BAB I
PENDAHULUAN
Permasalahan sektor sanitasi merupakan isu penting, terlebih di negara berkembang seperti
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional, pada tahun 2013 jumlah rumah
tangga di Indonesia yang telah memiliki sanitasi layak baru mencapai 59,71 %. Di daerah
perkotaan, persentase rumah tangga yang memiliki sanitasi layak tersebut baru mencapai 75 %.
Sedangkan di perdesaan jumlah rumah tangga dengan sanitasi layak baru mencapai 44 %. Jika
disandingkan dengan target MDG bidang sanitasi tahun 2015, maka nilai tersebut masih berada
di bawah target MDG. Untuk sektor sanitasi, kesepakatan target MDG tahun 2015 menetapkan
bahwa proporsi rumah tangga perkotaan dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak
yaitu sebesar 76,82 %, sedangkan untuk di perdesaan target proporsi rumah tangga yang
ditetapkan yaitu 55,55 %. Meninjau perbandingan target MDG dengan kondisi capaian saat ini,
tampak bahwa masih di perlukan effort besar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan sanitasi di Indonesia.
Persoalan di sektor sanitasi hampir dihadapi oleh semua Kabupaten/ Kota di Indonesia,
termasuk Kota Sorong. Kurangnya dukungan infrastruktur sanitasi yang memadai serta masih
rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup bersih menjadi salah satu
penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas sanitasi, baik dalam hal air limbah, persampahan,
maupun drainase permukiman. Hingga tahun 2013, kondisi sanitasi Kota Sorong masih berada
jauh di bawah target MDG. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Sorong, cakupan akses
pelayanan Sistem Penyaluran Air Limbah (SPAL) di Kota Sorong pada tahun 2013 baru
mencapai 37,23 %. Sedangkan dalam hal persampahan, wilayah pelayanan kebersihan eksisting
di Kota Sorong pada tahun yang sama baru mencapai 13,21 %. Begitupula dalam hal drainase
permukiman, banjir tahunan yang kerap terjadi di Kota Sorong menunjukkan masih buruknya
sistem drainase permukiman eksisting.
Dilatarbelakangi hal tersebut, Pemerintah Kota Sorong terus melakukan berbagai upaya
perbaikan kondisi sanitasi di Kot Sorong, salah satunya yaitu melalui pernyataan komitmen
untuk tergabung dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).
Pernyataan komitmen Kota Sorong tersebut ditindaklanjuti oleh surat Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat kepada Direktur Permukiman dan
Perumahan Bappenas (selaku ketua Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Nasional)
perihal pernyataan minat Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua Barat untuk ikut menjadi peserta
program PPSP Tahun 2014. Dalam perkembangan selanjutnya, dengan terbitnya Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 648-112/Kep/Bangda/2014 tentang Perubahan
Kedua Atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 648-1726/Kep/Bangda/2013 tentang
Penetapan Kabupaten atau Kota Sebagai Peserta Program Percepatan Pembangunan Sanitasi
Permukiman Tahun 2014, Kota Sorong resmi tergabung dalam Program PPSP Tahun 2014.
Program PPSP pada dasarnya merupakan program perbaikan sanitasi permukiman yang
dilakukan dengan menggunakan prinsip berdasarkan data aktual, berskala kota/kabupaten,
disusun sendiri oleh kabupaten/ kota (dari, oleh dan untuk kabupaten/ kota) serta menggunakan
pendekatan bottom-up dan top-down. Dengan status kepesertaan Kota Sorong dalam Program
PPSP tersebut, maka mengikuti alur hirarki dalam Program PPSP, Pemerintah Kota Sorong
diwajibkan untuk membentuk kelompok kerja khusus yang dapat berperan sebagai
koordinator, advisor dan fasilitator pada Program PPSP Kota Sorong tahun 2014. Sebagai
koordinator dalam hal ini memiliki pengertian bahwa selama kegiatan PPSP kelompok kerja
akan berperan dalam mengkoordinasikan perencanaan pembangunan sanitasi di Kota Sorong.
Sebagai advisor, kelompok kerja akan berperan dalam menyusun Buku Putih Sanitasi (BPS) dan
Strategis Sanitasi Kota (SSK), serta memberikan input strategis pada Pemerintah Kota Sorong
dalam rangka meningkatkan kinerja pembangunan sanitasi. Sedangkan sebagai fasilitator,
kelompok kerja akan berperan dalam memfasilitasi peningkatan kesadaran dan komitmen dari
berbagai stakeholder utama sanitasi di tingkat kabupaten untuk terlibat dalam pembangunan
sanitasi, serta memfasilitasi pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi sanitasi di Kota
Sorong. Melalui Keputusan Walikota Nomor 658/704 tanggal 13 Mei 2013, Pemerintah Kota
Sorong membentuk Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan seiring terbitnya
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 660/4919/SJ tentang Pedoman Pengelolaan
Program PPSP di Daerah.
Sebagai tahap awal untuk menciptakan perbaikan kondisi sanitasi di Kota Sorong, Kelompok
Kerja Sanitasi Kota Sorong melakukan pemetaan kondisi sanitasi eksisting. Pemetaan tersebut
di anggap perlu dan penting dilakukan sebagai patokan untuk menentukan parameter sejauh
mana upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sanitasi Kota
Sorong sehingga dapat sesuai target yang ditetapkan. Baik itu target Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Sorong, target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Provinsi (RPJMP) Papua Barat, target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN), maupun dengan target MDG di sektor sanitasi. Pada proses pelaksanaannya,
pemetaan kondisi eksisting sanitasi Kota Sorong ini dilakukan melalui beberapa tahapan
kegiatan, dimana setiap tahapan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Kota Sorong
secara terstruktur menyesuaikan dengan jangka waktu perencanaan Kota Sorong.
Hasil pemetaan berbagai kondisi eksisting sanitasi yang telah dilakukan, kelompok kerja
tuangkan ke dalam dokumen Buku Putih Sanitasi Kota Sorong. Tujuannya yaitu agar terbentuk
satu basis data sanitasi Kota Sorong yang komprehensif sehingga dapat menjadi dasar bagi
penyusunan strategi dan kebijakan sanitasi Kota Sorong kedepan. Harapannya, penyusunan
Buku Putih Sanitasi Kota Sorong ini dapat membawa kondisi sanitasi Kota Sorong ke arah yang
lebih baik dalam segi kuantitas maupun kualitas.
Buku Putih tersebut berisikan informasi yang lengkap tentang situasi dan kondisi sanitasi di
Kabupaten/Kota sebagai dasar untuk membuat perencanaan pengembangan sanitasi dimasa
mendatang. Tahapan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi antara lain :
1. Internalisasi dan penyamaan persepsi;
2. Penyiapan profil wilayah;
3. Penilaian profil sanitasi (sanitation assessment);
4. Penetapan prioritas pengembangan sanitasi; dan
5. Finalisasi buku putih.
Sanitasi didefinisikan sebagai suatu proses multi-langkah, Dimana berbagai jenis limbah
dikelola dari titik timbulan (sumber limbah), ke titik pemanfaatan kembali atau pemrosesan
akhir (Buku Referensi Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi: 2010). Mengacu kepada definisi
tersebut, sanitasi dapat dipahami sebagai suatu sistem yang membentuk suatu siklus dimana
limbah pada akhirnya merupakan suatu produk yang dapat memiliki nilai tambah. Dalam
sistem sanitasi, produk akan melalui beberapa tahapan (kelompok fungsional). Tiap kelompok
fungsional memiliki bentuk penanganan dan teknologi tersendiri.
Sanitasi pada dasarnya meliputi tiga sektor, yaitu sektor air limbah, sektor persampahan dan
sektor drainase tersier. Kelompok fungsional dalam sistem sanitasi berbeda- beda tergantung
pada sektor sanitasi dan tipikal tiap – tiap sektor sanitasi. Sistem pada pengolahan air limbah
setempat akan berbeda dengan sistem pada pengolahan air limbah terpusat. Demikian halnya
dalam hal persampahan, tergantung bentuk teknologi pengelolaan yang digunakan di suatu
wilayah.
Dalam pemilihan sistem dan pemilihan teknologi sanitasi terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi. Untuk pilihan sistem faktor- faktor tersebut meliputi faktor fisik, faktor
pengelolaan serta faktor keuangan dan pendanaan. Beberapa variabel yang berkaitan dengan
faktor fisik misalnya kepadatan penduduk, pemanfaatan lahan, kecocokan lahan dan topografi.
Sedangkan variabel yang berkaitan dengan faktor pengelolaan/ pengaturan antara lain
pengaturan sanitasi, pengelolaan kelembagaan serta kepemilikan asset. Adapun variabel-
variabel yang berkaitan dengan faktor finansial dan pendanaan antara lain kapasitas fiskal
kabupaten/ kota, serta dukungan dan mekanisme pendanaan.
Dalam hal pemilihan teknologi, beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain faktor biaya
modal dan biaya berulang, faktor lingkungan dan faktor budaya dan prilaku. Beberapa variabel
yang berkaitan dengan faktor lingkungan antara lain variabel resiko kesehatan serta
pemanfaatan air tanah dan air permukaan. Sedangkan variabel yang berkaitan dengan faktor
biaya modal dan biaya berulang antara lain variabel keterjangkauan serta variabel ketepatan
teknologi. Untuk faktor budaya dan prilaku, beberapa variabel terkait antara lain variabel
tingkat kesadaran masyarakat serta keterampilan manajemen masyarakat.
instalasi pengolahan air limbah bersifat komunal yang melayani beberapa rumah. Produk
air limbah yang di tampung di instalasi pengolahan air limbah komunal, untuk selanjutnya
dialurkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pusat.
b. Sistem Pengelolaan Persampahan
Aktivitas utama dalam pengelolaan sampah yaitu aktivitas pengumpulan dan pemrosesan akhir.
Ssistem Pelayanan Minimal Pekerjaan Umum mengklasifikasikan bentuk pengumpulan sampah
kedalam tiga kategori yaitu pengumpulan langsung pintu ke pintu, pengumpulan tidak langsung
serta pengumpulan secara hibrida yang merupakan kombinasi dari pengumpulan langsung
pintu ke pintu dengan pengumpulan tidak langsung. Dalam hal pemrosesan akhir, berdasarkan
UU 18/ 2008 tentang pengelolaan sampah, telah ditetapkan bahwa sejak 2012 tempat
pemrosesan akhir dengan sistem open dumping sudah tidak diperbolehkan lagi. Bentuk
pemrosesan akhir sampah sudah harus mulai bergeser ke bentuk controlled landfill dan sanitary
landfill.
c. Sistem Drainase
Sistem drainase terdiri dari dua kategori yaitu drainase mikro dan drainase sekunder. Drainase
mikro yaitu drainase yang terdiri dari drainase primer dan sekunder yang umumnya
dioperasikan oleh Provinsi atau Balai. Sedangkan drainase makro atau biasa disebut juga
drainase tersier yaitu drainase yang direncanakan, dibangun dan di rawat oleh Pemerintah
Kota. Berdasarkan sistemnya, drainase dikelompokkan menjadi tiga kategori sebagai berikut:
1. Sistem Gravitasi, yaitu sistem drainase yang mengalir mengikuti gaya gravitasi
2. Sistem Pemompaan, yaitu sistem drainase yang dilengkapi dengan pompa. Biasanya
digunakan di daerah yang berelevasi rendah sebagai bentuk pencegahan terhadap banjir.
3. Sistem Polder, yaitu sistem drainase yang biasa di gunakan di daerah yang berelevasi
rendah atau dapat pula di bawah permukaan laut dengan luas permukaan cukup luas.
Perbedaan dengan sistem pemompaan, pada sistem polder, pemompaan dilakukan
sepanjang tahun.
Wilayah studi dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Sorong ini yaitu wilayah
administratif Kota Sorong yang meliputi 6 kecamatan, dan 31 kelurahan.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada proses penyusunan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Sorong Tahun 2013 – 2017, dapat disimpulkan bahwa
beberapa isu yang dihadapi Kabupaten Bandung antara lain dalam bidang keamanan dan
ketertiban masyarakat, pelayanan publik, lingkungan hidup dan bencana, kualitas sumber daya
manusia, pembangunan perdesaan dan ketahanan pangan, infrastruktur wilayah dan tata ruang
serta kemiskinan. Berdasarkan isu permasalahan tersebut, visi Pemerintah Kota Sorong
sebagaimana dituangkan dalam RPJMD tahun 2013 – 2017 yaitu: “TERWUJUDNYA KOTA
SORONG SEBAGAI KOTA TERMAJU DI TANAH PAPUA ”
Adapun arti dan makna dari pernyataan Visi di atas adalah dengan pembangunan yang
dilakukan selama kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan Kota Sorong harus mampu dibawa
menjadi Kota yang termaju di tanah Papua, termaju disini adalah kemajuan di segala bidang
baik dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan
kehidupan kemasyarakatan. Kota Sorong harus selangkah di depan dari Kabupaten / Kota se
tanah Papua. Sebab sudah sejak awal terbentuknya provinsi Irian Jaya (sekarang Papua) Kota
Sorong telah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Irian Jaya waktu itu sebagai otonomi
percontohan di tanah Papua.
Dalam rangka pencapaian visi Kota Sorong tahun 2013 – 2017 yang telah dipaparkan diatas,
Kota Sorong menetapkan beberapa misi sebagai berikut:
3. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, sumber daya manusia merupakan prioritas
Pemerintah Daerah Kota Sorong dalam rangka meningkatkan aparatur yang berkualitas dan
profesional.
menyerap tenaga kerja yang berorientasi pada ekspor yang didukung dengan peningkatan
sumber daya manusia dan teknologi untuk memperkuat landasan pembangunan yang
berkelanjutan dan meningkatkan daya saing yag berorientasi pada globalisasi ekonomi.
8. Meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, untuk dapat menciptakan suasana yang
harmonis, tertib, damai serta nyaman bagi masyarakat Kota Sorong maka peran Pemerintah
Daerah Kota Sorong memberikan kesadaran tentang pemahaman ideologi kebangsaan dalam
rangka merkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
TABEL 1.1
RUMUSAN PENJELASAN MISI RPJMN KOTA SORONG
TAHUN 2013 – 2017
1 2 3 4
1.1 Terwujudnya 1.1.1 Meningkatnya Kualitas dan · Sarana dan Prasarana
Infrastruktur Dasar Kuantitas Sarana dan Perkotaan yang berkualitas;
Perkotaan Yang Prasarana Perkotaan · Jumlah sarana dan
Memadai prasarana bertambah.
1 2 3 4
2.1 Terwujudnya 2.1.1 Meningkatnya Kualitas · Kesejahteraan
Interaksi Sosial, Hidup dan Perlindungan masyarakat meningkat;
Kesetaraan dan Terhadap Perempuan dan · Kekerasan Dalam Rumah
Keadilan Gender Anak Tangga (KDRT) menurun.
2.2 Terwujudnya 2.2.1 Meningkatnya Pembinaan · Jumlah masyarakat
Pelayanan Sosial dan Pelayanan penyandang masalah
Yang Berkualitas Kesejahteraan Sosial sosial berkurang.
2.3 Terwujudnya 2.3.1 Meningkatnya Mutu dan · Menurunnya masyarakat
Derajat Kesehatan Jangkauan Pelayanan yang menderita gizi
Masyarakat Kesehatan buruk;
· Angka kematian ibu dan
anak menurun;
· Angka harapan hidup
meningkat;
· Obat dan
sarana/prasarana
kesehatan meningkat;
· Puskesmas, pustu dan
pusling bertambah.
2.3..2 Meningkatnya Partisipasi · Sarana dan prasarana
Masyarakat Menuju Keluarga kesehatan bertambah;
Yang Sehat, Mandiri dan · Masyarakat yang sehat
Sejahtera semakin bertambah;
· Bertambahnya tenaga
para medis.
1 2 3 4
4.1 Terwujudnya 4.1. Meningkatnya Pelayanan · PDRB;
Penguatan 1 Kebutuhan Barang dan Jasa · Lapangan kerja baru.
Ekonomi Yang Perekonomian
Berbasis
Kerakyatan
4.1. Meningkatnya Sarana dan · PDRB; dan
2 Prasarana Perekonomian · Lapangan kerja baru
1 2 3 4
4.2 Terwujudnya 4.2. Meningkatnya Produksi dan · PDRB meningkat.
Produktivitas 1 Mutu Pertanian
Pertanian
4.3 Terwujudnya 4.3. Meningkatnya Kualitas Tenaga · Jumlah pengangguran
Tenaga Kerja Yang 1 Kerja Mandiri menurun.
Terampil dan
Mandiri
4.3. Meningkatnya Perluasan dan · Sengketa tenaga kerja
2 Perlindungan Tenaga Kerja berkurang.
MISI V MENINGKATKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN YANG
BERKELANJUTAN
6.1 Terwujudnya 6.1. Meningkatnya Kualitas dan · Perda dan peraturan
Supremasi Hukum 1 Kuantitas Produk Hukum terkait lainnya.
Daerah
6.2. Meningkatnya Kesadaran dan · Keamanan dan ketertiban.
1 Kepatuhan Hukum Bagi
Masyarakat
7.1 Terwujudnya 7.1. Meningkatnya Kualitas · Efesiensi dan efektivitas
Penyelenggaraan 1 Perencanaan, Pelaksanaan dan anggaran.
Pemerintahan yang Pengawasan yang Akuntabel
Baik dan Bersih
7.1. Meningkatnya Akuntabilitas · Kinerja pemerintah
2 dan Kinerja DPRD daerah.
7.1. Meningkatnya Kepatuhan · Pedoman pengelolaan
3 Terhadap Pengelolaan keuangan daerah.
Keuangan Daerah
1 2 3 4
7.2 Terwujudnya 7.2. Meningkatnya Pelayanan · Partisipasi masyarakat.
8.1 Terwujudnya 8.1. Meningkatnya Kesadaran · Ketentraman dan
Stabilitas 1 Hidup Berbangsa dan ketertiban.
Keamanan dan Bernegara
Ketertiban
8.2 Terwujudnya 8.2. Meningkatnya Toleransi · Ketentraman dan
Kerukunan Antar 1 Kehidupan Beragama ketertiban.
Umat Beragama
1 2 3 4
MISI IX PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PARIWISATA, BUDAYA, PEMUDA, DAN OLAH RAGA
9.1 Terwujudnya 9.1. Meningkatnya Pengelolaan · PDRB;
Pengembangan 1 Pariwisata, Budaya, Seni, · PAD.
Pariwisata, Budaya, Pemuda dan Olah Raga
Seni, Pemuda dan
Olah Raga
9.1. Meningkatnya Pelestarian dan · Kearifan lokal.
2 Pengembangan Budaya Lokal
Maksud penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Sorong yaitu untuk memetakan kondisi sanitasi
Kota Sorong saat ini dalam rangka menciptakan baseline data bagi penyusunan Strategi Sanitasi,
monitoring dan evaluasi sanitasi Kota Sorong. Adapun tujuan penyusunan Buku Putih Sanitasi
Kota Sorong yaitu:
1. Menyediakan informasi faktual mengenai kondisi eksisting sarana prasarana sanitasi
beserta cakupan pelayanannya.
2. Memberikan informasi mengenai isu strategis, indikasi permasalahan dan potensi
sektor sanitasi Kota Sorong
3. Menyediakan informasi tentang pendanaan dan pembiayaan sektor sanitasi serta
partisipasi dunia usaha saat ini dalam bidang sanitasi di Kota Sorong.
4. Memberikan informasi mengenai program pengembangan sanitasi saat ini beserta
rencana kedepan.
5. Menyediakan basis informasi untuk menentukan kebijakan dan strategi sanitasi Kota
Sorong.
1.4. Metodologi
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi yaitu survey
data primer dan survey data sekunder.
1. Survey Data Primer;
2. Survey data primer dilakukan untuk mengumpulkan data primer. Teknik yang digunakan
dalam survey data primer ini meliputi penyebaran kuesioner, observasi/ pengamatan
lapangan, wawancara mendalam (depth interview);
3. Survey Data Sekunder; dan
4. Survey data sekunder dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang telah ada
sebelumnya. Teknik yang digunakan dalam survey data sekunder meliputi desk study (studi
literatur), survey data instansi dan rapat rutin dengan para pemangku kepentingan dalam
sektor sanitasi di Kota Sorong.
Metode analisis data yang digunakan dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota Sorong ini
adalah sebagai berikut:
1. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis statistic skalogram.
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan
kondisi sanitasi eksisting di Kota Sorong. Sedangkan analissis statistic skalogram digunakan
untuk menentukan hirarki dari kecamatan dan desa/ kelurahan berdasarkan kelengkapan
sarana, prasarana dan utilitasnya.
2. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan digunakan untuk mengidentifikasi kebijakan dan strategi sanitasi Kota
Sorong. Teknik analisis yang dipergunakan selain melalui tahap identifikasi strength,
weakness, opportunity and weakness (SWOT), juga digunakan teknik analisis isi (content
analysis) yang didasarkan pada dokumen resmi pemerintah atapun dokumen yang tidak
resmi tetapi dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
3. Analisis Proyeksi
Penyusunan Buku Putih Sanitasi di Kota Sorong didasarkan pada aturan-aturan dan produk
hukum yang meliputi:
1. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1982 tentang Pengaturan
Air;
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air;
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai;
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan;
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pengembangan Sistim Penyediaan
Air Minum;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
2. Keputusan Presiden
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 Tahun 1992 tentang
Persyaratan dan Pengawasan Kualitas Air.
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294/PRT/M/2005 tentang Badan
Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 69/PRT/1995 tentang Pedoman Teknis
Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
4. Keputusan Menteri
5. Petunjuk Teknis
a. Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis MCK
b. Petunjuk Teknis Nomor KDT 307.14 Man P judul Manual Teknis Saluran Irigasi.
c. Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Penerapan Pompa
Hidran Dalam Penyediaan Air Bersih.
d. Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Pengomposan Sampah
Organik Skala Lingkungan.
e. Petunjuk Teknis Nomor KDT 361.728 Pet I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Instalasi
Pengolahan Air Sistem Berpindah – pindah (Mobile) Kapasitas 0.5 Liter/detik.
f. Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.72 Pet B judul Petunjuk Teknis Pembuatan Sumur
Resapan.
g. Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.728 Pet D judul Pedoman Teknis Tata Cara Sistem
Penyediaan Air Bersih Komersil Untuk Permukiman.
h. Petunjuk Teknis Nomor KDT 363.728 Pet D judul Petunjuk Teknis Tata Cara
Pengoperasian Dan Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga Non
Kakus.
i. Petunjuk Teknis Nomor KDT 616.98 Ped I judul Pedoman Teknis Penyehatan
Perumahan.
j. Petunjuk Teknis Nomor KDT 627.54 Pan I judul Panduan Dan Petunjuk Praktis
Pengelolaan Drainase Perkotaan.
k. Petunjuk Teknis Nomor KDT 636.728 Pet. I judul Petunjuk Teknis Spesifikasi Kompos
Rumah Tangga, Tata cara Pengelolaan Sampah Dengan Sistem Daur Ulang Pada
Lingkungan, Spesifikasi Area Penimbunan Sampah Dengan Sistem Lahan Urug
Terkendali Di TPA Sampah.
6. Peraturan Daerah
a. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 14 tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan
Persampahan/Kebersihan;
b. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 25 tahun 2012 tentang Lingkungan Hidup;
c. Peraturah Daerah Kota Sorong Nomor 15 tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah di
Kota Sorong;
d. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 17 tahun 2013 tentang penyelenggaraan Higiene
Sanitasi Makanan dan Minuman di Tempat Pengelolaan Makanan;
e. Peraturan Daerah Kota Sorong tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Kota Sorong;
f. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 30 tahun 2013 tentang Pedoman Kerjasama
Pemerintah Daerah dengan Pihak Ketiga;
g. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 2 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha
h. Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 5 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Sorong Tahun 2012 – 2032;
1.5.2. Keterkaitan Buku Putih Sanitasi (BPS) dengan Dokumen Perencanaan Lainnya
Dokumen perencanaan pembangunan Kota Sorong yang saat ini menjadi landasan dalam
pelaksanaan pembangunan tahunan meliputi dokumen perencanaan jangka panjang yaitu
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Sorong 2005-2025 dan dokumen
perencanaan jangka menengah dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kota Sorong 2013-2017. Buku Putih Sanitasi akan menjadi salah satu dasar dalam
perumusan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang dilaksanakan setiap tahun. Dalam
perumusan RKPD ke depan selain didasarkan atas RPJPD dan RPJMD Kota Sorong , isue-isu
strategis dan BPS pun akan menjadi landasan dalam perumusan rencana kerja tahunan.
Buku Putih Sanitasi menyediakan data dasar yang esensial mengenai struktur, situasi dan
kebutuhan sanitasi Kota Sorong. Buku Putih Sanitasi Kota Sorong Tahun 2014 ini, diposisikan
sebagai salah satu acuan perencanaan strategis sanitasi tingkat kota/kabupaten. Rencana
pembangunan sanitasi dikembangkan atas dasar permasalahan yang dipaparkan dalam Buku
Putih Sanitasi.