presiden. Menteri Dalam Negeri dapat
menunjuk Gubernur Kepala Daerah untuk mengambil sumpah/janji dan melantik Kepala
Daerah Tingkat II atas nama Menteri Dalam Negeri. Kepala Daerah dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan Peraturan Daerah. Bentuk Peraturan Daerah
ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri. Peraturan Daerah ditandatangani oleh Kepala Daerah
dan ditandatangani serta oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kepala Daerah dapat
menetapkan Keputusan Kepala Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah atau urusan-
urusan dalam rangka tugas pembantuan.
Dinas Daerah adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah. Pembentukan, susunan
organisasi dan formasi Dinas Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai dengan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Beberapa Pemerintah Daerah dapat
menetapkan Peraturan Bersama untuk mengatur kepentingan Daerahnya secara bersama-
sama.
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditentukan bahwa Peraturan Daerah dan
KeputusanKepala Daerah mengenai hal-hal tertentu, baru berlaku sesudah ada pengesahan
pejabat yangberwenang.
Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Wilayah. Kepala Wilayah terdiri dari :
a. Propinsi dan Ibukota Negara disebut Gubernur;
b. Kabupaten disebut Bupati;
c. Kotamadya disebut Walikotamadya;
d. Kota Administratif disebut Walikota;
e. Kecamatan disebut Camat.
Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Wilayah:
a. Kecamatan bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya atau
b. Kota Administratif yang bersangkutan.
c. Kota Administratif bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten yang
bersangkutan;
d. Kabupaten atau Kotamadya bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Propinsi yang
bersangkutan;
e. Propinsi atau Ibukota Negara bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri

4.5 Pemerintahan Desa


RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 57
Pemerintah Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PPRI No.72 tahun 2005 tentang
Desa). Penyelenggaraan Pemerintahan Desa adalah seluruh proses kegiatan manajemen
pemerintahan dan pembangunan desa berdasarkan kewenangan desa yang ada meliputi
perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengorganisasian, pengawasan,
pengendalian, pembiayaan, koordinasi, pelestarian, penyempurnaan dan pengembangnnya
(PEMENDAGRI No.35 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan
Pertanggungjawaban Penyelenggaraan Pemerintahan Desa). Permasalahan yang dihadapi
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dapat dimasukkan ke dalam
beberapa permasalahan utama sebagai berikut :

1. Masih kurang berkembangnya kehidupan masyarakat perdesaan karena


terbatasnya akses masyarakat perdesaan , terutama kaum perempuan, ke sumber
daya produktif, sepeeti lahan, permodalan, infrastruktur dan teknologi serta akses
terhadap pelayanan public dan pasar.
2. Masih terbatasnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman perdesaan, seperti
air minum, sanitasi, persampahan dan prasarana lingkungan lain.
3. Masih terbatasnya kapasitas kelembagaan pemrintahan di tingkat local dan
kelembagaan sosial ekonomi untuk mendukung peningkatan sumber daya
pembangunan perdesaan.
4. Masih kurangnya keterkaitan antara kegiatan ekonomi perkotaan dan perdesaan
yang mengakibatkan makin meningkatnya kesenjangan ekonomi dan kesenjangan
pelayanan infrastruktur antarwilayah.

4.6 Desa Dinas dan Desa Pekraman


Berdasarkan pandangan sejarah, terlihat bahwa di Bali ada dualism system
pemerintahan desa yaitu Desa Pekraman (desa adat) sebagai perwujudan desa asli yang
bersifat otonom dengan kesatuan tradisi dan tata kramanya. Hingga saat ini masih dipelihara,
dimana perkembangannya masih dalam fleksibilitas dan dinamisasinya. Sedangkan di sisi
lain, ada yang disebut Desa Dinas ( desa administratif) yang merupakan pemerintahan
terendah dan tunduk di bawah perundang-undangan pemerintahan daerah atau pemerintahan
desa.
Peraturan daerah No.3 Tahun 2001 Propinsi Bali tentang Desa Pekraman Bab I
Ketentuan Umum, Pasal 1 Nomer 4 dan 5 menyebutkan : Desa Pekraman adalah kesatuan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 58
masyarakat hokum adat di Propinsi Bali, yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata
krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun, dalam ikatan
Kayangan Tiga, atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan
sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya.
Sesuai dengan Perda no.23 Tahun 2001, adapun tugas dan wewenang Desa Pekraman
yaitu :
1. Membuat awig-awig
2. Mengatur krama desa
3. Mengelola harta kekayaan desa
4. Bersama pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang
5. Membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya
6. Mengayomi krama desa
7. Menyelesaikan sengketa adat dan agama
8. Menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di
wilayahnya
9. Melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar desa pekraman
Sedangkan desa sebagi komunitas yang lebih bersifat administrative atau kedinasan,
yaitu kesatuan wilayah di bawah kecamatan dan dikepalai oleh seorang kepala desa atau
perbekel. Dalam PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa dan Kelurahan dimana Bab III tentang
Kewenangan Desa pada pasal 7 PP No.72 Tahun 2005 disebutkan bahwa desa mempunyai
kewenangan dalam urusan pemerintahan yang mencakup : urusan pemerintahan yang sudah
ada berdasarkan asal usul desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, serta tugas dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan fungsinya, kedua bentuk komunitas baik Desa Pekraman maupun Desa
Dinas terfokus pada masing-masing bidang yang berbeda tetapi dalam eksistensinya dan
berbagai aspek kehidupan yang nyata, kedua komunitas ini saling berkaitan satu sama lain.
Desa Pekraman dalam rangka system pemerintahan Republik tidak terjalin secara structural.
Juga dalam kaitannya terhadap Desa Dinas, Desa Pekraman tersebut hanya terjalin secara
fungsional dan tidak secara structural (Abu, 1982). Di dalam Pesamuhan Agung III Majelis
Desa Pekraman Bali memutuskan bahwa bentuk hubungan antara Desa Dinas dengan Desa
Pekraman adalah bentuk konsultatif dan koordinatif dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, melakukan koordinasi jika dianggap perlu dan mendesak. Selain itu diliaht
dari hubungan kewilayahan dan kewargaan antara Desa Dinas dengan Desa Pekraman terjadi
kemungkinan :

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 59


1. Satu Desa Dinas mempunyai luas wilayah dan warga yang sama dengan Desa
Pekraman, contoh Desa Keramas di Blahbatuh, Gianyar
2. Wilayah satu Desa Dinas meliputi beberapa Desa Pekraman
3. Wilayah satu Desa Pekraman meliputi beberapa Desa Dinas, contoh Desa
Pekraman Denpasar

4.7 DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN


A. Sistem Pemerintahan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan
Sebagai bagian dari pulau Bali, Desa Tenganan atau dikenal dengan Tenganan
Pegeringsingan, merupakan salah satu dari sejumlah desa kuno di Pulau Bali. Pola kehidupan
masyarakatnya mencerminkan kebudayaan dan adat istiadat desa Bali Aga ( pra Hindu ) yang
berbeda dari desa-desa lain di Bali. Karenanya Desa Tenganan dikembangkan sebagai salah
satu obyek dan daya tarik wisata budaya. Lokasi Desa Tenganan Pegeringsingan terletak di
Kecamatan Manggis, sekitar 17 km jaraknya dari Kota Amlapura ibukota kabupaten , 5
km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.
Perkampungan Desa Tenganan yang seluruhnya dikelililingi dengan Tembok yang
membentuk seperti sebuah Benteng Pertahanan. Pola Perkampungan Masyarakat Tenganan
yang terpusat dan Membentuk Sebuah Benteng pertahanan Terdiri dari 4 penjuru.
Masyarakat Tenganan Pengringsingan membangun 4 Pintu penjuru tersebut dengan konsep
sebagai Jaga satru yaitu Sebuah Konsep tentang Keseimbangan.
Umumnya, di desa-desa Bali Kuno, penentuan Pemimpin adat sangatlah khas.
Penentuan pemimpin adat di Tenganan Pegringsingan juga memiliki keunikan tersendiri. Jika
di desa-desa adat lainnya di Bali pemimpin desa dipilih oleh krama (warga), di Tenganan
Pegringsingan pemimpin desa ditentukan berdasarkan senioritas. Kepemimpinan desa
memang tidak dipilih ataupun juga karena faktor keturunan, bukan keahlian serta tidak
memakai masa jabatan. Namun, berdasarkan senioritas perkawinannya di desa. Desa adat
Tenganan sendiri merupakan kelompok masyarakat yang masih memegang teguh adat
istiadatnya dan masih sangat kental terhadap kepercayaan roh, karena mereka sendiri
menganut agama Hindu Dharma Sapta Indra. Tentunya dengan masyarakat yang seperti ini,
pemerintah adatlah yang sangat berperan bagi masyarakatnya.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 60


Pemerintah adat Tenganan juga memiliki kekuasaan yang mengatur kehidupan
warganya. Kekuasaan tersebut berupa kekuasaan untuk menetapkan aturan-aturan yang
mengikat seluruh warganya guna menjaga ketertiban, kekuasaan untuk urusan organisasi
(yang bersifat keagamaan, sosial budaya, ekonomi, dan hankam), serta kekuasaan untuk
penyelesaian sengketa ataupun konflik yang terjadi. Masing-masing kekuasaan tersebut
dilakukakan dengan sangat terorganisir yang membuat terciptanya kesejahteraan masyarakat.
Mengenai pembentukan struktur pemerintahannya sendiri ada satu keuikan yang berbeda
dengan daerah lainnya. Jika di daerah lain secara umum dalam pembentukan pemerintahan
menggunakan sistem pemilihan umum, tetapi di desa adat Tenganan sendiri dalam
membentuk pemerintahan adat dilakukan dengan cara menetapkan seseorang pada tingkatan
tertentu berdasarkan status maritan. Yang mana status maritan sendiri merupakan suatu
tingkatan yang didasarkan atas senioritas perkawinan (semakin lama masa pernikahan yang
dijalani seseorang, kedudukannya akan semakin tinggi). Kemudian disaat menduduki jabatan
tetapi orang itu meninggal dunia, maka digantikan dengan seseorang yang dipilih bedasarkan
garis keturunan.
Di Bali umumnya desa-desa dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu desa adat dan
desa dinas. Desa dinas rnernpunyal hubungan vertikal dengan garis pemerintahan di pusat,
daerah dan provinsi, kabupaten dan kecamatan. Pada desa adat, garis vertikal seperti garis
komando pada desa dinas tidak dimiliki, melainkan kewenangan yang khusus diatur dalam
seluk beluk desa adat. Namun dalam kenyataannya sering tumpang tindih, tetapi sering
juga terjadi kerja sama yang harmonis di antara keduanya (Jendra,2000: 2). Ciri desa adat di
Bali yang paling utama dan menonjol adalah sebuah komuniti yang mempunyai kesatuan
wilayah dan kayangan tiga. Sebuah desa adat biasanya mempunyai beberapa desa dinas,
tetapi terkadang juga sebaliknya sebuah desa dinas mempunyai beberapa desa adat. Keadaan
yang kedua ini justru lebih banyak ditemukan di Bali yakni sebuah desa dinas mempunyai
dua atau lebih desa adat.
Masyarakat Desa Tenganan tidak hanya menggunakan sistem pemerintahan adat
namun mereka juga terikat dengan pemerintahan Dinas pada umumnya yang dilaksanakan
dalam desa yang ada di Indonesia. Masyarakat Tenganan memiliki sesuatu yang unik dalam
sistem pemerintahan Adat bahwa dalam Penentuan status kepemimpinan Perempuan
mempunyai andil yang sangat besar Dan berpengaruh atau dengan kata lain peran perempuan
dalam pemerintahan Adat begitu diperhatikan
Mengenai sistem pemerintahan pada masyarakat desa Adat Tenganan yang menjadi
seorang kepala desa disana selalu seorang laki-laki tetapi dalam hal ini tidak ada larangan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 61
untuk perempuan menjadi seorang kepala desa, karena masyarakat disana menyadari bahwa
yang pantas menjadi seorang pemimpin adalah laki-laki. Sehingga tidak ada perempuan yang
mencalonkan diri untuk menjabat sebagai kepala desa.namun peran Perempuan begitu
besar seperti telah dijelaskan diatas.dan juga untuk Kemudian untuk menjabat sebagai Ketua
Adat Desa Tengan adalah secara berpasangan. Maksudnya apabila seorang lakilaki menjadi
Ketua Adat atas Dasar pengaruh Peran Perempuan dalam satu kesatuan yaitu pasangan suami
dan istri.bahwa dalam sistem Pemerintahan ada suatu penghargaan yang didapat kaum
perempuan Desa Tenganan.
Sistem pemerintahan adat di desa Tenganan terdapat 3 struktur, yaitu Krama Desa,
Krama Gumi Pulangan, dan Krama Gumi. Dimana masing-masing krama tersebut
mempunyai peranan tersendiri dan terdapat persyaratan tertentu pula di dalam menduduki
jabatan masing-masing krama.

1. Krama Desa
Krama desa adalah struktur teratas dalam masyarakat adat Tenganan yang juga
berfungsi sebagai lembaga pemeritahan adat yang paling utama dan merencanakan serta
menyelenggarakan program-program didalam masyarakat Tenganan. Pemerintahan adat
bersifat kolektif. Ada tiga struktur utama dalam Krama Desa. Pertama disebut Luanan. Ini
merupakan penasihat atau penglingsir desa yang diisi oleh keluarga yang memiliki nomor
urut perkawinan 1-5. Luanan biasanya hadir ketika sudah selesainya persiapan rapat atau
suatu acara.
Struktur kedua yakni Bahan Roras. Posisi Bahan Roras ini terbagi menjadi dua yakni
Bahan Duluan yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 6-11 dan Bahan Tebenan
yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 12-17. Bahan Duluan merupakan
pelaksana pemerintahan sehari-hari, perencana, pelaksana atau pucuk pimpinan. Pasangan
keluarga nomor urut 6-7 disebut dengan nama Tamping Takon (tampi artinya menerima dan
takon artinya pertanyaan) yang bertugas untuk menampung atau menjawab segala macam
pertanyaan dari Krama.selanjutnya keluarga dengan nomor urut-12-17 disebut dengan Bahan
Tebenan. Tugasnya sebagai pembantu atau cadangan Keliang Desa.
Struktur terakhir Peneluduan. Lapisan ini merupakan keluarga dengan nomor urut
perkawinan 18 dan seterusnya. Seorang dari Peneluduan tampil sebagai Saya atau Juru Warta
secara bergiliran setiap bulan. Peneluduan ini pun dibagi lagi menjadi dua yakni Tambalapu
Duluan yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan 18-23 sebagai penggerak dalam
segala kegiatan dan Tambalapu Tebenan yang diisi keluarga dengan nomor urut perkawinan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 62
24-29 sebagai cadangan atau pengganti. Jika seorang Bahan Duluan meninggal dunia atau
anaknya menikah, tidak serta merta posisinya digantikan sang anak. Posisi itu akan diisi oleh
keluarga di nomor urut berikutnya. Sementara anak Bahan Duluan itu masuk sebagai krama
desa dengan nomor urut terbaru.
Enam orang anggota Bahan Duluan secara keseluruhan berperan sebagai Keliang
Desa. Dalam keseharian, gabungan Bahan Duluan dengan Bahan Tebenan dengan anggota
yang berjumlah 12 orang yang disebut Bahan Roras bertugas sebagai Penyarikan (sekretaris).
Tugas sebagai Penyarikan ini dipegang setiap anggota secara bergantian, satu orang setiap
bulan.
Sementara gabungan antara Tambalapu Duluan dengan Tambalapu Tebenen yang
berjumlah 12 orang disebut Tambalapu Roras, bertugas sebagai Saya Arah atau Juru Warta.
Pembagian tugasnya adalah tiap empat orang anggota secara bergantian setiap bulan,
mengerjakan tugas sebagai Saya Arah. Kelompok tugas yang lain disebut Peneluduan yang,
mempunyai tugas menjemput anggota Luanan yang untuk mengikuti rapat atau sangkepan di
Bale Agung.
Masyarakat Tenganan memiliki sistem Pemerintahan di Desa Adat dipimpin oleh
Bahan Duluan dibantu oleh seorang Penyarikan dan empat pasang keluarga yaitu Saya
Arah.Masyarakat di desa Tenganan sangat menghormati tata ruang. Kepemilikan Tanah
secara pribadi diakui tetapi tetap diatur oleh adat. Dalam desa Tenganan tersebut terdapat 25
krama desa Krama Desa itu sendiri yakni sepasang suami-istri yang sama sama berasal dari
desa Tenganan. Krama desa mempunyai 4 syarat khusus akni :
a. Tidak boleh berpoligami
b. Diberhentikan apabila salah satu dari pasangan suami istri itu meninggal
c. Diberhentikan apabila anaknya menikah
d. Diberhentikan apabila melakukan kesalahan yang sama
Jika misalkan anak mereka sudah besar dan menikah secara otomatis orang tuanya pindah
jabatan menjadi krama gumi pulangan.
Krama desa ini selalu berpasangan dalam arti selalu suami beserta istrinya. Yang
berhak sebagai warga desa terlebih dahulu dilihat dari latar belakang kawinnya secara
berturut-turut tersusun sebagai berikut :
a. Krama no. 1 s.d no.5 (lima orang) disebut luanan
b. Krama no. 6 s.d no.11 (enam orang) disebut bahan duluan
c. Krama no. 12 s.d no.17 (enam orang) disebut bahan tebenan atau 6 orang bahan
duluan dan 6 orang bahan tebenan yang disebut bahan roeres (12)
d. Krama no. 18 s.d no. 23 (enam orang) disebut tambalapu duluan.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 63


e. Krama no. 24 s.d no. 29 (enam orang) disebut tambalapu tebenan (ke 12
tambalapu itu disebut tambalapu roras).
f. Krama no. ke-30 sampai habis dinamakan pengeluduan.
2. Krama Gumi Pulangan
Krama Gumi Pulangan (Keliang Desa Adat) merupakan kelompok terpenting dalam
pemerintahan. Disini Keliang laki-laki diwajibkan untuk berkumpul setiap malam di Bale
Agung untuk membicarakan segala hal yang terjadi dan apabila Keliang laki-laki tidak bisa
hadir wajib diwakilkan oleh istrinya. Dalam Gumi Pulangan ini adalah seseorang yang telah
menjadi mantan dari anggota Krama Desa. Masyarakat yang berada pada struktur Gumi
Pulangan adalah bagi yang melangar aturan untuk tidak berpoligami atau istrinya meningal
dunia atau karena anaknya menikah.

3. Krama Bumi
Krama Bumi yaitu berasal dari krama yang berarti warga maka Krama Bumi yang
merupakan struktur ketiga yang berisi seluruh warga desa tenganan itu sendiri, termasuk
yang cacat fisik, karena anggota masyarakat yang cacat fisik tidak bisa menduduki jabatan
dalam lembaga pemerintahan.
Program pemerintahan adatnya terdapat suatu kebiasaan yang baik dalam
meyelesaikan persoalan yaitu pasangkepan (musyawarah). Pasangkepan sendiri dilakukan
untuk menertibkan pelaksanaan pemerintahan desa Tenganan melalui awig-awig (aturan yang
disepakati bersama). Pemerintah adat juga mempunyai program berupa aturan-aturan yang
harus ditaati masyarakat Adat Tenganan, dimana dalam aturan itu terdapat larangan untuk
menjual tanah atau lahan kepada masyarakat luar Tenganan, larangan memotong rambut bagi
perempuan (boleh potong tetapi rambutnya masih bisa untuk disanggul), pemisahan anak dari
orang tua 3 bulan setelah acara pernikahannya, perizinan terhadap penebangan pohon, dan
perkawinan. Satu yang menjadi ciri khas dalam perkawinannya yaitu jika seorang perempuan
menikah dengan laki-laki diluar desa Tenganan maka perempuan tersebut harus
meninggalkan desa Tenganan. Dan jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan diluar
desa Tenganan maka harus dilakukan penyamaan agama yang sesuai dengan si laki-laki
apabila ingin tetap tinggal di desa Tenganan dengan catatan tidak bisa menjadi anggota
legislatif. Sebaliknya apabila si laki-laki menyamakan agamanya dengan si perempuan maka
mereka harus meninggalkan desa Tenganan. Kemudian ada aturan khusus dalam pemberian
sanksinya yaitu dengan perumpamaan ada seorang perempuan yang hamil diluar nikah maka
orang tua pihak perempuan akan ditariki uang sebesar Rp 1.000,- pertahun yang berlaku

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 64


seumur hidup. Dengan tujuan si orang tua akan selalu teringat kesalahan yang pernah
dilakukan yaitu kelalaian dalam menjaga anak perempuannya.
Bagi pemerintah adat sendiri jika melanggar aturan diberi sanksi langsung
dikeluarkan (dipecat) dari jabatan yang didudukinya, karena sebagai seorang pemerintah adat
seharusnya dapat mencakup pengetahuan mengenai semua norma dalam banyak pranata,
bahkan seringa kali pranata yang ada dalam masyarakat (Koentjaraningrat. 1990. Pranata
Sosial.)
Dalam kerjasama antara pemerintah adat dengan pemerintah daerah (dinas) terjalin
hubungan kerjasama yang sangat kuat, sehingga diantaranya saling mendukung dalam
penyelenggaraan program-program pemerintahan. Dengan bukti pemerintah daerah (dinas)
memberikan bantuan berupa sejumlah uang untuk pemerintah adat yang nantinya berguna
dalam peningkatan pembangunan desa adat Tenganan serta bisa digunakan untuk keperluan
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah adat. Didalam kerjasama tersebut
juga ada kendalanya yaitu kurangnya koordinasi dari masing-masing pihak dan kadang tidak
dapat menyelesaikan masalah hanya melalui musyawarah, sehingga masalah tersebut dibawa
melalui jalur hukum.
Mengenai penggajian pemerintah adat. Pemerintah adat sendiri dalam kerjanya pasti
memperoleh gaji, dimana gaji tersebut didapatkan dari penjualan hasil pertanian dan
diperoleh juga dari upacara adat. Dengan sistem penggajiannya yaitu 75% diberikan kepada
pemimpin adat yang beranggotakan 6 orang dan 25% sisanya diberikan kepada bawahan-
bawahannya. Walaupun dengan sistem pembagian seperti ini, dalam pelaksanaannya tidak
pernah dijumpai adanya konflik yang mempermasalahkan mengenai persentase penggajian
tersebut. Mereka juga menganggap bahwa pembagian seperti ini dari dulu memang sudah
adil dan merata sesuai dengan jabatannya masing-masing. Krama Adat sendiri memiliki hak
untuk mendapatkan perumahan di Banjar Kauh atau Banjar Tengah, mendapatkan pembagian
hasil dari tanah-tanah milik desa sesuai jabatan, serta berhak menduduki jabatan sebagai
prajuru di desa Tenganan Pegringsingan.
Mengenai hasil kinerja dari pemerintahan adat masih ada program yang belum
terlaksana dan keefektifan programnya masih belum maksimal serta merata. Program tersebut
yaitu kerja bakti. Kerja bakti itu bagi pemerintah adat seharusnya dilakukan dalam waktu
seminggu sekali ataupun dua minggu sekali, tetapi dalam kenyataannya hanya dilakukan
ketika akan dilakukan upacar adat saja. Namun, walaupun belum efektif itu bukanlah menjadi
suatu permasalahan yang besar. Karena program kerjabakti merupakan progam yang hanya
sebagian kecil dibandingkan dengan program-program yang sudah sukses mensejahterakan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 65
masyarakat adat Tenganan. Sebagai buktinya yaitu di bidang pariwisata dan juga
kemakmuran kehidupan masyarakatnya. Yang mana tidak jarang ditemui adanya wisatawan
mancanegara yang datang berkunjung untuk mengetahui tentang desa adat Tenganan yang
terkenal dengan adat istiadatnya yang masih sangat kuat dan tetap dipegang teguh sampai
sekarang.

B. Delik Adat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan


Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa,
merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.
Adat dalam hal ini dimaknai sebagai suatu identitas atau jati diri dari suatu bangsa yang
tumbuh dalam masyarakat lampu, dan dilakukan pewarisan secara turun temurun. Makna
kata bangsa ini mempunyai arti bahwa adat setiap bangsa berbeda beda dengan adat bangsa
yang lain. Justru oleh karena ketidaksamaan inilah kita dapat mengatakan, bahwa adat itu
merupakan unsur yang terpenting yang memberikan identitas kepada bangsa yang
bersangkutan.
Adat istiadat yang hidup serta yang berhubungan dengan tradisi rakyat inilah yang
merupakan sumber yang mengagumkan bagi hukum adat. Beberapa pengertian hukum adat
yang diberikan oleh para sarjana hkum adalah sebagai berikut:
1. Sukanto
Dalam buku beliau Meninjau Hukum Adat Indonesia mengartikan hukum adat
sebagai kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi dan
bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.
2. M.M. Djojodigoeno S.H.
Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
3. Mr. C. van Vollenhoven
Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan
yang dibuat oleh pemerintah Hindia-Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya
yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.
4. B. Terhaar Bzn.
Hukum Adat lahir dari dan dipelihara oleh keputusan-keputusan para warga
masyarakat hukum, terutama keputusan berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang
membantu pelaksanaan perbuatan-perbuatan hukum.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 66


Hukum Adat itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari
peraturan-peraturan Desa.
Dapat diartikan bahwa Hukum Adat merupakan hukum asli yang tidak tertulis, yang
dalam arti sempit adalah hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang berdasarkan
kebuadayaan dari pandangan hidup bangsa Indonesia, yang memberi pedoman kepada
sebagian besar orang-orang Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara
yang satu dengan yang lain, yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota
maupun di desa.
Keberadaan hukum adat dewasa ini masih diakui sebagai salah satu aturan oleh
Hukum Nasional. Sebagaimana dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,
yang menyatakan Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini karena hukum adat
memang telah ada sebelum hukum nasional itu sendiri. Sebagian masyarakat di Indoneisa
sendiri masih mengakui dan menerapkan aturan hukum adat mereka dalam kehidupannya,
salah satunya mengenai delik adat.
Ter Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan,
tiap-tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup seseorang atau
kesatuan (persatuan) orang-orang, yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat; dengan
reaksi adat ini keseimbangan akan dan harus dapat dipulihkan kembali. Adat delik merupakan
suatu tindakan yang melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam
masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan
masyarakat yang bersangkutan guna memulihkan kembalik ketentraman dan keseimbangan
itu, maka terjadi reaksi-reaksi adat. Dan reaksi-reaksi adat ini merupakan tindakan-tindakan
yang bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan meniadakan atau
menetralisasikan suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran adat.
Delik adat dalam buku Soerjono Soekanto disebut sebagai hukum penyelewengan.
Penggunaan pemakaian istilah hukum pidana dirasarakan kurang tepat, oleh karena yang
dimaksudkan adalah penyelewengan dari ketentuan hukum adat, yaitu sikap tindak yang
mengganggu kedamaian hidup juga mencakup lingkup laku hukum Tantra adat, dan hukum
perdata adat. Berdasarkan sifat pelanggaran hukum adat sendiri tidak mengadakan pemisahan
antara pelanggaran hukum yang mewajibakan tuntutan memperbaiki kembali hukum di
dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran hukum yang dapat dituntut di lapangan
hukum perdata.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 67


Peraturan tertulis di desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsinan ini diatur dalam
awig-awig sedangkan peraturan yang tidak tertulis didapatkan kesepakatan bersama.Awig-
awig Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan merupakan suatu Undang-Undang adat yang
dibukukan. Kitab awig-awig Desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan disusun pada
abad ke-11 dan menjadi pedoman hidup masyarakat setempat, sempat musnah dalam
musibah kebakaran pada tahun 1841.Pasca musibah kebakaran tersebut, mayarakat setempat
berusaha untuk memperoleh arsip awig-awig desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan.Upaya memperoleh arsip tersebut dilakukan masyarakat setempat dengan
menghadap raja Karangasem. Namun arsip yang dimaksud tidak ada.Kemudian masyarakat
setempat memohon izin untuk menghadap Raja Klungkung, karena arsip awig-awig Desa
Tenganan Pegeringsingan berada di Klungkung.Setelah memperoleh izin, masyarakat desa
Tenganan Pegeringsingan menghadap raja Klungkung. Namun arsip awig-awig sudah tidak
ada di Klungkung.Raja Klungkung kemudian memberikan izin kepada masyarakat Tenganan
Pegeringsingan untuk menulis kembali kitab awig-awig yang telah musnah terbakar
berdasarkan ingatan masyarakat,Kitab awig-awig desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan tersebut akhirnya selesai disusun pada tahun 1842.Namun, awig-awig yang
ditulis kembali susunannya tidak teratur, misalnya setelah membahas masalah pidana
selanjutnya dibahas masalah perkawinan.
Penulisan kembali awig-awig tersebut dilatarbelakangi karena masyarakat merasa
kehilangan kitab yang berisikan pedoman yang mengatur tatanan kehidupan bagi masyarakat
setempat yang telah diwariskan leluhur mereka sejak abad ke-11. Keadaan ini menjadikan
mereka merasa berkepentingan untuk menulis kembali awig-awig yang telah menjadi
pedoman tersebut agar tidak dilupakan oleh masyarakat. Di samping itu, dengan menulis
kembali awig-awig tersebut sebagai sebuah pedoaman yang mengatur tatanan kehidupan
masyarakat setempat, maka dapat memantapakan penerapan aturan-aturan.
Awig-awig sendiri berisikan segala peraturan tentang sebagian besar tata kehidupan
bermasyarakat, dalam awig-awig sendiri dapat dilihat kearifan lokal dari masyarakat
Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan.Awig-awig ini terdiri dari 61 pasal, beberapa isi
pasal dalam awig-awig tersebut mengenai aturan tindak kejahatan/pidana adat desa Tenganan
Pegeringsingan Pegeringsingan (Lampiran 1). Pengaturan hukum pidana pada awig-awig
desa Tenganan Pegeringsingan dijabarkan dalam beberapa pasal sebagai berikut:
1. Pasal 3 Awig-awig tentang Pencurian
Dan perihal pencurian diantaranya, apabila ada barang siapapun orang desa
mencuri hasil kebun, isi rumah siang atau malam kecuali mas, perak, permata mirah,
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 68
intan, ratna, wenang barang siapapun orang desa yang berbuat, didenda uang sebesar
2000, yang dicuri harus dikembalikan lipak dua. Apabila barang siapapun orang desa itu
berbuat mencuri mas, perak, permata mirah, intan, ratna, siang atau malam, apabila ada
barang siapapun orang desa itu berbuat mencuri, wenang ia didenda uang sebesar 10.000
yang dicuri dikembalikan lipat dua. Apabila salah satu tidak membayar denda atau
mengembalikan lipat dua, patut barang siapapun orang desa itu yang berbuat mencuri,
tidak membayar, patut dikenai hukum sikang (disisihkan) oleh desa sesuai seperti yang
sudah berlaku. Perihal pencurian tersebut di depan, sesuai yang sudah berlaku, yang
berhak melaporkan.
Dan apabila ada barang siapapun orang desa itu bertentangan pengakuannya,
maka patut dibahas oleh kabayan (penasehat) desa yang enam orang diantar oleh saya
(pembantu) desa sesuai seperti yang sudah berlaku; apabila berbeda pendapat para
kabajan itu, patut saya desa itu memintakan pertimbangan kepada musyawarah gumi,
mana yang lebih banyak diturut sesuai seperti yang sudah berlaku. Apabila keputusan
musyawarah gumi itu bersumpah, maka patut disampaikan kepada keliang tempek (ada
dua orang)Iuntuk menyelesaikan bersama keliang desa, sesuai seperti yang sudah berlaku.
2. Pasal 15 Awig-awig tentang Perzinahan
Dan apabila ada barang siapapun orang perempuan yang tidak mempunyai suami
di lingkungan tempatnya ketara mengandung/hamil oleh barang siapapun orang desa,
maka patut orang desa itu memeriksa kenyataannya, apabila yang hamil mengaku ada
yang menyebabkan ia hamil, dan yang diakui mengakui sebabnya ia hamil, maka patut
(mereka) dikawinkan oleh desa dan patut laki-perempuan dikenai denda oleh desa
masing-masingnya sebesar 25.000; denda itu yang besarnya 5.000, patut dibayar seketika,
apabila tidak membayar patut dirampass oleh desa sesuai besarnya denda itu; denda itu
yang besarnya 20.000 wajib dicicil dengan uang sebesar 80 kepeng (semua dengan uang
bolong buatan Tiongkok) Kapat diterima oleh desa selama hidup yang didenda.
Dan apabila yang membuntingi menolak (tak mengaku), maka patut disiapkan
oleh desa untuk melakukan persumpahan dalam limit waktu satu bulan, dengan saksi satu
orang; apabila tidak mau menerima sumpah (mengangkat sumpah secara adat) atau
kurang saksi, patut desa mempertemukan (mengawinkan) orang seperti tersebut di depan.
Apabila ia mau mengangkat sumpah ditambah saksi, yang menuduh patut diusir oleh
desa, tidak diberikan tinggal desa sesuai seperti yang sudah berlaku.
3. Pasal 27 Awig-awig tentang Pengerusakan

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 69


Dan apabila ada barang siapapun orang desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan termasuk orang-orang pendatang ketahuan merusak tempat-tempat suci
misalnya, patut ia didenda uang sebesar 25.000, denda itu semua masuk ke desa, sesuai
seperti yang sudah berlaku.
4. Pasal 32 Awig-awig tentang Pemerkosaan
Dan tata karma desa Tenganan Pegeringsingan apabila ada barang siapapun
orangnya, mengambil istri (kawin) atau memaksa, memperkosa orang wanita dan ia
mengawinkannya, apabila yang berbuat tidak memberikan kesaksian (melapor) di desa
sampai lewat hari (waktu), patut ia yang berbuat didenda uang sebesar 10.000 (uang
bolong); denda itu semua masuk ke desa. Dan apabila yang berbuat seperti di atas segera
melapor ke rumah subak desa (pemegang kekayaan desa), ternyata lepas orang yang
diambil, tidak memenuhi laporan (kesaksiannya) di desa, patut ia didensa uang sebesar
10.000; denda itu semua masuk ke desa, demikian pelaksanaannya seperti yang sudah
berlaku, semua telah mufakat.
5. Pasal 33 Awig-awig tentang Perampokan
Dan barang siapapun orangnya apabila ada tertuduh ngambis (menjambret
wanita), lalu ia yang tertuduh mungkir, patut yang tertuduh disumpah oleh desa dengan
seorang saksi, diawasi oleh dua orang keliang desa (pengurus harian desa), apabila ada
melanggar ketentuan desa itu, patut ia di denda uang sebesar 25.000 (uang bolong), denda
itu masuk ke desa sesuai seperti yang sudah berlaku.
6. Pasal 46 Awig-awig tentang Pembunuhan
Dan tata cara orang desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan, menjatuhkan
keputusan hukum mati, yang wajib menjalani hukum mati agar di kuburan prajurit juga
dibunuh dan ditanam, apabila ada orang barang siapapun melanggar, maka patut ia
didenda uang sebesar 10.000, denda itu semua masuk ke desa, apabila ia tidak membayar
denda patut ia dihukum oleh orang desa, pembayaran denda di depan berjangka tiga
bulan, sesuai seperti yang sudah berlaku.
7. Pasal 55 dan 61 Awig-awig tentang Pencurian
Dan apabila ada barang siapapun orang desa di Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan mencuri memetik buah-buahan larangan desa misalnya: buah durian,
tehep, pangi, tingkih sama sekali dilarang , apabila ada orang melanggar maka patut di
denda uang sebesar 2.000, denda itu masuk ke desa semua. Dan apabila ada orang
pendatang dan mencari pekerjaan di wilayah desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan mencuri memetik buah-buahan atau mencuri memungut larangan desa
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 70
misalnya: buah durian, buah tehep, pangi, tingkih, sama sekali dilarang, apabila ada
melanggar sudah patut didenda uang sebesar 4.000, denda itu masuk ke desa semua,
apabila ia tidak membayar denda sudah patut diusir dilarang diam di wilayah desa
Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan, memasuki pura-pura di Tenganan
Pegeringsingan Pegeringsingan.
Selain delik adat pidana yang diatur dalam awig-awig terdapat aturan-aturan yang
belum tidak tertulis dalam awig-awig.Delik adat pidana adat tersebut berdasarkan musyarah
masyarakat desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan. Walaupun tidak tertulis sifat dan
tata cara pemberian sanksi sama-sama mengikat warga masyarakat desa Tenganan
Pegeringsingan Pegeringsingan. Hukum adat di desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan berlaku berdasarkan asas territorial dan genealogis. Berdasarkan asas
territorial hukum adat Desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan berlaku berdasarkan
wilayah.Hal ini dimaksudkan bahwa hukum adat berlaku bagi siapasaja yang memasuki
wilayah desa adat Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan.
Jadi dapat disimpulkan hukum adat desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan
berlaku bagi siapa saja yang masuk di wilayah Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan.
Siapapun yang mengganggu adat desa Tenganan Pegeringsingan akan diberi sanksi
berdasarkan delik adat yang ada di desa Tenganan Pegeringsingan. Sedangkan berdasarkan
asas Genealogis, bahwa aturan-aturan yang ada di desa adat Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan mengikuti mengikuti masyarakat hukum adat itu sendiri.Warga Tenganan
Pegeringsingan asli jika melanggar delik pidana selain akan mendapat sanksi dari masyarakat
tempat dia melanggar juga akan dikenai sanksi dari peradilan masyarakat adat Tenganan
Pegeringsingan Pegeringsingan itu sendiri setibanya di wilayah Tenganan Pegeringsingan.

C. Penegakan Delik Adat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan


Desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan dikenal adanya lembaga/aparat :
1. Terdapat 6 pasang kepala adat (Kliang Lese) yang menjadi hakim
2. Terdapat 5 sesepuh sebagai tetua adat (Luanan) yang memberikan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan.
Apabila terdapat warga yang melakukan tindak kejahatan adat sebagaimana tercantum
dalam awig-awig maupun tindak kejahatan yang disepakati bersama oleh masyarakat desa
Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan, akan dimusyawarahkan terlebih dahulu oleh 6
pemimpin teratas (Kliang Lese) yang mempunyai kedudukan di Krame Desa. Apabila
musyawarah yang dilakukan oleh 6 orang tersebut belum menemukan titik temu, maka
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 71
mereka akan dibantu oleh 27 pasangan yang menduduki jabatan di Krame Desa. Apabila
masih tidak ditemukan titik temu untuk penjatuhan sanksi maka tindakan akhir ialah yang
bersalah harus mengucap sumpah. Namun hal tersebut dalam masyarakat desa adat Tenganan
Pegeringsingan Pegeringsingan belum pernah terjadi, karena masyarakat sadar akan adanya
aturan yang telah disepakati oleh pendahulu mereka dibuat untuk terciptanya rasa keadilan,
selain itu sumpah tidak pernah dilakukan karena masyarakat desa Tenganan Pegeringsingan
mempercayai bahwa dampak dari sumpah tersebut tidak hanya menimpa mereka, namun juga
menimpa pada keturunan-keturunannya.
Hukum adat di desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan ini berjalan di tengah-
tengah Hukum Nasional Indonesia yang merupakan hasil kodifikasi dari hukum barat
(Europe Continental).Apabila terjadi tindak pidana yang diatur dalam Hukum Nasional
dilakukan oleh masyarakat adat desa Tenganan Pegeringsingan tidak menutup penegakan
hukum pidana tersebut sesuai dengan Hukum Nasional. Masyarakat adat yang melanggar
tetap akan diberikan sanksi menurut adat maupun nasional. Namun ada kalanya ada
pertentangan antara hukum nasional dan delik adat pidana desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan, mereka tidak menempuh hukum nasional dan menempuh hukum adat
saja.Sebagai contoh tindak kejahatan penebangan kayu di pekarangan milik sendiri, dalam
hukum nasional perbuatan tersebut tidaklah dikategorikan sebagai kejahatan pencurian
karena menebang pohon dalam pekarangan sendiri, namun menurut peraturan adat desa
Tenganan Pegeringsingan hal tersebut masuk dalam kategori tindak kejahatan
pencurian.Sehingga orang yang melakukan penebangan pohon tersebut tetap dikenai sanksi
menurut hukum adat desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan walaupun hukum
nasional tidak mengaturnya.
Apabila ketentuan delik pidana menurut hukum nasional yang dilanggar, maka pelaku
akan dikenakan dua penegakan sanksi, yaitu sesuai hukum nasional terlebih dahulu kemudian
diselesaikan menurut hukum adat. Sebagai contoh tindak kejahatan pembunuhan yang diatur
dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, apabila mereka telah dikenai sanksi
pidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, mereka kembali ke desa
Tenganan Pegeringsingan pegeringsingan dan dikenai sanksi adat sesuai yang diatur dalam
awig-awig maupun atas hasil kesepakatan 6 pemimpin di Klieng Lese. Selain mendapatkan
sanksi tersebut, orang yang melakukan tindak pidana menurut hukum nasional dan hukum
adat harus menjalankan upacara khusus untuk pembersihan diri.Bahkan apabila pelanggaran
berat yang dilakukan maka penjatuhan sanksi pengasingan sampai keluar Jawa dapat
dikenakan.
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 72
Bentuk penegakan delik pidana apabila subyek yang melakukan adalah masyarakat di
luar adat Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan akan dipertimbangkan pelanggaran apa
yang dilakukan, apabila mereka melakukan pelanggaran diluar adat mereka diserahkan pada
hukum nasional karena di desa Tenganan Pegeringsingan dapat mengenakan sanksi yang
melanggar aturan delik adat pidana menurut hukum adat mereka saja. Apabila perbuatan
tersebut berdampak negative bagi adat, sanksi adat tersebut tetap dikenakan.Perlu diketahui
sanksi adat di desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan sesuai dengan bentuk
pelanggaran yang dilakukan.
Bentuk penegakan delik pidana jika subyek yang melakukan adalah 27 pasang aparat
penegak hukum di desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan adalah hukuman paling
berat akan dijatuhkan karena 27 pasang yang melakukan pelanggaran tersebut adalah aparat
yang sudah mengetahui aturan-aturan tersebut. Mereka yang melakukan dapat dileluarkan
secara adat dan dikeluarkan dari Krame Desamenjadi Krame Bumi. Apabila dalam sebulan
dilakukan pelanggaran ringan selama dua kali, maka hak mengenai pembagian hasil sawah
akan hilang. Apabila pelanggaran berat, misalnya pencurian kayu pertama harus diturunkan
dari Krame Desa, melakukan pencurian kayu kembali akan dikenakan denda, apabila masih
melakukan pencurian kayu untuk ketiga kalinya akan diusir dari desa adat.
Desa Tenganan Pegeringsingan Pegeringsingan secara adat terdiri dari 3 banjar, yaitu
banjar kaum, tengah kangin. Paling timur warga dulu pernah melakukan kesalahan yang tidak
dapat diampuni,.Mereka adalah sanksi turun krame desa yang turun menjadi krame bumi dan
diusir ke timur, untuk hak tanah mereka hilang namun untuk hak pekarangan masih dipegang.
Apabila tinggal di banjar paling timur dan melakukan kesalahan maka secara hak pekarangan
akan diusir. Penjatuhan sanksi tersebut diberikan bertahap sesuai kesalahan, tidak serta merta
langsung diusir dari desa adat, hal tersebut karena hukum adat desa Tenganan Pegeringsingan
Pegeringsingan menjunjung tinggi rasa keadilan dengan memberikan kesempatan bagi orang
yang melakukan pelanggaran untuk memperbaiki diri.

D. Sistem Pernikahan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan


Sebagai obyek wisata budaya, Desa Tenganan memiliki banyak keunikan dan
kekhasan yang menarik untuk dilihat dan dipahami. Keunikan lain yang dimiliki oleh Desa
Tenganan yang tidak dimiliki oleh daerah lainya di Bali bahkan di Indonesia adalah kerajinan
tenun double ikat kain Gringsing. Kata Gringsing itu sendiri berasal dari kata gering yang
berarti sakit atau musibah, dan sing yang artinya tidak, maka secara keseluruhan gringsing
diartikan sebagai penolak bala. Fenomena di atas tidak terlepas dari sistem kemasyarakatan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 73
yang dikembangkan, bahwa masyarakat Desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa
setempat. Hal ini disebabkan karena sistem perkawinan yang dianut adalah sistem parental
dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak
menjadi ahli waris.
Hal ini berbeda dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada
umumnya. Di samping itu, mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat
setempat terikat dalam awig-awig ( hukum adat ) yang mengharuskan pernikahan dilakukan
dengan sesama warga Desa Tenganan, karena apabila dilanggar maka warga tersebut tidak
diperbolehkan menjadi krama ( warga ) desa, artinya bahwa ia harus keluar dari Desa
Tenganan dan secara fisik suami-isteri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama,
ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukum semacam itu tidak
pernah dijalankan lagi, dan pada waktu ini perkawinan campuran antar-kasta sudah relatif
lebih banyak dilaksanakan.
Adapun bentuk perkawinan yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar
antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki isteri (makedengan ngad), karena
perkawinan yang demikian itu dianggap mendatangkan bencana (panes). Perkawinan pantang
yang dianggap melanggar norma kesusilaan sehingga merupakan sumbang yang besar
(agamiagemana) adalah perkawinan antara seorang dengan anaknya, antara seorang dengan
saudara sekandung atau tirinya, dan antara seorang dengan anak dari saudara perempuan
maupun laki-lakinya (keponakannya). Pada umumnya, seorang pemuda Bali itu dapat
memperoleh seorang isteri dengan dua cara, yaitu dengan cara meminang (memadik, ngidih)
kepada keluarga seorang gadis, atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat,
ngrorod). Kedua cara itu berdasakan adat.
Adat perkawinan Bali meliputi suatu rangkaian peristiwa-peristiwa seperti kunjungan
resmi dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk meminang si gadis atau
memberi tahukan kepada mereka bahwa gadis telah dibawa lari untuk dikawin; upacara
perkawinan (masakapan); dan akhirnya lagi suatu kunjungan resmi dari keluarga si pemuda
ke rumah orang tua si gadis untuk minta diri kepada para ruh nenek moyangnya. Di beberapa
daerah di Bali (tidak semua daerah), berlaku pula adat penyerahan mas kawin (patuku luh),
tetapi rupa-rupanya adat ini sekarang terutama diantara keluarga-keluarga orang-orang
terpelajar, sudah menghilang.
Sesudah menikah, suami isteri baru biasanya menetap secara virilokal di komplek
perumahan (uma) dari orang tua si suami, walaupun tidak sedikit juga suami isteri baru yang
menetap secara neolokal dan mencari atau membangun rumah baru. Sebaliknya, ada pula
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 74
suatu adat perkawinan dimana suami isteri baru itu menetap secara uxorilokal di komplek
perumahan dari keluarga si isteri (nyeburin). Tempat dimana suami isteri, menetukan
perhitungan garis keturunan dan hak waris dari anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya.
Kalau suami-isteri tinggal secara virilokal, maka anak-anak mereka dan keturunan mereka
selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si
suami dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Demikian pula anak-anak dan keturunan dari
mereka yang menetap secara neolokal. Sebaliknya keturunan dari suami-isteri yang menetap
secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjagi warga dadia si isteri dan
mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si isteri adalah sebagai sentana
(pelanjut keturunan).
Melihat realitas social masyarakat bali, dengan adanya beberapa perubahan system
pewarisan yang tidak mengenal diskriminasi antara laki-laki dan perempuan yang justru itu
ada pada masyraakat dengan system kekerabatan campuran justru telah terjadi pada
masyarakat tenganan yang menganut system patrineal ini. Berbagai perubahan pada
masyarakat dan kebudayaan Bali itu memang sudah mulai sejak pada zaman kolonial, dengan
adanya sistem pendidikan sekolah-sekolah dan dengan kegiatan parawisata yang sudah
dikembangkan secara luas waktu itu. Namun karena sistim pendidikan hanya terbatas kepada
tingkat sekolah-sekolah dasar, sedangkan jumlah dari sekolah-sekolah itu hanya amat terbatas
kepada beberapa buah yang ada di dua-tiga kota saja, maka proses perubahan itu berjalan
dengan amat lambat. adapun kegiatan parawisata hanya menyebabkan perubahan-perubahan
lahir dan tidak mengenai sendi-sendi dari masyarakat dan kebudayaan bali. Pada waktu
negara kita menginjak zaman kemerdekaan, masyarakat dan kebudayaan Bali masih tampak
sama seperti berabad-abad yang lalu.
Segera sesudah itu proses perubahan mulai dengan kecepatan yang amat besar. Hal itu
terutama karena sistem pendidikan sekolah dikembangkan dengan amat intensif dan extensif.
Jumlah sekolah-sekolah ditambah dengan berlipat ganda. Sekolah-sekolah menengah pertama
dan atas didirikan di mana-mana; ratusan pemuda putra Bali pergi ke luar Bali dan keluar
negeri untuk belajar; dan akhirnya universitas Udayana serta berbagai akademi dan perguruan
tinggi lainnya didirikan.
Sekarang telah tampak bahwa proses perubahan masyarakat dan kebudayaan Bali
yang amat mencepat itu, telah mendapat efek sampai ke sendi-sendnya. Di dalam seksi-seksi
di atas elah kita lihat bahwa keketatan hukum adat mengenai sistem kasta dan klen sudah
mulai kendor. Kaum terpelajar dan cendikiawan Bali, dalam kesibukan mereka sehari-hari,
tidak sempat lagi untuk mengikuti detail dari adat-istiadat serta upacara-upacara keagamaan
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 75
Hindu-Bali secara teliti, sehingga dalam waktu yang singkat akan timbul penyederhanaan
dalam sistim upacara keagamaan. Kecuali itu pembaharuan dalam lapangan penghidupan dan
pendidikan agama Hindu-Bali juga dengan sengaja dibina oleh sebuah majelis agama
tertinggi bernama Parisada Hindu Darma.
Dalam konteks pelapisan sosial, Penduduk Desa Adat Tenganan dibedakan atas:
1. Orang Tenganan asli yaitu penduduk asli Desa Tenganan yang juga masih dapat
dibedakan atas sarah (kelompok clan) yaitu : (a) Soroh Prajurit; (b) Soroh Mangku;
(c) Soroh Batu Guling; (d) Soroh Bendesa; (e) Soroh Baliage; (f) Soroh Ngijeng; (g)
Soroh Sanghyang; (h) Soroh Ngijeng; (i) Soroh Batu Guling Naga; U) Soroh Pasek;
(k) Soroh Pande; (I) Soroh Pande Besi; dan (m) Soroh Pande Mas.
2. Golongan Wang Angendang (pendatang)
Masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan mengenal juga penduduk yang
didatangkan dari luar Desa Tenganan karena masa itu sangat diperlukan seperti
golongan Pasek, golongan Pande dan golongan Dukuh. Ketiga golongan ini untuk
satu keluarga batih diberi jaminan berupa: sawah, ladang, pekarangan untuk tempat
tinggalnya dan peralatan rumah untuk dibangun. Jika keluarga batih ini mempunyai
banyak keturunan maka dia diharapkan untuk berusaha sendiri. Dalam rangka
membangun desa, ketiga golongan ini masing-masing diberi kedudukan penting terutama
dalam menentukan segala kepentingan-kepentingan desa.
Apabila dilihat dari kedudukannya masing-masing soron (golongan) memiliki
fungsi dan kewajiban, seperti di bawah ini:
1. Golongan Pasek dengan tugas:
Menghadiri pesangkepen dalam hal memecahkan permasalahan yang ada di desa
yang berhubungan dengan upacara pada sasih kasa, kalima dan kawulu.
Ikut sebagai pengawas desa
Diharuskan memelihara babi untuk keperluan masyarakat dalam hal upaeara
Ikut hadir dalam sangkepan deha dan teruna
2. Golongan Dukuh:
Sebagai pemimpin dalam pelaksanaan upaeara Mekare
Ikut hadir dalam pesangkepan deha teruna
Membersihkan/memandikan orang mali
Membersihkan ditempat keluarga kemalian
3. Soroh (warga) Pande:
Bertugas meneari air suei penglukatan yang berasal dan air bekas
pembasuhan alat-alat yang disepuh: seperti pusut, sepit dan penyulikan.
Memelihara pura Bagus Pande
Membuat dan memperbaiki alat-alat keperluan sehari-hari
Hal di atas menunjukan bahwa kedudukan dan fungsi masing-masing soroh
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 76

..
tampak jelas yakni masing-masing diberikan tugas sebagai penyelenggara upaeara adat
dan keagamaan. Soroh Pasek dan Soroh Pande Besi Tenganan Pegringsingan memang
sengaja didatangkan dari luar desa sehingga yang ada saat ini adalah berasal dari luar desa
dan bukan merupakan keturunan asli warga setempat. Selain itu, berfungsi untuk
menyambung keturunan soroh yang telah camput dan juga untuk melaksanakan tugas-tugas
desa adat terutama yang ada hubungannya dengan upacara adat dan agama. Soroh-soroh
tadi mempunyai hak dan kewajiban berbeda dengan soroh yang lainnya. Misalnya,
dalam hal tugas sebagai Mangku Desa adalah dan Soroh Sanghyang sebagai golongan
keturunan tertinggi yang telah disyahkan melalui prosesi upacara sesuai dengan upacara
adat setempat dan diakui oleh desa.

4.8 Desa Adat Trunyan


A. Struktur Pemerintahan dan Fungsi Organisasi Desa Trunyan

Dalam kehidupan warga Desa Adat Trunyan diorganisasikan dalam satu kesatuan
social yang secara bersama-sama dan atas tanggungan bersama memelihara kesucian desa,
sehingga pola kehidupan desanya lebih terstruktur, religious dan fungsi utama anggota adalah
untuk kepentingan desa. Adapun struktur organisasi Desa Adat Trunyan yang tertinggi adalah
Perbekel yang ditunjuk langsung oleh warga Desa Adat Trunyan dan diawasi oleh BPD
(Badan Pengawas Desa).

Perbekel dibantu oleh Sekdes dan membawahi beberapa kepala urusan sesuai dengan
bidangnya masing-masing serta membawahi kelihan banjar dinas. Disamping organisasi
social Desa Adat Trunyan yang telah diuraikan mengenai fungsi dan struktur organisasinya,
terdapat pula beberapa organisasi social yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Banjar, terdapat lima buah banjar di Desa Adat Trunyan, yaitu Banjar Dinas Trunyan,
Banjar Dinas Madia, Banjar Dinas Bunut, Banjar Dinas Puseh, dan Banjar Dinas Mukus.
Banjar pada Desa Adat Trunyan ini tidak sama dengan banjar-banjar lain yang memiliki
struktur, aturan dan fungsi organisasi yang kuat. Banjar dinas disini berfungsi lebih
kepada batasan wilayah terkait dengan pembagian daerah subak. Untuk masing-masing
banjar dipimpin oleh kelihan dinas.
2. Sad Khayangan, merupakan tempat dimana masyarakat Desa Adat Trunyan melaksankan
upacara-upacara keagamaan. Masyarakat Trunyan tidak mengenal istilah Khayangan Tiga
(Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem). Satu-satunya tempat sembahyang masyarakat
RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 77
Trunyan adalah Pura Pancering Jagat yang kini dipahami sebagai sad khayangan
disamping Sanggah Dadia untuk tiap-tiap 60 KK kuren.
3. Subak, merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan dalam penataan irigasi yang
anggotanya didasarkan atas lokasi sawahnya pada sungai yang sama. Di Desa Trunyan
terdapat 20 organisasi subak yang wilayahnya terbagi kemasing-masing lima banjar dinas
yang terdapat di Trunyan. Dimana pada Banjar DinasTrunyan terdapat 3 buah subak,
Banjar Dinas Madia terdapat 6 buah subak, Banjar Dinas Bunut terdapat 5 buah subak,
Banjar Dinas Puseh terdapat 3 buah subak.
4. Dadia merupakan sebuah kelompok yang didasarkan atas garis keturunan laki-laki.
Terkait dengan dadia, masyarakat Desa Trunyan melaksanakan persembahyangan pada
Merakan Dadia untuk beberapa kuren yang dikarena kan tidak adanya pemerajan pribadi
masing-masing kuren.
5. Sakeha merupakan suatu bentuk organisasi social yang memiliki beberapa
perkumpulan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Trunyan untuk memeuhi berbagai
macam kebutuhan hidupnya. Masyarakat Desa Trunyan mengenal tiga macam sakeha
yang masing-masing dibentuk dan diberinama sesuai dengan kebutuhan atau kehiat yang
menjadi tujuan utama perkampungan tersebut.

RESUME BUKU SISTEM POLITIK & PEMERINTAHAN INDONESIA 78


KUBAYAN MUCUK BALIAN DESA KUBAYAN MUCUK
BAU MUCUK (TUKANG SAJEN) BAU MUCUK

BAU MADENAN KELIAN ADAT BAU MADENAN


BAU MERAPAT BAU MERAPAT

PENYARIKAN JERO
SAING 6 SAING 6 PASEK
DESA
SAING 7 SAING 7

SAING 8 SAING 8

SAING 9 SAING 9

SAING 10 SAING 10

SAING 11 SAING 11

PUNGGAWA PUNGGAWA
Struktur Pemerintahan Desa Adat Trunyan

KERAMA D(Sumber
E S A : Keunikan
A D A TDesa&Trunyan,
P E2015)
MANGKU

SEKEHE TRUNA TEMPEK PREBAT TEMPEK TEMPEK SAYA PAIDER SEKEHE DEHE BAJANG
TENGEN & KIWA PREGAMBEL PREGINA ADAT (PELADEN) TENGEN & KIWA
Untuk pembagian air minum, orang Trunyan yang memiliki lading yang
letaknya jauh dari Danau Batur, membuat sekehayeh (yeh berarti air) atau dikenal
dengan subak. Untuk kepentingan membuat rumah terutama untu katap rumah yang
dibuat dari sejenis rumput bernama blu. Mereka mendirikan sekeha blu. Untuk
memenuhi kebutuhan pesta dan upacara manusa yadnya, mereka mendirikan sekeha
beras. Perkumpulan-perkumpulan ini dibentuk berlandaskan solidaritas diantara
sesama warga meskipun solidaritas itu terpengaruh oleh prinsip timbale balik,
sehingga mengurangi kerelaannya. Pada masyarakat Trunyan, prinsip tiimbal balik
ini disebut dengan istilah simpan pinjam, artinya seseorang (wajib) memberikan
bantuan kepada yang membutuhkan dengan maksud menanam budi, sehingga kelak
jika tiba saatnya dia membutuhkan bantuan, dia berhak untuk mundut atau memungut
bantuandari orang yang pernah dibantunya. Namun demikian, jiwa solidaritas masih
tetap terpelihara dengan mengingatkan bahwa fungsi setiap perkumpulan ini bisa
tidakt erbatas, misalnya jika terjadi kecelakaan, kematian, atau musibah lainnya,
mereka akan menolong dengan rela tanpa mengharapkan balas jasa. Yang terpenting
dari semua itu adalah adanya perkumpulan-perkumpulan semacam sekeha ini dapat
menjadi daya pengikat dan penggerak seluruh kehidupan masyarakat Desa Trunyan di
Bali, untuk tetap bertahan sebagai sebuah komuniti kecil.

B. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabat yang dipegang oleh masyarakat Trunyan adalah berdasarkan


prinsip patrilineal dimana laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi di dalam
keluarga dan dalam hal perolehan warisan. Diluar dari prinsip patrilineal tersebut
masyarakat Trunyan terbagi atas beberapa kelompok kekerabatan, yang pertama
adalah kepala keluarga (KK) atau masyarakat desa menyebut kuren yang terdiri dari
suami, istri dan anak yang belum menikah. Kemudian kumpulan dari beberapa KK
atau kuren yang tinggal dalam satu pekarangan atau masyarakat Trunyan biasa
menyebutnya karang. Dalam satu karang, bisa terdiri satu kuren atau lebih.
Pemahaman kuren bukan hanya diperoleh dari sepasang suami, istri dan seorang anak
dalam satu karang yang hanya terdiri dari satu nenek, satu ibu, dan satu anak disebut
sebagai dua kuren, sedang kan satu karang juga terdapat tiga kuren yang terdiri dari
kakek, dan nenek, dan dua anak laki-laki yang telah menikah dan memiliki anak.
Kelompok kekerabatan yang tertinggi ialah dadia dimana ikatan kekerabatan
diperoleh dari hubungan kesamaan satu nenek moyang.

Masyarakat Trunyan menyebut golongan kemasyarakatan yang diperoleh dari leluhur


mereka dengan sebutan pemaksan. Di Desa Trunyan kini terdapat tiga Pemaksan, yaitu Pasek
Trunyan, Pasek Kayu Selem, dan Pasek Bunut. Pemaksan difungsikan sebagai identitas
keluarga di kalangan masyarakat Desa Trunyan yang menjadi penerus dari golongan tersebut.
Dalam pelaksanaan upacara keagamaan, terpilih beberapa orang sebagai pemimpin upacara
yang bertugas khusus dengan fungsinya masing-masing yang dipercaya untuk memimpin
upacara yang berlangsung di merajan dadia atau di Pura Pancering Jagat. Orang-orang
tersebut terbagi atas beberpa golongan yang disebut Peduluan DesaAdat (Sad Khayangan).
PERBEKEL
DESA TRUNYAN

KELIAN TEMPEK TRUNYANKELIAN TEMPEK MADIAKELIAN TEMPEK BUNTUTKELIAN TEMPEK PUSEH KELIAN TEMPEK MUKUS

SAYA DINAS SAYA DINAS SAYA DINAS SAYA DINAS SAYA DINAS
TRUNYAN MADIA BUNTUT PUSEH MUKUS

HANSIP / WANKAMRA

M A S Y A R A K A T

Struktur Pemerintahan Desa Dinas Trunyan

(Sumber : Keunikan Desa Trunyan, 2015)


BAB V
SISTEM PEMERINTAHAN
DI BERBAGAI NEGARA

4.4 Sistem Pemerintahan Amerika Serikat


Bentuk Negara Amerika Serikat adalah federasi, bentuk pemerintahannya republik.
Setiap warga negara Amerika Serikat memiliki hak yang sama menjadi presiden. Sebagai
negara federasi Amerika Serikat terdiri dari lebih kurang 50 negara bagian, dan masing-
masing negara bagian dikepalai seorang gubernur. Garis besar sistem pemerintahan Amerika
Serikat adalah sebagai berikut :
Kekuasaan eksekutif di Amerika Serikat dipegang oleh presiden, sehingga kedudukan
presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dipilih
langsung oleh rakyat, dan menjalankan pemerintahan berpedoman kepada UUD dan
UU serta bertanggung jawab kepada rakyat.
Kekuasaan legislatif dilaksanakan oleh congress (parlemen) yang terdiri dari dua
kamar (bicameral), yaitu terdiri dari senat (utusan negara-negara bagian) dan dewan
perwakilan rakyat (house of representative)
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung (supreme of court), kecuali
soal impeachment (proses pemecatan presiden)
Amerika Serikat adalah penganut asas pemisahan kekuasaan antara legislatif
(parlemen) yang menjalankan fungsi pembuatan UU dan eksekutif (presiden dan
menterinya) yang menjalankan fungsi pemerintahan serta yudikatif (mahkamah
agung) yang menjalankan fungsi peradilan
Ketiga lembaga tersebut saling menguji atau menbatasi dan mengontrol (check and
balance) sehingga tidak ada yang lebih dominan satu dengan yang lainnya

4.5 Sistem Pemerintahan Inggris


Inggris dikenal sebagai Mother of Parliements. Setelah runtuhnya Romawi, Inggris
merupakan Negara yang pertama kali menciptakan parlemen, yaitu sebuah dewan perwakilan
rakyat yang dipilih oleh rakyat dengan kekuasaan untuk memecahkan problem sosial
ekonomi melalui perdebatan bebas yang mengarah kepada pembuatan UU. Inggris adalah
Negara kesatuan yang bentuk pemerintahannya monarki, hanya keturunan raja dan ratu yang
dapat menjadi kepala Negara. Sistem pemerintahannya parlementer (ada perdana menteri).
Adapun ciri-ciri pemerintahan Inggris adalah sebagai berikut:
Konstitusi Inggris tidak tertulis dan terus menerus berevolusi
Bentuk negaranya kesatuan dengan sebutan United Kingdom, terdiri dari England,
Irlandia, Scotlandia dan Wales
Parlemen terdiri dari atas dua kamar, terdiri dari House of Commons (House
Representative) dan House of Lords
Tidak ada yudikatif yang sejajar seperti Amerika Serikat, karena badan peradilan
ditunjuk oleh kabinet, tetapi menjalankan tugas dengan bebas dan tidak memihak.
Bila terjadi sengketa harus diselesaikan lewat parlemen yang terdiri dari dua kamar
Kekuasaan legislatif dan eksekutif tidak terpisah. Parlemen adalah badan legislatif
serta menjadi bos dari eksekutif
Inggris sangat menghormati prinsip supremasi hokum dan lembaga oposisi
Kabinet terdiri dari sekelompok yang dikepalai oleh perdana menteri, yang
bertangung jawab kepada parlemen
Mahkota (kekuasaan raja/ratu) hanya sebagai symbol persatuan dan kesatuan
nasional, oleh karena itu tidak memiliki kekuasaan politik
Hak-hak sipil yang sangat asasi sangat dilindungi dan dihormati (habeas corpus act)
Perdana menteri adalah ketua partai yang memenangkan pemilu dan sekaligus
sebagai ketua House of Commons

4.6 Sistem Pemerintahan Rusia


Pemerintahan Rusia sekarang ini mewarisi system pemerintahan Uni Soviet yang telah runtuh
tahun 1990-an. Pemerintahan Rusia lahir dari sebagai hasil revolusi Oktober 1971 yaitu, (1)
revolusi itu mengganti kekaisaran yang berusia lima abad, (2) revolusi tersebut merombak
hubungan antara klas-klas sosial yang ada, (3) revolusi membongkar dominasi gereja katolik
ortodok dan menggantinya dengan filosofi materialisme Karl Marx.
Diktator (otoriter), pemerintah menciptakan hukum dan melaksanakannya Adapun
ciri-ciri pemerintahan Rusia antara lain:tanpa partisipasi rakyat
Totaliter, kekuasaan pemerintah meliputi semua bidang kehidupan sehingga
kebebasan individu sangat dibatasi
Sosialis sepenuhnya, pemerintah menguasai hampir semua faktor produksi, dan
distribusi
Ideologi, Rusia memegang teguh ideologi Marxisme dan Leninisme
Pemerintah partai komunis mengumumkan keputusan-keputusannya, akan tetapi
merahasiakan langkah-langkah pengambilan keputusan tersebut

4.7 Sistem Pemerintahan Perancis


Perancis adalah Negara kesatuan dengan bentuk Negara republic. Negara Perancis yang
sekarang adalah kelanjutan dari Negara yang lahir melalui Revolusi Perancis tahun 1789
dengan semboyan yang terkenal liberte (kemerdekaan), egalite (kesetaraan) dan fraternite
(persaudaraan). Perancis memiliki aturan yang sama, tapi pembubaran parlemen cukup sulit,
karena harus meminta persetujuan senat. Akhirnya peraturan tertulis tersebut tidak berlaku
lagi, dan yang berlaku adalah hukum kebiasaan yang memaksa cabinet mundur bila terjadi
perselisihan pemerintah dan parlemen. Tetapi karena Perancis memiliki system administrasi
yang baik serta pengalaman, maka pergantian kabinet tidak banyak pengaruhnya bagi
stabilitas pemerintahan, meskipun frekuensi perubahan kabinet cukup tinggi. Adapun ciri-ciri
pemerintahan Perancis antara lain:
Perancis adalah negara kesatuan, dengan bentuk pemerintahan republik
Sistem pemerintahan yang diterapkan parlementer tetapi tidak murni
Presiden bertanggung jawab kepada parlemen dan ia dipilih oleh rakyat bukan oleh
parlemen dengan masa jabatan tujuh tahun. Dengan kekuasaan yang besar, presiden
dapat membubarkan parlemen tetapi parlemen tidak dapat memecat presiden
Dibawah presiden ada dewan menteri yang disebut kabinet, sebagai pelaksana
operasional pemerintahan, menteri diangkat dan berada dibawah pimpinan presiden
tetapi dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi
Perdana menteri yang memimpin kabinet, diangkat oleh presiden dari partai yang
memperoleh suara terbanyak dalam pemilu
Adanya pemisahan kekuasaan (legislatif, eksekutif, yudikatif)
Parlemen dua kamar (bicameral) yang terdiri dari sidang nasional dan senat. Parlemen
dapat menjatuhkan mosi terhadap menteri
Ketua Mahkamah Agung sebagai pemimpin badan peradilan, sedangkan presiden
sebagai ketua kedua dan menteri kehakiman sebagi wakil ketua
Terdapat dewan konstitusi yang beranggotakan Sembilan orang (tiga orang diangkat
presiden, tiga orang diangkat ketua dewan nasional, tiga orang lainnya diangkat senat)
Pemerintah daerah dilaksanakan dengan desentralisasi dan dekonsentrasi
Kekuasaan kehakiman berada di tangan para hakim yang diangkat oleh eksekutif

4.8 Sistem Pemerintahan Thailand


Bentuk negara Thailand adalah kesatuan, bentuk pemerintahannya monarki. Berdasar
konstitusi 1974, Thailand menerapkan sistem pemerintahan parlementer. Adapun ciri-ciri
pemerintahannya sebagai berikut:
Kepala negara Thailand adalah raja, yang merupakan lambang kesatuan identitas
nasional. Sedang kepala pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri dengan
kekuasaan yang cukup besar. Perdana menteri diangkat oleh raja.
Badan legislatif dipegang oleh sidang nasional yang bersifat bicameral, terdiri dari
senat dan badan perwakilan. Masa jabatan enam tahun dan separuh dari jumlah
anggota senat diganti atau diangkat kembali setiap tiga tahun. Parlemen dipilih
langsung dalam pemilihan umum untuk masa jabatan empat tahun
Badan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung yang beranggotakan hakim-
hakim yang diangkat oleh raja. Mahkamah tersebut merupakan mahkamah tertinggi
baik untuk perkara, perdata maupun pidana

4.9 Sistem Pemerintahan Malaysia


Federasi Malaysia dibentuk 16 September 1963, terdiri dari federasi Malaya, Serawak, Sabah
dan Singapura (Singapura berdiri sendiri Agustus 1965). Saat ini federasi Malaysia terdiri
dari 13 negara bagian. Konstitusi Malaysia menetapkan system pemerintahan federal
dibawah monarki konstitusional. Kepala Negara Malaysia adalah raja yang dipilih di antara
raja-raja yang menjadi anggota federasi. Ciri-ciri pemerintahan Malaysia antara lain:
Kepala Negara disebut Yang di Pertuan Agung yang dipilih oleh dan diantara
majelis raja-raja yang terdiri dari Sembilan raja turun temurun di semenanjung
Malaya, yaitu Sultan Johor, Kedah, Kelantan, Penang, Perak, Selangor, Trengganu,
Raja Perlis, dan Negeri Sembilan. Masa jabatan Yang di Pertuan Agung adalah 5
tahun
Kekuasaan eksekutif berada di tangan perdana menteri
Kabinet bertanggung jawab kepada badan legislatif yang bersifat bicameral (terdiri
dari dewan Negara dan dewan rakyat)
Perdana menteri ditunjuk oleh Yang di Pertuan Agung. Menteri ditunjuk oleh Yang di
Pertuan Agung atas rekomendasi perdana menteri
Kekuasaan pemerintah federal meliputi urusan luar negeri, pertahanan, keamanan
dalam negeri, kehakiman, keuangan, industri, perdagangan, komunikasi, dan
transportasi
Kekuasaan kehakiman diserahkan kepada Mahkamah Federal yang mempunyai
yurisdiksi memeriksa perkara banding. Dibawah Mahkamah Federal terdapat
Mahkamah Tinggi. Dibawah Mahkamah Tinggi terdapat Session Court dan
Magistrate

4.10 Republik Singapura


Tahun 1959 dengan suatu konstitusi tersendiri Singapura memperoleh status internal self
rule dalam ikatan persemakmuran. Tahun 1963 bergabung ke dalam federasi Malaysia.
Tanggal 9 Agustus 1965 keluar dari federasi Malaysia. Konstitusi Singapura yang sekarang
berasal dari konstitusi 1959 dengan beberapa kali amandemen. Adapun ciri-ciri
pemerintahannya sebagai berikut:
Kepala Negara Singapura adalah presiden yang dipilih oleh parlemen untuk masa
jabatan empat tahun. Presiden memiliki fungsi sebagai lambang nasional dan tugas-
tugas seremonial
Presiden juga berhak menunjuk dan mengangkat perdana menteri, dapat juga menolak
memberikan persetujuan atas suatu permohonan untuk membubarkan parlemen
Badan legislatif Singapura adalah parlemen yang monokameral yang dipilih langsung
oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun. Parlemen dapat dibubarkan
Kekuasaan pemerintahan ada ditangan perdana menteri yang ditunjuk oleh presiden.
Perdana menteri memimpin para menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen
Badan kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Tinggi yang mencakup Pengadilan
Banding, Magistrate Distrik dan Pengadilan Khusus

DAFTAR PUSTAKA

Acwin Dwijendra, Ngakan Ketut. 2015. Keunikan Desa Trunyan. Denpasar


Bagir Manan, 1992. Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia. Jakarta: Ind. Hill.Co.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2007. Desa adat Tenganan Pegringsingan,
Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Hamzah, Herdiansyah., 2013. Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan
Herdarmin Ranadireksa. 2007. Arsitektur Konstitusi Demokratik. Bandung : Fokusmedia.
Kencana Syafiie, Inu. 1994. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rinek Cipta.
Manan, Bagir. 2003. Teori dan Politik Konstitusi. Yogyakarta:FH UII Press
Muis, A. 2001. Perkembangan Kehidupan Pers Era Reformasi. Jakarta:Kompas
Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahn dan Otonomi Daerah. Jakarta:
Grasindo.
Poerbopranoto,Koentjoro. 1978. Sistem Pemerintahan Demokrasi. Bandung:Eresco
Program Magister Arsitektur (PMPDK) Universitas Udayana. 2013. Pemerintahan Daerah
Perdesaan dan Perkotaan (Studi Perencanaan Keruangan dalam Pemerintahan Desa dan
Kota di Eropa, Asia dan Indonesia). Jamu Press.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia
Surianingrat, 1980. Organisasi Pemerintahan Wilayah/Daerah. Jakarta : Aksara Baru.
Syafii, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung:Refika
www.tengananpegringsingan.com

Anda mungkin juga menyukai