Kisah Romantika Nabi Muhammad Saw
Kisah Romantika Nabi Muhammad Saw
Khadijah dan Aisyah, Kedua perempuan terhormat itu bergantian mengisi kehidupan
Rasulullah pada dua fase kenabian yang berbeda. Tapi cinta Rasulullah pada keduanya
berbeda. Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab,
Aisyah. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, cinta itu
Allah karuniakan kepadaku. Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi keduanya lahir
dari satu yang sama: pesona kematangan.
Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang
Allah kirimkan kepada jiwa Nabi hingga beliau berkata, siapa lagi yang dapat menggantikan
Khadijah?, sepeniggal istrinya wafat. Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah
tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu
padanya.
Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan
dini. Inilah gabungan pesona-pesona yang kemudian melahirkan syahwat. Sebagaimana
Ummu Salamah berkata, Rasul tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.
Itulah pesona kematangan. Pernikahan dan rumah tangga yang memesona merupakan
perpaduan dari dua atau lebih kepribadian yang juga memesona. Dan pesona itu sejati, bukan
dari katampanan, kecantikan, atau kekayaan semata, tetapi dari kematangan kepribadian.
Kepribadian yang matang itu kuat tapi meneduhkan. Di sinilah seseorang dapat mengatakan,
rumahku surgaku. Ketika sedang berada di dalamnya, ia menjadi sumber energi untuk
berkarya di luar. Ketika berada di luarnya, selalu ada kerinduan untuk kembali.
Aisyah bukan hanya seorang istri Rasul, tapi juga merupakan bintang di langit
sejarah. Salah satu credit point terbesarnya adalah banyaknya jumlah hadits yang beliau hafal
dari Rasulullah dan kepahamannya tentang fiqih sehingga menjadi rujukan utama bagi
sahabat Rasul yang lain. Itu hanya salah satunya disamping luasnya lautan kepribadian beliau
sebagai Ummul Mukminin yang menjadi rujukan kepribadian muslimah.
Aisyah merupakan buah karya sang suami: Nabi Muhammad SAW. Inilah tantangan para
suami yang mencintai istrinya dengan sejati, menumbuhkan istri yang dicintainya sehingga
menjadi lebih baik secara berkesinambungan.
Pekerjaan menumbuhkan ini sulit karena menuntut pemahaman yang baik tentang kebutuhan
orang yang akan dikembangkan. Dan seringkali orang tersebut tidak menyadari apa yang dia
butuhkan. Seorang istri, misalnya menginginkan lebih banyak perhiasan, belum tentu apa dia
minta adalah apa yang sebenarnya dia butuhkan. Usaha menumbuhkan tanpa memahami
biasanya hanya akan melahirkan pemaksaan kehendak. Tentunya bukan ini cara yang
bijaksana. Cara yang bijak adalah dengan menginspirasi.
Suatu ketika, tuntutan istri-istrinya adalah untuk mendapatkan lebih banyak perhiasan dunia.
Tapi mungkin kebutuhan akan pemaknaan lebih dalam terhadap misi besar kerasulan (dimana
mereka merupakan bagian dari tim kehidupan Rasul) lebih mereka butuhkan. Maka
dengarlah jawabannya: Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: Jika kamu sekalian
mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu
mutah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang
besar. (QS Al-Ahzab 28-29)