Anda di halaman 1dari 10

ASPEK GEOGRAFI DAN SUMBER DAYA ALAM

Secara umum dalam SDA (Sumber Daya Alam, kondisi


topografi wilayah studi baik makro, meso, atau pun mikro sangat
beragam, namun didominasi oleh dataran rendah. Kemudian, apabila
dilihat baik secara makro, meso, atau pun mikro, intensitas curah hujan

BAB V
intensitas curah hujan di wilayah perencanaan termasuk dalam
kategori sedang. Sementara itu, persebaran jenis tanah di kabupaten
boyolali dan sekitarnya sangat bervariasi mulai dari litosol, andosol,
regosol, grumosol, dan alluvial. Rata-rata jenis tanah yang ada pada
wilayah perencanaan merupakan jenis tanah yang cocok sebagai
peruntukan guna lahan terbangun, terutama permukiman. Kemudian
di wilayah mikro, dilalui oleh dua DAS, yaitu DAS Serang dan DAS
Tuntang, yang didominasi oleh DAS Serang. Sementara itu, terdapat
daerah rawan bencana yang perlu diperhatikan, karena rawan
bencana akan mengakibatkan kerugian jika bencana tersebut terjadi.
Di wilayah perencanaan (Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro)
memiliki daerah rawan bencana berupa rawan banjir kekeringan, angin
kencang, dan kebakaran sebanyak 19 desa. Kemudian, pada wilayah
perkotaan, terutama kawasan perkotaan Juwangi memiliki guna lahan
hutan produksi oleh PERHUTANI, sehingga, di samping adanya rawan
bencana kekeringan di kawasan perkotaan Juwangi (Kelurahan
Juwangi dan Kelurahan Pilangrejo), namun juga merupakan desa
dengan kategori desa rawan terjadi kebakaran hutan.
Di samping itu, berdasarkan analisis GAP yang ada, terdapat
GAP terkait bencana kekeringan dimana terdapat perbedaan jumlah
hari hujan antara wilayah mikro terhadap makro, dan juga GAP berupa
pola guna lahan terhadap jenis tanah yang ada di wilayah
perencanaan. seperti penggunaan lahan untuk tanah pertanian yang
pada dasarnya jenis tanah tersebut merupakan jenis tanah peruntukan
kawasan terbangun. Oleh karena itu, untuk menanggapi adanya
potensi dan masalah yang ada perlu adanya gagasan perencanaan
yang dapat mengatasi GAP yang ada, sehingga dapat meminimalisir
permasalahan dan memaksimalkan potensi-potensi di wilayah
perencanaan.

Studio Proses Perencanaan E | 219


ASPEK KEPENDUDUKAN
Dari aspek kependudukan pada lingkup meso, mikro dan
perkotaan pertumbuhan penduduk masih tergolong rendah. Apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali,
wilayah meso, mikro, dan perkotaan masih lebih rendah

BAB V
pertumbuhannya. Pertumbuhan penduduk yang rendah, dikarenakan
banyaknya penduduk yang bermigrasi keluar. Tingkat pertumbuhan
penduduk yang rendah tersebut, berdampak pula pada kepadatan
penduduknya. Kepatan penduduk di wilayah meso, mikro dan
perkotaan pun tergolong rendah.
Terdapat berbagai potensi dan permasalahan pada aspek
kependudukan berdasarkan analisis gap yang telah dilakukan. Dilihat
dari pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk wilayah meso
mikro dan perkotaan yang tergolong rendah, berpotensi dalam
penerapan dalam pengontrolan perkembangan kepadatan penduduk
mulai dari saat ini. Dan juga, dapat dilakukan pembangunan kawasan
permukiman-permukiman yang baru guna memenuhi kebutuhan
penduduk. Dengan melihat penduduk yang rendah pastinya
berkorelasi dengan jumlah lahan non terbangun yang masih luas.
Perpindahan atau mobilitas penduduk ke luar wilayah, yang
begitu besar proporsinya, mengakibatkan berbagai permasalahan
muncul. Apalagi sebagian besar penduduk yang bermigrasi keluar
adalah penduduk dengan usia produktif. Hal tersebut berdampak pada
tingginya angka ketergantungan serta berkurangnya sumber daya
manusia pada usia produktif yang seharusnya dapat menjadi potensi
dalam pengembangan ekonomi lokal.

ASPEK EKONOMI
Pada Aspek Ekonomi, dilakukan 2 jenis analisis pada skala
mikro yakni Analisis Agregat dan Analisis Intrawilayah. Perbedaan
yang mendasari ke-2 analisis tersebut yakni Analisis Agregat
menggunakan unit kecamatan, sedangkan analisis intrawilayah
menggunakan unit desa. Dilihat berdasarkan Analisis agregat dengan
unit analisis kecamatan, struktur ekonomi pada sektor tersier yang
terdapat di kawasan makro, meso dan mikro merupakan sektor yang
mendominasi bila dibandingkan sektor primer dan sekundernya.

Studio Proses Perencanaan E | 220


Sektor tersier sendiri terdiri dari sektor Perdagangan, Jasa, Angkutan,
dan Keuangan. Ditinjau berdasarkan nilai analisis LQ baik dalam skala
makro, meso dan mikro, sektor pertanian yang ada merupakan sektor
basis atau merupakan sektor yang terspesialisasi. Hal ini ditunjukkan
dengan perolehan nilai LQ yang lebih dari 1.

BAB V
Berdasarkan analisis intrawilayah dengan unit amatan desa,
Komoditas unggulan sektor perternakan terletak di Desa
Kedungpilang, Kecamatan Wonosegoro dengan jumlah sebesar 97128
ekor dalam satu tahun. Komoditas Peternakan merupakan komoditas
unggulan dan prioritas utama dari wilayah studi Juwangi, Kemusu,
Wonosegoro, hal ini dikarenakan besarnya kuantitas hasil produksi
yang dihasilkan oleh kecmatan-kecamatan wilayah studi. Dari sepuluh
sub sektor perternakan yang menjadi kontributor utama dalam lingkup
41 desa adalah sub sektor ayam pedaging dimana dihasilkan 146000
ekor tahun 2015 dengan persentase sebesar 36,2%. Sektor pertanian,
perkebunan, dan pertanian lainnya termasuk dalam kualifikasi sektor
unggulan. Dimana Desa Kendel, Kecamatan Kemusu sebagai
kontributor utama menyumbang sebesar 4.86% dengan jumlah 93733
kwintal di tahun 2015. Untuk rincian sektornya, ubi kayu menjadi
kontributor utama pada lingkup 41 desa dengan persentase sebesar
32,35%. Dari hasil analisis intrawilayah diketahui bahwa sektor
perdagangan jasa, dan angkutan merupakan sektor yang
terspesialisasi.
Rendahnya pendapatan per kapita pada berpotensi
menimbulkan permasalahan untuk 20-30 tahun kedepan. pada tahun
2011 angka pendapatan perkapita baru menyentuh angka 7,03 juta
rupiah yang apabila dibandingkan dengan standar menurut world bank,
pendapatan perkapita seharusnya sebesar 9,5 juta rupiah pertahun.
Jika tidak diantisipasi maka pendapatan yang rendah tersebut akan
menghambat aktivitas perekonomian salah satunya produksi sektor
akan menurun dan berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi
sehingga wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro akan menjadi
tertinggal. Pendapatan perkapita bergantung pada nilai PDRB ADHB
dimana nilai tersebut dipengaruhi banyak hal dan berujung pada
struktur ekonomi. Pada tahun 2011, sektor tersier di wilayah Juwangi,
Kemusu, dan Wonosegoro memiliki kontribusi yang cukup besar

Studio Proses Perencanaan E | 221


sebanyak 47,8% dan menuruti hasil proyeksinya pada tahun 2035
yaitu sebesar 52,5% artinya masih terdapat selisih 4,7% pada 30 tahun
kedepan. Hal ini menandakan bahwa berdasarkan pertumbuhan
kontribusi sektor, dapat diperkirakan terjadi peningkatan setiap
tahunnya, yang akan menimbulkan masalah jika tidak di fasilitasi oleh

BAB V
pemerintah.
ASPEK TATA GUNA LAHAN
Dilihat dari aspek tata guna lahan baik pada wilayah makro,
meso, mikro, maupun perkotaan penggunaan lahannya masih
didominasi oleh lahan non terbangun khususnya persawahan, tegalan,
dan hutan/belukar. Sedangkan untuk lahan terbangun khususnya
permukiman terpusat pada kota kota pada wilayah makro seperti
pada Kota Surakarta, Kota Salatiga, serta pada perkotaan perkotaan
di wilayah meso dan mikro seperti perkotaan Juwangi, Wonosegoro,
Boyolali, Ampel, Cepogo, dan sebagainya.
Berdasarkan analisis gap yang dilakukan maka dapat
diturunkan menjadi potensi tata guna lahan baik di wilayah mikro
maupun perkotaan yaitu masih tersedia lahan yang luas untuk
dikonversi (pembangunan fisik), adanya sawah berkelanjutan yang
vital bagi perekonomian masyarakat, adanya lahan peruntukan industri
yang berpotensi besar untuk mempercepat pemerataan pembangunan
pada lahan yang ada serta kesadaran masyarakat akan pembangunan
pada lahan peruntukan sudah tinggi. Sedangkan untuk permasalahan
dari aspek tata guna lahan khususnya di wilayah mikro dan perkotaan
yaitu pola permukiman yang cenderung linier (hanya berfokus dipinggir
jalan raya) sehingga berpengaruh pemerataan pembangunan seperti
infrastuktur khususnya bagi wilayah wilayah yang jauh dari jalan raya
serta tidak adanya RTH pada wilayah perencanaan sebagai ruang
publik maupun rekreasi. Diharapkan dengan gagasan perencanaan jitu
dan tepat yang salah satunya adalah pembentukan cluster
permukiman yang terintegrasi maka potensi dari tata guna lahan dapat
dimaksimalkan dan permasalahan dapat dihilangkan pada wilayah
perencanaan di tahun tahun yang akan datang.

Studio Proses Perencanaan E | 222


ASPEK INFRASTRUKTUR
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa Ketersediaan sarana Pendidikan pada kecamatan
Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro belum memenuhi kebutuhan
masyarakat baik dari jumlah fasilitas maupun jangkauan pelayanan.

BAB V
Sarana peribadatan yang tersedia di Kecamatan Juwangi, Kemusu
dan Wonosegoro telah memenuhi standar dan kebutuhan masyarakat
setempat baik dari jenis sarana peribadatan Musholla, Masjid maupun
Gereja. Dalam pemenuhan air bersih pada kecamatan Juwangi,
Kemusu dan Wonosegoro menggunakan sumur arthesis pribadi
karena pada wilayah tersebut belum teraliri PDAM. Dan, Mayoritas
masyarakat Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro telah menggunakan
MCK pribadi sehingga sudah jarang ditemui ketersediaan WC umum
yang berada pada wilayah Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro.
Pada kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro sebagian
besar rumah tangga sudah teraliri listrik dari PLN, namun masih
terdapat beberapa rumah tangga yang belum teraliri listrik secara
individu maupun belum teraliri listrik sama sekali. Meskipun demikian,
telah terdapat BTS (Base Transciever Station) pada kawasan
perkotaan Wonosegoro yang dapat memfasilitasi komunikasi nirkabel
antara piranti komunikasi dan jaringan operator. Di kecamatan
Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro ketersediaan saluran Drainase
pada wilayah perkotaan Juwangi dan Wonosegoro belum memadai
sehingga mengakibatkan banjir ketika hujan lebat. Sistem
persampahan yang ada pun mengguakan TPS pribadi dengan
membuat galian pada setiap rumah, hal tersebut terjadi karena tidak
tersedianya TPS baik di wilayah Juwangi, Kemusu maupun
Wonosegoro.
Sarana Kesehatan yang tersedia mayoritas adalah Puskesmas
dan Praktek Dokter yang telah mampu memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat Juwangi, Kemusu da Wonosegoro. Namun,
untuk ketersediaan Posyandu masih kurang pada setiap desa di tiga
kecamatan tersebut. Sedangkan, untuk ketersediaan sarana
perdagangan dan jasa yang berguna memenuhi kebutuhan sehari-hari
masyarakatnya sudah tercukupi dari jenis pasar. Untuk jenis warung

Studio Proses Perencanaan E | 223


maupun toko masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan
standart yang harus dipenuhi.
ASPEK SISTEM AKTIVITAS
Sistem Aktivitas terbagi menjadi 2 yaitu aktivitas non ekonomi
dan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi contohnya adalah aktivitas

BAB V
pertanian dan aktivitas industri. Aktivitas non ekonomi seperti mobilitas
penduduk, infrastruktur dan sosial. Dominansi aktivitas pertanian di
wilayah JKW dikarenakan besarnya persentase lahan pertanian di
wilayah studi, seperti contohnya wilayah Juwangi yang memiliki total
penggunaan lahan pertanian sebesar 57% dengan lahan sawah irigasi
sebesar 7%, sawah tadah hujan 9% dan Kebun 41%. Mayoritas
masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, hal ini dibuktikan
dengan banyaknya jumlah petani di Wilayah JKW yaitu 59.081 jiwa.
Terkait dengan bibit, bibit diperoleh dari subsidi pemerintah dan
sebagian dari toko-toko kecil. Distribusi hasil produksi kebanyakan di
ekspor ke luar wilayah Kabupaten Boyolali. Di wilayah JKW terdapat
beberapa macam jenis industri yang tumbuh dan berkembang, baik itu
industri besar, menengah maupun industri kecil, diantaranya adalah
industri produksi anyaman, produksi minyak atsiri, arang kayu, batu
split, produksi gethuk, gula, gula kelapa, kerupuk,konveksi tas, rogo-
rigi, serta produksi tahu tempe
Sistem aktivitas non ekonomi seperti mobilitas penduduk,
banyak usia produktif yang bermigrasi keluar. Adanya hal ini membawa
potensi dan masalah, masalah yang berasal dari mobilitas penduduk,
konektivitas serta aksesibilitas yang masih sulit. Mobilitas masyarakat
yang tinggi membawa suatu potensi yaitu adanya remitan yang
dihasilkan oleh para emigran dimana remitan tersebut dikrimkan ke
desa dan digunakan untuk pembangunan desa. Disamping itu dari segi
aksesibilitas, infrastruktur jalan masih rusak dan hal ni membuat sulit
dalam pendistribusian hasil produksi. Gagasan perencanaan yang
dapat diupayakan, salah satunya adalah dengan cara adanya
kebijakan pembatasan penduduk migrasi masuk atau pun keluar
dengan intensitas atau kapasitas tertentu, sehingga diharapkan
adanya keseimbangan dan kestabilan pertumbuhan penduduk atau
pun perkembangan wilayah di Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan

Studio Proses Perencanaan E | 224


Wonosegoro itu sendiri. Perbaikan jalan di wilayah mikro juga sangat
penting untuk menujang kegiatan pendistribusian hasil pertanian.

ASPEK SOSIAL BUDAYA


Dilihat dari aspek pendidikan, SDM di wilayah makro, meso,
maupun mikro masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan

BAB V
prosentase pendidikan sarjana yang masih kecil. Akibatnya pekerjaan
penduduk yang paling mendominasi adalah sektor pertanian karena di
sektor inilah yang mampu menampung masyarakat yang hanya
memiliki kualitas seperti yang dimiliki masyarakat wilayah makro, meso
mapun mikro.Hal ini juga berakibat pada tingkat kesejahteraan di
wilayah makro, meso dan mikro. Banyaknya keluarga prasejahtera dan
tingginya kesenjangan sosial di ketiga wilayah tersebut mengakibatkan
tingkat kesejahteraannya masih rendah. Namun di beberapa desa
kegiatan lembaganya seperti PKK dan kelompok tani sudah mulai rutin
melaksanakan kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di desanya dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan
bayi, balita dan lansia, kegiatan penyuluhan pertanian dan juga
kegiatan yang dapat meningkatkan kekereatifan masyarakatnya.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan skill, kesehatan maupun
pendidikan di setiap desanya
Dalam aspek budaya, ketiga wilayah tersebut memiliki banyak
potensi yang dapat dimanfaatkan dan dipertahankan. Budaya-budaya
tersebut dijadikan untuk meningkatkan sektor pariwisata di ketiga
wilayah tersebut, seperti Kompleks Pentirtaan Cabean Kunti yang
terletak di Kabupaten Boyolali yang sudah banyak dikunjungi
masyarakat baik dari dalam daerah maupun dari luar daerah. Selain
tempat-tempat peninggalan budaya, kesenian-kesenian seperti
Tarian-tarian akan menambah potensi wilayah tersebut.

GAGASAN PERENCANAAN
MENGEMBANGKAN INDUSTRI PADAT KARYA
Pengembangan industri padat karya di wilayah JKW
direkomendasikan karena dengan adanya pengembangan industri
padat karya ini akan menambah lapangan pekerjaan dan menambah
investor. Gagasan perencanaan ini diharapkan dapat meyelesaikan

Studio Proses Perencanaan E | 225


tingginya migrasi keluar oleh usia produktif sehingga pemgembangan
ekonomi lokal dapat teratah dan pendapatan masyaarakat juga dpaat
meningkat dengan industri produktif
MEMBANGUN SARANA PENDIDIKAN DAN
PERSAMPAHAN SERTA MEMPERBAIKI PRASARANA

BAB V
JALAN
Terdapat 3 kata kunci di dalam gagasan perencanaan kedua ini,
yaitu sarana pendidikan, persampahan dan prasarana jalan. Sarana
pendidikan diperlukan dalam pememhuhan kebutuhan dan
peningkatan kualitas SDM di lingkup mikro. Selain itu, ketersediaan
sarana pendidikan untuk tahun 2025 dan 2035 diperkirakan belum
memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Kekurangan fasilitas
sekolah dimasa yang akan datang di dominasi oleh tingkat pendidikan
TK, SMA dan PT. Sedangkan, ketersediaan prasarana persampahan
pada tahun 2025 dan 2035 kemungkinan sudah terpenuhi dikarenakan
kebijakan-kebijakn wilayah terkait mulai mencanangkan pembuatan
TPS agar warga tidak membuang sampah ke sungai dan sekitarnya.
Jaringan jalan yang ada pada wilayah Juwangi, Kemusu dan
Wonosegoro dilalui jalan kolektor primer dan kolektor sekunder dengan
kondisi jalan yang rusak pada beberapa titik ruas jalan. Kondisi jalan
rusak, berlubang dan tidak rata diakibatkan oleh tingkat mobilitas yang
tinggi karena jumlah penduduk yang semakin meningkat. Kondisi
tersebut diperkirakan belum terselesaikan untuk beberapa tahun
kedepan, mengingat lahan yang digunakan sebagai jalan adalah lahan
perhutani. Oleh karena itu dibutuhkan gagasan perencanaan untuk
mmeperbaiki prasarana jalan.

MEMBANGUN SISTEM PERINGATAN DINI BENCANA


Sistem peringatan dini bencana diharapkan dapat mengurangi
dampak terjadinya bencana di wilayah JKW. Wilayah JKW beresiko
terkena bencana seperti banjir, angin kencang, kekeringan, dan
kebakaran hutan.

Studio Proses Perencanaan E | 226


MEMBANGUN CLUSTER PERMUKIMAN YANG SALING
TERINTEGRASI
Tujuan dari adanya gagasan perencanaan diatas adalah agar
penggunaan lahan di wilayah JKW lebih efesien JKW dan
mempermudah penempatan sarana prasarana penunjang dan

BAB V
pemenuhan jangkauan pelayanan sarana prasarana.

Studio Proses Perencanaan E | 227


BAB V

Studio Proses Perencanaan E | 228

Anda mungkin juga menyukai