Anda di halaman 1dari 3

Harmonis dan Romantis-nya Kehidupan Sang Perintis ‫ﷺ‬

Oleh; Aqna Mumtaz Ilmi Ahbati

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bak purnama. Baik perawakan maupun perangai. Banyak yang
sudah Nabi contohkan pada kita, mulai dari ucapan, perilaku, hingga ketetapan. Memang tak
lain dan tak bukan, tujuan diutusnya Nabi adalah sebagai rahmatan lil alamin juga sebagai
uswatun hasanah
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْي َر ُسْو ِل ِهّٰللا ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَم ْن َك اَن َيْر ُجوا َهّٰللا َو اْلَيْو َم اٰاْل ِخَر َو َذ َك َر َهّٰللا َك ِثْيًر ۗا‬

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak
mengingat Allah.” (Al-Ahzab ayat 21)
Semua perilaku Nabi laksana Al-Qur’an berjalan. Begitu indah dan sempurnanya akhlak
beliau, sampai sulit kata yang keluar untuk menggambarkan semua itu. Betapa tidak?
Bukankah gelar Al-Amin telah beliau dapatkan di umur yang masih belia karena
profesionalnya beliau saat berdagang? Masyarakat Mekah mengakui itu.
Akhlak beliau merupakan hal yang tak perlu dibicarakan lagi keindahannya. Hanya saja
cukup bagi kita untuk mencontohnya secara perlahan, hingga tak hanya kagum lalu mengelu-
ngelu. Sudah dibilang, Nabi merupakan uswatun hasanah bagi kita, selaku umat yang
dirindukan.
Termasuk akhlak beliau pada keluarganya. Keharmonisan selaku tampak dari keluarga
beliau. Baik pada para Ummahatul Mukminin, anak, menantu, hingga cucu-cucu. Meski
dalam kesederhanaan, beliau tak pernah sama sekali mengeluh. Hidup dengan segenap cinta
dari para Ummahatul Mukminin; Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abi Bakar, Hafsah binti
Umar bin Khattab, Ummu Salamah, Ummu Habibah, Zainab binti Jahsyi, Juwairiyah binti al-
Harits, Zainab binti Khuzaimah, Maimunah binti al-Harits, Shafiyyah binti Huyay bin
Akhtab, Mariyah al-Qibtiyyah. Semua itu sesudah ditinggal wafat kasih cinta Sayyidah
Khadijah binti Khuwailid, yang telah melahirkan 6 buah hati.
Para Ummahatul Mukminin sangat bersyukur dan bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga
Nabi. Mungkin timbul pertanyaan di benak kita, “bagaimana cara Nabi bersikap adil?”. Tentu
Nabi adalah seorang yang paling adil. Bukankah kita mengetahui kisah Nabi saat peletakan
Hajar Aswad yang sangat bijaksana menggunakan 4 ujung surban? Begitu pula beliau
terapkan pada para istri-istri.
Dikisahkan, suatu hari para Ummahatul Mukminin berkumpul di hadapan Nabi. Mereka
meminta keadilan mengenai, “Siapa diantara kami yang paling engkau cintai?” Nabi begitu
terkejut mendengar pertanyaan salah satu istrinya, lalu tersenyum tulus. “Baik, tapi tidak aku
jawab sekarang dan kembalilah esok!” Ucap Nabi. Lalu para istri Nabi itu kembali dengan
menyimpan penasaran mendalam di hatinya.
Tanpa sepengetahuan istri Nabi satu dengan istri yang lainnya, Nabi memasuki setiap rumah
dari mereka. Nabi dengan sepenuh hati memberikan cincin dan cintanya dengan pasti pada
setiap istri yang beliau masuki rumahnya. Mereka hanya senang dan tak tahu bahwa Nabi
juga memasuki rumah dan memberikan cincin pada istri yang lain.
Tibalah pertemuan yang mereka janjikan itu.
“Baiklah, aku akan memberitahu siapa diantara kalian yang paling aku cintai.”
Semua wajah dari para Ummahatul Mukminin itu terlihat sangat penasaran. Berharap mereka
yang dituju dari pertanyaan yang diaju. Nabi meneruskan ucapannya.
“Istri yang paling aku cintai adalah ia yang aku beri cincin.” Seyum mereka merekah.
Wajahnya cerah. Akhlak Nabi sungguh indah. Allahumma Sholi Ala Sayyidina Muhammad.
Cukup sulit menghadapi para Istri dengan sifat yang berbeda. Nabi juga merasakan itu
semua. Tapi, sifat Fathonah Nabi selalu menjadi jalan keluar dari segala penghalang. Kenapa
harus risau? Bukan semua ini atas ridho Allah? Bahkan, ucapan.
‫َو َم ا َيْنِط ُق َع ِن اْلَهٰو ى‬
“Dan tidak pula berucap (tentang Al-Qur’an dan penjelasannya) berdasarkan hawa nafsu(-
nya).” (QS. An-Najm ayat 3).
Tak sulit bagi Nabi untuk menciptakan keluarga yang harmonis, karena Nabi juga merupakan
seorang suami yang romantis. Terutama pada Sang Humairo, Sayyidah Aisyah binti Abu
Bakar Sidiq. Banyak hal romantis antara Nabi dan Sayyidah Aisyah yang mungkin saja
membuat cemburu para Ummahatul Mukminin, juga pasangan suami istri di luar sana.
Selain Humairo, ternyata Nabi juga memiliki panggilan cinta yang lain pada Sayyidah
Aisyah. Aisy atau Uwaisy adalah penggalan dari nama Aisyah yang merupakan nama
kecilnya juga. Bahkan saat marah, Nabi pun selalu menenangkannya dengan tulus,
"Ketika Aisyah marah, maka Nabi SAW mencubit hidungnya dan berkata, "Wahai 'Uwaisy
(panggilan kecil Aisyah), katakanlah, 'Ya Allah, Tuhan Muhammad, ampunilah dosaku,
hilangkanlah kemarahan di hatiku dan selamatkanlah aku dari fitnah yang menyesatkan.”
Bahkan dalam hal makan dan minumpun selalu, Nabi pun selalu menciptakan kesan
romantis,
”Terkadang Rasulullah disuguhkan sebuah wadah (air) kepadanya, kemudian aku minum dari
wadah itu sedangkan aku dalam keadaan haid. Lantas Rasulullah mengambil wadah tersebut
dan meletakkan mulutnya di bekas tempat minumku. Terkadang aku mengambil tulang (yang
ada sedikit dagingnya) kemudian memakan bagian darinya, lantas Rasulullah mengambilnya
dan meletakkan mulutnya di bekas mulutku." (HR Ahmad)
Meskipun Sayyidah Aisyah takan mudah menyembunyikan rasa cemburunya pada sosok
Khadijah binti Khuwailid, tapi ia merasa paling beruntung. Selain terpilihnya menjadi salah
satu bagian dari Ummahatul Mukminin dan menjadi satu-satunya istri yang dinikahkan beliau
dalam kondisi perawan, ia, Sayyidah Aisyah bisa mencinta, menggenggam, dan
mengecupnya sampai di akhir hayat. Nabi menghembuskan nafas terkhirnya saat berada
dipangkuanya. Itulah saat dimana cinta Sang Humairo terbasuh air mata kesedihan yang sama
sekali tak bisa ia tuntut untuk segar ataupun manis.
Kisah cinta Nabi abadi dengan meninggalkan semua kenang bagi umat. Mengajarkan banyak
hal dalam hadits juga semua khazanah ilmu dalam agama ini. Semoga kita bisa menjadikan
Nabi sebagai tauladan dengan menjalankan semua ajaran dan kebiasaan. Meskipun dengan
perlahan. Allahumma shola ala sayyidina Muhammad!

***

Anda mungkin juga menyukai