PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.
Bronkitis kronik
Emfisema
EPIDEMIOLOGI
1
Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta (5,6%) penderita PPOK. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Khairunissa tahun 2010 jumlah penderita di
RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 54 orang. Kejadian
ini akan terus meningkat yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya
jumlah perokok karena 90% penderita PPOK disebabkan oleh current smoker
atau eks-smoker. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki,laki. Hal ini
disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki,laki dibandingkan
pada wanita h a s i l S u s e n a s S u r v e i S o s i a l e k o n o m i nasional tahun
2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok.
GEJALA
2
2. Genetik
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan
alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Risiko obtruksi
aliran udara yang di turunkan secara genetik telah diteliti pada perokok
yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat. Hasil penelitian
menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik mempengaruhi kerentanan
timbulnya PPOK. Telah diidentifikasi kromosom 2q7 terlibat dalam
patogenesis PPOK, termasuk TGF-1, Mephx1 dan TNF. Gen-gen di atas
banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha-1 antitrypsin.
3. Partikel
4. Stress Oksidasi
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk,
misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan
menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya menimbulkan
efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler
sebagai awal inflamasi paru.
5. Gender
Untu jenis kelamin yang paling sering terjadi pada laki laki karena
laki laki lebih sering terpapar oleh bahan atau asap terutama rokok.
KLASIFIKASI PPOK
3
Tabel 1 klasifikasi PPOK GOLD
SPIROMETRI
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1dan FVC
dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi menjadi GOLD 1,
2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri harus memenuhi kapasitas udara yang
dikeluarkan secara paksa dari titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity
(FVC)), kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced
Expiratory Volume in one second (FEV)), dan rasio kedua pengukuran
tersebut (FEV1/FVC).Pada tabel 1 diperlihatkan klasifikasi tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara pada pasien PPOK.
2.5.1. PATOGENESIS
4
Gambar 1. Patogenesis PPOK
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu, peradangan yang
melibatkan neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator
inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran pernapasan
dan parenkim paru-paru.
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Gejala Keterangan
Sesak napas Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai"Perlu usaha
untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
Batukkronik Setiap batuk kronik berdahak dapat
berdahak: mengindikasikan PPOK.
Riwayat terpajan Asap rokok.
Faktor resiko, Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Terutama Asap dapur
6
Derajat sesak berkaitan dengan aktivitas dapat di ukur dengan table
berikut:
. PEMERIKSAAN FISIS
a. Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversalsebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
7
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyutvena jugularis di
leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letakdiafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
d. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi (wheezing) pada waktu bernapasbiasa
atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop
appearance)
DIAGNOSIS BANDING
Asma dan PPOK adalah penyakit yang menyebabkan obstruksi saluran napas
yang paling sering ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat
harus ditegakkan untuk penentuan terapi dan prognosis. Diagnosis banding
untuk PPOK adalah;
1. PPOK
2. ASMA
3. Gagal jantung kongestif
4. Bronkiektasis
5. Tuberculosis
PENATALAKSANAAN
9
dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan penyakit.
1. Mengurangi gejala
7. Menurunkan kematian
10
DERAJAT KARAKTERISTI REKOMENDASI PENGOBATAN
K
Semua - Edukasi (hindari faktor pencetus)
derajat - Bronkodilator kerja singkat (SABA
Antikolinergikkerja cepat, Xantin) bila perlu
- Vaksinasi influenza
Derajat I : VEP1/KVP < 70% Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
PPOK VEP1 80 % kerja cepat, Xantin) bila perlu
Ringan prediksi
Dengan atau
tanpagejala
Derajat II : VEP1/KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
PPOK 50 % < VEP1< 80 - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Sedang % terapipemeliharaan (LABA)
prediksi - Antikolinergik kerja lama sebagai terap
Dengan atau pemeliharaan
tanpagejala - Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat III: VEP1 /KVP 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebihbronkodilator:
PPOK 30 % VEP1 50 % - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Berat prediksi terapipemeliharaan (LABA)
Dengan atau tanpa - Anti kolinergik kerja lama sebaga
gejala terapipemeliharaan
- Simptomatik
- Kortikosteroid inhalasi bila memberikanrespons
klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat IV: VEP1 /KVP < 70% 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebihbronkodilator:
PPOK VEP1< 30 % - Agonis -2 kerja panjang sebaga
Sangat prediksi terapipemeliharaan (LABA)
Berat atau gagal napas - Antikolinergik kerja lama sebaga
atau terapipemeliharaan
gagaljantung - Pengobatan komplikasi
kanan - Kortikosteroid inhalasi bila memberikanrespons
klinis atau eksaserbasi berulang
- PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasirespirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangkan terapi pembedahan
Obat-obatan PPOK
11
Obat IDT*/I Nebuli Oral Vial Lamak
SK zer ( inje erj
* (mg) m k a
(gr) g s ( jam)
) i
Antikolinerg
ik
Ipratropium 40 80 0,25 - 68
0,5
0
Tiotropium 18 24
Formoterol 4,5 12 - - 12
Indacaterol 150 - - 24
300
Salmeterol 50 - - 12
100
Terapi kombinasi
Fenoterol + 200 + 20 - 48
Ipratropium
Salbutamol + 75 + 15 2,5 + - 48
Ipratropium 0,5
Flutikason + 50/125 12
salmeterol +25
Budesonid + 80/160+ 12
formoterol 4,5
12
Metilxantin
Aminofillin - - 200 240 46
Teofilin LL - - 100 - Bervari
*** 4 asi,
0 bisa
0 sampai
24 jam
(Dikutip dari: Gold, 2010)
A. TERAPI OKSIGEN
B. BRONKODILATOR
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat(slow release) atau
obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator :
1. Golongan antikolinergik
13
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disampingsebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir(maksimal 4 kali perhari).
2. Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan unttuk mengatasi sesak,peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitortimbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaansebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefekpanjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untukmengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untukpenggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
3. Kombinasi antikolinergik dan agonis -2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuatefek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempatkerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obatkombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
4. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatanpemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajatsedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untukmengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolusatau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan jangka panjang diperlukan
pemeriksaankadar aminofilin darah.
C. Kortikosteroid
D. Antibiotika
Karakteristik pasien
Eksaserbasi tanpa S. pneumoniae, H. makrolid (azitromisin,
komplikasi influenzae,H. klaritromisin)
< 4 x eksaserbasi setahun parainfluenzae, danM. sefalosporin generasi 2
tidak ada penyakit catarrhalis doksisiklin
14
penyerta umumnya tidak resisten
FEV1 > 50%
KOMPLIKASI
15
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang
Kor pulmonal
PROGNOSIS
Setelah muncul secara klinis, median survival kira-kira 10 tahun. Beberapa
faktor yang telah diidentifikasi dapat memprediksi survival jelek pada PPOK:
FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemia, nutrisi jelek, corpulmonale,
penyakit komorbid dan kapasitas difusi rendah.
Pasien dengan FEV1< 35% prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun.
Jika pasien mengatakan tidak mampu berjalan 100 m tanpa harus berhenti
oleh karena sesak napas, five year survival hanya 30%.
Indekx prognostik yang multi dimensi adalah BODE INDEX (Body mass
index, obstruktive ventilatory defect severity, dyspneu severity and exercise
capacity.
16
BAB 3
LAPORAN KASUS
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
No.RM : 011523
3.2. Anamnesa
17
Riwayat Kebiasaan
KU : Sedang
GCS : E4 ; V5 ; M6
TD : 160/100 mmHg
RR : 30 x/menit
Temperatur : 37,60C
Status Generalis
1. Kepala
Simetris, Normocephali, rambut hitam beruban dan distribusi merata, tidak
terdapat jejas maupun hematom.
2. Kelenjar
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, aksila, inguinal tidak teraba.
3. Mata
Bentuk normal,simetris, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-/-) Pupil
bulat isokor, refleks Cahaya (+/+),strabismus (-/-),edema palpebra (-)
pergerakan mata ke segala arah baik.
4. Hidung
Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi simetris, discharge(-/-),
mukosa lembab, pernafasan cuping hidung (-),tidak ada massa.
5. Telinga
18
Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak ada benda asing, tidak ada
sekret, pendengaran baik, tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-).
6. Mulut
Mulut bersih, mukosa mulut lembab, bibir sianosis(-), luka(-), sariawan
(-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor
(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-).
7. Leher
Inspeksi : Jejas (-), Oedem (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan(-), TVJ dalam batas normal.
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-),
kaku kuduk (-)
8. Thorax Depan
Inspeksi : diameter antero-posterior dan
transversalsebanding(Barrel chest), retraksi sela iga (-)
,spider nevi(-).
9. Thorax Belakang
Inspeksi : barrel chest
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+), Wheezing (+/+)diseluruh
lapangan paru
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk: Simetris
Gerakan lambung/usus: Tidakterlihat
Vena kolateral (-) Caput medusa (-)
b. Palpasi
Dinding abdomen : Soepel, Hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
HATI
Pembesaran :-
19
Permukaan :-
Pinggir :-
NyeriTekan :-
LIMFA
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
GINJAL
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
c. Perkusi
Bunyi timpani pada bagian seluruh abdomen.
d. Auskultasi
Peristaltik usus : normal
1 Edema - -
2 Kekakuan sendi - -
3 Keterbatasan Gerak - -
4 Luka - -
20
3.4. Pemeriksaan Penunjang
LED 25 mm/jam 0 - 20 .
Neutrofil 74.2 % 50 - 70 .
LIVER FUNCTION
21
n e
1 SGOT 42 U/L 0 - 37 -
2 SGPT 55 U/L 12 - 65 .
RENAL FUNCTION
ELEKTROLIT
DIABETIC
No. Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Metode
22
Foto Thoraks :
Jantung bentuk dan membesar
Sinus costofrenicus kanan dan kiri lancip.
diafragma letak rendah dan mendatar.
Tampak infiltratdi lapamgan bawah paru kanan dan kiri
Kesan:
BRONKOPNEUMONIA DD/BRONKITIS, PPOK
CARDIOMEGALI
23
3.5. Diagnosa Banding
3.7. Penatalaksanaan
d) Medikamentosa :
1. Injeksi levofloxacin 500 mg/ hari
2. Injeksi dexametason1 Amp/ 8 jam
3. Nebulizer= ventolin+flexotide/ 8jam
4. Rethapyl 2x tab
5. Camidril syr 3 x C1
24
BAB 4
PENUTUP
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda. Gejala PPOk berupa Onset pada usia
pertengahan, gejala progresif lambat, lamanya riwayat merokok, sesak saat
aktivitas, sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
25
REFERENSI
1. zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/copd.pdf
2. Lalu Reza Aldira AKBar.2015PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
3. undip.ac.id/43859/2/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079_BAB_2_
KTI.pdf
4. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42240/4/Chapter%20II.pdf
26