Anda di halaman 1dari 22

PERMASALAHAN BANJIR DI KOTA SAMARINDA

KALIMANTAN TIMUR
( tugas)

Oleh :

1. Achmad Wibrian F.
2. Danu Wahyudi
3. Della Andandaningrum
4. Febby Aristia Putri
5. Zaina Khoerunnisa N. F.

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Samarinda sebagai Ibu Kota Kalimantan Timur yang saat ini tengah
berkembang dengan pesat, namun di tengah perkembangan ini Kota Samarinda
masih selalu didera dengan permasalahan banjir. Fenomena kejadian banjir saat
ini tidak hanya terjadi pada saat musim penghujan namun pada saat terjadi hujan
dengan durasi 3 jam saja sudah dapat mengakibatkan banjir. Kondisi yang
demikian ini sangat mengganggu aktivitas warga Kota Samarinda.

Berbagai upaya telah dilakukan, namun upaya tersebut belum optimal


dalam mengatasi masalah banjir. Upaya tersebut berupa pemeliharaan saluran
drainase kota, pembenahaan sungai-sungai yang melintasi kota, berbagai studi
terkait pengendalian banjir kota, pembangunan sarana pengendali banjir serta
beberapa aturan telah dikeluarkan untuk pengendalian banjir. Upaya-upaya
tersebut ternyata kalah cepat dengan perkembangan kota. Oleh sebab itulah maka
diperlukan suatu penataan terpadu pengendalian banjir dengan menyusun prioritas
penanganan dan pembiayaan sesuai dengan kondisi aktual serata prediksi
pembangunan masa mendatang.

Di Samarinda kini hanya terlihat dua sungai yang membelah "Kota


Tepian" itu, yakni Sungai Mahakam sebagai sungai terpanjang dan terlebar di
Kalimantan Timur dan Sungai Karang Mumus, merupakan anak Sungai
Mahakam. Apabila terjadi hujan lebat dalam beberapa jam, maka sebagian
kawasan Samarinda akan tergenang. Ini akan kian parah, apabila terjadi hujan
lebat di kawasan utara Samarinda karena Waduk Benanga tidak mampu menahan
jutaan meter kubik air hujan sehingga Sungai Karang Mumus akan meluap
menyebabkan banjir kian merata di kota itu.
Luas DAS Sungai Karang Mumus sekitar 36.527 ha dengan panjang alur
utama sekitar 40 km. Jarak muara sungai Karang Mumus sampai Bendung
Lempake sekitar 20 km. Bendung Lempake dibangun pada tahun 1977, dengan
luas tangkapan air sekitar 195 km. Secara umum kondisi topografi daerah
pengaliran sungai Karang Mumus berbukit-bukit dan juga terdapat daerah datar
khususnya di alur sungai Karang Mumus yang berada dalam kota Samarinda. Di
sepanjang alur sungai Karang Mumus masuk anak-anak sungai dan juga terdapat
beberapa lokasi rawa. Beberapa anak sungai Karang Mumus antara lain sungai
Lubang Putang, Sungai Siring, Sungai Lantung, Sungai Muang, Sungai
Selindung, Sungai Bayur, Sungai Lingai dan Sungai Bengkuring.

Daerah aliran sungai (DAS) Sungai Mahakam mencapai jutaan hektare


karena merupakan sungai terpanjang di Kalimantan Timur, yakni mencapai 920
km melintasi tiga daerah, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara
dan Kota Samarinda. Selain itu terdapat dua sub sistem lain yang juga mempunyai
masalah banjir yaitu DAS Karang Asam Besar (9,65 km) dan DAS Karang Asam
Kecil (16,25 km). Sungai Loa Bakung meskipun mempunyai DAS tidak masuk
dalam Kota Samarinda, namun mengingat perkembangan kota dan peningkatan
pemenuhan pemukiman, di DAS ini diprediksi akan berpotensi menjadi daerah
banjir bila tidak ada penganganan secara dini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan masalah


sebagai berikut:

1. Seberapa baik kinerja Sistem Drainase Kota Samarinda?

2. Bagaimana konsep pengendalian banjir di Kota Samarinda?

3. Seperti apa strategi pengendalian banjir di Kota Samarinda?


4. Apa konsep teknis yang digunakan dalam pengendalian banjir di Kota
Samarinda?

5. Bagaimana partisipasi masyarakat Kota Samarinda dalam usaha


pengendalian banjir di Kota Samarinda?

1.3 Tujuan Penelitian

Kegiatan ini bertujuan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan tentang


partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, berdasarkan data yang
diperoleh dari survei dan kajian berbagai literatur. Keluaran yang diharapkan
adalah gambaran mengenai kebijakan dan regulasi yang telah ada. Kemudian
rekomendasi kebijakan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir,
sesuai tingkat keterlibatannya pada tiap tahapan kegiatan, mulai dari penyusunan
konsep kebijakan, hingga pelaksanaan dan evaluasi kegiatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Banjir

Sebelum membicarakan system pengendalian banjir yang efektif dan tepat


guna, perlu dipahami terlebih dahulu sumber penyebab terjadinya banjir. Secara
umum permasalahan banjir terjadi akibat berlebihnya limpasan permukaan dan
tidak tertambpungnya limpasan tersebut dalam badan sungai sehinga air meluap.

Terdapat dua faktor utama penyebab banjir yaitu factor alam (natural) dan
factor manusia (man made). Faktor alam seperti tingginya curah hijan, topografi
wilayah, pasang surut air laut, badai, dan lain-lain. Faktor alamiah ini sulit untuk
dikendalikan, kalaupun bisa memerlukan biaya yang cukup besar.

Faktor kedua adalah manusia, utamanya bersumber pada unsure


pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk akan diikuti dengan peningkatan
kebutuhan infrastruktur, seperti pemukiman, sarana air bersih, pendidikan, serta
layanan masyarakat lainnya. Selain itu pertumbuhan penduduk akan diikuti pula
oleh peningkatan penyediaan lahan untuk usaha seperti pertanian, perkebuanan
maupun industri.

Peningkatan kebutuhan lahan usaha maupun penyediaan lahan untuk


infrastruktur tentu akan mempengaruhi tataguna lahan, dan berdampak
menurunnya potensi serapan air ke dalam tanah. Selain itu dengan lebih
terbukanya lahan maka semakin mudah lapisan tanah tergerus air hujan maka
sedimentasi akan terjadi di sungai, dan akibatnya kapasitas alir sungai akan
menurun. Pertumbuhan penduduk tentu akan meningkatkan produksi sampah,
apabila manajemen persampahan tidak baik maka sampah akan menimbulkan
masalah antara lain penyumbatan di saluran drainase dan sungai tersebut.

Berdasarkan uraian di atas permasalahan banjir yang ada di Kota


Samarinda dapat diperkirakan sumber-sumber penyebab banjirnya, sebagai
berikut :

1) Penyebab Alamiah

Banjir secara alamiah dapat terjadi karena pengaruh dari iklim, pengaruh
phisiografi, sedimentasi di sungai, kapasitas alur, drainase ataran bamjir yang
tidak memadahi serta pengaruh pasang surut. Berikut ini akan dijelaskan secara
rinci penyebab banjir secara alamiah di Kota Samarinda.
a) Iklim tropis, iklim tropis Indonesia ditandai oleh 2 musim, yaitu musim
hujan dari bulan Oktober sampai dengan Maret dan musim kemarau dari
bulan April sampai September. Hujan lebat di musim hujan menyebabkan
masalah-masalah yang cukup berarti di Indonesia. Kondisi ini diperburuk
dengan tingginya kepadatan penduduk di daerah genangan banjir. Kota
Samarinda merupakan salah satu Kota yang mempunyai posisi dekat
dengan garis ekuator sehingga kondisi musim yang terjadi tidak berbeda
dengan daerah lain di Indonesia. Berdasrkan data curah hujan yang ada di
wilayah Kota Samarinda menunjukkan bahwa rerata hujan tahunan sebesar
2.021 mm dengan hari hujan tahunan sebanyak 146 hari. Hujan maksimum
harian yang pernah terjadi di wilayah Kota Samarinda adalah 147 mm
yang tercatat di stasiun Temindung. Hujan harian maksimum ini setara
dengan kala ulang 10 tahunan. Berdasarkan kondisi yang ada tersebut di
atas terindikasi bahwa wilayah Kota Samarinda mempunyai rerata hujan
yang cukup tinggi. Tingginya curah hujan ini akan sangat mempengaruhi
kondisi banjir Kota Samarinda, apabila fasilitas drainase maupun fasilitas
pengendali banjir yang lain belum mendukung.
b) Pengaruh Phisiografi, pada umumnya perkembangan wilayah di Pulau
Kalimantan berada di tepian sungai, dimana daerah ini relative datar.
Kondisi morfologi setiap sungai di Pulau Kalimantan pada umumnya
mempunyai kemiringan dasar sungai cukup landai, sungai-sungainya lebih
panjang dan daerah pengalirannya lebih luas. Beberapa sungai yang
mengalir di tengah Kota Samarinda adalah sungai yang mempunyai
kemiringan dasar landai dan banyak terjadi meandering. Selain kondisi
morfologi sungai yang demikian secara topografi wilayah Kota Samarinda
terutama daerah yang berkembang berada pada dataran (plain) dimana
daerah-daerah ini berada di antara perbukitan, sehingga limpasan air dari
perbukitan tersebut akan terkonsentrasi mengalir pada daerah datar
tersebut. Sebagai ilustrasi daerah rawan banjir di wilayah Sempaja berada
di bawah perbukitan Gunung Cermin dimana perubahan slope baik itu
slope lahan maupun sungai cukup mempengaruhi kelancaran limpasan
permukaan. Daerah rawan banjir sepanjang Jl. Suryanata sampai dengan
permepatan Air Putih secara topografi limpasan dari bukit akan
terkonsentrasi menuju Jl. Suryanata sampai permepatan Air Putih.
Demikian pula dengan lokasi rawan banjir sepanjang Jl. Sentosa arah ke
Lempake, di lokasi ini terjadi perubahan slope antara perbukitan menuju
dataran. Berkaitan dengan morfologi sungai di wilayah Kota Samarinda
banyak terdapat daerah-daerah cekungan dimana daerah tersebut pada
awlanya sebagai daerah retarding basin, namun saat ini daerah tersebut
telah berubah menjadi daerah pemukiman penduduk. Dengan perubahan
peruntukan ini secara awam daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah
rawan banjir, padahal berdasar morfologi sungai daerah tersebut sebagai
daerah retarding basin. Banyak lokasi retarding basin yang telah berubah
fungsi yaitu daerah Gunung Lingai yang merupakan lokasi retarding basin
sungai Karangmumus dan Sungai Sempaja. Lokasi ini telah berubah
menjadi daerah pengembangan permukiman dan sebagai daerah
pertokoan. Daerah rawa di sekitar Jl. Jakarta Loa Bakung yang saat ini
telah berubah menjadi lokasi permukiman dimana secara alami fungsi
daerah tersebut sebagai retarding basin sungai Loa Bakung.
c) Sedimentasi, di sungai pengendapan sedimen di muara sungai akan
memperpanjang delta sungai, mengurangi kemiringan memanjang sungai,
mengurangi kapasitas angkut sungai, dan memperbesar resiko banjir.
Pengurangan kapasitas aliran pada sungai dapat disebabkan oleh erosi.
Erosi yang berlebihan terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan
adanya pengolahan tanah. Erosi ini menyebabkan sedimentasi di sungai-
sungai, dimana hasil erosi diensapkan pada bagian hilir sungai.
Sedimentasi di sungai ini menyebabkan peninggian (agradasi) dasar sungai
dan meningkatkan resiko banjir, kapasitas resapan daerah pengliran sungai
untuk menahan air dengan infiltrasi tergantung pada kondisi fisik daerah
pengliran sungai, khususnya tanaman penutup aliran permukaan.
Mencermati secara fisik aliran air yang ada di sungai yang melintas Kota
Samarinda terlihat pada saat musim penghujan atau sesaat setelah terjadi
hujan warna air yang mengalir di sungai terlihat coklat ke hitam-hitaman.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat konsentrasi sedimen yang
cukup tinggi. Selain sedimentasi di sungai indikasi tingginya tingkat erosi
di DAS dapat dilihat di saluran-saluran drainase yang masuk sungai alam.
Banyak saluran drainase yang menyempit bahkan ada yang sudah tidak
dapat berfungsi karena sedimentasi di saluran drainase.
d) Drasinase, drasinase daerah dataran banjir yang tidak memadai Modifikasi
daerah dataran banjir secara teratur dapat merintangi aliran sungai dan
pada akhirnya akan mempertinggi elevasi banjir. Apabila suatudaerah
mempunyai drainase dataran banjir yang kurang memadai, maka daerah
tersebut akan menjadi daerah banjir di saat musim hujan. Daerah layanan
drainase Kota Samarinda saat ini sudah cukup luas, namun yang menjadi
permasalahn adalah kapasitas dari saluran drainase yang semakin
mengalami penurunan. Dari pengamatan di lapangan merupakan penyebab
utama berkurangnya kapasitas alir saluran. Meskipun kepadatan saluran
drainase yang ada di Kota Samarinda secara umum telah mencukupi
namun dari hasil pengamatan lapangan didapati kapasitas saluran yang
tidak memadahi. Sebagai contoh adalah saluran drainase di daerah
Temindung, saluran drainase Jl. Cendana, saluran drainase Jl. Kadrie
Oening, Jl. Suryanata, Jl. Slamet Riyadi, dan lainnya. Saluran drainase
tersebut selain kapasitasnya terlalu kecil juga beban sedimen yang tinggi.
e) Pengaruh air pasang, Pasang air laut juga mempunyai efek yang berarti
pada masalah banjir, khususnya jika puncak banjir bersamaan dengan air
pasang tinggi. Sungai Mahakam sangat berpengaruh terhadap kelancaran
aliran anak-anak sungainya, yang mana terdapat beberapa anak sungai
Mahakam yang berada di Kota Samarinda seperti sungai Karangmumus,
sungai Karang Asam Besar dan Karang Asam Kecil, sungai Loa Bakung,
sungai Sambutan, dan sungai-sungai yang lain. Pasang naik sungai Maraca
tertinggi mencapai 1,35 m, hal ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran
anak sungai Mahakam dan saluran-saluran drainase yang pada umumnya
di wilayah Samarinda mempunyai kemiringan dasar saluran yang landai.

2) Penyebab Karena Tindakan Manusia.

a) Perubahan daerah pengaliran sungai. Perubahan daerah pengaliran sungai


seperti penggundulan hutan, pembukaan lahan untuk penyediaan lahan
usaha (pertanian, perkebunan, pertambangan) dan penyediaan lahan untuk
pemukiman dapat memperburuk masalah banjir yang ditandai dengan
meningkatnya aliran debit banjir. Perubahan dari hutan manjadi lahan
pertanian dapat menimbulkan sedimentasi dan hilangnya daya redap lahan
akibat tidak adanya vegetasi penutup lahan. Pembukaan lahan
pertambangan batubara di beberapa lokasi perbukitan juga menyebabkan
hilangnya vegetasi penutup lahan, selain terjadi limpasan sesaat yang
cukup tinggi bila hujan turun juga sedimentasi akibat pembukaan lahan
(land clearing), sehingga akan menambah beban sedimen baik itu di sungai
maupun saluran drainase. Banyak comtoh alokasi di DAS yang telah
mengalami perubahan seperti di DAS Karangmumus, dimana di sub DAS
sungai Binangat di daerah hulu DAS telah dilakukan penambangn
batubara. Penambangan ini telah merubah daerah peruntukan DAS yang
semula sebagai perkebunan/ladang menjadi daerah terbuka, sehingga akan
sangat memepngaruhi nilai koefisien resapan DAS. Selain di DAS
Karangmumus juga di sub DAS Karang Asam Besar, juga di daerah hulu
terdapat pertambangan batubara.
b) Pengembangan daerah dataran banjir dan tataguna lahan. Reklamasi
daerah genangan maupun daerah rawa akan mengurangi daerah retensi
banjir. Penyediaan lahan untuk permukiman, industri, perkantran yang
tidak terkontrol akan meningkatkan nilai koefisien pengaliran dan juga
menurunkan daya tampung air di lahan tersebut. Banyak lokasi dalam
Kota Samarinda yang pada awal perkembangan kota (th. 1980an)
merupakan daerah tampungan air sementara saat ini karena tuntutan
perluasan kota dan penyediaan lahan untuk permukiman dan industri
menjadi daerah berkembang. Tidak terkontrolnya pengembangan lokasi
misalnya dengan penimbunan daerah rawa seperti di lokasi Loa Bakung,
Bengkuring, Sempaja, dan lokasi lain akan sangat mempengaruhi beban
banjir daerah hilir lokasi-lokasi tersebut.
c) Kawasan Kumuh. Perumahan kumuh sepanjang alur sungai dapat menjadi
penghambat aliran. Rumah0rumah panggung di tepian sungai akan
menghambat aliran air di sungai selain mempersempit alur sungai. Sungai
karangmumus, sungai Karang Asam Kecil dan Karang Asam Besar
merupakan tiga sungai penting yang memberi kontribusi banjir di wilayah
Kota Samarinda. Banyak rumah-rumah pangguang di bentaran sungai ini
dan ada kecenderungan bertambah. Penataan sungai Karangmumus bagian
Hilir sampai Jembatan III telah dilaksanakan, yaitu dengan melakukan
restlemen penduduk kawasan bantaran sungai Karangmumus. Saat ini
bagian hilir sungai ini nampak lebih tertata dan aliran sungai akan lebih
lancar. Namun demikian masih diperlukan usaha lebih keras lagi penataan
bagian sungai yang lain sehingga nantinya sungai Karangmumus benar-
benar tertata dan apat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan
penataan bantaran sungai, tidak hanya di wilayah Samarinda tapi juga
untuk wilayah yang lain.
d) Sampah Pembuangan. sampah, kotoran, dan reruntuhan yang dihasilkan
dari penimbunan sembarangan dari material ke dalam alur-alur drainase
akan mengurangi kapasitas alir saluran. Banyak saluran di wilayah
Samarinda yang berkurang kapasitasnya akibat sedimentasi material
sampah, dan untuk penanganan sampah yang masuk saluran drainase
diperlukan biaya besar. Selain itu juga perlu diwaspadai lokasi-lokasi yang
potensial memproduksi sampah seperti daerah pasar yang lokasinya dekat
dengan sungai, lokasi ini potensial sebagai sumber bencana daerah hilir
karena sampah yang lolos ke sungai akan menyumbat saluran daerah hilir.
Untuk sungai skala kecil atau saluran di lokasi pasar diperlukan bangunan
penyaring sampah (trashrack) sehingga sampah tidak membebani lokasi
hilir pasar. Terdapat beberapa lokasi yang memproduksi sampah yang
berada di atas badan sungai, sebagai contoh Pasar Damak yang berada di
atas alur sungai Karangmumus. Produksi sampah dari pasar ini cukup
besar apabila penanganan tidak baik akan masuk ke alur sungai
Karangmumus dan akhirnya menambah beban sedimentasi sungai
Karangmumus. Selain Pasar Damak, terdapat Pasar Kedondong yang
berada di pinggir sugai Karangasam Besar. Seperti halnya Pasar Damak
perlu dilakukan penertiban terhadap sistem pembuangan sampah sehingga
tidak akan menambah permasalahan pada Sungai Karangasam Besar.
e) Bangunan di sungai. Jembatan dan bangunan pada sungai yang tidak
mengikuti rencana pengelolaan sungai akan menghambat aliran. Pilar atau
pondasi bangunan tersebut akan mempersempit alur yang ada sehingga
terjadi pembendungan di lokasi tersebut. Disamping itu pengetatan ijin
bangunan di daerah pinggir sungai dan tidak mengijinkan dan menertibkan
bangunan di sepanjang bantaran sungai. Banyak masalah bangunan di
bantaran sungai, utamanya di kota-kota yang dilintasi oleh sungai. Seperti
diketahui ada 4 anak sungai Mahakam yang melintas di wilayah
Samarinda. Sungai Karangmumus yang merupakan salah satu anak sungai
Mahakam di wilayah Samarinda sudah mempunyai masterplan
penataannya, namun tiga sungai lain yaitu Sungai Karangasam Kecil dan
Karangasam Besar dan Sungai Loa Bakung sampai dengan saat ini belum
dilakukan penataan, sehingga kelancaran aliran sungai ini sangat
terganggu. Perlu dilakukan studi detail desain penataan ketiga sungai ini
dan juga dilakukan studi restlement plan untuk relokasi penduduk yang
nanti dibebaskan dari bantaran ketiga sungai ini. Restlement penduduk
bantaran sungai ini harus menjamin bahwa di tempat yang baru penduduk
dapat tempat yang lebih layak baik dari segi hunian maupun dalam
mencukupi kehidupannya.

2.1 Drainase Kota Samarinda

Pada umumnya daerah yang saat ini mempunyai perkembangan sangat


pesat di wilayah Kota Samarinda berada di daerah dengan topografi rendah dan
relatif datar. Saat ini fungsi saluran drainase yang berfungsi untuk menampung
limpasan permukaan dan saluran yang menampung limbah cair dari rumah tangga.
Denegan berfungsi ganda akan semakin menambah beban saluran tersebut, selain
itu juga akan menambah kekumuhan saluran. Semua sistem pembuangan di
wilayah Kota Samarinda mengalir menuju sungai alam yang selanjutnya masuk ke
Sungai Mahakam.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 35


(1991) tentang Sungai dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63 Tahun
1993 tentang garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah
Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai, yang menetapkan perlunya menetapkan
garis sempadan sungai dan pengaturan penggunaan dataran banjir.

Dalam implementasinya khususnya di wilayah Kota Samarinda masih


belum efektif diterapkan dan banyak menghadapi permasalahn sosial. Sementara
situ sistem drainase yang ada di wilayah Kota Samarinda masih belum mengikuti
standar sistem drainase yang benar. Banyak drainase lingkungan yang langsung
masuk ke sungai alam, sehingga apabila terjadi kenaikan muka air di sungai akan
memperngaruhi secara langsung aliran drainase lingkungan tersebut.

Sumber genangan (banjir) di Kota Samarinda khususnya pada daerah hilir,


dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1) Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar
kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah
hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya
sehingga terjadi limpasan. Sebagai contoh lokasi yang sering mendapat
banjir kiriman adalah daerah sekitar jalan Panglima Antasari. Banjir yang
terjadi di daerah atas (hulu) yaitu di DAS Manggis dengan durasi 3-4 jam
akan dapat menyebabkan banjir di daerah Jl. Antasari. Banjir yang terjadi
akibat dari kapasitas alur sungai yang terbatas. Waktu tiba banjir yaitu
perjalanan banjir dari daerah hulu sampai dengan terjadinya genangan di
wilayah ini sekitar 4-5 jam.
2) Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah
itu sendiri. Hali ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi
kapasitas sistem drainase yang ada. Pada banjir lokal, ketinggian genangan
air antara 0,2-0,7 m dan lama genangan bisa mencapai 3-5 jam. Tinggi
genangan maupun lama genangan akan semakin besar apabila pada saat
hujan bersamaan dengan pasang Sungai Mahakam.. kejadian banjir seperti
ini hampir terjadi di semua daerah rendah.
3) Banjir akibat pasang Sungai Mahakam, banjir yang terjadi baik akibat
aliran langsung air pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat
terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat
muka air Sungai Mahakam pasang. Daerah yang mendapat pengaruh
langsung dari air pesang Sungai Mahakam tentunya daerah yang
mempunyai ketinggian di bawah muka air pasang sekitar +1,58 m.
Ketinggian genangan antara 0,20-0,50 m dengan lama genangan antara 2
hingga 4 jam. Pada sepuluh tahun terakhir, banjir yang terjadi di kota
Samarinda semakin meningkat, baik besaran maupun frekuensinya. Hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya limpasan permukaan dari daerah
tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi dan
hilangnya tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa.

Saat ini sebagian besar wilayah berkembang di Kota Samarinda telah


terlayani oleh jaringan drainase. Konstruksi saluran drainase yang ada sebagian
sudah berupa saluran dengan pasangan batu dan sebagian saluran tanpa konstruksi
batu atau saluran tanah. Berdasarkan data survey yang pernah dilakukan dalam
studi Penyusunan Outline rencana Induk Drainase Kota Samarinda panjang
saluran drainase Kota Samarinda adalah 303.112,40 Km yang terdiri dari saluran
dengan pasangan batu sepanjang 104.149,40 Km dan saluran tanpa pasangan
198.963,00 km. Dari panjang saluran drainase yang ada di Kota Samarinda
banyak saluran yang sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya bahkan sudah
tidak berfungsi sebagai saran pamatusan air limpasan permukaan. Beberapa
masalah yang terkait dengan saluran drainase Kota Samarinda seperti berikut :
1) Banyak saluran drainase yang pada saat perencanaan dahulu didesain
mampu untuk mengalirkan air dari daerah tangkapan air namun sekarang
kapasitas yang diencanakan tersebut sudah tidak mampu lagi. Dalam
permasalahan ini kapasitas desain sudah tidak sesuai dengan debit
limpasan yang terjadi.
2) Penurunan kapasitas alir saluran drainase akibat sedimentasi dan sampah
yang masuk di saluran drainase. Kondisi ini banyak dijumpai hampir di
seluruh jaringan drainase yang ada. Sedimen yang ada di saluran berasal
baik dari sekitar lokasi namun juga berasal dari daerah hulu terangkut
aliran dan mengendap di lokasi hilir. Material sampah baik itu sampah
organik maupun sampah non organik banyak menyumbat saluran drainase.
Permasalahan ini tidak saja akan menghambat laju aliran namun juga
mengurangi kapasitas saluran.
3) Hambatan utilitas kota juga merupakan salah satu permasalahan besar
dalam sistem drainase Kota Samarinda. Banyak utilitas kota yang
menghambat laju aliran drainase bahkan mengurangi kapasitas alir saluran
drainase. Contoh yang mudah ditemui adalah adanya tiang listrik PLN
yang berada di dalam alur saluran drainase seperti pada saluran drainase Jl.
P. Antasari. Pipa air minum juga merupakan salah satu penghambat laju
aliran dan mengurangi kapasitas saluran, khusus untuk pipa air minum
biasanya akan menghambat laju aliran yang akan masuk gorong-gorong.
Pemasangan pipa air khusus yang melintasi goronggorong sepertinya tidak
memperhitungkan dimensi dari gorong-gorong ataupun box culvert.
Akibat dari kecerobohan ini pemasangan pipa tersebut tidak hanya
menghambat laju aliran namun juga mengurangi kapasitas dimana akibat
dimensi pipa tersebut maupun akibat sampah yang menyangkut pada piapa
air tersebut.
4) Banyaknya bangunan infrastruktur baik yang sifatnya bangunan
individu/pribadi maupun kelompok bangunan yang tidak dilengkapi
dengan sarana drainase yang mencukupi. Kondisi yang demikian ini akan
menyebabkan permasalahan kelancaran aliran permukaan di lokal area
tersebut.
5) Masih belum tertatanya sistem drainase yang baik, dalam hal ini
dimaksudkan bahwa tingkatan funsi saluran belum tertata dengan baik,
sebagai contoh saluran drainase primer dapat berfungsi sebagai saluran
drainase lingkungan, belum adanya pemisah antara drainase permukaan
dengan saluran air kotor dari rumah tangga. Selain itu saluran drainase
yang ada banyak tertutup oleh plat jembatan rumah/toko, sehingga akan
menyulitkan pemeliharaan saluran. Masih sedikitnya fasilitas pendukung
alam sistem drainase kota seperti pintu-pintu air untuk memproteksi
dampak kenaikan muka air di sungai terhadap saluran drainase, fasilitas
pompa banjir yang masih sangat minim serta minimnya kegiatan operasi
dan pemeliharaan fasilitas drainase.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Umum Pengendalian Banjir Kota Samarinda

Dengan melihat kondisi perkembangan Kota Samarinda dan analisa


penyebab banjir sebuah konsep perngendalian banjir kota yang dapat diterapkan
dibagi dalam tiga bagian kegiatan yaitu :
1. Pengelolaan Daerah Hulu
2. Konsep Pengendalian Banjir untuk daerah tengah
3. Konsep Pengendalian Banjir daerah hilir
Konsep pengendalian banjir daerah hulu dimaksudkan adalah
pengandalian banjir daerah hulu aliran sungai, hal ini dengan mempertimbangkan
bahwa daerah hulu sampai saat ini merupakan daerah yang masih belum
berkembang sehingga lebih mudah dalam penataannya. Konsep yang dapat
dilakukan di daerah hulu adalah memeprbaiki kondisi DAS rusak dan
mempertahankan potensi alamiah DAS sehingga diharapkan dapat dilakukan
reduksi potensi banjir di daerah ini, sehingga beban banjir daerah dibawahnya
dapat lebih ringan. Daerah resapan air hujan terus dioptimalkan fungsinya dengan
menjaga dan melestarikan vegetasi penutup lahan termasuk di dalamnya tidak
melakukan pembukaan lahan yang tanpa dilakukan pengendalian.

Daerah bagian tengah suatu DAS yang ada pada umumnya juga
merupakan daerah tengah wilayah Kota Samarinda saat ini sebagian besar
difungsikan sebagai daerah pengembangan permukiman. Konsep yang dapat
diterapkan di daerah tengah adalah dengan melakukan minimalisasi perubahan
tataguna lahan. Tuntutan penyediaan kawasan permukiman tidak dapat dihindari
dan hal ini selaras dengan perkembangan kota, namun demikian untuk
pengembangan wilayah permukiman tidak dilakukan dengan penimbunan daerah-
daerah rendah yang dalam sejarah keberadaan Kota Samarinda daerah tersebut
merupakan daerah parkir air limpasan (retarding basin). Selain itu juga tidak
melakukan pemotongan perbukitan untuk penyediaan lahan/lokasi perumahan
atau penyediaan material timbunan untuk lokasi yang lain. Sedangkan konsep
untuk sistem drainase adalah dengan pembenahan sistem. Saluran drainase harus
mengikuti tingkat fungsionalnya contohnya saluran drainase dari komplek
perumahan harus masuk sistem saluran sekunder sebelum masuk sungai utama.
Hal ini untuk menghindari rancaunya sistem dan menghindari adanya air balik
saat musim banjir. Dengan berjalannya sistem drainase maka tidak diperlukan
banyak sistem pintu-pintu pembuangan dari saluran kolektor.

Daerah hilir wilayah Kota Samarinda yang juga merupakan daerah hilir
DAS saat ini sebagai daerah berkembang baik itu sebagai pusat pemerintahan,
pusat pendidikan, pusat perdagangan dan industri selain teradpat daerah
permukiman. Pengamanan terhadap asetaset tersebut dari bahaya banjir mutlak
dilakukan. Konsep pengendalian banjir di daerah ini adalah dengan memperlancar
aliran drainase yang ada yaitu dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase
dan memproteksi aliran di saluran dari pengruh pasang air Sungai Mahakam.
Peningkatan kapasitas dapat dilakukan dengan pelebaran saluran, pengerukan
sedimen, dan penataan bantaran sungai. Proteksi terhadap pasang air Sungai
Mahakam dilakukan dengan membuat pintu-pintu air otomatis dan sistem pompa
untuk membentu pemasukan air saat Mahakam pasang.

Selain tiga konsep pengendalian banjir berdasarkan wilayah


pengembangan, program pengendalian banjir harus pula dilengkapi dengan
adanya Peraturan/Perundangan yang menjamin ketertiban dalam pelaksanaan
program tersebut. Peraturan/Perundangan tersebut tentunya mencakup subjek,
objek, dan alat dalam pegelolaan banjir.
3.2 Strategi Pengendalian Banjir Kota Samarinda

Berdasarkan konsep umum tersebut di atas, dapat dilakukan penjabaran


konsep tersebut dalam strategi pengendalian banjir yang diharapkan lebih
memberikan arah dan kejelasan kerangka dasar pelaksanaan program. Berikut
beberapa strategi pengendalian banjir Kota Samarinda :
1) Strategi Penataan Ruang dan Penguasaan Lahan, yaitu memperketat
pemanfaatan ruang kota sesuai dengan RUTRK dan RDTRK yang
diimplementasikan dalam bentuk pengetatan penerbitan izin lokasi dan
sertifikat tanah.
2) Strategi Penataan Bangunan dan Lingkungan, yaitu : memperketat proses
legalisasi site-plan kawasan maupun sub-kawasan dengan penekanan pada
ketercakupan empat hal dalam rencana pokok, yaitu :
a. Pemanfaatan drainase internal sehingga terkoneksi dengan drainase
kota atau sungai.
b. Ketersediaan kolam penampung sementara (Retarding Basin).
c. Pengamanan daerah-daerah lereng agar terhindar dari erosi dan
tetap hijau.
d. Menyediakan ruang terbuka hijau (RTH) yang cukup
3) Strategi Pengawasan dan Penertiban, yaitu meningkatkan dan memperluas
operasi pengawasan bangunan dan penggalian bahan/galian golongan C
serta pertambangan batubara melalui satuan Operasi Pengawasan
Bangunan (Polisi Bangunan).
4) Strategi Pengaturan dan Koordinasi, meliputi :
a. Adanya kesepakatan antara pihak pemerintah daerah dengan
pengembang atau swsta untuk mengentisipasi banjir.
b. Mengikutsertakan camat dan lurah di wilayah masing-masing
untuk di garis dengan melaporkan hal-hal yang terkait dengan
strategi pengawasan dan penertiban.
c. Menerbitkan aturan tentang kawasan resapan air dan tampungan air
di dalam kota.

5) Strategi Pembiayaan, meliputi :


a. Pengalihan kegiatan yang tidak mendesak pada Tahun Anggaran
2005 untuk kegiatan penanggulangan banjir.
b. Menyisihkan sebagian dana reboisasi dan PBB untuk kegiatan
penanggulangan banjir
c. Memperkuat komitmen ketersediaan dana untuk tahun 2005 dan
seterusnya sesuai dengan tahapan jangka menengah dan jangka
panjang, antara lain melalui Perda Propinsi maupun Perda Kota
Samarinda
6) Strategi Pelibatan dan Pendampingan masyarakat, meliputi saluran
a. Mengaktifkan budaya/gerakan Jum`at Bersih yang diberlakukan
terhadap seluruh lapisan masyarakat di wilayah pemukiman dan
sentra-sentra kegiatan.
b. Melibatkan masyarakat dalam gerakan reboisasi dan penghijauan
terutama pada lahan-lahan kritis di daerah resapan air.
c. Memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang prinsip-prinsip
konservasi tanah dan air dalam pendayagunaan lahan.
7) Strategi Penataan DAS Karangmumus, Karangasam Kecil, Karangasam
Besar, dan Loa Bakung, meliputi:
a. Mengidentifikasi lahan-lahan kritis pada kawasan lindung,
penyangga, dan budidaya.
b. Melaksanakan program pemulihan lahan kritis berdasarkan skala
prioritas.
c. Memberikan kejelasan status hukum kepemilikan lahan.
d. Pengalokasian wilayah untuk pemukiman dengan memperhatikan
aspek biogeofisik dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

3.3 Konsep Teknis Pengendalian Banjir Kota Samarinda


Salah satu tindak lanjut dari strategi pengendalian banjir Kota Samarinda
lebih difokuskan lagi menjadi Konsep Teknis Penanganan Banjir Kota Samarinda
dibagi dalam tiga tahap, yaitu Jangka Pendek (2004-2005), Jangka Menengah
(2005-2010), dan Jangka Panjang (2010-2015). Pembagian kegiatan berdasarkan
jangka waktu ini memungkinkan untuk bergeser menyesuaikan dengan
ketersediaan dana dan kondisi sosial yang berkembang di masyarakat. Konsep
penanganan ini dikembangkan berdasarkan penyebab banjir di Kota Samarinda,
yaitu :
Penanganan jangka pendek, adalah kegatan-kegiatan untuk mengendalikan
banjir akibat hujan lokal di lokasi prioritas dan meningkatkan kesadaran dan
keterlibatan masyarakat pada masalah pengendalian banjir,
Penenganan jangka menengah adalah untuk mengendalikan banjir dari
daerah hulu dan penataan DAS dari sungai-sungai yang melintas Kota Samarinda,
Penanganan jangka panjang adalah untuk mengendalikan pasang-surut
Sungai Mahakam. Program prngendalian banjir Kota Samarinda yang telah
dicanangkan oleh Pemerintah saat ini telah berjalan hampir dua tahun anggaran.
Berdasarkan monitoring dan kajian yang dilakukan terdapat program yang
perlu dilakukan revisi baik itu terhadap jenis pekerjaan, waktu pelaksanaan,
maupun pendanaan program yang direncanakan. Bedasarkan program yang telah
direncanakan yang terbagi dalam tiga periode yaitu jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang, dijabarkan dalam beberapa kegiatan utama yaitu :
1) Rencana Kegiatan Non Fisik (Makro dan Mikro)
2) Institutional dan Legal Aspek
3) Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Mikro
4) Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Sistem Makro
5) Pengadaan dan Pemeliharaan
6) Rencana Kegiatan Fisik Penanganan Konservasi Institusi pelaksana yang
bertanggungjawab atas terlaksananya program pengendalian banjir
tersebut adalah :
a. Pemerintah Kota Samarinda
b. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur
c. Pemerintah Pusat
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Samarinda
Instansi pelaksana di bawah Pemerintah Kota Samarinda antara lain Dinas
Pekerjaan Umum Sub Dinas Binamarga dan Pengairan, Kimbangkot, dan
Bappedalda Kota Samarinda. Sedangkan untuk instansi pelaksana tingkat propinsi
adalah Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Sub Dinas Pengairan, DPU Cipta Karya,
dan Dinas Kehutanan. Sedangkan instansi pelaksana tingkat pusat dilaksanakan
oleh Dinas PU Pengairan dan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai
Kalimantan Timur. Berdasarkan sistem pendanaan program terbagi dalam tiga
sumber dana yaitu melalui mekanisme
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Samarinda (APBD II)
2) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Kalimantan Timur
(APBD I)
3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

3.4 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat merupakan proses teknis untuk memberi


kesempatan dan wewenang lebih luas kepada masyarakat, agar masyarakat
mampu memecahkan berbagai persoalan bersama-sama. Pembagian kewenangan
ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (Level Of Infolvement)
masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk
mencari solusi permasalahan lebih baik dalam suatu komunitas, dengan membuka
lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk memberi kontribusi sehingga
implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Sejalan dengan tuntutan masyarakat akan keterbukaan dalam program-


program pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai dari sejauh
mana partisipasi masyarakat dan pihak terkait dalam program pembangunan.
Partisipasi masyarakat, mulai dari tahap kegiatan pembuatan konsep, konstruksi,
operasionalpemeliharaan, serta evaluasi dan pengawasan. Penentuan dan
pemilahan dilakukan dengan metode Stakeholders Analysis yang terdiri dari
empat tahap yaitu:
1) identifikasi.
2) penilaian ketertarikan terhadap kegiatan penanggulangan banjir.
3) penilaian tingkat pengaruh dan kepentingan setiap.
4) perumusan rencana strategi partiesipasi dalam penanggulangan banjir
pada setiap fase kegiatan.

Semua proses dilakukan dengan mempromosikan kegiatan pembelajaran


dan peningkatan potensi masyarakat, agar secara aktif berpartisipasi, serta
menyediakan kesempatan untuk ikut ambil bagian, dan memiliki kewenangan
dalam proses pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya dalam kegiatan
penanggulangan banjir.

Anda mungkin juga menyukai