Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada masyarakat perlu dikembangkan,
salah satunya adalah pelayanan perawatan pada ibu post partum.umumnya pada beberapa
Negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian ibu yang mengalami persalinan masih
tinggi. Penyebab terbesar kematian ibu pada persalinan adalah karena komplikasi dan
perawatan pasca persalinan yang tidak baik.Oleh karena itu pelayanan keperawatan pada ibu
post partum sangat diperlukan dan perlu mendapatkan perhatian yang utama untuk
menurunkan angka kematian ibu post partum akibat komplikasi.

Ibu post partum sangat memerlukan perawatan dan pengawasan dari tenaga kesehatan
sehingga diharapkan organ-organ tubuh reproduksi dapat pulih kembali seperti semula
(sarwono, 2010). Mobilisasi dini pun diperlukan pada ibu post partum untuk mencegah
komplikasi-komplikasi yang akan ditimbulkan dan mempercepat proses pemulihan.

Bila pada tahap persalinan ibu mengalami gangguan pada kehamilannya yang
menyebabkan terjadinya kegawatan pada janin, maka harus dilakukan tindakan sesegera
mungkin yaitu operasi section caesaria untuk menurunkan resiko kematian ibu dan bayi.

Adapun salah satu indikasi tindakan sejmctio caesaria adalah letak sungsang dan panggul
sempit. Bila tidak dilakukan tindakan segera mungkin dapat menyebabkan gawat janin
sehingga bila janin tetap dilahirkan dalam persalinan normal akan mengakibatkan terjadinya
asfiksia (Hanifa W, 2010).

1.2 TUJUAN
1.2.1 Umum
Setelah praktek klinik kebidanan III diharapkan mahasiswa mampu melakukan
perawatan dan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada ibu post SC dengan nifas normal
dengan pendekatan manajemen kebidanan.
1.2.2 Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada kasus nifas normal
b. Dapat merumuskan diagnosa
c. Dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh pada ibu dengan nifas normal
d. Melaksanakan tindakan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa dan masalah pada ibu
dengan nifas normal
e. Dapat melakukan evaluasi dari diagnosa yang telah ditentukan sebelumnya.

1.3 Metode Pengumpulan Data


Manajemen Kebidanan Komprehensif ini menggunakan metode pengumpulan data sbb:
a. Wawancara : tanya jawab secara langsung (anamnesa) kepada pasien dan suami
b. Observasi : melakukan pemeriksaan, baik dengan inspeksi, palpasi, perkusi maupun auskultasi.
c. Studi dokumentasi : dengan melihat data dan riwayat ibu direkam medik (status + buku KIA)
d. Studi kepustakaan : menggunakan buku untuk sumber teori.
Literatur yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Asuhan kebidanan nifas, 2014
2. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, 2010
3. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas, 2014
4. Ibu Nifas Normal, 2014
5. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2013
6. Ilmu Bedah Kebidanan, 2014
7. Ilmu Kebidanan, 2010
8. Asuhan kebidanan III (nifas), 2010
9. Buku Ajar Nifas, 2009
10. Buku Acuan Pelayanan Maternal dan Neonatal, 2009
11. Perawatan Masa Nifas
e. Pemeriksaan : pemeriksaan umum (tanda-tanda vital), pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus,
pemeriksaan penunjang

1.4 Sistematika Penulisan


Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Format Laporan Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.2 Tujuan Khusus
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori Nifas
2.1.1 Definisi nifas
2.1.2 Tahapan Masa Nifas
2.1.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas
2.1.4 Perubahan Fisiologis Masa Nifas
2.1.5 Perubahan Psikologis Masa Nifas
2.1.6 Kunjungan Masa Nifas
2.1.7 Kebutuhan Masa Nifas
2.1.8 Tanda Bahaya Masa Nifas
2.1.9 Komplikasi Masa Nifas
2.2 Konsep Teori Seksio Sesarea
2.2.1 Definisi Seksio Sesarea
2.2.2 Jenis Seksio Sesarea
2.2.3 Indikasi Seksio Sesarea
2.2.4 Kontraindikasi Seksio Sesarea
2.2.5 Komplikasi Seksio Sesarea
2.3 Konsep Manajemen Kebidanan Pada Nifas Normal
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1.1 Data Subyektif
3.1.2 Data Obyektif
3.1.3 Analisis
3.1.4 Penatalaksanaan
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori


2.1.1 Definisi
- Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, dimulai dari selesai persalinan sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 - 8 minggu.
- Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 1 jam setelah kelahiran plasenta sampai 6 minggu
(42 hari) setelah itu. (Prawirohardjo, Sarwono. 2010 : 356)
- Masa Nifas dimulai setelah 2 jam kelahiran plasenta sampai 6 minggu (42 hari)
(Pitriani, Risa. dkk. 2014)
- Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6
minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta
sampai 6 minggu berikutnya. (Rukiyah, Ai Yeyeh. 2011)

2.1.2 Tahapan masa nifas


a. Puerperium dini : Kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta
mnejalankan aktifitas layaknya wanita normal lainnya.
b. Puerperium intermediate : Kepulihan menyeluh alat-alat genital yang lamanya sekitar 6-8
minggu.
c. Puerperium remote : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan tanpa kompiklasi.
(Vivian Nanny. 2010:04)

2.1.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas


Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Memberikan pelayanan keluarga berencana.
(Sulistyawati.Ari,2009: 2)
2.1.4 Perubahan Fisiologis Masa Nifas
a. Uterus
Pada uterus terjadi proses involusi. Proses involusi adalah proses kembalinya
uterus ke dalam keadaan sebelum hamil setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera
setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada tahap ketiga
persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan
bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini, besar uterus kira-
kira sama besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar jeruk
asam) dan beratnya kira-kira 100 gr.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam
fundus normal akan berada di pertenahan antara umbilikus dan simfisis pubis. Uterus
tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Uterus pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr (11 sampai 12 ons)
2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul
sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
(Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011 : 55)
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Berikut merupakan
perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum :
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram
Akhir kala III 2 jari di bawah pusat 750 gram
Pertengahan pusat dan
7 hari (minggu I) 500 gram
simpisis
14 hari (minggu II) Teraba di atas simpisis 350 gram
6 minggu Tidak teraba 50 gram
(Sulistyawati, 2009 :74)
b. Lokhea
Lokhea dalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi
basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi
asam yang ada pada vagina normal.
Lokhea mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea mengalami perubahan karena
proses involusi. Pengeluaran lokhea dapat dibagi menjadi :
1) Lokhea rubra/merah (kruenta)
Lokhea ini keluar pada hari ke 1-4 masa nifas. Cairan yang keluar berwarna
merah karena terdiri dari darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding
rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
2) Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini keluar pada hari ke 4-7. Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan
berlendir
3) Lokhea serosa
Lokhea ini keluar pada hari ke 7-14. Lokhea ini berwarna kuning kecoklatan
karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
4) Lokhea alba/putih
Lokhea ini keluar pada hari ke 2-6 minggu. Lokhea ini mengandun leukosit, sel
desidua, sel epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan mati.
Bila terjadi infeksi maka cairan akan keluar nanah berbau busuk yang disebut
lokhea purulenta.
(Marmi.2014:89)
c. Serviks
Serviks menjadi lembek segera setelah persalinan dikarenakan korpus uteri yang
berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus
dan serviks uteri berbentuk cincin. Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh
dengan pembuluh darah. Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks
dapat sembuh. Namun ostium eksternum tidak dapat kembali lagi pada keadaan
sebelum hamil.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 98)
d. Payudara
Laktasi dimulai pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Wanita
yang menyusui akan berespon terhadap stimulus bayi yang disusui. Hal ini akan
menyebabkan terus lepasnya hormone dan stimulasi alveoli yang memproduksi susu.
(Varney, 2007: 960)
Untuk menghadapi masa laktasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan
pada kelenjar mammae yaitu :
Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelenjar alveoli dan jaringan lemak bertambah
Keluaran cairan susu jolong dari duktus laktiferus disebut colostrum berwarna
kuning putih susu.
Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena-vena
berdilatasi sehingga tampak jelas.
Setelah pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang maka timbul pengaruh
hormon laktogenik (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu keluar.
Produksi akan banyak sesudah 2-3 hari postpartum.
e. Perubahan Sistem Pencernaan
Pada umumya ibu akan mengalami konstipasi karena pada saat persalinan alat
pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,
pengeluaran cairan berlebih, kurangnya asupan makan dan minum, serta kurang
aktivitas tubuh.
f. Perubahan Sistem Perkemihan
- Hemostasis internal
Beberapa hal yang berhubungan dengan cairan tubuh antara lain adalah edema dan
dehidrasi. Edema terjadi karena adanya penimbunan cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh, sedangkan dehidrasi terjadi karena
volume cairan tubuh yang keluar berlebihan tidak diganti.
- Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal pH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Lebih dari itu disebut alkalosis dan
jika kurang dari itu disebut asidosis.
- Pengeluaran sisa metabolisme
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin pada masa
postpartum menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg. Bila
pascapersalinan ibu tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, dapat segera
dipasang dower kateter selama 24 jam.
(Nugroho, Taufan.,dkk. 2014: 101-102)
g. Perubahan sistem muskulosketal
Pembuluh darah pada otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan
perdarahan. Ligament-ligamen, difragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi sempit dan pulih kembali sehingga tak jarang
uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi
kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
(Sulistyawati, Ari. 2009 :78-79)
h. Sistem endokrin
a. Hormone plasenta
Hormone plasenta (HCG) menurun setelah plasenta terlahir, sehingga menyebabkan
kadar gula darah menurun pada ibu postpartum.
b. Hormone pituitary
Hormone pituitary terdiri dari hormone prolaktin, FSH, dan LH. Hormon prolaktin
meningkat dengan cepat pada ibu pascapersalinan dan akan menurun dalam 2 minggu
pada ibu yang tidak segera menyusui bayinya. Hormone prolaktin berfungsi sebagai
perangsang produksi susu dan pembesaran payudara.
c. Hipotalamik pituitary ovarium
Hormone ini akan mempengaruhi lamanya mendapat menstruasi pada ibu yang
menyusui maupun tidak menyusui. Kebanyakan pada wanita menyusui akan
mendapatkan menstruasi pada 12 minggu pascapersalinan.
d. Hormone oksitosin
Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat
membantu involusi uteri.
e. Hormone Esterogen dan Progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormone estrogen yang
tinggi memperbesar hormone antidiuretik yang dapat meningkatkan volume darah.
Sedangkan hormone progesterone mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ni mempengaruhi saluran kemih,
ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum, dan vulva serta vagina.

(Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2011 : 72-74)

f. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada
jantung dan akan menimbulkan decompensation cordis pada pasien dengan vitum
cardio. Keadaan ini dapat diatasai dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya
haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini
terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, Ari 2009 : 82)
g. Perubahan tanda-tanda vital
Suhu badan
Dalam satu hari postpartum suhu tubuh akan meningkat yaitu (37,5-38 0C) sebagai
akibat kerja keras dalam melahirkan. Pada hari ketiga suhu akan naik kembali akibat
pembentukan ASI.
Denyut nadi
Terjadi peningkatan denyut nadi dari normalnya (60-80 kali per menit). Apabila
melebihi 100 kali per menit merupakan keadaan abnormal, kemungknan dapat terjadi
infeksi.
Tekanan darah
Tekanan darah umumnya tidak berubah, apabila terjadi perubahan maka tekanan darah
ibu akan menurun akibat dari kehilangan darah selama persalinan. Apabila terjadi
kenaikan tekanan darah merupakan tanda terjadinya pre eklampsi post partum.
Respirasi
Keadaan pernapasan berhubungan dengan suhu dan tekanan darah. Apabila suhu dan
denyut nadi tidak normal, maka pernapasan juga mengikutinya, kecuali bila terdapat
gangguan khusus pada saluran pencernaan.
(Sulistyawati, Ari. 2009 : 81)
2.1.5 Perubahan Psikologis Masa Nifas
1) Fase Taking-In
Berlangsung pada hari ke 1-2 setelah melahirkan.
Ibu masih pasif dan tergantung dngan orang lain.
Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan pada tubuhya
Ibu akan mengulang-ulang pengalamannya waktu melahirkan.
Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal.
Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
Kurangnya nafsu makan merupakan tanda proses pengembalian kondisi tubuh tidak
berlangsung normal.
2) Fase Taking Hold
Berlangsung pada hari ke 2-4 setelah melahirkan.
Ibu memperhatikan kemampuannya menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung
jawab atas bayinya.
Ibu menfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAB, BAK dan daya tahan
tubuh.
Ibu berusaha untuk menguasai beberapa keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui demandikan dan mengganti popok.
Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan untuk dirinya sendiri.
Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu
membesarkan bayinya.
3) Fase letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan dan perhatian dari
pihak keluarga.
Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahani kebutuhan
bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan social.
Depresi postpartum sering terjadi pada fase ini.
(Pitriani, Risa. dkk. 2014 : 7-8)

2.1.6 Kunjungan Masa Nifas


a. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan)
1. Mencegah perdaraha masa nifas karena atonia uteri
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
7. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru
lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan
stabil.
b. Kunjungan II (6 hari setelah persalinan)
1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal,
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
c. Kunjungan 3 (2 minggu setelah persalinan)
1. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
4. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi
tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
d. Kunjungan 4 (6 minggu setelah persalinan)
1. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu atau bayi alami.
2. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Saifuddin, Abdul Bahri. 2009)
2.1.7 Kebutuhan Masa Nifas
1) Gizi
Ibu menyusui harus mendapatkan tambahan zat makanan 800 kkal, untuk memproduksi
ASI dan untuk aktivitas ibu sendiri.
Status gizi tidak mempengaruhi mutu ASI tetapi mempengaruhi volumenya.
Penambahan kalori sepanjang 3 bulan pertama mencapai 500 kkal dan tambahan protein
sebesar 20 gram/hari.
Beberapa anjuran untuk pemenuhan gizi ibu menyusui, antara lain :
Mengonsumsi tambahan kalori tiap hari sebanyak 500 kalori.
Makan dengan diet berimbang, cukup protein, mineral, dan vitamin.
Minum sedikitnya 3 liter setiap hari, terutama setelah menyusui.
Mengonsumsi tablet zat besi selama masa nifas.
Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar dapat memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
2) Ambulasi
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Ambulasi dini tidak dibenarkan
pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan keadaan lain yang
membutuhakan istirahat.
Keuntungan dari ambulasi meliputi :
Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik.
Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara
merawat bayinya.
Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebih ekonomis)
3) Kebersihan diri dan bayi
Menganjurkan ibu menjaga kebersihan tubuhnya untuk mencegah infeksi dan alergi
kulit pada bayi.
Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau minimal 2 kali dalam sehari.
Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap selesai membersihkan daerah kemaluan.
Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka.
4) Istirahat dan tidur
Ibu membutuhan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya.
Kurangnya istirahat dapat mengakibatkan :
Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan.
Menyebabkan depresi dan ketidaknyamanan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
5) Senam nifas
Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya latihan masa nifas
dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani persalinan dengan normal dan
tidak ada penyulit post partum.
6) Hubungan seks
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri.
(Sulistyawati, Ari. 2009 : 97 - 103)
7) Eliminasi
BAB
Dalam 24 jam pertama, pasien harus dapat buang air besar.
BAB biasanya tertunda 2-3 hari karena edema persalinan dan perineum yang sakit.
Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia
Ambulasi dini dapat membantu dalam regulasi BAB.
Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.
(Suheni. 2009 : 105)
BAK : dalam 6 jam pertama, pasien harus dapat buang air kecil.
(Sulistyawati, Ari. 2009 : 101)

2.1.8 Tanda-tanda bahaya, meliputi :


Sebagian besar kematian ibu terjadi selama masa pasca persalinan (memasuki masa nifas)
karena itu sangat penting untuk mendidik para ibu dan keluarganya mengenai tanda-tanda
bahaya masa nifas sehinggaa ibu dapat segera mencari pertolongan medis jika terdapat tanda-
tanda bahaya masa nifas yang disebutkan di bawah ini :
Perdarahan per vaginam yang luar biasa/tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan
biasa) memerlukan penggantian pembalut 2-3x dalam setengah jam.
Pengeluaran vagina yang baunya menusuk.
Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung.
Sakit kepala yang terus menerus, nyeri epigastrik.
Gangguan masalah penglihatan/penglihatan kabur.
Pembengkakan di wajah atau tangan.
Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK atau merasa tidak enak badan.
Payudara yang berubah menjadi merah, panas atau terasa sakit.
Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama.
Rasa sakit, merah, lunak atau pembengkanan pada kaki.
Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri sendiri.
Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah.
(Varney, 2007. Hal : 978)
2.1.9 Komplikasi Masa Nifas
1) Perdarahan post pastum (keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml Kebutuhan Masa
Nifas selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi)
2) Infeksi
a. Endometritis (radang edometrium)
b. Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
c. Perimetritis (radang peritoneum disekitar uterus)
d. Caked breast / bendungan asi (payudara mengalami distensi, menjdi keras dan
berbenjol-benjol)
3) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kulit merah, membengkak
sedikit, dan nyeri pada perabaan ; Jika tidak ada pengobatan bisa terjadi abses)
4) Trombophlebitis (terbentuknya pembekuan darah dalam vena varicose superficial yang
menyebabkan stasis dan hiperkoagulasi pada kehamilan dan nifas, yang ditandai dengan
kemerahan atau nyeri.)
5) Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri local, disuria, temperatur naik 38,3 C, nadi < 100x/
menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi, pus atau nanah warna kehijauan, luka
kecoklatan atau lembab, lukanya meluas)
6) Gangguan psikologis
a. Depresi post partum
b. Post partum Blues
c. Post partum Psikosa
7) Gangguan involusi uterus

KONSEP DASAR
SEKSIO SESAREA

2.2 Konsep teori


1. Definisi
Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500g, melalui sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh (intact).
(Prawirohardjo, Sarwono.2009)
Suatu pembedahan guna melahirkan
anak lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus. (Harry
Oxorn, 2010; 634)
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2010 : 133)
2. Jenis seksio sesarea
Seksio sesarea secara klasik
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang sepanjang 10 cm pada corpus uteri.
Seksio sesarea transperitoneal profunda.
Dilakukan sayatan dibawah rahim.
Seksio histerektomi
Yaitu apabila dilakukan operasi sesar dilanjutkan demgan histerektomi. Jenis operasi ini
sering dilakukan pada kasus-kasus perdarahan atau atonia uteri

3. Indikasi

- Plasenta previa
- sempit absolut
- Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
- Dispropporsi cephalopelvik
- Ruptur uteri mengancam
- Partus lama
- Distosia servik
- Preeklamsi dan hipertensi
- Kelainan letak (sungsang,lintang)

Faktor Janin

a. Bayi terlalu besar


Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir

b. Kelainan letak bayi


Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan lintang

c. Ancaman gawat janin (Fetal Distres)


Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi atau kejang
rahim. Gangguan pada bayi juga diketahui adanya mekonium dalam air ketuban.
Apabila proses persalinan sulit melalui vagina maka dilakukan operasi seksio sesarea.

d. Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetic dan hidrosephalus

e. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu dan
janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu plasenta previa dan
solutio plasenta

f. Kelainan tali pusat


Ada dua kelainan tali pusat yang bias terjadi yaitu prolaps tali pusat dan terlilit tali pusat

g. Multiple pregnancy
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan kembar memiliki
resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering terjadi preeklamsi pada
ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak lintang. Oleh karena itu pada
persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit, kemungkinan dilakukan tindakan operasi.

Faktor Ibu

a. Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40 tahun ke
atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya hipertensi
jantung, kencing manis dan eklamsia.

b. Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin.

c. Persalinan sebelumnya dengan operasi

d. Faktor hambatan jalan lahir


Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini menyebabkan
persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia

e. Ketuban pecah dini


Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang mengalami
ketuban pecah dini akan lahir sendiri 224 jam. Apabila bayi tidak lahir lewat
waktu, barulah dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea.

(Manuaba, 2010)

Indikasi Relatif
- Riwayat seksio sesarea sebelumnya
- bokong
- Fetal distress
- berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes
- Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
- Gemeli, menurut Eastman, seksio sesarea dilanjutkan :
a. Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu
b. Bila terjadi interlock
c. Distosia oleh karena tumor
d. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)

Indikasi Sosial
- Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya
- Wanita yang ingin seksio sesarea efektif karena takut bayinya mengalami cedera atau
asfiksi selama persalinan atau mengurangi risiko kerusakan dasar panggul
- Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality image setelah
melahirkan
(Rasjidi, Imam, 2009 : 88)
4. Kontraindikasi
- Bekas insisi vertikel tipe apapun
- Insisi yang tipenya tidak diketahui

- Panggul sempit

- Janin mati
- Syok
- Anemia berat
- Kelainan kongenital berat
- Infeksi piogenik pada dinding abdomen
- Minimnya fasilitas operasi seksio sesarea

5. Pasca Operasi
a. Perawatan Pasca Operasi
Saat pasien sadar dari anestesi umum atau saat efek anestesi regional mulai hilang,
palpasi abdomen kemungkinan besar menyebabkan rasa nyeri yang hebat.
Memantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina.
Palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat.
b. Pemberian Cairan Intravena
Siapkan larutan Ringer Laktat atau larutan kristaloid sejenis, ditambah Dekstrosa 5%.
Biasanya pasien mendapat 1 sampai 2 liter infus cairan elektrolit selama dan beberapa
saat sesudah operasi.
Selama operasi dan berada di ruang pemulihan, tekanan darah dan jumlah urin dipantau
dengan cermat untuk memastikan bahwa perfusi ke organ vital baik.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari anestesi, observasi harus dilanjutkan tiap setengah jam selama 2 jam
pertama dan tiap jam selama minimal 4 jam setelah hasilnya stabil atau memuaskan.
Tanda vital yang perlu dievaluasi adalah :
Tekanan darah
Nadi
Jumlah urin
Jumlah perdarahan
Status fundus uteri
Suhu tubuh
d. Analgesik
Untuk wanita dengan berat badan rata-rata, dapat diberikan paing banyak setiap 3 jam untuk
menghilangkan nyeri :
Meperidin 75-100 mg intramuskuler, atau
Morfin sulfat 10-15 mg intramuskuler.
Pada pasien yang menggunakan opoid, harus dilakukan pemeriksaan rutin tiap jam untuk
memantau respirasi, sedasi dan skor nyeri selama pemberian dan sekurangnya 2 jam
setelah penghentian pengobatan. Pemberian opoid dapat diberikan hingga nyeri berkurang.
Jika tidak terdapat kontraindikasi, pemberian NSAID dapat diberikan untuk mengurangi
kebutuhan opoid.
e. Terapi Cairan dan Makanan
3 liter cairan untuk 24 jam pertama setelah tindakan
Apabila urin < 30 ml/jam, nilai kembali apakah ada pengeluaran darah yang tidak
diketahui, efek antidiuretik dari infus oksitosin, atau lainnya.
f. Pengawasan Fungsi Vesika Urinaria dan Usus
Kateter dapat dilepas 12 jam.
Makanan padat bisa diberikan 8 jam, bila tidak ada komplikasi.
Ileus paralitik jarang terjadi. Bila terjadi, dapat dilakukan :
e. Dekompresi nasogastrik
f. Suplementasi elektrolit
g. Bisakodil 10 mg supositoria rektum
g. Ambulasi
Pada sebagian besar kasus, satu hari setelah pembedahan pasien dapat turun sebentar dari
tempat tidur dengan bantuan, paling sedikit dua kali. Waktu ambulasi diatur agar analgetik
yang baru diberikan dapat mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua pasien dapat berjalan
dengan bantuan. Dengan ambulasi dini, trombosis vena dan emboli paru jarang terjadi.
h. Perawatan Luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit (atau klip) diangkat pada hari keempat
setelah pembedahan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Jaringan subkutan tebal (>3 cm) merupakan faktor risiko untuk infeksi luka operasi.
Oleh karena itu, perlu pemantauan terhadap tanda-tanda infeksi dan demam.
Perlu diberitahukan untuk tetap membersihkan luka dan menjaganya agar tetap kering
setiap hari.
Gunakan pakaian yang longgar, nyaman dan berbahan katun.
i. Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit secara rutin diukur pada pagi hari setelah pembedahan. Pemeriksaan ini
dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang banyak selama operasi atau
terjadi oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
j. Menyusui
Menyusui dapat dimulai pada hari pascaoperasi seksio sesarea. Apabila pasien memutuskan
untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang payudara tanpa terlalu
menekan dan biasanya dapat mengurangi rasa nyeri.
k. Pencegahan Infeksi Pascaoperasi
Bagi wanita inpartu atau dengan ruptur selaput ketuban, sebagian besardokter
menganjurkan pemberian 2 g dosis tunggal, ampisilin, sefalosporin, atau penisilin spektrum
luas setelah janin luar.
(Rasjidi, Imam, 2009 : 150)
KONSEP MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN
PADA IBU POST SEKSIO CAESARIA

I. PENGAJIAN
Tanggal : tanggal dilakukan pengkajian
Jam : jam dilakukan pengkajian
A. DATA SUBYEKTIF
1) Identitas (Biodata)
Merupakan data umum pribadi yang dikaji melalui anamnesa/ pertanyaan kepada ibu
hamil
Nama : Pengkajian nama dapat memudahkan bidan dalam melakukan
komunikasi saat memberi asuhan kepada klien.
Usia : Menurut Puji Rochyati, primipara muda berusia kurang dari 16 tahun,
primipara tua berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi terjadinya komplikasi.
Agama : Mengetahui apa yang dilarang dan dianjurkan dalam agama klien
sehingga dalam memberikan asuhan akan lebih mudah.
Pendidikan : Mengetahui tingkat pendidikan ibu agar memudahkan dalam
melakukan koseling. Menentukan status sosial ibu dan pengetahuan ibu mengenai
perawatan selama masa nifas.
Pekerjaan : Mengetahui aktivitas-aktivitas ibu sehari-hari.
Penghasilan : Mengetahui tingkat perekonomian klien dan dapat menyeseuaikan
pemenuhan kebutuhan nutrisi yang sesuai dengan penghasilan.
Telepon dan alamat : Memudahkan tenaga kesehatan dalam mengidentifikasi apakah
lingkungan di sekitar ibu beresiko tinggi penularan penyakit dan infeksi.
2) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan oleh ibu saat nifas saat ini :
Pasien akan mengeluhkan rasa nyeri
Cemas dengan perubahan bentuk badan.
Takut kencing karena luka jahitan perineum.
Merasa tidak percaya diri untuk merawat bayinya.
(Sulistyawati, Ari. 2009 : 134,135, 196)
3) Riwayat Menstruasi
HPHT (Periode menstruasi terakhir) : tanggal pada hari pertama periode menstruasi
terakhir atau last normal menstrual periode (LNMP) digunakan sebagai dasar untuk
menentukan usia kehamilan dan perkiraan taksiran partus (TP), maka penting untuk
mendapatkan tanggal perkiraan kelahiran yang seakurat mungkin.
(Varney, Hellen. 2007 : 521)

Usia Kehamilan dan Taksirann Persalinan (menggunakan rumus Neagel : tanggal HPHT
ditambah 7 dan bulan dikurangi 3)
(Prawiroharjo, Sarwono. 2010 : 279)
4) Riwayat kehamilan, persalinan dan Nifas
Asuhan antenatal, persalinan, dan nifas kehamilan sebelumnya.

Cara persalinan.

Jumlah dan jenis kelamin anak hidup.

Berat badan lahir.

Cara pemberian asupan bagi bayi yang dilahirkan.

Informasi dan saat persalinan atau keguguran terakhir.
(Prawiroharjo, Sarwono. 2010 : 280)
5) Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Diabetes Mellitus, hipertensi atau hamil kembar
Kelainan bawaan
6) Riwayat penyakit ibu
Penyakit yang pernah diderita
DM, HDK, ISK
Jantung
Infeksi Virus Berbahaya
Alergi obat atau makanan tertentu
Pernah mendapat transfusi darah dan insdikasi tindakan tersebut
Inkompatibilitas Rhesus
Paparan sinar-X/Rontgen
Penggunaan obat-obatan dan pengobatan selama kehamilan merupakan hal yang
kompleks dan bidan perlu meninjau setiap obat dan menyeimbangkan alasan
penggunaan obat dengan resiko yang dapat timbul bila obat digunakan selama
masa hamil.
(Varney, Hellen. 2007 : 527)
7). Pola Kebiasaan Sehari-hari
Pola Nutrisi
Pada Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup adekuat dan makanan yang
bergizi sebagai proses penyembuhan luka , setelah hari pertama dan keadaan
pasien baik, penderita boleh minum, apabila sudah flatus diikuti makan bubur
saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur, hari kempat kelima nasi biasa
dan boleh pulang
Pola Eliminasi
Ibu post partum dengan SC diharuskan sudah flatus setelah 1 hari diikuti dengan
BAB dan BAK dengan kateter, serta dipantau setiap hari keseimbangan cairan
dan elektrolit
Pola Istirahat
Pada ibu nifas dianjurkan untuk banyak istirahat untuk membantu mempercepat
proses penyembuhan luka SC dan involusi uterus biasanya istirahat ibu akan
terganggu karena rasa nyeri pada luka operasi
Pola Aktivitas
Ibu dalam masa nifas dengan post SC dianjurkan untuk mobilisasi dini bertahap
mulai dari miring kanan miring kiri, duduk dan jalan-jalan untuk mempercepat
proses penyembuhan luka dan mempercepat involusi uterus
Pola Personal Hygiene
Ibu dalam masa nifas dengan post SC dianjurkan untuk diseka 2-3 kali /hari dan
mengganti pembalut sesering mungkin agar tidak terjadi infeksi.
8). Riwayat Psikologi, Budaya, dan Spiritual
Psikologi
Psikologi ibu yang baik dan kesiapan ibu untuk menerima anggota baru tanpa
paksaan akan membantu memepercepat proses penyembuhan dan pengembalian
kondisi ibu ke keadaan sebelum hamil
Sosial
Hubungan yang baik antara ibu, suami, dan keluarga dan dukungan keluarga dapat
menenangkan hati ibu sehingga ibu akan lebih cepat pulih kembali
Budaya
Budaya yang dapat merugikan dan menghambat masa nifas diharapkan tidak
dilaksanakan seperti ibu tidak boleh bergerak karena ditakutkan jahitan operasinya
lepas atau ibu pantang makanan.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
keadaan umum : baik sampai dengan lemah
kesadaran : compos mantis sampai koma
TTV
TD : normal (110/60 120/80 mmHg)
N : normal (70 90 x/menit)
RR : normal (16 24 kalx/menit)
Suhu : normal (36,5 o - 37,5 o C)

2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Muka : muka pucat menandakan ibu anemia yang dapat menyebabkan perdarahan pada
masa nifas, serta dapat berpengaruh pada proses penyembuhan luka operasi
Mata : konjungtiva pucat menandakan anemia penyebab HPP serta sklera kuning
menandakan hepatitis yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.
Mulut : bibir pucat menandakan anemia, yang dapat menghanbat proses penyembuhan
luka operasi bibir kering menandakan dehidrasi harus dipenuhi dengan
pemberian infus
Payudara : keluarnya colostrum serta keadaan putting susu yang menonjol sangat penting
untuk persiapan menyusui bayinya.
Abdomen : terdapat luka luka bekas operasi, adanya tanda-tanda infeksi seperti
tumor,dolor.kalor,rubor harus segera mendapatkan penanganan dan tindakan
khusus agar tidak berlanjut menjadi sepsis
Genetalia : pengeluaran lochea tidak sesuai dengan hari dan ada tanda-tanda infeksi akan
mempengaruhi involusi uteri dan dapat mnyebabkan infeksi puerpuralis
Ekstremitas : ekstremitas berwarna pucat menandakan anemia ynag akan memperlambat
proses penyembuhan luka SC
Palpasi
Payudara : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada benjolan yang abnormal serta colustrum
yang sudah keluar sangat penting untuk proses laktasi.
Abdomen : penurunan TFU 1 hari 1 jari jika tidak sesuai menandakan adanya sub involusi,
kandung kemih yang penuh akan mempengaruhi kontraksi uterus yang akan
menyebabkan perdarahan post partun
Ekstremitas : turgor kulit yang jelek menandakan dehidrasi yang dapat mempengaruhi
proses penyembuhan diharuskan untuk rehidrasi dengan menggunakan infus
Auskultasi
Dada : adanya ronkhi menandakan adanya oedema paru
Abdomen : bising usus positif merupakan tanda berfungsinya usus/saluran
pencernaan (dengan adanya flatus)
Perkusi
Reflek patella : + / +.
3. Data Bayi
Bayi lahir tanggal :
Jam : ..
BB : ..gram
PB :..cm
Jenis kelamin : ..
AS :
Kelamin kongenital :

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Dx : Ny .. usia P. Post SC hari ke... atas indikasi....
Ds : Ibu mengatakan telah melahirkan anaknya dengan operasi caesarea pada tanggal .. jam
.WIB
Do : Keadaan umum : baik sampai dengan lemah
Kesadaran : composmentis sampai koma
TTV
TD : normal (110/60 120/80 mmHg)
N : normal (70 90 kali/menit)
RR : normal (16 24 kali/menit)
Suhu : normal (36 o - 37 o C)
Payudara : keluarnya colostrum serta keadaan putting susu yang menonjol sangat
penting untuk persiapan menyusui bayinya.
Abdomen : terdapat luka luka bekas operasi, adanya tanda-tanda infeksi seperti
tumor, dolor, kalor, rubor harus segera mendapatkan penanganan dan
tindakan khusus agar tidak berlanjut menjadi sepsis, penurunan TFU
normalnya 1 jari 1 hari jika tidak sesuai menandakan adanya sub
involusi.
Genetalia : pengeluaran lochea tidak sesuai dengan hari dan adanya tanda-tanda
infeksi akan mempengaruhi involusi uteri dan dapat mnyebabkan
infeksi puerpuralis

Masalah
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan luka bekas operasi
Ds : ibu mengatakan merasa nyeri pada luka bekas operasi.
Do :
Ekspresi wajah ibu tampak menyeringai kesakitan.
Ibu tampak memegangi perutnya.
Pada perut terdapat luka bekas operasi tertutup hypavick

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Potensial terjadi infeksi

IV. IDENTIFIKASI DAN MENETAPKAN KEBUTUHAN SEGERA


Kolaborasi dengan dokter

V. INTERVENSI
Dx : Ny .. usia P. Post partum dengan SC hari ke... atas indikasi....
Tujuan : post partum berjalan normal tanpa adanya komplikasi.
Kriteria hasil :
TTV dalam batas normal.
Tidak terjadi infeksi pada luka bekas operasi
Lochea keluar sesuai dengan masa nifas.
Kontraksi uterus baik.
TFU turun 1 jari per hari.
Intervensi
1. Lakukan pendekatan kepada ibu dan keluarga
R / dengan pendekatan yang baik akan timbul rasa percaya keluarga kepada petugas
sehimgga keluarga lebih kooperatif dalam segala tindakan yang diberikan
2. jelaskan pada ibu tentang kondisinya saat ini
R / penjelasan dan informasi dari petugas akan menambah pengetahuan pada ibu
3. lakukan Observasi TFU dan UC, Perdarahan, urine kateter, lochea
R / parameter dan deteksi dini terjadinya komplikasi dan pemantauan proses involusi.
4. lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R / cuci tangan dengan sabun dan air mengalir dapat membunuh kuman hingga 80% dan
mencegah terjadinya infeksi nozokomial
5. lakukan observasi TTVdan keadaan umum
R / untuk mengetahui keadaan ibu semakin membaik ataupun semakin memburuk
6. Anjurkan ibu untuk sesering mungkin menyusui
R / pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi dan isapan bayi dapat merangsang pengeluaran
hormon oxytosin yang berfungsi mempercepat proses involusi uteri.
7. Lakukan perawatan luka operasi dengan cara aseptik
R / perawatan luka operasi yang benar dapat mencegah terjadinya infeksi
8. Beritahu ibu untuk menjaga personal hygiene terutama pada daerah genetalia dan luka bekas
operasi
R / mencegah terjadinya infeksi puerpuralis dan mempercepat proses penyembuhan luka.
9. berikan antibiotik setiap 6 jam
R / pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
10. Beritahu ibu untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein/tidak pantang
makanan
R / protein akan membentuk sel-sel baru sehingga proses penyembuhan luka berlangsung
lebih cepat
11. Anjurkan ibu untuk mobilisasi dini dan senam nifas
R / mobilisasi akan mempercepat pemulihan kondisi ibu,mempercepat penyembuhan luka
serta memperlancar peredaran darah dan mengembalikan otot-otot yang kendor setelah
melahirkan.
12. Ajari ibu tentang perawatan payudara
R / melancarkan produksi ASI dan mencegah bendungan payudara
VI. IMPLEMENTASI
Tanggal :
Jam : .
Dx : Ny. P. UK Post SC hari ke... atas indikasi....
Tujuan : Post partum berjalan normal tanpa adanya komplikasi
Implementasi diisi dengan tindakan yang sesuai dengan Intervensi.

VII. EVALUASI
Tanggal :
Jam : .
Dx : Ny. P. UK Post SC hari ke... atas indikasi....
Diisi sesuai dengan Kriteria hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Marmi. 2014. Asuhan kebidanan nifas. Yogyakarta. Jakarta : Pustaka Belajar

Nanny,Vivian.2010.Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.Jakarta:Salemba Medika

Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3 Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika

Pitriani, Risa. Rika Andriyani. 2014. Ibu Nifas Normal. Yogyakarta : C.V Budi Utama

Prawiroharjo, Sarwono. 2010 . Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Rukiyah, ai yeyeh, dkk. 2010. Asuhan kebidanan III (nifas). Jakarta : Trans Info Media

Sulistyawati, Ari. 2009.Buku Ajar Nifas.Jakarta : Fitramaya.

Syaifuddin, Abdul Bahri. 2009. Buku Acuan Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai