Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah.
Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian nilai ekonomis dalam
pembangunan. Dalam hal ini dampak buruk yang diakibatkan oleh sanitasi yang buruk dapat berpengaruh pada
penurunan citra kabupaten/kota sebagai tujuan wisata, tujuan investasi maupun menurunnya kesejahteraan
masyarakat secara umum. Disamping itu kesalahan pembangunan yang tidak seimbang dapat menyebabkan
adanya beberapa permasalahan lingkungan baik berupa banjir, pencemaran, dan lain-lain.
Demikian pula dengan keadaan lingkungan fisik dan biologis permukiman di Indonesia pada umumnya
yang masih belum baik. Masih banyak ditemui penduduk yang melakukan BABS karena akses sanitasi yang
kurang baik, buruknya kualitas lingkungan akibat pembuangan sampah sembarangan yang membuat sungai dan
air tanah tercemar, tingginya penderita diare dan lain sebagianya. Keadaan ini ditunjang pula dengan masih
sedikinya penduduk yang dapat menikmati layanan air bersih dan fasilitas penyehatan lingkungan.
Hal tersebut umumnya terjadi akibat dari banyaknya aktivitas manusia yang memiliki dampak buruk bagi
kualitas lingkungannya akibat dari perilaku manusia itu sendiri, baik dari pengelolaan sampah, pengelolaan air
limbah, pengelolaan drainase dan pengelolaan sistem MCK-nya. Juga akibat kepedulian masyarakat yang rendah
terhadap kebersihan lingkungannya.
Sanitasi lingkungan merupakan hal yang sangat penting, yang selama ini kurang mendapatkan perhatian
yang serius, dimana tingkat kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan kondisi sosial ekonomi dan
lingkungan. Pembangunan sosial ekonomi yang baik akan mempengaruhi kualitas lingkungan dan sebaliknya
kualitas lingkungan juga akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan sebagai modal dasar dalam
pembangunan.
Permasalahan sanitasi yang dihadapi Kabupaten Kulon Progo pada umumnya hampir sama dengan
kota-kota lainnya. Dibidang drainase masih adanya genangan-genangan air akibat dari pendangkalan dan lebar
sungai yang tidak sesuai dengan tingginya curah hujan. Khusus kawasan permukiman padat perkotaan, genangan
sering terjadi karena sistem drainase jalan dan kawasan permukiman kurang terawat dan tidak berfungsi dengan
baik. Salah satu penyebabnya adalah kebiasaan masyarakat membuang sampah pada sungai atau saluran.
Permasalahan air limbah akan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat sekitar.
Sumber air limbah dapat berasal dari air limbah pemukiman yang terdiri dari air limbah domestik (rumah tangga)
yang berasal dari air sisa mandi, sisa cuci, dapur, tinja manusia dan lain sebagainya dari lingkungan pemukiman
serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah ini
perlu dikelola dengan benar agar tidak mencemari air permukaan dan air tanah, disamping untuk pencegahan
terhadap berbagai jenis penyakit, seperti diare, thypus, kolera, dll. Di bidang persampahan masih belum semua
kawasan perkotaan dan permukiman padat terlayani pengelolaan sampahnya dan masih banyaknya desa yang
belum memiliki sistem penyediaan air bersih yang memadai, dan sistem sanitasi yang baik.
Dari hal diatas, maka Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui program percepatan pembangunan
sanitasi permukiman berusaha untuk memperbaiki kondisi ini dengan konsep pemberdayaan masyarakat.
Program ini diharapkan dapat melibatkan peran serta pemerintah, stakeholder dan masyarakat yang dimulai dari
tahap perencanaan, implementasi sampai dengan tahap pemanfaatan dan pemeliharaan serta monitoring dan
evaluasi. Dengan adanya peran serta dari masyarakat diharapkan timbul rasa memiliki terhadap hasil
pembangunan sehingga program ini dapat berhasil. Untuk itu diperlukan kumpulan data yang akurat terkait
dengan sanitasi di Kabupaten Kulon Progo meliputi data dan kondisi faktual, potensi dan permasalahannya yang
tertuang dalam Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Kulon Progo Tahun 2012 sebagai profil dan
gambaran pemetaan karakteristik dan kondisi sanitasi, serta prioritas/arah pengembangan kabupaten dan
masyarakat Kulon Progo jangka menengah.
Memasuki tahun 2015, Pemerintah Indonesia akan memasuki periode RPJMN baru 2015-2019 yang
menetapkan target baru yaitu 100% (universal access) akses sanitasi layak di akhir tahun 2019. Dalam upaya
untuk mencapai target tersebut dirasakan pentingnya Kabupaten Kulon Progo memiliki dokumen strategi sanitasi
yang berkelanjutan. Untuk itu Pokja Air Minum Penyehatan Lingkungan Kabupaten Kulon Progo melalui Program
Percepatan Pembangunan Sanitasi tahap kedua melakukan Pemutakhiran SSK pada tahun 2015 ini.
Dokumen Pemutakhiran SSK Kabupaten Kulon Progo tahun 2016-2020 disusun dengan merujuk pada
dokumen SSK yang sudah ada dan lebih difokuskan pada upaya untuk mengimplementasikan program dan
kegiatan jangka menengah dalam upaya mencapai universal access. Untuk memastikan dokumen Pemutakhiran
1
SSK dapat diimplementasikan maka dalam proses penyusunannya disinkronkan dengan dokumen-dokumen
perencanaan yang ada di kabupaten seperti RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD yang digambarkan pada
bagan berikut ini.
Gambar 1.1 Kedudukan Dokumen Pemutakhiran SSK dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
Pemutakhiran SSK Kabupaten Kulon Progo, tidak boleh lepas dari semua dokumen perencanaan yang
ada di daerah, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD), maupun Rencana Strategis (Renstra) SKPD Pengampu masalah pembangunan
Sanitasi.
Penyusunan RPJMD Kulon Progo 2011-2016 mempunyai hubungan dan konsisten dengan dokumen
perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan pasal 5 UU No 25 tahun 2004. RPJMD Kabupaten Kulon
Progo 2001-2016 harus mengacu pada RPJM Nasional 2010-2014 dan RPJMD Provinsi DIY 2009-2013 yang
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Kabupaten Kulon Progo. Untuk menjaga kesinambungan
pelaksanaan pembangunan daerah, RPJMD Kulon Progo 2011-2016 berpedoman pada RPJPD Kulon Progo
2005-2025. RPJMD Kulon Progo 2011-2016 digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan Rencana Strategis
Satuan Kerja Perangkat Daerah, Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Kabupaten Kulon Progo.
Sebagai bagian dari sistem perencanaan pembangunan, Pemutakhiran SSK Kabupaten Kulon Progo
memuat perencanaan pembangunan sanitasi untuk 5 tahun ke depan (2016-2020). Pemutakhiran SSK harus bisa
mewarnai RPJMD Kulon Progo 2011-2016. Sehingga nantinya seluruh rencana pembangunan sanitasi dapat
dibreak down oleh SKPD-SKPD teknis dalam pelaksanaan pembangunan sanitasi, dan selanjutnya dituangkan ke
dalam Rencana Kerja SKPD. Dengan demikian arah pembangunan sanitasi bersifat menyeluruh bersinergi dan
terpadu.
Menurut Perda RTRW No. 1 Tahun 2012 , rencana sistem pusat kegiatan wilayah Kabupaten Kulon
Progo meliputi sistem perkotaan dan sistem perdesaan. Dalam sistem pusat kegiatan, pusat permukiman adalah
kawasan perkotaan yang merupakan pusat kegiatan sosial ekonomi masyarakat, baik pada kawasan perkotaan
maupun pada kawasan perdesaan. Dalam sistem internal perkotaan, pusat permukiman adalah pusat kegiatan
perkotaan.Berikut ini merupakan rencana pengembangan sistem perkotaan Kabupaten Kulon Progo seperti yang
tertulis dalam Raperda Kabupaten Kulon Progo tentang RTRW tahun 2011-2031 :
a. pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) berada di Perkotaan Wates;
b. pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) meliputi:
1. Perkotaan Temon;
2. Perkotaan Brosot;
3. Perkotaan Sentolo;
4. Perkotaan Nanggulan; dan
5. Perkotaan Dekso.
c. pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi:
1. Perkotaan Panjatan;
2. Perkotaan Lendah;
2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
3. Perkotaan Kokap;
4. Perkotaan Girimulyo;
5. Perkotaan Kalibawang; dan
6. Perkotaan Samigaluh.
Rencana fungsi pusat pelayanan sistem perkotaan meliputi:
a. PKWp Perkotaan Wates dengan fungsi pelayanan pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, olahraga,
perdagangan, dan jasa;
b. PKL Perkotaan Temon dengan fungsi pelayanan sebagai kawasan pertanian, pariwisata, industri,
perkebunan, dan agropolitan;
c. PKL Perkotaan Brosot dengan fungsi pelayanan sebagai kawasan pariwisata, industri, dan
pertambangan;
d. PKL Perkotaan Sentolo dengan fungsi pelayanan sebagai kawasan industri, perkebunan, dan
peternakan;
e. PKL Perkotaan Nanggulan dengan fungsi pelayanan sebagai kawasan perikanan, pertanian, dan
agropolitan; dan
f. PKL Perkotaan Dekso dengan fungsi pelayanan sebagai kawasan pertanian, perkebunan, dan
agropolitan.
Perkotaan yang akan ditetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) meliputi:
perkotaan Temon;
perkotaan Wates;
perkotaan Panjatan;
perkotaan Galur;
perkotaan Lendah;
perkotaan Sentolo;
perkotaan Kokap;
perkotaan Nanggulan;
perkotaan Girimulyo;
perkotaan Kalibawang; dan
perkotaan Samigaluh.
1.2. Metodologi Penyusunan
Dokumen Pemutakhiran SSK Kabupaten Kulon Progo disusun berdasarkan karakteristik daerah dan
melibatkan sebanyak mungkin pelaku dari berbagai unsur dengan tetap melibatkan peran serta masyarakat dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan awal yang dilaksanakan dalam tahapan penyusunan
dokumen ini berupa rapat internalisasi Pokja Air Minum Penyehatan Lingkungan, lokakarya, dialog dan pertemuan
dengan lembaga yang terkait. Diharapkan dapat menghasilkan rencana kerja, jadwal, data, dukungan politis dan
pendanaan dalam penyusunan dokumen Pemutakhiran SSK Kabupaten Kulon Progo.
Pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam penyusunan dokumen Pemutakhiran SSK Kabupaten
Kulon Progo dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sumber Data
1) Pengumpulan data dan dokumen dari masing-masing SKPD yang terkait, baik langsung atau tidak
langsung seperti data statistik, laporan, Renstra SKPD, RPJMD, BPS, SSK, MPS.
2) Narasumber, baik dari instansi pemerintah yang terkait, pihak swasta, tokoh masyarakat dan
masyakat sipil.
3) Survey studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment =
EHRA) dengan menyebarkan kuisioner kepada masyarakat.
4) Kajian Sanitasi Sekolah, Kajian Peran Swasta, Kajian Peran Serta Masyarakat, Kajian Komunikasi
dan Pemetaan Media.
b. Pengumpulan Data
1) Studi literatur dan data sekunder
2) Melakukan observasi dan wawancara responden
3) FGD (Focus Group Discussion)
c. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif yaitu
membandingkan data dengan kondisi sebenarnya.Sedangkan analisia kuantitatif dihasilkan dari data
penentuan area dengan resiko tinggi yaitu diperoleh dari studi atau survei EHRA.
3
10)
l.
Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 32 Tahun 2000 Tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair
Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Bupati Kulon Progo
1) Perda Kab. Kulon Progo no. 04/1988 tentang Penetapan Batas Wilayah kota kabupaten Kulon
Progo
2) Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 8 tahun 1993 tentang Bangunan
3) Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025.
4) Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pengawasan dan
Pemeriksaan Kualitas Air.
5) Perda Kab. Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
6) Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan.
5) SK Bupati No. 691/1991 tentang Pembentukan Badan Pengelola Kebersihan Kota
6) SK Bupati No. 245/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Penunjukan Tanah Pangonan di Desa
Ringinardi sebagai TPA
7) SK Bupati No. 138/ A/ 2015 tanggal 1 April 2015 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perencanaan
Bidang Perhubungan, Pekerjaan Umum, Budaya dan Pariwisata, Jasa Konstruksi, Kelompok Kerja
Air minum Penyehatan Lingkungan dan Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman