TINJAUAN PUSTAKA
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV
merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan
15
agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.
Sejak dilaporkan adanya kasus AIDS yang pertama oleh Gottlieb dkk. di Los
Angeles pada tangal 5 Juni 1981, pada bulan Januari 1983 Luc Montagnier dkk.
menemukan virus penyebab penyakit AIDS ini dan disebut dengan LAV
menyatakan penyebab penyakit ini adalah Human T Lymphotropic Virus Type III,
disingkat dengan HTLV III dan tahun 1984 berdasarkan hasil penemuannya, J.Levy
menamakan AIDS Related Virus (ARV) sebagai penyebab penyakit ini. Pada bulan
Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional menetapkan nama virus penyebab AIDS
3
adalah Human Immunodeficiency Virus, disingkat dengan HIV.
HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Retroviridae subfamili
pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang
16
panjang. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat
3
permanen, seumur hidup.
dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi
17
nya lebih cepat. Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah
silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar. Pada pusat lingkaran
terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional
16
dan struktural yaitu gag (group antigen), pol (polymerase), dan env (envelope).
18
Gambar 2.1. Anatomi Virus AIDS
2.1.2 Definisi AIDS
berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau
didapat, dalam hal ini diperoleh mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan
penderita AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh
karena itu, AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat
19
hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang.
AIDS merupakan suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya
20
kerusakan sistem kekebalan tubuh penderitanya. Dapat diartikan sebagai kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap
21
akhir dari infeksi HIV.
Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus
famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini
yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap
kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
3
diturunkan.
Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan
seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan
makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+ adalah reseptor pada limfosit
22
T yang menjadi target utama HIV. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik
akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang
disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan
16
menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.
semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu.
Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah
22
infeksi. Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV
tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan
23
virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode). Kemudian
dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi
penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+ sekitar 30-60
sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun,
sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-
22
10 tahun, dimana jumlah CD4+ akan mencapai <200 sel/L.
15
Gambar 2.2. Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+
Keterangan gambar:
jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm)
jumlah RNA HIV per mL plasma
Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia
akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang
masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS
sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV
demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur,
herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga
akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia
di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel
pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak
16
adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.
a. Berdasarkan Orang
bersifat umum, tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan kehamilan, sehingga
24
setiap orang mungkin untuk terserang HIV/AIDS.
Penelitian Hall, dkk tahun 2005 dalam Journal Acquired Immune Deficiency
Sindrome (2009) di 33 negara bagian Amerika Serikat, diperoleh bahwa Ras Kulit
hitam 9 kali berisiko menderita AIDS dibanding Ras Kulit putih dengan Resiko
Relative (RR) 9,16 dan Ras Hispanik mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi daripada
Ras Kulit Putih (RR 3,05). Risiko menderita AIDS 2 kali lebih tinggi pada orang
Indian Amerika/penduduk asli Alaska dari pada orang Asia/Kepulauan Pasifik (RR
2,05). Di Canada, RR AIDS 5,5 kali lebih tinggi pada Ras Kulit hitam dibandingkan
pada Ras Kulit putih (RR 5,54) dan 4 kali lebih tinggi pada orang Aborigin
25
dibandingkan IR Ras Kulit putih (RR 4,36).
Berdasarkan data UNAIDS (2008), 67% infeksi HIV di dunia terdapat di Sub-
Sahara Afrika. Dari 2,7 juta kasus baru pada tahun 2008, 68% terdapat pada orang
5
dewasa. Sebesar 6,4% prevalensi HIV terdapat pada perempuan.
jumlah kumulatif kasus AIDS dengan 49,07% terdapat pada kelompok umur 20-29
tahun, 30,14% pada kelompok umur 30-39 tahun, 8,82% pada kelompok umur 40-49
tahun, 3,05% pada kelompok umur 15-19 tahun, 2,49% pada kelompok umur 50-59
tahun, 0,51% pada kelompok umur > 60 tahun, 2,65% pada kelompok umur < 15
tahun dan 3,27% tidak diketahui. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan
10
adalah 3:1.
terdapat pada kelompok Pengguna Napza Suntik atau IDU. Kumulatif kasus AIDS
pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia hingga tahun 2009 adalah 7.966 kasus,
7.312 kasus adalah laki-laki (91,8%), 605 kasus perempuan (7,6%) dan 49 kasus
tidak diketahui jenis kelaminnya (0,6%). 64,1% terdapat pada kelompok umur 20-29
tahun, 27,1% pada kelompok umur 30-39 tahun, 3,5% pada kelompok umur 40-49
tahun, 1,5% pada kelompok umur 15-19 tahun, 0,6% pada kelompok umur 50-59
tahun, pada kelompok umur 5-14 tahun dan >60 tahun masing-masing 0,1% dan
10
2,8% tidak diketahui kelompok umurnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Hamdan di Kota Batam (2003), desain case
series, terdapat 164 penderita HIV/AIDS, 126 penderita (76,9%) berada pada
kelompok umur 20-40 tahun, 62,8% berjenis kelamin perempuan, 37,2% berjenis
kelamin laki-laki, berpendidikan SLTP 33,5%, SLTA 32,3%, SD 19,5%, tidak sekolah
26
12,2% dan berpendidikan Akademi/PT 2,4%.
Provinsi Sumatera Utara (2009), sejak 1992 hingga April 2009 terdapat 1.680 jumlah
kumulatif HIV/AIDS, 1.339 kasus pada pria (79,70%) dan 341 kasus pada perempuan
(20,30%), 921 kasus pada kelompok umur 20-29 tahun (54,82%) dan 523 kasus pada
kelompok umur 30-39 tahun (31,13%), 121 kasus pada kelompok umur 40-49 tahun
(7,20%), 46 kasus pada kelompok umur 10-19 tahun (2,74%), 41 kasus pada
kelompok umur >50 tahun (2,44%), 8 kasus pada kelompok umur 1-4 tahun (0,47%),
12
masing-masing 5 kasus pada kelompok umur 5-9 tahun dan <1 tahun (0,29%)
b. Berdasarkan Tempat
dengan PR pada orang dewasa sebesar 5,2%. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara
terdapat 3,8 juta ODHA dengan PR pada orang dewasa sebesar 0,3%. Di Asia Timur
5
terdapat 850.000 penderita HIV/AIDS dengan jumlah kematian 59.000 kasus.
Menurut Chin (2000), dari sekitar 33,4 juta penderita HIV/AIDS di dunia
tahun 1999, 22,5 juta diantaranya terdapat di negara-negara Sub-Sahara Afrika, dan
6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta terdapat di Amerika Latin dan
24
665.000 di AS.
perkotaan daripada di daerah pedesaan. Berdasarkan hasil survei rumah tangga yang
dilakukan di enam kota di India, ditemukan bahwa prevalensi HIV/AIDS 40% lebih
tinggi di perkotaan dibanding dengan daerah pedesaan. Pada tahun 2008, dari 96
kasus baru yang dilaporkan di Sri Lanka, 61% berasal dari Colombo yang merupakan
8
ibukota Sri Lanka.
Indonesia. Provinsi dengan rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk
tertinggi adalah Papua (133,07), Bali (45,45), DKI Jakarta (31,67), Kepulauan Riau
(22,23) Kalimantan Barat (16,91), Maluku (14,21), Bangka Belitung (11,36), Papua
10
Barat dan Jawa Timur (8,93) dan Riau (8,36).
adalah Jawa Barat (18,01%), Jawa Timur (16,16%), DKI Jakarta (14,16%), Papua
(14,05%), dan Bali (8,09%). Pada kelompok pengguna napza suntik, proporsi AIDS
terbanyak dilaporkan dari Provinsi Jawa Barat 32,99%, DKI Jakarta 25,13%, Jawa
10
Timur 12,82%, Bali 3,27%, Sumatera Barat 2,81%.
c. Berdasarkan Waktu
AIDS atau SIDA (Sindrom Imuno Defisiensi Akuisita) adalah suatu penyakit
27
yang dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia (pandemik). Sejak ditemukan
Sampai dengan tahun 1990 perkembangan kasus AIDS masih lambat, namun sejak
tahun 1991 jumlah kasus AIDS lebih dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kasus
AIDS sejak awal tahun 2006 sampai 31 Desember 2006 mencapai 2.873 kasus
28
mengalami peningkatan 235 kasus dari tahun sebelumnya.
Menurut data dari Ditjen PPM & PL Depkes RI (2009), trend kecenderungan
jumlah kasus AIDS senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat
2.639 kasus baru, tahun 2006 meningkat menjadi 2.873 kasus baru, tahun 2007
meningkat menjadi 2.947 kasus baru, pada tahun 2008 meningkat menjadi 4.969
kasus baru, hingga tahun 2009 terdapat 3.863 kasus baru. Sampai 31 Desember 2009
10
secara kumulatif pengidap infeksi AIDS menjadi 19.973 kasus.
a. Faktor Host
Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik
mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug Use),
banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu WPS dapat
dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks
dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan,
penerima transfusi darah, penerima donor organ tubuh dan petugas pelayan kesehatan
28
juga mejadi kelompok yang rawan tertular HIV.
Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS antara
laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui hubungan
heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal
10
2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak diketahui penularannya 3,5%. Risiko
penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke
27
suaminya adalah 8%.
menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada usia
muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada usia lebih
24
tua.
ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%, yaitu apabila
seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu terlular
25
HIV. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus
15
dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya 1%.
Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya
yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, mereka dapat menderita
24
HIV/AIDS, angka serokonversi mereka <0,5%.
b. Faktor Agent
Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel
16
HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus, yang
membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus
HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T
16
berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh.
AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case
Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun setelah
27
diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal. Proporsi kasus AIDS
10
yang dilaporkan telah meninggal di Indonesia hingga Desember 2009 adalah 19,3%.
c. Faktor Environment
Menurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara bagian
Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih tinggi di daerah
pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang yang tinggal di areal perkotaan 8
5
kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada orang-orang yang tinggal di pedesaan.
Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada 175
diantaranya berasal dari India, 29,7% berasal dari Nepal, 4% berasal dari Bangladesh
dan 12% tidak diketahui asalnya. Dari 28,4% perempuan India korban perdagangan
seks yang positif HIV, perempuan yang berasal dari Kota Karnataka dan Maharashtra
lebih mungkin terinfeksi HIV daripada perempuan yang berasal dari Kota Bengal
Barat dengan Odds Ratio (OR) 7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan
Maharashtra merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Jadi perempuan
korban perdagangan seks yang berasal dari daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi
29
kemungkinan untuk telah terinfeksi HIV sebelumnya lebih besar.
HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum
suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi
Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran
berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan
seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Kekerasan
umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina
15
yang memudahkan transmisi HIV.
Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan risiko
tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima
ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Hal ini disebabkan karena tipisnya
perlukaan dengan tangan (fisting) pada anus/rektum. Tingkat risiko kedua adalah
hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV.
jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV.
27
HIV/AIDS pada kelompok pengguna napza suntik (IDU). Pada umumnya, ibukota
8
dan kota-kota metropolitan mempunyai jumlah pengguna napza suntik yang besar.
Di negara berkembang, cara ini juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh
27
petugas kesehatan. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik yang
15
infeksi baru HIV.
mengandung HIV. Risiko tertular infeksi HIV lewat transfusi darah adalah >90%,
artinya bila seseorang mendapat transfusi darah yang terkontaminasi HIV maka dapat
27
dipastikan orang tersebut akan menderita HIV sesudah transfusi itu. Di negara maju
resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil, hal ini dikarenakan
pemilihan donor yang semakin bertambah baik dan pengamatan HIV telah dilakukan.
Namun demikian, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang
aman. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama
15
masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.
HIV tidak menular melalui peralatan makanan, pakaian, handuk, sapu tangan,
toilet yang dipakai secara bersama-sama, ciuman pipi, berjabat tangan, hidup
serumah dengan penderita HIV yang bukan mitra seksual dan hubungan sosial
lainnya. Air susu ibu pengidap HIV, saliva/air liur, air mata, urin serta gigitan
16
nyamuk belum terbukti dapat menularkan HIV/AIDS.
2.5. Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan
epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization
(WHO) tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut
sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan
klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di
HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain juga
16
penyakit autoimun ataupun karena infeksi. Sensivitas ELISA antara 98,1%-100%
30
dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
b. Western Blot
yang tidak mengidap HIV) antara 99,6% - 100%. Namun pemeriksaannya cukup
30
sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam. Tes Western Blot mungkin
juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu,
tes harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western
Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6
16
bulan.
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk
16
infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
16
2.5.2. Diagnosis HIV pada orang Dewasa
Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja
dengan infeksi HIV yaitu menurut WHO dan CDC (Centre for Diseases Control and
Prevention)
berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang
dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh
yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya
Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang
dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi
paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan
infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated
immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang
Pneumocystis carinii.
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia, dalam hal
ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan
gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan
Gejala mayor terdiri dari : penurunan berat badan > 10%, demam yang
panjang atau lebih dari 1 bulan, Diare kronis, Tuberkulosis. Gejala minor terdiri dari:
Kaposi.
klinis, yaitu :
b.1. Stadium I
generalisata.
b.2. Stadium II
kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis,
Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir,
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur < 50%, berat
badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan,
dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan
Piomiositis.
b.4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur >50%,
paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV.
16
2.5.3. Diagnosis HIV pada Bayi
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama
periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, Kandidiasis oral,
infeksi HIV pada bayi adalah PCR (Polymerase chain reaction), hal ini disebabkan
karena antibodi ibu yang masih bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18
bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi
HIV.
16
2.5.4. Diagnosis HIV pada Anak
kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak dengan HIV
yaitu :
Anak yang tidak mempunyai tanda dan gejala sebagai akibat infeksi HIV atau
menetap atau berulang, Sinusitis, atau Otitis media, namun tidak menunjukkan
Anak dengan gejala selain daripada yang tertera pada kategori A atau C yang
bakterial, Pneumonia atau sepsis, Kandidiasis orofaringeal yang menetap (>2 bulan)
pada anak usia > 6 bulan, Diare kronis yang berulang, Hepatitis, Stomatitis virus
interstitial limfoid atau lymphoid hyperplasia complex, Nefropati, demam lebih dari
kecuali Pneumonia interstitial limfoid (masuk kategori B). Dijumpai adanya infeksi
bakteri berat, sering atau kambuh-kambuh, Kandidiasis esophagus atau paru (trakeal,
syndrome yaitu penurunan BB > 10%, disertai diare dan demam >30 hari terus
menerus.
b. Klasifikasi WHO
dengan mengelompokkan tanda dan gejala dalam kriteria mayor dan minor. Seorang
anak yang mempunyai 2 gejala mayor dan 2 gejala minor bisa didiagnosis HIV
meskipun tanpa pemeriksaan ELISA atau tes laboratorium lainnya. Berikut ini adalah
tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis HIV berdasarkan klasifikasi
WHO.
Gagal tumbuh kembang atau penurunan berat badan, Diare kronis, demam
identitas penderita. Hasil pemeriksaan ini tidak dapat dihubungkan kembali dengan si
penderita.
Metode ini dilakukan dengan pemberian sampel darah secara sukarela oleh
ini hanya diberikan nomor kode. Hasil pemeriksaan dapat dilihat oleh yang
darahnya tetapi hasilnya hanya diketahui oleh petugas kesehatan tertentu dan petugas
2.6.4. Mandatory
tertentu. Pemeriksaan ini dilandasi suatu dasar hukum sehingga tidak ada yang dapat
2.6.5. Compulsatory
PSK. Kelompok ini biasanya diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan anti HIV.
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat
32
atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang
paling penting, terutama dalam merubah perilaku. Beberapa hal yang perlu
28
diperhatikan antara lain :
ABC yaitu, Abstinence, artinya absen seks ataupun tidak melakukan hubungan
seks bagi orang yang belum menikah merupakan metode paling aman untuk
pasangan. Jika kedua hal tersebut tidak memungkinkan juga, maka pilihan
mengusahakan agar selalu menggunakan jarum suntik yang steril serta tidak
darah. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan dengan sabun dan air
pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan, pengelolaan dan pembuangan alat
tajam secara hati-hati, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan didonorkan,
serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan invasif lainnya yang
kurang perlu.
e. WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu
kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi
terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular
dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta
16
perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
28
2.7.2. Pencegahan Sekunder
sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang akhirnya dapat berakhir pada
kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang
efektif. sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai
berikut :
penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik
28
penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS. Jenis-jenis
27
dan diberikan terus-menerus.
membutuhkan pengobatan HIV ataupun bantuan dari fasilitas rehabilitasi obat, selain
itu juga dapat mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. ODHA
perasaannya
e. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat
kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan
mempersiapkan pemakaman.
16
membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS. Konseling dalam VCT
33
berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.
VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing
HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang
mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV
dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu
HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti
12
dan menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan.
16
2.8.2. Tujuan VCT
Pra konseling disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting
dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien dapat
berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui HIV/AIDS dengan
benar. Tujuan konseling pra tes HIV ini adalah agar klien memahami benar kegunaan
tes HIV/AIDS, klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya, klien dapat
dalam kehidupannya, klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes
16
darah HIV/AIDS atau tidak.
diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan
sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV dan tindakan medik lainnya) bagi
dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan
memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. Semua klien
sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Untuk
klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan
dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif
dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat
33
menyatakan persetujuannya.
Tes HIV adalah tes darah yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang
sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Hal ini perlu dilakukan agar seseorang bisa
16
menyangkut risiko perilaku seksualnya selama ini.
serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah
darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Tujuan testing HIV
setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif, konseling pasca tes
sangat penting untuk membantu klien yang hasilnya positif agar dapat mengetahui
cara menghindarkan penularan HIV kepada orang lain. Cara mengatasinya dan
menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil tesnya HIV negatif, maka
konseling pasca tes bermanfaat untuk membantu tentang berbagai cara mencegah
16
infeksi HIV di masa mendatang.
33
2.8.4. Prinsip Pelayanan VCT
dari:
paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan
klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi
jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak
direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja
klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh
kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak
dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien
selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.
c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.
Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing
digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti
oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang