Anda di halaman 1dari 26

DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)


(2013) mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang disebabkan oleh beberapa
hal yang dapat dicegah dan diobati, dimana beberapa efek ekstrapulmonal
memberikan konstribusi pada keparahan yang dialami pasien. Kerusakan
komponen paru ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversible, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon
inflamasi abnormal paru pada gas atau partikel berbahaya.

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak


minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut -
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga


udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

EPIDEMIOLOGI

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Penyakit Paru


Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian ke-3didunia pada
tahun 2012. Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang
sampai berat. Pada tahun 2012 lebih dari 3 juta orang meninggal karena
PPOK, menyumbang 6% dari seluruh penyebab kematian.

Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka PPOK


menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering
dijumpai di masa mendatang baik di negara maju maupundinegara
berkembang. Jumlah penderita PPOK di Amerika Serikat diperkirakan kira-
kira 14 juta orang.

1
Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Khairunissa tahun 2010 jumlah penderita di
RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 54 orang. Kejadian
ini akan terus meningkat yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya
jumlah perokok karena 90% penderita PPOK disebabkan oleh current smoker
atau eks-smoker. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki,laki. Hal ini
disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki,laki dibandingkan
pada wanita h a s i l S u s e n a s S u r v e i S o s i a l e k o n o m i nasional tahun
2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok.

Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama,


meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), bronkitis kronik dan emfisema
tidak dimasukkan kedalam definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan
diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.

GEJALA

Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK adalah


sebagai berikut.
a. Batuk kronik : Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan
dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang
diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk
kadang terjadi pada malam hari.
b. Berdahak kronik : Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi
sputum. Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus
menerustanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk dan dahak kronik ini
terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
c. Sesak napas : Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali
pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat
progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Anamnesis
harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak napas sesuai skala
sesak

FAKTOR RESIKO PPOK


1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab laiinya. Dari beberapa
penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1

2
2. Genetik
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan
alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Risiko obtruksi
aliran udara yang di turunkan secara genetik telah diteliti pada perokok
yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian
menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan
timbulnya PPOK. Telah diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam
patogenesis PPOK, termasuk TGF-1, Mephx1 dan TNF. Gen-gen di atas
banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-1 antitrypsin.
3. Partikel

a. Debu dan bahan kimia


b. Polusi di dalam rumah
c. Polusi di luar rumah

4. Stress Oksidasi
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan
menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan
efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler
sebagai awal inflamasi paru.

5. Gender
Untu jenis kelamin yang paling sering terjadi pada laki laki karena
laki laki lebih sering terpapar oleh bahan atau asap terutama rokok.

KLASIFIKASI PPOK

Menurut GOLD (GlOBAL INITIATIF FOR LONG DESEASE)


mengklasifikasikan berat PPOK menjadi 4 kelas, ringan, sedang, berat dan
sangat berat.

3
Tabel 1 klasifikasi PPOK GOLD

SPIROMETRI
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1dan FVC
dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1,
2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang
dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity
(FVC)), kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced
Expiratory Volume in one second (FEV)), dan rasio kedua pengukuran
tersebut (FEV1/FVC).Pada tabel 1 diperlihatkan klasifikasi tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK.

Tabel 2. Klasifikasi tingkat keparahan GOLD berdasarkan hasil


pengukuran spirometri

. PATOGENESIS DAN PATOLOGI

2.5.1. PATOGENESIS

Merokok adalah faktor risiko utama PPOK walaupun partikel noxious


inhalasi lain dan berbagai gas juga memberi kontribusi. Merokok
menyebabkan inflamasi paru. Karena sebab yang belum diketahui sampai
sekarang kemungkinan disebabkan faktor genetik, beberapa perokok
menunjukkan peningkatan respons inflamasi normal, protektif dari paparan
inhalasi yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan, gangguan
mekanisme pertahanan yang membatasi destruksi jaringan paru dan memutus
mekanisme perbaikan, ini membawa perubahan berupa lesi patologi yang khas
pada PPOK. Disamping inflamasi ada proses lain yang juga penting pada
patogenesis PPOK adalah ketidak seimbangan protease dan antiprotease dan
stres oksidatif. Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan
patologis PPOK.

4
Gambar 1. Patogenesis PPOK
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu, peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator
inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran pernapasan
dan parenkim paru-paru.

PATOFISIOLOGI

Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis


yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik. Misalnya
penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan penyempitan
saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun disebabkan
kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada


PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas
bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan
adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru.
Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar
saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran
nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat
inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit.

Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam


keadaan seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi
kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pengaruh
gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan
mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan
dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan
leukotrienB4,tumuor necrosis factor (TNF),monocyte chemotactic
peptide(MCP)-1 danreactive oxygen species(ROS). Faktor-faktor tersebut
5
akan merangsang neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan
ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan
hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya
limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses inflamasi. Pada
keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan. Enzim
NADPH yang ada dipermukaan
makrofag dan neutrofil

DIAGNOSIS

ANAMNESIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi,


mulai dari tanda dan gejalar ingan hingga berat. Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang
jelas dan tanda inflasi paru.

Tabel 2.3. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan
Sesak napas Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai"Perlu usaha
untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Batukkronik Setiap batuk kronik berdahak dapat
berdahak: mengindikasikan PPOK.
Riwayat terpajan Asap rokok.
Faktor resiko, Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Terutama Asap dapur

6
Derajat sesak berkaitan dengan aktivitas dapat di ukur dengan table
berikut:

SKALA KELUHAN SESAK BERKAITAN DENGAN


SESAK AKTIVITAS
0 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik
tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau setelah


beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa


gejalapernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya beratbadan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

. PEMERIKSAAN FISIS

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

a. Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversalsebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga

7
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyutvena jugularis di
leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letakdiafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah

d. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi (wheezing) pada waktu bernapasbiasa
atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)


- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) danatau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi: % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP 1%(VEP1/KVP) <
75%
- VEP1 % merupakan parameter yang paling umumdipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantauperjalanan penyakit
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkindilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapatdipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabilitiharian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b. Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE <20% nilai awal dan <200 ml
8
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Laboratorium darah

- Hb, Ht, Tr, Lekosit


- Analisis Gas Darah
3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

a. Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)

DIAGNOSIS BANDING

Asma dan PPOK adalah penyakit yang menyebabkan obstruksi saluran napas
yang paling sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat
harus ditegakkan untuk penentuan terapi dan prognosis. Diagnosis banding
untuk PPOK adalah;

1. PPOK
2. ASMA
3. Gagal jantung kongestif
4. Bronkiektasis
5. Tuberculosis
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu


terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah
mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan
mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan
psikologis pasien, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka
kematian.

Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan


kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda

9
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.

Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan


dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain
seperti kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa
kondisi

tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari


ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long
acting).

Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu:

1. Mengurangi gejala

2. Mencegah progresifitas penyakit

3. Meningkatkan toleransi latihan

4. Meningkatkan status kesehatan

5. Mencegah dan menangani komplikasi

6. Mencegah dan menangani eksaserbasi

7. Menurunkan kematian

10
DERAJAT KARAKTERISTI REKOMENDASI PENGOBATAN
K
Semua - Edukasi (hindari faktor pencetus)
derajat - Bronkodilator kerja singkat (SABA
Antikolinergikkerja cepat, Xantin) bila perlu
- Vaksinasi influenza
Derajat I : VEP1/KVP < 70% Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
PPOK VEP1 80 % kerja cepat, Xantin) bila perlu
Ringan prediksi
Dengan atau
tanpagejala
Derajat II : VEP1/KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
PPOK 50 % < VEP1< 80 - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Sedang % terapipemeliharaan (LABA)
prediksi - Antikolinergik kerja lama sebagai terap
Dengan atau pemeliharaan
tanpagejala - Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)

Derajat III: VEP1 /KVP 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebihbronkodilator:
PPOK 30 % VEP1 50 % - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Berat prediksi terapipemeliharaan (LABA)
Dengan atau tanpa - Anti kolinergik kerja lama sebaga
gejala terapipemeliharaan
- Simptomatik
- Kortikosteroid inhalasi bila memberikanrespons
klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat IV: VEP1 /KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebihbronkodilator:
PPOK VEP1< 30 % - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Sangat prediksi terapipemeliharaan (LABA)
Berat atau gagal napas - Antikolinergik kerja lama sebaga
atau terapipemeliharaan
gagaljantung - Pengobatan komplikasi
kanan - Kortikosteroid inhalasi bila memberikanrespons
klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasirespirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangkan terapi pembedahan

Obat-obatan PPOK

11
Obat IDT*/I Nebuli Oral Vial Lamak
SK zer ( inje erj
* (mg) m k a
(gr) g s ( jam)
) i
Antikolinerg
ik
Ipratropium 40 80 0,25 - 68
0,5
0
Tiotropium 18 24

Agonis -2 kerja singkat


Fenoterol 100 0,5 - 46
200 2,0
Salbutamol 100 2,5 24 46
200 5.0
Terbutalin 250 5 10 2,5 - 5 46
500
Prokaterol 10 0,03 0,25 68
0,0 0,5
5

Agonis -2 kerja lama

Formoterol 4,5 12 - - 12

Indacaterol 150 - - 24
300
Salmeterol 50 - - 12
100

Terapi kombinasi
Fenoterol + 200 + 20 - 48
Ipratropium
Salbutamol + 75 + 15 2,5 + - 48
Ipratropium 0,5
Flutikason + 50/125 12
salmeterol +25
Budesonid + 80/160+ 12
formoterol 4,5

12
Metilxantin
Aminofillin - - 200 240 46
Teofilin LL - - 100 - Bervari
*** 4 asi,
0 bisa
0 sampai
24 jam
(Dikutip dari: Gold, 2010)

TERAPI EKSASERBASI AKUT DI RUMAH SAKIT

Therapeutic Components of Hospital Management


Respiratory Support
Oxygen therapy
Ventilatory support
Noninassive ventilation
Invasive ventilation
Pharmaacologic Treatment
Bronchodilators
Corticosteroids
Antibiotics
Adjunct therapies

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

A. TERAPI OKSIGEN

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang


menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankanoksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupunorgan-organ lainnya.

B. BRONKODILATOR
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat(slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
1. Golongan antikolinergik

13
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disampingsebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir(maksimal 4 kali perhari).
2. Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak,peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitortimbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaansebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefekpanjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untukmengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untukpenggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
3. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuatefek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempatkerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obatkombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
4. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatanpemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajatsedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untukmengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolusatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaankadar aminofilin darah.

C. Kortikosteroid

Steroid oral atau intravena direkomendasikan sebagai terapi tambahan


dari bronkodilator pada penatalaksaan PPOK rawat inap. Prednisolon oral 30-
40 mg/hari selama 10-14 hari.

D. Antibiotika

Indikasi: eksaserbasi karena infeksi bakterial (peningkatan sesak dan


batuk yang disertai volume dahak meningkat dan purulen).

Pilihan antibiotika umumnya adalah: amoksisilin, kotrimoksasol, eritromisin,


dosisiklin. Sebagai pilihan alternatif: amoksisilin + asam klavulanat,
sepalosporin, claritromisin, azitromisin.

Terapi antibiotika yang direkomendasikan untuk eksaserbasi akut


PPOK

Karakteristik pasien
Eksaserbasi tanpa S. pneumoniae, H. makrolid (azitromisin,
komplikasi influenzae,H. klaritromisin)
< 4 x eksaserbasi setahun parainfluenzae, danM. sefalosporin generasi 2
tidak ada penyakit catarrhalis doksisiklin

14
penyerta umumnya tidak resisten
FEV1 > 50%

Eksaserbasi kompleks seperti di atas, ditambah Amoksisilin/klavulanat


umur > 65 th, H. Fluorokuinolon (levoflok
> 4 eksaserbasi pertahun influenza dan M. gatiflokasin, moksifloksas
FEV1 < 50% tapi > 35 % catarrhalis
penghasil beta-laktamase
Eksaserbasi kompleks seperti di atas, ditambah P. Fluorokuinolon (levoflok
dengan risikoP. aeruginosa gatiflokasin, moksifloksa
Aeruginosa Terapi I.V. jika diperluka
sefalosporin generasi 3 at

INDIKASI PERAWATAN ICU


Indications for ICU Admission
Severe dyspnea that responds inadequately to intial emergency therapy
Changes in mental status (confusion, lethargy, coma)
Persistent or worsening hypoxemia (PaO2 , 5,3 kPa, 40 mmHg) and/or
worsening respiratory acidosis (pH < 7,25) despite supplemental oxygen and
noninvasive ventilation
Need for invasive mechanical ventilation
Hemodynamic instability-need for vasopressors

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

TERAPI NON MEDIKAMENTOSA YANG DILAKUKAN KEPADA


PASIEN ANTARA LAIN:

1. konseling pasien bahwa PPOK tidak dapat disembuhkan hanya dapat


dikontrol dan penatalaksanaan yang dilakukan seumur hidup.
2. memberi konseling terhadap upaya pencegahan komplikasi dari PPOK
3. konseling tentang bahaya merokok.
4. menginformasikan segala hal tentang PPOK dan pengaturan pola gaya
hidup yang sehat dan mengenai olahraga yang minimal dilakukan
3x/minggu selama 30 menit serta diet pada pasien PPOK (diet rendah
karbohidrat)
5. konseling kepada keluarga tentang pentingnya member dukungan pada
pasiendan mengawasi pengobatan

KOMPLIKASI

15
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang
Kor pulmonal

PROGNOSIS
Setelah muncul secara klinis, median survival kira-kira 10 tahun. Beberapa
faktor yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada PPOK:
FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemia, nutrisi jelek, corpulmonale,
penyakit komorbid dan kapasitas difusi rendah.
Pasien dengan FEV1< 35% prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun.
Jika pasien mengatakan tidak mampu berjalan 100 m tanpa harus berhenti
oleh karena sesak napas, five year survival hanya 30%.
Indekx prognostik yang multi dimensi adalah BODE INDEX (Body mass
index, obstruktive ventilatory defect severity, dyspneu severity and exercise
capacity.

16
BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Status Pasien

Nama : Tn. AH KURDI HUTAHEAN

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 62 tahun

Alamat : Jl. Kemuning raya LK XII. NO 142

Pekerjaan : Wiraswasta

No.RM : 011523

Tanggal masuk : 04 APRIL 2017

Tanggal keluar : 12 APRIL 2017

3.2. Anamnesa

Keluhan Utama :sesak napas hebat

Telaah : sesak napas dirasakan os sudah 3 minggu


SMRS. Sesak dirasakan bertambah berat,
terutama 2 hari SMRS. sesak menetap sepanjang
hari,bertambah berat saat aktivitas, dada terasa
berat dan sukar bernapas. Os juga mengeluh
batuk. Batuk sudah lama namun tidak di obati.
Batuk berdahak (+) dan sulit di keluarkan. Tidak
ada batuk berdarah (-). Os juga mengatakan
napasnya berbunyi (+). Os juga merasa demam
(+), demam terus-menerus, turun dengan obat
penurun demam. Pusing (+), berkurang dengan
istirahat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga

17
Riwayat Kebiasaan

a. Merokok (+), sejak SMP hingga tahun 2011. Dalam sehari


menghabiskan 2 bungkus rokok.
b. Riwayat alkohol disangkal

3.3. Pemeriksaan Fisik

KU : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 ; V5 ; M6

TD : 160/100 mmHg

RR : 30 x/menit

Nadi : 112 x/menit

Temperatur : 37,60C

Status gizi : Ideal

Status Generalis

1. Kepala
Simetris, Normocephali, rambut hitam beruban dan distribusi merata, tidak
terdapat jejas maupun hematom.

2. Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.

3. Mata
Bentuk normal,simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-) Pupil
bulat isokor, refleks Cahaya (+/+),strabismus (-/-),edema palpebra (-)
pergerakan mata ke segala arah baik.

4. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi simetris, discharge(-/-),
mukosa lembab, pernafasan cuping hidung (-),tidak ada massa.

5. Telinga

18
Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak ada benda asing, tidak ada
sekret, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-).

6. Mulut
Mulut bersih, mukosa mulut lembab, bibir sianosis(-), luka(-), sariawan
(-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor
(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-).

7. Leher
Inspeksi : Jejas (-), Oedem (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan(-), TVJ dalam batas normal.
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
kaku kuduk (-)

8. Thorax Depan
Inspeksi : diameter antero-posterior dan
transversalsebanding(Barrel chest), retraksi sela iga (-)
,spider nevi(-).

Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan


(-)

Perkusi : Batas Paru Hati RelatifICS V LMCD/Absolut ICS VI


LMCD, sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : SP= ekspirasi memanjang (+)

ST= wheezing (+/+) diseluruh lapangan paru, Ronki


kering(+/+)

9. Thorax Belakang
Inspeksi : barrel chest
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+), Wheezing (+/+)diseluruh
lapangan paru

10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk: Simetris
Gerakan lambung/usus: Tidakterlihat
Vena kolateral (-) Caput medusa (-)
b. Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, Hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
HATI
Pembesaran :-

19
Permukaan :-
Pinggir :-
NyeriTekan :-
LIMFA
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
c. Perkusi
Bunyi timpani pada bagian seluruh abdomen.
d. Auskultasi
Peristaltik usus : normal

11. Ekstremitas Atas dan Bawah

Tabel 3.1.Pemeriksaan Ekstremitas Atas

NO Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Kanan Kiri
1 Deformitas sendi - -
2 Jari tabuh - -
3 Tremor ujung jari - -
4 Edema - -
5 Sianosis - -
6 Eritma Palmaris - -
7 Luka - -

Tabel 3.2.Pemeriksaan Ekstremitas Bawah

N Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


O
Kanan Kiri

1 Edema - -
2 Kekakuan sendi - -
3 Keterbatasan Gerak - -
4 Luka - -

20
3.4. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal4 APRIL 2017


HEMATOLOGI

No Pemeriksaa Hasil Satuan


Normal Metode
n

Hemoglobin 14.1 mg/dl 13.5 - 15.5

Leukosit 12370 /mm3 5.000-11.000

LED 25 mm/jam 0 - 20 .

Trombosit 318000 /mm3 150000- -


450000

Hematocrit 41 % 30.5 - 45.0 -

Eritrosit 4.61 10^6/mm3 4.50 - 6.50 -

MCV 89 fL 75.0 - 95.0 -

MCH 30.7 pg 27.0 - 31.0 .

MCHC 34.5 g/dl 33.0 - 37.0 .

10 RDW 14 % 11.50 - 14.50 .

11 PDW 42 fL 12.0 - 55.0 .

12 MPV 7.7 fL 6.50 - 9.50 .

13 PCT 0.25 % 0.100 - 0.500 .

Hitung jenis leukosit

14 Eosinofil 0.3 % 1-3 .

Basofil 0.2 % 0-1 .

Monosit 8.4 % 2-8 .

Neutrofil 74.2 % 50 - 70 .

Limfosit 15.2 % 20-40 .

LUC 1.4 % 0-4

LIVER FUNCTION

No. Pemeriksaa Hasil Satuan Normal Metod

21
n e

1 SGOT 42 U/L 0 - 37 -

2 SGPT 55 U/L 12 - 65 .

RENAL FUNCTION

No. Pemeriksaa Hasil Satuan NormalMetode


n

1 Ureum darah 19 mg/dl 10 - 38 -

2 Kreatinin 0.67 mg/dL 0.55 - -


1.30

ELEKTROLIT

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode

1 Natrium 132.5 mEq/L 135 -145

2 Kalium 3.42 mEq/L 3.5 - 5.5

3 Chlorida 107 mEq/L 94 - 111

DIABETIC
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode

1 Glukosa ad 137 mg/dl < 200 .


random

b) Pemeriksaan Foto Thoraks pada tanggal 4 APRIL 2017

22
Foto Thoraks :
Jantung bentuk dan membesar
Sinus costofrenicus kanan dan kiri lancip.
diafragma letak rendah dan mendatar.
Tampak infiltratdi lapamgan bawah paru kanan dan kiri

Tulang-tulang dinding dada intak

Kesan:
BRONKOPNEUMONIA DD/BRONKITIS, PPOK

CA PULMONAL apex dextra

CARDIOMEGALI

23
3.5. Diagnosa Banding

1. PPOK + CA paru + fibrosis paru


2. Asma bronkial + fibrosis paru

3.6. Diagnosa Sementara

PPOK + CA paru + fibrosis paru

3.7. Penatalaksanaan

a) Aktivitas : Tirah baring


b) Diet : Diet MB
c) Tindakan Suportif : IVFD NaCl 0.9 % + 2 Amp. aminophilin 20
gtt/i
O2 = 2-4 liter/menit

d) Medikamentosa :
1. Injeksi levofloxacin 500 mg/ hari
2. Injeksi dexametason1 Amp/ 8 jam
3. Nebulizer= ventolin+flexotide/ 8jam
4. Rethapyl 2x tab
5. Camidril syr 3 x C1

24
BAB 4

PENUTUP

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu


penyakittidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan
semakintingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang
didugaberhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokokkhususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di
dalamruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda. Gejala PPOk berupa Onset pada usia
pertengahan, gejala progresif lambat, lamanya riwayat merokok, sesak saat
aktivitas, sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.

25
REFERENSI

1. zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/copd.pdf
2. Lalu Reza Aldira AKBar.2015PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
3. undip.ac.id/43859/2/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079_BAB_2_
KTI.pdf
4. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42240/4/Chapter%20II.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai