Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pengelasan merupakan bagian yang penting dalam suatu proses


industri, dan kebutuhan akan pengelasan sangat tinggi oleh karena itu
teknologi pengelasan semakin lama semakin berkembang. Penggunaan
teknologi las biasanya dipakai dalam bidang konstruksi, otomotif,
perkapalan, pesawat terbang dan bidang lainnya.
Dalam proses pengelasan terdapat berbagai masalah yang terjadi,
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengelasan. Berbagai hal
harus diperhitungkan sebelum melakukan pengelasan, untuk mendapatkan
hasil pengelasan yang baik seperti sifat mekanik, sifat fisik, komposisi dan
dimensi. Menentukan prosedur pengelasan yang benar adalah langkah
yang harus dilakukan agar hasil yang didapatkan akan optimal dan
mencegah terjadinya cacat.
Pengelasan pada aluminium merupakan salah satu teknologi
pengelasan yang membutuhkan prosees tertentu karena dalam prosesnya
alumunium tidak boleh bereaksi dengan oksigen. Pengelasan yang biasa
terbuka adalah GMAW dan GTA. Argon GMAW banyak digunakan pada
pengelasan Alumunium karena adanya gas pelindung pada metode ini akan
mencegak oksidasi saat proses pengelasan. Seri Alumunium yang sering
dipaki adalah seri 6xxx dan 7xx. Aplikasi pada pengelasan adalah pada
bidang otomotif dan pesawat terbang. Karena itu pengelasan alumunium
perlu dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang terbaik dari pengelasan
alumunium.

II. Maksud dan Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mengerti memahami dan dapat mengoperasikan mesin las.


2. Mahasiswa mengerti setiap komponen-komponen dan fungsinya.
3. Mahasiswa dapat membaca gambar serta ukurannya.

1
4. Mahasiswa harus memahami bagaimana posisi yang tepat pada saat
melakukan pengelasan.
5. Mahasiswa dapat mengenal beberapa jenis sambungan las.
6. Mahasiswa dapat melakukan kerja secara efisien :
Ketepatan waktu (dikerjakan yang terlebih utama)
Ketelitian ukuran
Ketelitian dalam pengelasan

2
BAB II

LANDASAN TEORI

I. Definisi Pengelasan

Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan


logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi
dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan
menghasilkan sambungan yang kontinyu.
Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las
adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan
lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang
logam dengan menggunakan energi panas.

II. Sejarah Pengelasan

Para ahli sejarah memperkirakan bahwa orang Mesir kuno mulai


menggunakanpengelasan dengan tekanan pada tahun 5500 SM (untuk
membuat pipa tembaga dengan memalu lembaran yang tepinya saling
menutup). Winterton menyebutkan bahwa benda seni orang Mesir yang
dibuat pada tahun 3000 SM terdiri dari bahan dasar tembaga dan emas
hasil peleburan dan pemukulan. Jenis pengelasan ini, yang disebut
pengelasan tempa (forge welding), merupakan usaha manusia yang
pertama dalam menyambung dua potong logam. Contoh pengelasan tempa
kuno yang terkenal adalah Pedang Damascus yang dibuat dengan
menempa lapisan-lapisan besi yang berbeda sifatnya.
Pengelasan tempa telah berkembang dan penting bagi orang
Romawi kuno sehingga mereka menyebut salah satu dewanya sebagai
Vulcan (dewa api dan pengerjaan logam) untuk menyatakan seni tersebut.
Sekarang kata Vulkanisir dipakai untuk proses perlakuan karet dengan
sulfur, tetapi dahulu kata ini berarti mengeraskan. Dewasa ini

3
pengelasan tempa secara praktis telah ditinggalkan dan terakhir dilakukan
oleh pandai besi.
Tahun 1901-1903 Fouche dan Picard mengembangkan tangkai las
yang dapat digunakan dengan asetilen (gas karbit), sehingga sejak itu
dimulailah zaman pengelasan dan pemotongan oksiasetilen (gas karbit
oksigen). Periode antara 1903 dan 1918 merupakan periode pemakaian las
yang terutamasebagai cara perbaikan, dan perkembangan yang paling
pesat terjadi selama Perang Dunia I (1914-1918). Teknik pengelasan
terbukti dapat diterapkan terutama untuk memperbaiki kapal yang rusak.
Winterton melaporkan bahwa pada tahun 1917 terdapat 103 kapal musuh
di Amerika yang rusak dan jumlah buruh dalam operasi pengelasan
meningkat dari 8000 sampai 33000 selama periode 1914-1918. Setelah
tahun 1919, pemakaian las sebagai teknik konstruksi dan pabrikasi mulai
berkembang dengan pertama menggunakan elektroda paduan (alloy)
tembaga-wolfram untuk pengelasan titik pada tahun 1920. Pada periode
1930-1950 terjadi banyak peningkatan dalam perkembangan mesin las.
Proses pengelasan busur nyala terbenam (submerged) yang busur
nyalanya tertutup di bawah bubuk fluks pertama dipakai secara komersial
pada tahun 1934 dan dipatenkan pada tahun 1935. Sekarang terdapat lebih
dari 50 macam proses pengelasan yang dapat digunakan untuk
menyambung berbagai logam dan paduan.
Pengelasan yang kita lihat sekarang ini jauh lebih kompleks dan
sudah sangat berkembang. Kemajuan dalam teknologi pengelasan tidak
begitu pesat sampai tahun 1877. Sebelum tahun 1877, proses pengelasan
tempa dan peyolderan telah dipakai selama 3000 tahun. Asal mula
pengelasan tahanan listrik (resistance welding) dimulai sekitar tahun 1877
ketika Prof. Elihu Thompson memulai percobaan pembalikan polaritas
pada gulungan transformator, dia mendapat hak paten pertamanya pada
tahun 1885 dan mesin las tumpul tahanan listrik (resistance butt welding)
pertama diperagakan di American Institute Fair pada tahun 1887.
Pada tahun 1889, Coffin diberi hak paten untuk pengelasan tumpul
nyala partikel (flash-butt welding) yang menjadi satu proses las tumpul
yang penting. Zerner pada tahun 1885 memperkenalkan proses las busur
nayala karbon (carbon arc welding) dengan menggunakan dua elektroda

4
karbon, dan N.G. Slavinoff pada tahun 1888 di Rusia merupakan orang
pertama yang menggunakan proses busur nyala logam dengan memakai
elektroda telanjang (tanpa lapisan). Coffin yang bekerja secara terpisah
juga menyelidiki proses busur nyala logam dan mendapat hak paten
Amerika dalam tahun 1892. Pada tahun 1889, A.P. Strohmeyer
memperkenalkan konsep elektroda logam yang dilapis untuk
menghilangkan banyak masalah yang timbul pada pemakaian elektroda
telanjang.
Thomas Fletcher pada tahun 1887 memakai pipa tiup hidrogen dan
oksigen yang terbakar, serta menunjukkan bahwa ia dapat memotong atau
mencairkan logam.
Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat
luas, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat,
pipa saluran dan sebagainya.
Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan
untuk reparasi misalnya untuk mengisi nlubang-lubang pada coran.
Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang
sudah aus, dan macam macam reparasi lainnya.
Pengelasan bukan tujuan utama dari kontruksi, tetapi hanya
merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang lebih baik.
Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul
memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las
dengan kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya.

III. Proses Pengelasan


Proses pengelasan berkaitan dengan lempengan baja yang dibuat
dari kristal besi dan karbon sesuai struktur mikronya, dengan bentuk dan
arah tertentu. Lalu sebagian dari lempengan logam tersebut dipanaskan
hingga meleleh. Kalau tepi lempengan logam itu disatukan, terbentuklah
sambungan. Umumnya, pada proses pengelasan juga ditambahkan dengan
bahan penyambung seperti kawat atau batang las. Kalau campuran tersebut
sudah dingin, molekul kawat las yang semula merupakan bagian lain kini
menyatu. Proses pengelasan tidak sama dengan menyolder dimana untuk
menyolder bahan dasar tidak meleleh. Sambungan terjadi dengan
melelehkan logam lunak misalnya timah, yang meresap ke pori-pori di

5
permukaan bahan yang akan disambung. Setelah timah solder dingin maka
terjadilah sambungan. Perbedaan antara solder keras dan lunak adalah
pada suhu kerjanya dimana batas kedua proses tersebut ialah pada suhu
450 derajat Celcius. Pada pengelasan, suhu yang digunakan jauh lebih
tinggi, antara 1500 hingga 1600 derajat Celcius.
Pada saat pengelasan, kesalahan sering terjadi dan sambungan las
jarang sekali jadi. Hal yang perlu diperhatikan adalah menghindari bara
api pada bagian yang di las tanpa mengulangi las di tempat yang sama.
Kalau hal itu terjadi, hubungan akan menjadi rapuh dan terbentuk titik
awal retakan kecil. Selain itu, bagian logam yang bersebelahan dengan
bagian yang di las tidak meleleh tetapi berubah karena panas. Pemanasan
yang diikuti dengan pendinginan yang cepat bisa menghasilkan struktur
logam seperti kaca, sehingga mudah retak.

IV. Jenis Proses Pengelasan

Pengelasan dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu :

1. Pengelasan lebur (fusion welding),


2. pengelasan padat (solid-state welding).

1. Pengelasan Lebur (Fusion Welding)

Proses pengelasan lebur menggunakan panas untuk mencairkan logam


induk, beberapa operasi menggunakan logam pengisi dan yang lain
tanpa logam pengisi. Pengelasan lebur dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

a. Pengelasan Busur (Arc Welding, AW)

Dalam proses pengelasan ini penyambungan dilakukan dengan


memanaskan logam pengisi dan bagian sambungan dari logam
induk sampai mencair dengan memakai sumber panas busur listrik,
seperti ditunjukkan dalam gambar 1.1 Beberapa operasi pengelasan
ini juga menggunakan tekanan selama proses;

6
Gambar 2.1 (Pengelasan lebur)

b. Pengelasan Resistansi Listrik (Resistance Welding, RW)

Dalam proses pengelasan ini permukaan lembaran logam yang


disambung ditekan satu sama lain dan arus yang cukup besar
dialirkan melalui sambungan tersebut. Pada saat arus mengalir
dalam logam, panas tertinggi timbul di daerah yang memiliki
resistansi listrik terbesar, yaitu pada permukaan kontak kedua
logam (fayng surfaces).

c. Pengelasan Gas (Oxyfuel Gas Welding, OFW)

Dalam pengelasan ini sumber panas diperoleh dari hasil


pembakaran gas dengan oksigen sehingga menimbulkan nyala api
dengan suhu yang dapat mencairkan logam induk dan logam
pengisi. Gas yang lazim digunakan adalah gas alam, asetilen, dan
hidrogen. Dari ketiga gas ini yang paling sering dipakai adalah gas
asetilen, sehingga las gas diartikan sebagai las oksi-asetilen.

d. Proses Pengelasan Lebur yang Lain

Terdapat beberapa jenis pengelasan lebur yang lain, untuk


menghasilkan peleburan logam yang disambung, seperti misalnya :

Pengelasan berkas elektron (electron beam welding), dan


Pengelasan berkas laser (laser beam welding).

2. Pengelasan Padat

7
Dalam pengelasan padat proses penyambungan logam dihasilkan
dengan :

Tekanan tanpa memberikan panas dari luar, atau


Tekanan dan memberikan panas dari luar.
Bila digunakan panas, maka temperatur dalam proses di bawah titik
lebur logam yang dilas, sehingga logam tersebut tidak mengalami
peleburan dan tetap dalam keadaan padat. Dalam pengelasan ini tidak
digunakan logam pengisi. Pengelasan padat dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Pengelasan Difusi (Diffusion Welding, DFW)

Dua pemukaan logam yang akan disambung disatukan, kemudian


dipanaskan dengan temperatur mendekati titik lebur logam
sehingga permukaan yang akan disambung menjadi plastis dan
dengan memberi tekanan tertentu maka terbentuk sambungan
logam;

b. Pengelasan gesek (Friction Welding, FW)

Penyambungan terjadi akibat panas yang ditimbulkan oleh gesekan


antara dua bagian logam yang disambung. Ke-dua bagian logam
yang akan disambung disatukan dibawah pengaruh tekanan aksial,
kemudian salah satu diputar sehingga pada permukaan kontak akan
timbul panas (mendekati titik cair logam), maka setelah putaran
dihentikan akan terbentuk sambungan logam.

c. Pengelasan Ultrasonik (Ultrasonic Welding, UW)

Dilakukan dengan menggunakan tekanan tertentu antara dua


bagian logam yang akan disambung, kemudian diberi getaran
osilasi dengan frekuensi ultrasonik dalam arah yang sejajar dengan
permukaan kontak. Gaya getar tersebut akan melepas lapisan tipis
permukaan kontak sehingga dihasilkan ikatan atomik antara ke dua
permukaan tersebut.

V. Pengembangan Teknologi Las

8
1. Las Busur Listrik

Selama berabad-abad las tempa dipakai sebagai proses utama


untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan.
Pada awal abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik
(Elekctric Arc Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa
pembungkus dengan menggunakan battery sebagai sumber tenaga
listrik. Kelemahan utama proses las listrik carbon adalah oksidasi
yang relatif tinggi pada lasan (lasan mudah karat) sehingga las ini
banyak dipakai.

Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las


tahanan (Resistance Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James
Joule, diakui sebagai penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan
dua batang kawat dengan aliran listrik. Selama proses pemanasan,
kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata kedua kawat
tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.

Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding


menghasilkan beberapa jenis proses pengelasan, missal las flash (Flas
Welding) pada tahun 1920.las tahanan listrik mencapai kejayaannya
setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk memenuhi kebutuhan
dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang meliputi las
titik, interval, garis (seam) dan proyeksi. Las ini dalam prosesnya
menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur
arus dan penekanan benda kerja berbentuk plat.

Pada dekade berikutnya, diperkenalkan las thermit (Thermit


Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah
teknologi pengelasan. Las thermid diperoleh dengan menuangkan
logam cair diantara dua ujung logam yang akan disambungkan
sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua logam menyatu dan
cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.

9
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini
berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses
pengelasan untuk beberapa decade sampai dikembangkan las listrik.

Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya


perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai
electrode terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode
menghasilkan gas dan terak. Gas melindungi kawah lasan dari
oksidasi pada saat proses pengelasan sedang berlangsung. Terak
melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin (sampai
terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah
panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu
pengelasan harus berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan
tanbah jauh dari 100% karena mesti ada puntungnya.

Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir tahun


1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip,
pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan
pengelasan dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis.
Sebagai pelindung dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka
electrode sehingga busur nyala listrik terpendam oleh flux.
Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur nyala listrik,
kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada
posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.

Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten.


Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga
tidak terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert)
yang untuk beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti
disemburkan kedaerah lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi.
Karena menggunakan las inti sebagai bahan pelindung las ini sering
disebut las TIG (Tungsten Inert Gas).

10
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba pula
pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini
selanjutnya disebut GMAW (Gas Metal Arc Welding) atau las MIG
(Metal Inert Gas). Karena gas argo sangat mahal maka dipakai gas
campuran argon dan oksigen atau gas CO yang cukup aktif. Las ini
biasa disebut dengan MAG (Metal Aktif Gas). Dapat pula dipakai
pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih dari 20%
hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui
bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya
dipakai untuk keperluan khusus.

Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan


pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala
posisi, elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan
flux. Proses ini relatif lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk
segala posisi dan teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi
otomatis atau otomatis penuh las ini disebut las busur elektroda berinti
flux (Flux Core Arc Welding) Selanjutnya ada elektroda sebagai
komponen yang akan dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las
stud. Stud terpasang pada benda utama melalui tiga tahap yaitu seting
posisi, pencarian ujung stud dan benda utama dan penekanan stud
pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.

Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu


10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut
las induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini
termasuk las padat yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan
oksidasi atau kotoran pada permukaan benda kerja. Panas yang
dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda kerja sehingga las ini
sangat cocok untuk plat tipis.

Pada tahun 1950-an, diubahnya energi listrik menjadi seberkas


electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih
besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala

11
listrik, pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi
masal. Daerah panas menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok
untuk bahan yang sensitif terhadap perubahan panas. Kualitas lasan
sangat baik dan akurasi, hanya saja peralatannya sangat mahal. Cara
ini biasa disebut las electron (Electron Beam Welding).

2. Las Gesek

Pada tahun 1950, AL Chudikov, seorang ahli mesin dari Uni


Soviet, mengemukakan hasil pengamatannya tentang teori tenaga
mekanik dapat diubah menjadi energi panas. Gesekan yang terjadi
pada bagian-bagian mesin yang bergerak menimbulkan banyak
kerugian karena sebagian tenaga mekanik yang dihasilkan berubah
menjadi panas. Chudikov berpendapat, proses demikian mestinya bias
dipakai pada proses pengelasan. Setelah melalui percobaan dan
penelitian dia berhasil mengelas dengan memanfaatkan panas yang
terjadi akibat gesekan. Untuk memperbesar panas yang terjadi, benda
kerja tidak hanya diputar tetapi ditekan satu terhadap yang lain.
Tekanan juga berfungsi mempercepat fusi. Cara ini disebut las gesek
(Friktion Welding).

3. Las Plasma

Las plasma busur nyala listrik (Plasma Arc Welding). Proses


plasma sebenarnya merupakan penyempurnaan las tungsren, hanya
saja busur nyala listrik tidak muncul diantara elektroda dengan benda
kerja tetapi muncul antara ujung elektroda dengan gas inti yang
mengalir di sekitarnya. Las plasma ternyata lebih baik dari las
tungsten karena busur nyala listrik yang muncul lebih stabil dengan
diameter lebih kecil sehingga panasnya lebih terpusat. Proses
pengelasan bias lebih cepat, disamping itu tungsten tidak pernah
menyentuh benda kerja.

4. Las Suara

12
Awal tahun 1960 ditandai dengan penemuan las yang
menggunakan suara frekuensi tinggi (Ultrasonic Welding). Las ini
juga menggunakan listrik dalam proses kerjanya, tidak ada aliran
listrik pada benda kerja, panas yang ditimbulkan semata-mata hasil
proses dan sifatnya hanya membantu dalam proses penyatuan benda
kerja.

Suara yang digunakan berkisar antara 10000 sampai 175000


Hz, getaran suara disalurkan melalui sosotrode yang dipasang pada
benda kerja. Kemudian tekanan yang diterapkan pada benda kerja
selama proses. Kelebihan proses ini adalah sesuai untuk benda tipis
dan tidak terpengaruh jenis bahan yang disambungkan. Tidak
dipakainya energi panas sebagai energi utama merupakan kelebihan
sendiri pada bahan tertentu dan tipis, hanya saja kurang berhasil untuk
ketebalan benda kerja diatas 2,5mm x 2. Berbagai bentuk las
ultrasonic:

Wedge reed spot.


Leteral drive spot.
Overthung copuler spot.
Line.
Ring.
Continuous seam.

5. Las Eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW)

Las eksplosive (Exsplosive Welding atau EXW) dikembangkan


dari pengamatan seseorang dimasa PD I, ada pecahan-pecahan bom
yang melekat kuat pada logam lain yang tertumbuk. Carl dalam
penelitiannya menyimpulakan bahwa pecahan bom tersebut menempel
karena efek jet pada saat terjadi tumbukan. Efek jet mampu
membersihkan kotoran yang melekat pada permukaan kedua benda
sehingga terjadi kontak antar atom kedua benda dan menghasilkan
ikata yang cukup kuat.

6. Las Laser.

13
Pada tahun 1955 para ahli fisika berhasil menemukan sinar
laser, secara sederhana dapat dikatakan sinar yang diproduksi pada
panjang gelombang tertentu dan parallel, kemudian diperbesar, sinar
tersebut selanjutnya difokuskan. Panas yang dihasilkan pada titik
fokus sangat tinggi. Menjelang tahun 1970, laser mulai diterapkan pad
alas, laser sebagai sinar dapat diatur secara akurat sehingga las laser
sangat sesuai untuk peralatan-peralatan khusus.

Las laser dapat dipakai untuk mengelas benda-benda dengan


ketebalan 0,13mm sampai 29mm pada kecepatan geser berkisar dari
21 mm/dt sampai 1,2 mm/dt. Persoalan yang timbul pad alas laser
sama halnya dengan las electron, kerenggangan benda kerja sangat
kecil antara 0,03 sampai 0,15. Sampai pada waktu ini banyak sekali
cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini
disebabkan karena perlu adanya kesepakatan dalam hal-hal tersebut.
Secara konvensional cara-cara pengklasifikasi tersebut pada waktu ini
dapat dibagi dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan kerja dan
klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan.

VI. Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian


yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena perlu adanya
kesepakatan dalam hal-hal tersebut. Secara konvensional cara-cara
pengklasifikasi tersebut pada waktu ini dapat dibagi dua golongan, yaitu
klasifikasi berdasarkan kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang
digunakan.

Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las


tekan, las patri dan lain-lainnya. Sedangkan klasifikasi yang kedua
membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las
mekanik dan seterusnya.

14
Bila diadakan pengklasifikasian yang lebih terperinci lagi, maka
kedua klasifikasi tersebut diatas dibaur dan akan terbentuk kelompok-
kelompok yang banyak sekali.

Diantara kedua cara klasifikasi tersebut diatas kelihatannya


klasifikasi cara kerja lebih banyak digunakan karena itu pengklasifikasian
yang diterangkan dalam bab ini juga berdasarkan cara kerja. Berdasrkan
klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :
pengelasan cair, pengelasan tekan dan pematrian.

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan


dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik
atau sumber api gas yang terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah pcara pengelasan dimana sambungan


dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan diman sambungan diikat dan


disatukan denngan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik
cair rendah. Dalam hal ini logam induk tidak turut mencair.
Pemotongan yang dibahas dalam makalah ini adalah cara memotong
logam yang didasarkan atas mencairkan logam yang dipotong. Cara
yang banyak digunakan dalam pengelasan adalah pemotongan dengan
gas oksigen dan pemotongan dengan busur listrik.

VII. Jenis Sambungan Las

Sambungan las adalah pertemuan dua tepi atau permukaan benda


yang disambung dengan proses pengelasan.Terdapat lima jenis sambungan
yang biasa digunakan untuk menyatukan dua bagian benda logam, seperti
dapat dilihat dalam gambar 1.2.

15
Gambar 2.2. (Lima jenis sambungan yang biasa digunakan dalam
proses pengelasan)

1. Sambungan tumpu (butt joint); kedua bagian benda yang akan


disambung diletakkan pada bidang datar yang sama dan disambung
pada kedua ujungnya.
2. Sambungan sudut (corner joint); kedua bagian benda yang akan
disambung membentuk sudut siku-siku dan disambung pada ujung
sudut tersebut.
3. Sambungan tumpang (lap joint); bagian benda yang akan disambung
saling menumpang (overlapping) satu sama lainnya;
4. Sambungan T (tee joint); satu bagian diletakkan tegak lurus pada
bagian yang lain dan membentuk huruf T yang terbalik;
5. Sambungan tekuk (edge joint); sisi-sisi yang ditekuk dari ke dua
bagian yang akan disambung sejajar, dan sambungan dibuat pada
kedua ujung bagian tekukan yang sejajar tersebut.

VIII. Jenis-jenis Las-an

Setiap jenis sambungan yang disebutkan di atas dapat dibuat


dengan pengelasan. Proses penyambungan yang lain dapat juga digunakan,
tetapi pengelasan merupakan metode penyambungan yang paling
universal. Berdasarkan geometrinya, las-an dapat dikelompokkan sebagai
berikut :

1. Las-an jalur (Fillet Weld); digunakan untuk mengisi tepi pelat pada
sambungan sudut, sambungan tumpang, dan sambungan T dalam
gambar 1.3. Logam pengisi digunakan untuk menyambung sisi
melintang bagian yang membentuk segitiga siku-siku;

16
Gambar 2.3. (Beberapa bentuk las-an jalur)

2. Las-an alur (Groove Welds); ujung bagian yang akan disambung


dibuat alur dalam bentuk persegi, serong (bevel), V, U, dan J pada sisi
tunggal atau ganda, seperti dapat dilihat dalam gambar 1.4. Logam
pengisi digunakan untuk mengisi sambungan, yang biasanya dilakukan
dengan pengelasan busur dan pengelasan gas;

Gambar 2.4. Beberapa bentuk las-an alur

3. Las-an sumbat dan las-an slot (Plug and Slot Welds); digunakan
untuk menyambung pelat datar seperti dapat dilihat dalam gambar 1.5,
dengan membuat satu lubang atau lebih atau slot pada bagian pelat
yang diletakkan paling atas, dan kemudian mengisi lubang tersebut
dengan logam pengisi sehingga kedua bagian pelat melumer menjadi
satu;

17
Gambar 2.5. (a) Las-an sumbat dan (b) las-an slot

4. Las-an titik dan las-an kampuh (Spot and Seam Welds); digunakan
untuk sambungan tumpang seperti dapat dilihat dalam gambar 1.6.
Las-an titik adalah manik las yang kecil antara permukaan lembaran
atau pelat. Las-an titik diperoleh dari hasil pengelasan resistansi listrik.
Las-an kampuh hampir sama dengan las-an titik, tetapi las-an kampuh
lebih kontinu dibandingkan dengan las-an titik.

Gambar 2.6. (a) Las-an titik dan (b) las-an kampuh

5. Las-an lekuk dan las-an rata (Flange and Surfacing Welds);


ditunjukkan dalam gambar 1.7. Las-an lekuk dibuat pada ujung dua
atau lebih bagian yang akan disambung, biasanya merupakan lembaran
logam atau pelat tipis, paling sedikit satu bagian ditekuk (gambar
1.7a). Las-an datar tidak digunakan untuk menyambung bagian benda,
tetapi merupakan lapisan penyakang (ganjal) logam pada permukaan
bagian dasar.

Gambar 2.7. (a) Las-an lekuk dan (b) las-an rata

18
IX. Ciri-ciri Penyambungan Pengelasan Lebur

Pada umumnya sambungan las diawali dengan meleburnya di


daerah sekitar pengelasan. Seperti ditunjukkan dalam gambar 1.8.(a)
sambungan las yang di dalamnya telah ditambahkan logam pengisi terdiri
dari beberapa daerah (zone) :

1. Daerah Lebur (Fusion Zone)


Terdiri dari campuran antara logam pengisi dengan logam dasar yang
telah melebur secara keseluruhan. Daerah ini memiliki derajat
homogenitas yang paling tinggi diantara daerah-daerah lainnya.
Struktur yang dihasilkan pada daerah ini berbentuk butir kolumnar
yang kasar seperti ditunjukkan dalam gambar 1.8.(b).

Gambar 2.8. (Penampang melintang penyambungan pengelasan


lebur)

2. Daerah Antarmuka Las (Weld Interface Zone)


Merupakan daerah sempit berbentuk pita (band) yang memisahkan
antara daerah lebur dengan Haz . Daerah ini terdiri dari logam dasar
yang melebur secara keseluruhan atau sebagian, yang segera menjadi
padat kembali sebelum terjadi proses pencampuran.

3. Daerah Pengaruh Panas (Heat Effective Zone, HAZ)


Logam pada daerah ini mendapat pengaruh panas dengan suhu di
bawah titik lebur, tetapi cukup tinggi untuk merubah mikrostruktur
logam padat. Komposisi kimia pada haz sama dengan logam dasar,
tetapi akibat panas yang dialami telah merubah mikrostrukturnya,
sehingga sifat mekaniknya mengalami perubahan pula dan pada
umumnya merupakan pengaruh yang negatif karena pada daerah ini
sering terjadi kerusakan.

19
4. Daerah Logam Dasar Tanpa Pengaruh Panas (Uneffective Base
Metal Zone)
Daerah ini tidak menagalami perubahan metalurgi, tetapi karena
dikelilingi oleh Haz maka daerah ini memiliki tegangan sisa yang
besar akibat adanya penyusutan dalam daerah lebur, sehingga
mengurangi kekuatannya. Untuk menghilangkan tegangan sisa tersebut
biasa dilakukan perlakuan panas (heat treatment) yaitu memanaskan
kembali daerah las-an tersebut hingga temperatur tertentu, kemudian
temperatur dipertahankan dalam beberapa waktu tertentu, selanjutnya
didinginkan secara perlahan.

X. Prosedur Keselamatan Kerja

Untuk menghindari kecelakaan kerja prosedur keselamatan kerja


perlu dilaksanakan antara lain sebagai berikut ;

1. Gunakan sepatu saat pelaksanaan praktikum.


2. Gunakan topeng las saat mengelas.
3. Hindari kontak/hubungan singkat antara kabel terminal mesin las
dalam jangka waktu yg cukup lama.
4. Gunakan sarung tangan/tang saat akan mengangkat atau memegang
benda kerja yang baru dilas.
5. Jangan bercanda saat praktikum.

XI. Macam-macam Mesin Las dan Nama Komponennya

1. Macam-macam Mesin Las

a. Las Karbit

20
Gambar 2.9. (Las karbit asetilin)

b. Las listrik

Gambar 2.10. ( Las listrik )

c. Las Laser

21
Gambar 2.11. (Mesin las laser)

d. Las Gesekan

Gambar 2.12. (Mesin las gesekan)


XII. Perlengkapan Las Listrik

1. Kabel las

22
Inti kabel penghantar ini biasanya terbuat dari tembaga yang dipintal,
dibungkus dengan isolator, dan diberi penguat agar tidak mudah patah
atau terkelupas. Kabel ini harus lentur, tidak kaku, agar tidak
mengganggu operator saat bekerja.

2. Tang elektroda

Tang elektroda digunakan untuk menjepit elektoda las. Alat ini terdiri
atas mulut penjepit dan pegangan yang dibungkus penyekat.

Gambar 2.13. (Tang Elektroda)

3. Klem Massa

Klem massa digunakan untuk menghubungkan kabel massa ke benda


kerja. Agar arus lisrik dapat mengalir dengan baik maka klem massa
biasanya dibuat dari bahan penghantar yang baik misalnya tembaga,
juga dilengkapi dengan pegas yang kuat agar klem dapat menjepit
benda kerja dengan kuat.

23
Gambar 2.14. (Klem Massa)

4. Sikat kawat (Wire brush)

Sikat kawat berfungsi untuk membersihkan benda kerja yang akan


dilas dan sisa-sisa terak yang masih ada setelah dibersihkan dengan
palu terak. Bahan serabut sikat terbuat dari kawat-kawat baja yang
tahan terhadap panas dan elastis, dengan tangkai dari kayu yang dapat
mengisolasi panas dari bagian yang disikat.

Gambar 2.15. (Sikat Kawat)

5. Palu las (Chipping hammer)

Palu las digunakan untuk membersihkan terak yang terjadi akibat


proses pemotongan dan pengelasan dengan cara memukul atau
menggores teraknya. Ujung palu yang runcing digunakan untuk
memukul pada bagian sudut rigi-rigi. Palu las sebaiknya tidak
digunakan untuk memukul benda-benda keras, karena akan
mengakibatkan kerusakan pada bentuk ujung-ujung palu sehingga palu
tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Gambar 2.16. (Palu Las)

24
6. Tang Penjepit

Tang Penjepit digunakan untuk memegang benda kerja hasil dari


pengelasan yang mengalami pemanasan.

Gambar 2.17. (Tang Penjepit)

25
BAB III

JURNAL PRAKTIKUM

I. Maksud dan Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengenal alat-alat praktikum.

2. Mahasiswa dapat mengetahui cara penggunaan dan fungsi dari alat-alat


praktikum.

3. Mahasiswa dapat mengetahui parameter-parameter dalam praktikum.

4. Mahasiswa dapat menggunakan alat-alat ukur dan menganalisis hasil


pengukuran.

5. Mahasiswa dapat membuat laporan dan kesimpulan hasil praktikum.

6. Mahasiswa dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan.

II. Alat dan Bahan

1. Elektroda 216

2. Palu

3. Tang

4. Sarung Tangan

5. Kacamata pelindung mata ultra violet

6. Sikat Kawat

7. Mesin Las IGBT (Travo)

8. Plat Besi :

Panjang = 13 cm

26
Lebar = 3,5 cm

Tebal = 0,5 cm

III. Langkah Kerja Praktikum

1. Siapkan alat dan bahan.

2. Colokan kabel power mesin las.

3. Jepitkan Elektroda pada kutub positif.

4. Jepitkan kutub negatif atau massa pada benda yang akan dilas.

5. Memakai Perlengkapan pelindung badan.

6. Nyalakan power pada 220 Volt dan kuat arus 100-115 ampere.

7. Mesin las siap digunakan.

8. Melakukan pengelasan secara perlahan dan hati-hati.

9. Hilangkan kerak untuk melihat hasil dengan palu dan sikat kawat.

10. Jika pengelasan telah selesai lepaskan sisa elektron pada kutub positif.

11. Cabut kutub negatif/massa pada benda yang telah dilas.

12. Lepaskan kabel power, rapihkan peralatan dan hasil pengelasan dan
pada tempat yang telah disediakan.

IV. KESIMPULAN

1. Praktikan dapat mengerti cara mengoperasikan mesin las dengan baik


dan benar.

2. Praktikan dapat mengerti fungsi dari komponen-komponen yang ada di


mesin las.

3. Praktikan mengetahui komponen-komponen mesin las beserta alat-alat


yang digunakan seperti :

27
a. Kacamata ultraviolet

b. Gergaji besi

c. Palu

d. Sarung tangan meteran

e. Tang

f. Elektroda

4. Praktikan melakukan kerja secara efisien, seperti :

a. Ketepatan waktu dan ketelitian mengukur

b. Ketelitian dan kerapihan dalam pengelasan

c. Praktikan dapat memahami keselamatan kerja pada saat


pengelasan. Praktikan dapat memahami cara membaca ukuran
benda.

28
BAB IV

JAWABAN PERTANYAAN

1. Sebutkan macam-macam elektroda dan fungsinya !

Jawab :

Elektroda secara umum mempunyai fungsi :

Inti elektroda :

- Sebagai penghantar arus listrik dari tang elektroda ke busur yang


terbentuk, setelah bersentuhan dengan benda kerja

- Sebagai bahan tambah.

Dikenal tiga jenis elektroda logam, yaitu elektroda polos, elektroda fluks,
elektroda lapis tebal.

Elektroda polos terbatas penggunaannya, antara lain untuk besi tempa dan
baja lunak. Biasanya digunakan polaritas langsung. Elektroda fluks
dilapisi terak dan fluks digunakan pada pengelasan logam dan paduan
bukan besi.Lapisan fluks mempunyai fungsi yaitu :

- Membentuk lingkungan pelindung,

- Membentuk terak dengan sifat tertentu.

- Memungkinkan pengelasan atas kepala dan tegak lurus.

- Menstabilkan busur.

- Menambah unsur paduan pada logam induk.

- Memurnikan logam secara metalurgi.

- Mengurangi cipratan logam pengisi.

29
- Meningkatkan efisiensi pengendapan.

- Menghilangkan oksida dan ketidakmurnian.

- Mempengaruhi kedalamam penetrasi busur.

- Mempengaruhi bentuk manik.

- Memperlambat kecepatan pendinginan sambungan las.

- Menambah lapisan logam las yang berasal dari serbuk logam dalam
lapisan pelindung.

Elektroda lapis tebal adalah elektroda yang mempunyai lapisan tebal dan
kandungan serbuk logam yang tinggi cocok untuk pengelasan teknik
kontak atau belah.

2. Sebutkan macam-macam kampuh las !

Jawab :

Kampuh las merupakan dasar dan bentuk landasan bahan pengisi yang
akan merekatkan bagian satu dengan bagian yang lainnya sehingga
terbentuk satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Ada beberapa macam
kampuh las yang sering dan baik digunakan untuk penymbungan
diantaranya adalah sebgai berikut:

a. Kampuh tepi

b. Kampuh i

c. Kampuh t

d. Kampuh v

e. Kampuh k

f. Kampuh x

g. Kampuh u

30
BAB V

KESIMPULAN

Pengelasan merupakan bagian yang penting dalam suatu proses


industri, dan kebutuhan akan pengelasan sangat tinggi oleh karena itu
teknologi pengelasan semakin lama semakin berkembang. Penggunaan
teknologi las biasanya dipakai dalam bidang konstruksi, otomotif,
perkapalan, pesawat terbang dan bidang lainnya.

Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan


logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi
dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan
menghasilkan sambungan yang kontinyu.

Berdasarkan definisi dari DIN (Deutch Industrie Normen) las


adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan
dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan
lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang
logam dengan menggunakan energi panas.

Dalam proses pengelasan terdapat berbagai masalah yang terjadi,


karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengelasan. Berbagai hal
harus diperhitungkan sebelum melakukan pengelasan, untuk mendapatkan
hasil pengelasan yang baik seperti sifat mekanik, sifat fisik, komposisi dan
dimensi. Menentukan prosedur pengelasan yang benar adalah langkah
yang harus dilakukan agar hasil yang didapatkan akan optimal dan
mencegah terjadinya cacat.

Pada saat pengelasan, kesalahan sering terjadi dan sambungan las


jarang sekali jadi. Hal yang perlu diperhatikan adalah menghindari bara
api pada bagian yang di las tanpa mengulangi las di tempat yang sama.
Kalau hal itu terjadi, hubungan akan menjadi rapuh dan terbentuk titik
awal retakan kecil. Selain itu, bagian logam yang bersebelahan dengan

31
bagian yang di las tidak meleleh tetapi berubah karena panas. Pemanasan
yang diikuti dengan pendinginan yang cepat bisa menghasilkan struktur
logam seperti kaca, sehingga mudah retak.

32
DAFTAR PUSTAKA

Mulyanto, Tri. 2013. Proses Manufaktur I (Foundry, Forming and joining)


Edisi 2. Penerbit Universitas Pancasila. Jakarta

http://id.wikipedia.org/wiki/Las

http://repository.binus.ac.id/content/D0592/D059279733

http://qtussama.wordpress.com/pengelasan/

33
LAMPIRAN

34
35

Anda mungkin juga menyukai