Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sperma

2.1.1 Spermatogenesis

Gambar 2.1 Spermatogenesis (Syllabus, 2009)

Spermatogenesis pada manusia terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama

kehidupan seksual aktif hasil dari rangsangan hormone gonadotropin hipofisis anterior

yang dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup (Guyton,

2008).
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar dari tubulus terus menerus

bermitosis dengan semua sel mengandung komplemen lengkap 46 kromosom identik

dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru yang

terus menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel tetap

di tepi luar suatu tubulus sebagai spermatogonium tak berdiferensiasi sehingga turunan

sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain terus bergerak kearah lumen. Sel

penghasil sperma membelah secara mitosis dua kali lagi untuk menghasilkan empat

spermatosit primer identik. Setelah pembelahan spermatosit primer ini, spermatosit

primer akan masuk ke fase istirahat saat kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-

untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk pembelahan meiotic

pertama (Sherwood, 2011).

Selama meiosis spermatosit primer membentuk dua spermatosit sekunder yang

haploid (23 kromosom) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya menghasilkan

empat spermatid akibat pembelahan meiotic kedua. Setelah tahap spermatogenesis ini

tidak terjadi pembelahan lebih lanjut (Sherwood, 2011).

Spermatid berkembang menjadi spermatozoa (sperma). Spermatozoa yang

meninggalkan testis belum seluruhnya mampu bergerak. Spermatozoa ini akan

mengalami pematangan terlebih dahulu di epididimis. Kemampuan bergerak progresif

ini melibatkan suatu protein CatSper yang berada di bagian ekor sperma. Protein

CatSper ini adalah suatu kanal Ca2+ yang menyebabkan influx generalisata-cAMP.

Selain itu spermatozoa mengekspresikan reseptor olfaktorius, dan ovarium

menghasilkan molekul mirip odoran (Ganong, 2008).


Tiap-tiap sperma adalah sel motil kompleks yang kaya akan DNA, dengan sebuah

kepala yang tersusun sebagian besar oleh materi kromosom yang diselubungi oleh

akrosom (organel mirip lisosom yang kaya akan enzim yang berfungsi untuk penetrasi

sperma ke ovum). Bagian proksimal sperma yang motil ditutupi oleh suatu selaput yang

kaya akan mitokondria (Ganong, 2008).

Gambar 2.2 : Bagian-bagian dari spermatozoa (Djuwantono dkk, 2008)

Pada manusia pembentukan sebuah sperma matang dari sel benih primitive

memerlukan waktu rerata 74hari melalui proses spermatogenesis ini (Ganong, 2008).
2.1.2 Faktor-faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis

Gambar 2.3 Hormon yang berperan dalam spermatogenesis (Wongso, 2012)

Hormone-hormon yang memainkan peranannya dalam spermatogenesis antara

lain:

2.1.2.1 Testosterone, disekresi oleh sel-sel leydig yang terletak di interstisium testis,

penting bagi pertumbuhan dan pembelahan sel-sel germinal testis, yang

merupakan tahap pertama pembentukan sperma (Guyton, 2008).

2.1.2.2 Luteinizing hormone (LH), yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior,

merangsang sel-sel leydig agar mensekresi testosterone (Guyton, 2008).


2.1.2.3 Follicle stimulating hormone (FSH), disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis

anterior, merangsang sel-sel sertoli, tanpa rangsangan ini perubahan spermatid

menjadi sperma (spermiogenesis) tidak akan terjadi. FSH berikatan dengan

reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-sel Sertoli di dalam

tubulus seminiferus yang kemudian akan dihasilkan unsure spermatogenik.

Secara bersamaan testosterone dan dihidrotestosteron yang berdifusi dalam

tubulus seminiferus dan sel leydig juga akan mempunyai efek tropic terhadap

spermatogenesis (Guyton, 2008)

2.1.2.4 Estrogen, dibentuk dari testosterone oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli

dirangsang oleh FSH, diduga penting untuk spermiogenesis (Guyton, 2008)

2.1.2.5 Growth hormone, diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolism

testis (Guyton, 2008)

2.1.3 Analisis sperma

Pemeriksaan sperma (lebih tepatnya analisis semen) adalah pemeriksaan yang

dilakukan untuk mengukur jumlah serta kualitas semen dan sperma seorang pria.

Analisis semen merupakan salah satu pemeriksaan tahap pertama untuk menentukan

kesuburan pria. Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan apakah ada masalah pada

sistim produksi sperma atau pada kualitas sperma, yang menjadi biang ketidaksuburan.

Perlu diketahui, hampir setengah pasangan yang tidak berhasil memperoleh keturunan,

disebabkan karena ketidaksuburan pasangan prianya (Kee, 1997).

Nilai acuan untuk analisa sperma/ air mani yang normal secara mikroskopis,

sebagai berikut :
Volume total cairan minimal 1,5-2 ml (WHO, 2010)
Konsentrasi sperma paling sedikit minimal 15x106 - 20x106 sperma/ml (WHO,

2010)
Morfologinya paling sedikit minimal 4 - 15% berbentuk normal (WHO, 2010)
Pergerakan sperma lebih dari 40% bergerak kedepan, atau 32% bergerak secara

acak kurang dari 1 jam setelah ejakulasi (WHO, 2010)


Viabilitas : jumlah sel sperma yang hidup sekitar 75% atau lebih (Djuwantono dkk,

2008)
Sedangkan secara makroskopis air mani yang normal menurut Demers (2000) dan

Bhatia (1999) adalah sebagai berikut :


Warna normal semen adalah putih kelabu
Bau khas normal semen sperma seperti bunga akasia
Dalam keadaan normal, semen akan mencair sekitar 1 jam pada suhu kamar
Volume normal per ejakulat adalah 2-5 ml
Ph normal semen berada pada kisaran 7,2-7,8

2.1.4 Konsentrasi sperma


2.1.4.1 Faktor yang mempengaruhi konsentrasi sperma
Pada dasarnya factor-faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya sperma

didasarkan pada
a. faktor kesehatan
Beberapa masalah kesehatan pria yang mempengaruhi kualitas sperma

antara lain adalah varikokel, infeksi, masalah ejakulasi, antibody, tomor,

ketidakseimbangan hormone, saluran sperma rusak, kromosom cacar, dan

obat (Mayo,).
b. faktor lingkungan
Faktor lingkungan dalam aktifitas hari-hari dan pekerjaan yang dilakukan

berulang-ulang akan mempengaruhi kondisi tubuh, antara lain pada industry

kimia, paparan logam berat dan radiasi sinar X, suhu testis yang terlalu

panas, dan naik sepeda yang terlalu lama (Mayo,).


c. gaya hidup
Gaya hidup tidak sehat, pola makan tidak teratur, kurang istirahat dan

kurang olahraga menyebabkan tubuh tertekan sehingga mengganggu


metabolisme tubuh. Salah satu akibatnya adalah spema yang diproduksi

tidak berkualitas dan jumlahnya sedikit. Gaya hidup yang tidak sehat

misalnya narkoba, alcohol, makan makanan yang tidak sehat, pekerjaan, dan

kegemukan dapat mempengaruhi dari anatomis hingga endokrin pada

kesuburan pria (Mayo,)

2.1.5 Keadaan yang menyebabkan gangguan konsentrasi sperma


Memiliki konsentrasi sperma yang sedikit akan mengurangi kemungkinan salah

satu sel spema akan berhasil membuahi sel telur sehingga terjadi kehamilan

(Herrmann, 2005). Kebanyakan kasus infertilitas pria disebabkan oleh kerusakan

testis yang berujung pada ketidakmampuan testis untuk memproduksi sperma

(Firman, 2012). Menurut Moeloek (1990), persentase infertilitas pada laki-laki cukup

besar ( 40-60%). Adapun menurut Handelsman (2000) gangguan kesuburan pada

pria dapat digolongkan menjadi 3 golongan yakni :


2.1.5.1 Gangguan Pre Testikuler
Gangguan yang terdapat di luar testis dan berpengaruh terhadap proses

spermatogenesis. Mekanisme pretestikuler menghambat spermatogenesis

melalui poros hipotalamus , hipofisis dan testis. Luteinizing Hormone (LH)

yang menurun dalam serum akan mereduksi testosteron intratestikuler yang

diikuti oleh penurunan Follicle Stimulating Hormone (FSH) (Igwebuike

dkk., 2011). Gangguan ini ditemukan sekitar 2 % pada pria penderita

infertilitas yang dapat disebabkan oleh :


Hipopituitarisme
Gangguan kelenjar adrenal
Hipotiroidisme
Diabetes mellitus
2.1.5.2 Gangguan Testikuler
Gangguan yang terjadi pada testis, sehingga proses spermatogenesis akan

terganggu. Gangguan testikuler terjadi di dalam tubulus seminiferus akibat

berbagai hal seperti :


Infeksi
Trauma
Varikokel
Radiasi

2.1.5.3 Gangguan Post Testikuler


Gangguan yang terjadi di luar testis setelah spermatozoa keluar dari tubulus

seminiferus. Gangguan ini terdapat pada epididimis, vas deferens, kelenjar

vesikula seminalis dan prostat seperti gangguan viabilitas dan motilitas

spermatozoa. Gangguan ini dapat disebabkan oleh:


Tumor
Hipospadia
Penggunaan Obat
Alkohol
Merokok

2.2 Eryngium Foetidum L

2.2.1 Deskripsi tanaman

Ketumbar jawa (Eryngium foetidum L., Apiaceae) tumbuh secara alami di tanah

teduh lembab. Dalam budidaya, tanaman tumbuh subur paling baik dalam kondisi yang

teduh dengan irigasi cukup. Tanaman ini dilaporkan kaya kalsium, zat besi, karoten,

dan riboflavin dan daunnya dipanen secara luas digunakan sebagai makanan penyedap

dan bumbu herbal untuk daging dan makanan lainnya. Ketumbar jawa juga banyak

digunakan dalam obat-obatan herbal dan dilaporkan bermanfaat dalam pengobatan

sejumlah penyakit (Ramcharan, 1999). Di masyarakat bagian daun tanaman ini

digunakan sebagai pengobatan terhadap gangguan fungsi pernapasan (Martin dkk.,


2003). Fungsi pengobatan lain adalah sebagai analgesic, antibakteri, antivirus,

pencegah kanker, antidiabetik, serta diuretik (Dake 2006 dan LeClair dkk. 2005). Di

Wonogiri (Jawa Tengah) dan Pacitan (Jawa Timur) akar tanaman ini digunakan sebagai

bahan campuran jamu tradisional untuk meningkatkan vitalitas (Saputro, 2007).

2.2.2 Morfologi tanaman

Gambar 2.4 Ketumbar jawa (Norsuraya, 2008)

Tanaman Eryngium foetidum L. mempunyai akar berwarna putih kecoklatan yang

panjang dan bercabang. Daunnya tersusun spiral mengelilingi batang utama, dengan

panjang sekitar 30 cm dan lebar 4 cm.tepi daun bergerigi, di setiap gigi-gigi daun

terdapat tulangan kecil berwarna kuning. Tanaman ini menghasilkan sekelompok

bunga pada tangkai bunga yang panjang, dengan bagian-bagian berbentuk paku, mulai

dari pusat hingga daun bunga. Warna bunga kelopak bunga hijau, sementara warna

mahkota bunga putih (Ramcharan, 1999).

2.2.3 Taksonomi

Nama umum:
Indonesia : walangi, walangan, ketumbar jawa

Inggris : cilantro, fitweed, long corlander, wild corlander

Melayu : ketumbar jawa

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Eryngium

Species : Eryngium foetidum L

(Hamid 2009 dan Katzer 2001)

2.2.4 Manfaat tanaman Eryngium foetidum L

Dua ratus lima puluh spesies dari genus Eryngium, hanya 23 spesies yang kurang

lebih telah diselidiki memiliki fitokimia. Sampai saat ini, setidaknya 127 senyawa,

terutama senyawa fenolik dan terpenoid telah diisolasi dan diidentifikasi dari spesies

ini, termasuk saponin triterpenoid, monoterpene, ses-quiterpenes, triterpenoid,

flavonoid, kumarin, steroid, acetylenes, dan kelas-kelas senyawa lainnya (Wang dkk.,

2012).

2.2.4.1 Daun
Air rebusan daun ketumbar jawa ini diminum untuk merawat demam, diabetes,

demam panas, perut kembung, radang paru-paru, influenza dan melancarkan

buang air besar (Martin dkk., 2003).

2.2.4.2 Akar

Dapat merawat batuk, demam, demam malaria, demam panas, radang paru,

influenza, sembelit, melancarkan buang air kecil, merangsang keringat dan

menghentikan pendarahan rahim dengan cara meminum air rebusan dari akar

tersebut (Chooi, 2010).

2.2.4.3 Daun dan Akar

Air rebusan diminum untuk merawat demam kuning, demam panas, penyakit

usus, tekanan darah tinggi, merangsang menstruasi, merangsang keringat,

penawar racun, dan sebagai afrodisiak (makanan, minuman, obat-obatan, atau

aroma yang membantu meningkatkan gairah seksual atau libido) (Chooi, 2010).

2.2.5 Kandungan akar Eryngeum foetidum L.

Menurut Gracia (1999) senyawa terbanyak yang dikandung oleh Eryngium

foetidum L. adalah senyawa steroid, yang terdiri dari 9 komponen yang telah

diidentifikasi, yaitu:

2.2.5.1 Stigmasterol
Merupakan komponen utama dari Eryngium foetidum L. yang dapat

meningkatkan gairah seksual (Kusuma dkk., 2005). Eryngium foetidum L.

mengandung 95% stigmasterol (Gracia dkk., 1998). Stigmasterol sendiri


merupakan sterol tanaman dan diduga dapat digunakan sebagai bahan awal

pembuatan testosterone (Dorland, 2005). Selain merupakan komponen utama

dalam pembentukan testosterone, komponen ini juga mengandung vitamin E

yang dapat meningkatkan fertilitas spermatozoid (Rahardjo, 2005)


2.2.5.2 3-cholesterol
2.2.5.3 ()-colerosterol
2.2.5.4 Brassicasterol
2.2.5.5 Campesterol
2.2.5.6 -sitosterol
2.2.5.7 5-avenosterol
2.2.5.8 5,24-stigmastadienol
2.2.5.9 7-avenasterol

2.3 Hubungan Ekstrak Akar Eryngium Foetidum L terhadap Konsentrasi Tikus Jantan

Galur Spargue Dawley


Eryngium foetidum L. mengandung 95% stigmasterol (Gracia dkk., 1998).

Stigmasterol merupakan senyawa sterol tanaman yang diduga dapat digunakan sebagai

bahan awal pembuatan testosterone (Dorland, 2005). Penelitian Widianto (2006),

membuktikan bahwa terdapat peningkatan kadar hormone testosterone sebagai akibat dari

konversi sterol, stimulasi Luteinizing Hormone (LH), dan peningkatan reseptor sel Leydig

oleh pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Selain itu, pada penelitian Prima

(2006) dan Rahman (2006) membuktikan bahwa pemberian ekstrak akar Eryngium

foetidum L. dapat meningkatkan kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan

Luteinizing Hormone (LH). Stimulasi pada LH dan FSH ini diperantarai pengaruh

stigmasterol pada hipotalamus melalui peningkatan eksitabilitas, sensitabilitas, dan

aktivitas motorik yang dianggap sebagai sinyal terhadap sistem saraf pusat (Granner,

2003). GnRH yang dikeluarkan oleh hipotalamus melalui ujung-ujung serabut saraf

hipotalamus ini melalui portal khusus akan mempengaruhi hipofisis anterior untuk

mengeluarkan LH (Greenspan, 1994). LH akan berikatan dengan reseptor membrane


plasma sel leydig melalui cAMP dan akan meningkatkan konversi asetil colinA menjadi

skualena (precursor sintesis kolesterol) dan akan menjadi testosteron (Granner, 2003 dan

Shupnik, 2003). Dalam proses spermatogenesis testosterone berperan dalam pertumbuhan

dan pembagian sel-sel germinativum (Guyton, 2008). FSH yang juga disekresi akibat

perangsangan GnRH juga berperan penting dalam spermatogenesis. FSH merangsang sel-

sel sertoli yang berperan penting dalam spermiogenesis. Menurut Aryulina dkk. (2007) sel

sertoli ini juga akan mensintesis ABP (protein yang mengikat testosterone dan estrogen

dan akan membawa hormone ini menuju tubulus seminiferus untuk pematangan sperma).

Adanya senyawa stigmasterol yang terkandung dalam akar tanaman ini akan

meningkatkan LH, FSH, dan testosterone sehingga peningkatan hormon tersebut akan

mempengaruhi kualitas spermatozoa (Hestianah dkk., 2004).


2.4 Kerangka Teori

Ekstrak akar Eryngium Hipotalamus


foetidum L.

Stigmasterol GnRH

Factor kesehatan
Varikokel
Hipofisis
Infeksi
Masalah ejakulasi
Antibody
Tumor LH FSH
Hormone H
Saluran sperma rusak
Kromosom
Obat
Testosteron

Factor lingkungan
Bahan kimia
Logam
Radiasi X Spermatogenesis
Suhu testis

gaya hidup tidak sehat


pola makan tidak
teratur
kurang istirahat dan jumlah sperma
olahraga

Konsentrasi atau jumlah?

2.5 Kerangka Konsep

Ekstrak Akar Jumlah


2.6 Hipotesis
Eryngium foetidum L. Spermatozoa
Ada pengaruh pemberian ekstrak akar Eryngium foetidum L terhadap konsentrasi

sperma pada tikus jantan galur Spargue Dawley.

Anda mungkin juga menyukai