Oleh:
1161050146
Penguji:
dr. Franky Sientoro, Sp.A
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Permintaan produk darah pada praktek klinis sehari hari meningkat. Tranfusi
darah adalah salah satu terapi penunjang yang penting tidak hanya untuk kelainan di
bidang hematologi namun juga pada kasus nonhematologi seperti sepsis, persiapan pre-
operatif maupun penyakit lain.
Untuk itu penulis akan membahas lebih lanjut mengenai transfusi darah pada anak
dari berbagai aspek yang berkaitan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Darah
Darah merupakan suatu komponen esensial mahluk hidup yang berfungsi
sebagai pembawa oksigen dari paru-paru kejaringan dan karbon dioksida dari
jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan, membawa zat nutrien dari saluran
cerna ke jaringan kemudian menghantarkan sisa metabolisme melalui organ
sekresi seperti ginjal, menghantarkan hormon dan materi-materi pembekuan
darah.4
1.1. Struktur Darah
Struktur darah terdiri atas :4
1. Plasma : ialah cairan darah ( 55 % ) sebagian besar terdiri dari air
(95%), 7% protein, 1% nutrien . Didalam plasma terdapat sel-sel
darah dan lempingan darah, Albumin dan Gamma globulin yang
berguna untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan
gamma globulin juga mengandung antibodi ( imunoglobulin )
seperti IgM, IgG, IgA, IgD, IgE untuk mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme. Didalam plasma juga terdapat
zat/faktor-faktor pembeku darah, komplemen, haptoglobin,
transferin, feritin, seruloplasmin, kinina, enzym, polipeptida,
glukosa, asam amino, lipida, berbagai mineral, dan metabolit,
hormon dan vitamin-vitamin.
2. Sel-sel darah : kurang lebih 45 % terdiri dari Eritrosit ( 44% ),
sedang sisanya 1% terdiri dari Leukosit atau sel darah putih dan
Trombosit. Sel Leukosit terdiri dari Basofil, Eosinofil, Neutrofil,
Limfosit, dan Monosit.
a. Eosinofil
Eosinofil adalah bagian dari sel leukosit yang dapat bergerak amuboid
untuk memfagositosis bakteri atau benda asing yang masuk dalam tubuh
meskipun pergerakannya tidak secepat neutrofil. Jumlah eosinofil sedikit
hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis tengah 9um (sedikit lebih kecil
dari neutrofil). Mempunyai inti biasanya berlobus dua, mempunyai granula
ovoid yang dengan eosin asidofilik sehingga kelihatan berwarna merah,
granula adalah lisosom yang mengandung fosfatase asam, katepsin,
ribonuklase, tapi tidak mengandung lisosim.
b. Basofil
Basofil jumlahnya 0-1% dari leukosit darah, ukuran garis tengah 12m,
inti satu, besar bentuk pilihan ireguler, umumnya bentuk huruf S, sitoplasma
basofil terisi granul yang lebih besar, dan seringkali granul menutupi inti,
granul bentuknya ireguler berwarna biru.
c. Limfosit
Limfosit merupakan sel yang sferis, garis tengah 6-8m, jumlah dalam
leukosit sekitar 20-30% . Sel yang normal berinti relatif besar, bulat sedikit
cekungan pada satu sisi, kromatin inti padat, sitoplasma sedikit sekali, sedikit
basofilik, mengandung granula-granula azurofilik. Sel limfosit dibentuk
didalam kelenjar limfe dan sumsum tulang. Tidak memiliki gerakan amuboid
dan tidak dapat memfagositosis bakteri tetapi sel limfosit berperan dalam
membentuk antibodi untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi.
Jumlah limfosit yang meningkat dalam tubuh disebut limfositosis. Jumlah sel
limfosit akan menurun seiring bertambahnya usia, pada saat lahir jumlahnya
sekitar 5% tetapi pada usia lanjut kemampuan tubuh akan berkurang dalam
memproduksi limfosit sehingga kekebalan tubuh akan berkurang juga.
d. Monosit
Merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit
normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering diameter
mencapai 20um, atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan
yang dalam berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan
lebih fibriler, Granula azurofil, merupakan lisosom primer, lebih
banyak tapi lebih kecil. Monosit ditemui dalam darah, jaringan
penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik
mononuclear (system retikuloendotel).
Komponen sel darah merah saat ini dapat diproses dengan filter
sehingga menghasilkan produk akhir yang sangat sedikit mengandung
leukosit (leukocyte-depleted). Produk tersebut mengandung leukosit
kurang dari 5 x 106 per kantong sehingga reaksi transfusi dapat
diminimalkan. Produk rendah leukosit sebaiknya dipilih pada keadaan
pasien imunokompromais (keganasan, transplan organ, penyakit kritis,
defisiensi imun primer atau sekunder), pasien yang mendapat transfusi
kronik, bayi di bawah usia 12 bulan, dan transfusi intrauterin atau
transfusi tukar. Pasien yang telah mengalami reaksi demam 2 kali atau
lebih pasca-transfusi PRC juga disarankan menggunakan produk
rendah leukosit.5
3. Trombocyte Cells
Indikasi transfusi bervariasi berdasarkan situasi klinis seperti :
a. Kegagalan sumsum tulang :
Trombosit < 10.000/uL tanpa demam, terdapat perdarahan
mukosa spontan (perdarahan saluran cerna, kulit, saluran
kemih, intrakranial).
Jika trombosit > 10.000/uL pemberian transfusi trombosit
harus berdasarkan keadaan klinis pasien. Adanya
perdarahan aktif (petekie multipel, epistaksis, hematuria
masif, perdarahan saluran cerna) atau kemungkinan akan
munculnya perdarahan (perdarahan retina, sakit kepala
hebat, kejang) merupakan indikasi pemberian transfusi
trombosit.
Trombosit < 20.000/uL jika terdapat faktor risiko
perdarahan seperti demam, sepsis, atau adanya keadaan
yang menyebabkan peningkatan pemakaian trombosit
(pleteled consumption). Obat-obatan golongan asam
salisilat dan anti inflamasi non-steroid sebaiknya tidak
dipergunakan.7
b. Pembedahan atau prosedur invasif : Trombosit < 50.000/uL,
atau lebih tinggi pada pembedahan yang memiliki risiko
perdarahan masif (misalnya pembedahan otak).
c. Gangguan fungsi trombosit : Transfusi trombosit diberikan jika
terdapat perdarahan atau risiko tinggi terjadinya perdarahan,
berapapun hitung trombosit saat itu
d. Perdarahan atau transfusi masif :
Pertahankan trombosit > 50.000/uL jika trombositopenia
dipikirkan merupakan penyebab perdarahan tersebut
Pertahankan trombosit > 100.000/uL jika terdapat koagulasi
intarvaskular diseminata (KID) atau perdarahan
intrakranial.
4. Fresh Frozen Plasma :
a. Efek obat antikoagulan seperti warfarin, dengan perdarahan
yang mengancam nyawa, FFP dapat diberikan bersama
dengan vitamin K dan konsentrat faktor pembekuan yang
bergantung pada vitamin K pada perdarahan dengan fungsi
koagulasi yang abnormal.
b. Penyakit hati, jika perdarahan disertai dengan fungsi
koagulasi abnormal.
c. Setelah transfusi masif atau operasi pintas jantung, jika
terdapat perdarahan dengan fungsi koagulasi abnormal
5. Kriopresipitat : Transfusi kriopresipitat diberikan sebagai alternatif
dari konsentrat faktor VIII pada penyakit von Willebrand, defisiensi
faktor VIII (hemofilia A) atau defisiensi faktor XIII. Kriopresipitat
juga diindikasikan pada keadaaan defisiensi fibrinogen dengan
perdarahan nyata, prosedur invasif, trauma, atau KID
Dalam melakukan transfusi pada anak harus dilakukan secara rasional berdasarkan
indikasi yang ada sehingga transfusi darah dapat dilakukan secara tepat sesuai manfaat
dengan mempertimbangkan efek sampingnya. Setiap komponen darah yang akan
ditransfusi memiliki indikasi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan klinis dan fungsi
dari tiap komponen darah tersebut.
Setiap melakukan transfusi darah akan selalu ada resiko seperti reaksi transfusi dan
komplikasi jangka panjang yang akan diderita pasien. Untuk itu terkadang sebelum
melakukan tindakan transfusi dilakukan pemberian premedikasi seperti antihistamin,
steroid, dan antipiretik. Namun menurut penelitian 10 tahun terakhir pemberian
premedikasi tidak terbukti efektif dalam mencegah reaksi transfusi. Sehingga untuk
penanganan lebih lanjut setelah terjadi reaksi transfusi akan dilakukan sesuai dengan
standar operasional prosedur dari masing-masing reaksi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Strause RG. Blood and blood component transfusions. Dalam: Behrman R.E,
Kliegmari RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics, edisi ke-
16. Philadelphia : WB. Saunders Co, 2000; 1499-503
2. Nency, M., Sumanti D, Latar Belakang Penyakit pada Penggunaan Transfusi
Komponen Darah pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 13, No. 3, Oktober 2011
3. Esmeralda D, Chozie N, Efektivitas Premedikasi untuk Pencegahan Reaksi
Transfusi. Sari Pediatri, Vol. 17, No. 4, Desember 2015
4. A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss, Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2005: 221, 295
5. World Health Organization (WHO). The clinical use of blood in medicine,
obstetrics, pediatrics, surgery & anaesthesia, trauma & burns. Diunduh dari:
http://www.who.int/bloodsafety/clinical_use/en/Manual_EN.pdf tanggal 30
Desember 2016.
6. The Royal Childrens Hospital Melbourne. Blood product transfusion. Januari
2013. Diunduh dari: http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline index /Blood
product transfusion# tanggal 29 Desember 2016.
7. Gibson B. Blood transfusion in children with haematological/oncological disease.
Glassgow: Hemato-Oncology (Schiehallion) unit Royal Hospital for Sick
Children, Yorkhill. Women and Childrens Directorate, 2006. h.1-7.
8. Kasat K, Hendricks-Munoz KD, Mally PV. Neonatal red blood cell transfusions:
searching for better guidelines. Blood Transfus. 2011;9:86-94.
9. Sudarmanto B, Sumantri AG. Transfusi darah dan transplantasi. Dalam: Permono
HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku
ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2005.h.217-26.
10. Weinstein R. Clinical practice guide on red blood cell transfusion. Ann Intern
Med 2012;157:49-58.