Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
pleuraparietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan
penetrasi dengancabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan
pembuluh limfe. Secarahistologis kedua lapisan ini terdir dari sel mesotelial, jaringan
ikat, pembuluh darah kapilerdan pembuluh getah bening.
Rongga potensial diantara pleura parietalis dan pleura viseralis berperan
sebagai sistemyang berpasangan antara paru dan dinding dada, dan dalam keadaan
normal mengandungsedikit cairan, yang dibentuk secara lambat sebagai filtrasi
melaluipembuluh darah kapiler. Filtrasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
plasma danjaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk
kedalam ronggapleura.
Selain itu dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Aliran cairanmelalui
rongga pleura ditentukan oleh rumus starling yang melibatkan tekanan
mikrovaskular,tekanan onkotik, permeabilitas, dan area permukaan. Pada keadaan
normal, terjadi filtrasinetto cairan transudatif (kurang protein) kedalam rongga pleura
yang diimbangi denganresorpsi melalui limfatik parietal.
Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagaljantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara dinegara-negara
yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan olehinfeksi tuberkulosis.
Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasiyang biasa ditemukan pada
penderita keganasan dan terutama disebabkan olehkanker paru dan kanker payudara.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yangdapat dijumpai pada sekitar 50-60%
penderita keganasan pleura primer ataumetastatik. Sementara 5% kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapatdisertai efusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker
payudara akhirnya akanmengalami efusi pleura. Diperlukan penatalaksanaan yang baik
dalammenanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera
sertapengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.

1
BAB 2
KAJIAN TEORI

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast
dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan
membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks dan
permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan
elastis.
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis
melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua
pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel
mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 m). Diantara celah-celah sel ini
terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang
berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat
jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan
intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A.
Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura
viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis
mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat
pembuluh kapiler dari A. Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah
bening dan banyak reseptor saraf-saraf sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal dari nervus intercostalis dinding
dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Di antara pleura terdapat ruangan yang
disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan
permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi.
Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura

2
viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan
atmosfer sehingga mencegah kolaps paru.
Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis
dan pleura viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks
dan paru yang dapat dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat
jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi
keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan normal akan bergerak dari
kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian diserap kembali melalui
pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan antara tekanan hidrostatik
darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma
yang cenderung menahan
cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura
viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura
parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga
dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.

Gambar 1. Antomi pleura

2. DEFINISI EFUSI PLEURA

3
Efusi pleura adalah adanya penumpukan cairan dalam rongga (kavum) pleura
yang melebihi batas normal. Dalam keadaan normal terdapat 10-20 cccairan.Efusi
pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura ataumerupakan suatu keadaan
terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihandi dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antarapembentukan dan pengeluaran cairan
pleura.Dalam konteks ini perlu di ingatbahwa pada orang normal rongga pleura ini juga
selalu ada cairannya yangberfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan
pleura parietalis,sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil)
dapatberjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam ronggapleura
sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5gr/dl.

3. ETIOLOGI EFUSI PLEURA


Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya
untukmenemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan
cairanpleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi
pleura jenistransudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik
yangmempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
danpenyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakandengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan
protein didalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu
dari tiga kriteriaberikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun
dari tiga kriteria ini.
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalamserum.

Eksudat disebabkan oleh :


a. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit

4
dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
b. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yangberasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebabdapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus
paeumonie,Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,
Pseudomonas, Bakteriodes,Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan
dilakukan dengan pemberian antibotikaampicillin dan metronidazol serta
mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar darirongga pleura.
c. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusitimbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
d. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focussubpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen danmenimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnyafocus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang adadidalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarangyang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan beratbadan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
e. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae,kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar.
f. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paruatau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
predominan sel-sel PMN danpada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema). Meskipun pada beberapakasus efusi parapneumonik ini
dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadangdiperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4indikasi
untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi
parapneumonik:
1. Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
2. Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
3. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

5
4. Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pHbakteri.
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalirbebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
g. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
h. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

Transudat, disebabkan oleh :


a. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalahperikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibatterjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehinggaterjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanankapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura danaliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg
pleuradan paru-paru meningkat.Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
seluruh rongga dada dapat juga menyebabkanefusi pleura yang bilateral. Tapi
yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusipleuranya lebih sering terjadi
pada sisi kanan.Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan
jantungnya teratasi denganistirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga
segera menghilang. Kadang-kadangtorakosentesis diperlukan juga bila penderita
amat sesak.

b. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkandengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifattransudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam.Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
c. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yangada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi

6
kanan dan biasanyacukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidakdapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakanyang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venousshunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomipipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
d. Meigs Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumorovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumorovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendahtanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornyadimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus didiafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.
e. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupunbilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadimelalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleuradengan cairan dialisat

Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura


Causes Comments
Tranxudate
Heart Failure Bilateral effusions in 81%; right-sided in 12%;
left-sided in 7%
With left ventricular failure, there is increased
interstitial fluid, which crosses the visceral
pleura and enters the pleural space
Cirrhosis with ascites Right-sided effusions in 70%; left-sided in 15%;
(hepatic hydrothorax) bilateral in 15%
Ascitic fluid migration to the pleural space
through diaphragmatic defects
Effusion present in about 5% patients with
clinically apparent ascites

7
Hypoalbuminemia
Uncommon

Bilateral effusions in > 90%

Decreased intravascular oncotic pressure


causing transudation into the pleural space

Associated with edema or anasarca elsewhere


Nephrotic syndrome Usually bilateral effusions; commonly
subpulmonic
Decreased intravascular oncotic pressure plus
hypervolemia causing transudation into the
pleural space
Hydronephrosis Retroperitoneal urine dissection into the pleural
space, causing urinothorax
Constrictive pericarditis Increases IV hydrostatic pressure
In some patients, accompanied by massive
anasarca and ascites due to a mechanism
similar to that for hepatic hydrothorax
Atelectasis Increases negative intrapleural pressure
Peritoneal dialysis Mechanism similar to that for hepatic
hydrothorax
Pleural fluid with characteristics similar to
dialysate
Trapped Lung Encasement with fibrous peel increasing
negative intrapleural pressure
May be exudative or borderline effusion
Systemic capillary leak Rare
syndrome Accompanied by anasarca and pericardial
effusion
Myxedema Effusion present in about 5%
Usually transudate if pericardial effusion is also
present; either transudate or exudate if pleural
effusion is isolated
Exudate
Pneumonia(ParaPneumo Thoracentesis necessary to differentiate
nic effusion)

8
Cancer Most commonly lung cancer, breast cancer, or
lymphoma but possible with any tumor
metastatic to pleurae
Typically causing dull, aching chest pain
Pulmonary embolism Effusion present in about 30%
Almost always exudative; bloody in <50%
Pulmonary embolism suspected when dyspnea
is disproportionate to size of effusion
Viral Infection Effusion usually small with or without
parenchymal infiltrate
Predominantly systemic symptoms rather than
pulmonary symptoms
TB Effusion usually unilateral and ipsilateral to
prenchymal infiltrates if present
Effusion due to hypersensitivity reaction to TB
protein
Pleural fluid TB cultures positive in < 20%
Infradiaphragmatic Causes sympathetic subpulmonic effusion
abscess Neutrofils predominant in pleural fluid
pH and glucose normal
SLE Effusion possibly first manifestation of SLE
Common with drug-induced SLE
Diagnosis established by serologic tests of
blood, not of pleural fluid
Drugs Many drugs, most notably bromocriptine,
dantrolene, nitrofurantoin, IL-2 (for treatment
of renal cell cancer and melanoma) and
methysergide
Pancreatitis Acute : Effusion present in about 50%: Bilateral
in 77%; left-sided in 16%; right-sided in 8%
Effusion due to transdiaphragmatic transfer of
the exudative inflammatory fluid and
diaphragmatic inflammation
Chronic : Effusion due to sinus tract from
pancreatic pseudocyst through diaphragm
into pleural space
Predominantly chest symptoms rather than

9
abdominal symptoms
Patients presenting with cachexia that resembles
cancer
Esophageal rupture Patients extremely sick
Medical emergency
Morbidity and mortality due to infection of the
mediastinum and pleural space
Bening asbestos pleural Effusion occuring > 30 year after initial
effusion exposure
Frequently asymptomatic
Tends to come and go
Must rule out mesothelioma
Yellow nail syndome Triad of pleural effusion, lymphedema and
yellow nails, sometimes appearing decades
apart
Pleural fluid with relatively high protein but low
LDH
Tendency for effusion to recur
No pleuritic chest pain

Tabel 2. Transudat vs Eksudat


Transudat Eksudat
Patofisiologi Peningkatkan tekanan Inflamasi
hidrostatik / penurunan meningkatkan
tekanan onkotik permeabilitas vaskular
menyebabkan dari permukaan
ekstravasasi dari cairan pleura / cairan
melalui membran normal merembes dari kapiler-
kapiler (termasuk sel-
sel, isinya dan protein)
Penyebab paling Gagal jantung (90%) Inflamasi
sering Hypoalbuminemia (gagal Infeksi
hati, sindrom nefrotik, Infark
Kanker
malnutrisi)
Warna Jernih Keruh
Protein cairan pleura <30g/L >30g/L

Kriteria Light (terdapat 1 atau lebih = eksudat)

10
Protein cairan pleura > 0,5
/ protein serum
LDH cairan pleura / > 0,6
LDH serum
LDH cairan pleura > 2/3 dari limit atas
serum LDH normal

4. PATOFISIOLOGI EFUSI PLEURA


Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsiuntuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karenapernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke
dalam ronggapleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan
saluran limfe pleuraviseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan
pembentukannya. Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan prosespembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan
secara patologik didalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan
terjadinya efusi pleura yaitu;
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2. Penurunan tekanan kavum pleura
3. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh


peradangan. Bilaproses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks.Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemothoraks.Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya
alveoli dekat parietalis sehingga udaraakan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini
sering disebabkan oleh trauma dada ataualveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan
primer paruseperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis
peritoneum.Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis konstriktiva,
keganasan, atelektasisparu dan pneumothoraks.

11
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapilerpembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah
menjadi bulat ataukuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
Penyebab pleuritiseksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium
tuberculosis dan dikenal sebagaileuritis eksudativa tuberkulosa.

Gambar 2. Patofiiologi Efusi Pleura

5. MANIFESTASI EFUSI PLEURA


Nyeri dada dan pergerakan rongga dada berkurang merupakan tanda utama. Tanda
nyeri dada pada inspirasi yang disebabkan peradangan pleura, tetapi nyeri tersebut
menghilang bila terjadi akumulasi cairan yang memisahkan kedua permukaan pleura.
Bunyi gesek pleura dapat didengar sebelum adanya cairan efusi, dan terdengar baik
pada ekspirasi. Kadang-kadang bunyi tersebut sukar dibedakan dengan bunyi ronkhi.
Untuk membedakannya pasien diperintahkan untuk batuk, biasanya suara ronkhi akan

12
menghilang sedangkan bunyi gesek pleura akan tetap terdengar. Tetapi hal ini sulit
dilakukan pada bayi.
Sesak napas dapat bersifat ringan, sedang atau berat namun adakalanya tidak ada
gejala sesak napas karena hal ini tergantung banyaknya cairan di rongga pleura. Gejala
lainnya seperti demam, batuk, berkeringat, batuk darah, berat badan menurun, dan
lainnya tergantung pada etiologi. Efusi pleura sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik
bila akumulasi cairannya sedikit, tetapi bila akumulasi cairannya banyak (300 500 ml)
maka akan terlihat pergerakan dinding dada yang sakit, pada perkusi akan didapatkan
bunyi beda/pekak, stem fremitusnya tidak ada, dan suara pernapasan menghilang
sampai tidak terdengar.
Di atas permukaan efusi akan timbul penekanan paru-paru oleh efusi
mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan
gambaran konsolidasi juga dijumpai pernapasan bronchial.
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara
efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan
keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area yang
mengandung cairan atau menunjukkan bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali
menghasilkan bunyi datar, pekak daat diperkusi. Egofani akan terdengar diatas area
efusi. Deviasi trakea menjauhi tampat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea
mungkin saja tidak terjadi.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik,
dan torokosentesis. Cairan pleura dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram,
basil tahan asam (untuk tuberkolosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan
kimiawi (glukosa, amilase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisi sitologi untuk
sel sel maligna, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.

6. DIAGNOSA EFUSI PLEURA


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan fisik
yang teliti,diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi dan analisa
cairan pleura.
Dari anamnesa didapatkan :

13
1. Sesak nafas
2. Rasa berat pada dada
3. Berat badan menurun pada neoplasma
4. Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
5. Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema
6. Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)


1. Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
2. Vokal fremitus menurun
3. Perkusi dull sampal flat
4. Bunyi pernafasan menrun sampai menghilang
5. Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada
treakhea
6. Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub
7. Apabila terjadi atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan
bunyi napas bronkus.
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat
olehbernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari
pleuraparietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri
biasanyadirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah
lain :
1. Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G.
Nervuisintercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2. Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus
menyebabkannyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

14
15
Gambar 3. Gejala Berdasarkan Penyebab Efusi Pleura

Dari Pemeriksaan Penunjang didapatkan


1. Foto thoraks. Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang
terdapat dalamrongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan
permukaan daerah laterallebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut
kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus,
cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.
2. Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupunterapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagianbawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum

16
abbocath nomor 14 atau 16.Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untukdiagnosis cairan pleura dilakukan
pemeriksaan:
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
c. Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-selpatologis atau dominasi sel-sel tertentu
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna).
Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel giant: pada arthritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase.
d. Bakteriologi. Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandungmikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling
sering pneumokokus,E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter
3. Biopsi Pleura. Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis
tuberkulosis dantumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks,
hemotoraks, penyebaran infeksi atautumor pada dinding dada.

Gambar 4. Biokimia Transudat dan Eksudat

17
8. PENATALAKSANAAN EFUSI PLEURA
Penatalaksanaan efusi pleura ditujukan pada pengobatan penyakit dasardan
pengosongan cairan (torasentesis).Penatalaksanaan efusi pleura harus segeradilakukan
terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan.Tujuan utamapenatalaksanaan segera
ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairanyang meningkat dan
meningkatkan kulitas hidup penderita. Pemasangan watersealed drainage (WSD) adalah
tindakan yang dilakukan untuk mengurangikeluhan sesak.
Penatalaksanaan efusi pleura transudat.
Cairan biasanya tidak begitu banyak.Terapinya :
a. Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatis yang meningkat, pemberiandiuretika
dapat menolong.
b. Bila disebabkan oleh tekanan koloid osmotik yang menurun sebaiknyadiberi
protein.
c. Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairanberulang
dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.

Penatalaksanaan pleura eksudat


Efusi parapneumonik
Efusi pleura yang terjadi setelah peradangan paru (pneumonia).
a. Paling sering disebabkan oleh pneumonia
b. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuatuntuk
penyakit dasarnya.
c. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD
d. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi(yaitu
jaringan fibrotik yang menempel pada pleura diambil/ dikupas)

Penatalaksanaan efusi pleura maligna


a. Pengobatan ditujukan pada penyebab utama atau pada penyakit primerdengan
cara radiasi atau kemoterapi.
b. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter toraks denganWSD

Indikasi untuk melakukan torasentesis adalah

18
a. Menghilangkan sesak napas yang ditimbulkan oleh akumulasicairan rongga
pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.Pengambilan pertama cairan pleura jangan
lebih dari 1000 cc, karenapengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan
dalam jumlah banyak dapatmenimbulkan sembab paru yang ditandai dengan
batuk dan sesak.
Kerugianya :
a. Tindakan torasentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada didalam
cairan pleura.
b. Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura (empiema)
c. Dapat terjadi pneumotoraks

Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut:


penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan
diatasbantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada
penderita dalamposisi tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikitmedial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonordan redup.
Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarumberukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karenapenusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai
diahfrahma atau terlalu dalamsehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura olehkarena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal

19
Gambar 5. Metode torakosentesis
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi.Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru
secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara
mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang
berat, dan hipotensi.

Cara Pemasangan WSD.


Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang
toraksdihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman.Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea
aksilarismedia atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar
ditarik.Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa danplester.
Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selangdihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
diletakkandibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar
tidak dapat masukke dalam rongga pleura.

20
Gambar 6. Pemasangan jarum WSD

WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang,kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikandilakukan foto toraks.
Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telahmengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakanpenanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatikaseperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45mg) diberikan selang
waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah13 hari,
jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga
pleura,sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga
tersebut.Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalamkeadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan

21
dalam 3050 ml larutan garram faal,kemudian dimasukkan ke dalam rongga
pleura melalui selang toraks, ditambah denganlarutan garam faal 1030 ml
larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2%untuk
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan
11,5jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri
tersebut. Selang toraksdiklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah
agar penyebaran tetrasiklin merata.
Penatalaksanaan untuk efusi pleura berbeda berdasarkan penyakit dasarnya.
A. Efusi karena gagal jantung
- Diuretik
- Torakosentesis diagnostik bila efusi menetap dengan terapi diuretic, efusi
unilateral, efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna efusi +
febris, efusi + nyeri dada pleuritik
B. Efusi karena Parapneumonia/ Empiema
- Torakosentesis
- Antibiotika
- Drainase
C. Efusi Pleura karena Pleuritis Tuberkulosa
- obat anti tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75-1
mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu,
- torakosentesis terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi dari sela iga
III
D. Efusi Pleura Keganasan
- drainase dengan chest tube
- pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk pleurodesis adalah:
1. terjadi rekurens yang cepat
2. angka harapan hidup: minimal beberapa bulan
3. pasien tidak debilitasi
4. cairan pleura dengan pH >7,30
- terapi kanker paru
E. Hemothoraks
- chest tube/ thoracostomy
- bila perdarahn > 200ml/jam, pertimbangkan torakotomi
F. Efusi karena Penyebab Lain : atasi penyakit primer

22
9. Prognosis Efusi Pleura
Prognosis pada efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yangmendasari
kondisi itu. Namun pasien yang memperoleh diagnosis danpengobantan lebih dini
akan lebih jauh terhindar dari komplikasi daripada pasienyang tidak memedapatkan
pengobatan dini.
Efusi ganas memiliki prognosis yang sangat buruk, dengan kelangsunganhidup
rata-rata 4 bulan dan berarti kelangsungan hidup kurang dari 1 tahun. Efusidari kanker
yang lebih responsif terhadap kemoterapi, seperti limfoma atau kankerpayudara, lebih
mungkin untuk dihubungkan dengan berkepanjangankelangsungan hidup,
dibandingkan dengan mereka dari kanker paru-paru ataumesothelioma. Efusi
parapneumonic, ketika diakui dan diobati segera, biasanyadapat di sembuhkan tanpa
gejala sisa yang signifikan. Namun, efusiparapneumonik yang tidak terobati atau tidak
tepat dalam pengobatannya dapatmenyebabkan fibrosis konstriktif.

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Status Pasien

Nama : Mansur Pangabean

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 58 tahun

No.RM : 04.45.58

Tgl masuk : 24 April 2017

Pekerjaan : Wiraswasta

3.2 Anamnesa

Keluhan Utama : Sesak Nafas

23
Telaah : 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan sesak
nafas yang semakinmemberat. Sesak yang dirasakan
pasien terus menerus dan semakin memberatjika dibawa
berbaring sehingga posisi pasien lebih nyaman jika duduk
gunamengurangi sesak. Sesak nafas juga semakin
memberat jika beraktifitas dan saatpasien batuk. Pasien
mengeluh batuk kering sejak 2 minggu yang lalu. Batuk
tidakberdarah.Pasien menyangkal pernah menjalani
pengobatan selama 6 bulan, pasien juga menyangkal
berkeringat pada malam hari, demam yang lama,dan nafsu
makan yang berkurang. Pasien mengaku berat badannya
berkurang sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat asma
disangkal. Tidak ada riwayatmerokok dan trauma pada
dada. Riwayat hipertensi, CKD, dan CHF. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB.

Riwayat Penyakit Dahulu : HT, CKD, CHF

Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat sakit TB dikeluarga disangkal


b. Riwayat penyakit asma dikeluarga disangkal

Riwayat Kebiasaan

a. Riwayat merokok disangkal


b. Riwayat alkohol disangkal

3.3 Pemeriksaan Fisik

KU : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

24
GCS : E4 ; V5 ; M6

TD : 170/80 mmHg

RR : 30 x/menit

Nadi : 96 x/menit

Temperatur : 36,80C

Tinggi badan : 163cm

Berat badan : 52 kg

Status Generalis
a. Kepala
Simetris, Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata, tidak terdapat jejas
maupun hematom.
b. KGB
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
c. Mata
Bentuk normal,simetris, konjungtiva anemis (-/-),Sklera ikterik(-/-) Pupil bulat
isokor, Refleks Cahaya (+/+),Strabismus (-/-),edema palpebra (-) pergerakan
mata ke segala arah baik.
d. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi simetris, discharge(-/-),
mukosa lembab, pernafasan cuping hidung (-),tidak ada massa.
e. Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak ada benda asing, tidak ada
sekret, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-).
f. Mulut
Mulut bersih, mukosa mulut lembab, bibir sianosis(-), luka(-),pembesaran tonsil
(-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis
(-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-).

25
g. Leher
Inspeksi : Jejas (-), Oedem (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan(-), TVJ dalam batas normal.
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), kaku
kuduk (-)
h. Thorax
Inspeksi : Bentuk simetris fusiform, retraksi sela iga (-) ,spider nevi(-).
Palpasi : Stem fremitus melemah pada lapangan paru kanan
Perkusi : Lapangan paru kanan redup. Lapangan paru kiri sonor
Auskultasi : Lapangan paru kanan vesikuler melemah. Lapangan paru kiri
vesikuler. Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
i. Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk: Simetris
Gerakan lambung/usus: Tidakterlihat
Vena kolateral (-) Caput medusa (-)
b) Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, Hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
HATI
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
NyeriTekan :-
LIMFA
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
c) Perkusi
Bunyi timpani pada bagian seluruh abdomen.
d) Auskultasi
Peristaltik usus : normal
j. Ekstremitas Atas dan Bawah
Tabel 3.1 Pemeriksaan Ekstremitas Atas

NO Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Kanan Kiri
1 Deformitas sendi - -
2 Jari tabuh - -
3 Tremor ujung jari - -
4 Edema - -
5 Sianosis - -
6 Eritma Palmaris - -
7 Luka - -

Tabel 3.2 Pemeriksaan Ekstremitas Bawah

26
N Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kanan Kiri
O
1 Edema - -
2 Kekakuan sendi - -
3 Keterbatasan Gerak - -
4 Luka - -

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 4 April 2017

27
RENAL FUNCTION
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 Ureum darah 84 mg/dl 10 - 38 -
2 Kreatinin 11.14 mg/dL 0.55 - 1.30 -

LIVER FUNCTION
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 SGOT 12 U/L 0 - 37 -
2 SGPT 21 U/L 12 - 65 .

DIABETIC
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 Glukosa ad random 167 mg/dl < 200 .

HEPATITIS
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 HBs Ag Non Reactive Non
Reactive
2 Anti HCV Reactive 17.9 Reactive :
>=1.0 Non
Reactive :
<1.0

IMMUNOSEROLOGI INFECTION
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 Anti HIV Negative . Negative .

28
HEMATOLOGI
No
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
.
1 Hemoglobin 8.2 mg/dl 13.5 - 15.5
2 Leukosit 17210 /mm3 5.000 -
11.000
3 Laju Endap Darah 81 mm/jam 0 - 20 .
4 Trombosit 226000 /mm3 150000 - -
450000
5 Hematocrit 24.4 % 30.5 - 45.0 -
6 Eritrosit 2.76 10^6/mm3 4.50 - 6.50 -
7 MCV 88.2 fL 75.0 - 95.0 -
8 MCH 29.6 pg 27.0 - 31.0 .
9 MCHC 33.5 g/dl 33.0 - 37.0 .
10 RDW 16.4 % 11.50 - .
14.50
11 PDW 45.1 fL 12.0 - 55.0 .
12 MPV 8.5 fL 6.50 - 9.50 .
13 PCT 0.19 % 0.100 - .
0.500
14 Hitung Eosinofil 1.2 % 1-3 .
Basofil 0.3 % 0-1 .
Jenis
Monosit 3.3 % 2-8 .
Lekosit Neutrofil 88 % 50 - 70 .
Limfosit 6.8 % 20-40 .
LUC 0.5 % 0-4

FOTO THORAKS

29
DR-Thorax PA

Foto Thoraks :
Jantung ukuran membesar, aorta dilatasi.
Sinus costofrenicus kanan berselubung, yang kiri lancip.
Diafragma kanan tertutup perselubungan.
Corakan paru kasar, tampak infiltrat di lapangan paru kanan kiri.
Tulang-tulang dinding dada intak.

Kesan:
Cardiomegali.

30
3.5 Diagnosa Banding
1. Efusi Pleura
2. Pneumoni
3. Tumor mediastinum
3.6 Diagnosa Sementara

Efusi Pleura

3.7 Penatalaksanaan
1. Non Medika mentosa
a. Tirah baring
b. Diet makanan lunak karena pasien lemah
c. Pasien dan keluarga diberi edukasi mengenai penyakit yang diderita
pasien danpenatalaksanaannya

2. Medikamentosa
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inj. Ceftriaxon 1g/12 jam
c. Inj. Ranitidin 2.5 mg/
d. Ventolin nebulizer 1 amp/12 jam
e. Captopril
f. Camidril 3xci

BAB 34
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan pada kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau

31
cairan eksudat. Penyebab dari efusi pleura bisa sistemik atau lokal (berasal dari paru-
patu sendiri).
Gejala yang timbul akinat efusi pleura bervariasi, tergantung penyebabnya. Tapi
pada umumnya pasien mengeluhkan sesak nafas, batuk, demam, dll.

Untuk mengatasi keluhan sesak nafas pada efusi pleura dapat dilakukan tindakan
torakosintesis, antibiotik kalau ada infeksi, dna pleurodesis pada kasus efusi yang masif
dan tidak pernah berhenti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta :
2008.

32
2. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS.
Jakarta :2008.
3. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
2007.Balai Penerbit FK UI Jakarta.
4. Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009
5. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses
darihttp://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf pada tanggal 05
Februari 2011
6. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses
darihttp://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 05
Februari2011

33

Anda mungkin juga menyukai