OLEH
KELOMPOK 5
ANGGOTA :
RISA HESTIA 1211011015
ORINDIA SUARMIN 1211013024
GHEA ROFIFAH 1311011028
YOSI OKTAVIA 1311011082
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat serta
kemudahan yang telah diberikan kepada kita semua sehingga atas izin-Nya
Makalah ini dapat disusun dengan lancar dan terselesaikan.
Kepada Bapak Dedy Almasdy. Dr. (Clin Pharm). MSi, Apt penulis
ucapkan terima kasih, karena telah memberi kesempatan kepada kami untuk
menulis makalah yang berjudul Drug Use Evalution and Drug Use Reviews .
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk
menambah pengetahuan baik tentang analisis sensitivitas maupun analisis
farmakoekonomi itu sendiri
Penulis menyadari Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang
akan datang.
Wassalamualaikum wr. wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
Pendahuluan
4
BAB II
Isi
5
2. Standar untuk Melakukan EPO
6
Panitia Pengendalian Infeksi
Fokus dari PPI ini adalah surveilan dan pengendalian infeksi. Panitia ini kadang-
kadang diberi tanggung jawab uintuk mengevaluasi penggunaan obat (EPO)
antibiotika. Karena lingkup EPO mencakup semua kategori obat adalah tidak tepat
untuk memisahkan EPO antibiotika dari kegiatan EPO lainnya.
Panitia EPO
Beberapa rumah sakit membentuk suatu panitia khusus dengan tanggung jawab
khusus untuk EPO. Keanggotaan dan hubungan pelaporan dari panitia harus
diresmikan (diformalkan) dalam struktur organisasi rumah sakit.
4. Pelaksanaan EPO
EPO dapat dengan mudah divisualisasikan sebagai kegiatan jaminan mutu.
Penetapan dan pemeliharaan suatu program EPO sangat rumit. Walaupun
pengembangan dari berbagai langkah tertentu dapat berubah-ubah, pendekatan
berikut dapat membantu mengkonsepsikan dan melakukan EPO sebagai suatu
kegiatan jaminan mutu.
1. Membentuk tim EPO dan menunjuk penanggung jawab
2. Mengkaji data pola penggunaan obat secara menyeluruh (secara
kuantitatif)
3. Mengidentifikasi obat dan golongan obat-obat tertentu untuk dipantau dan
dievaluasi
7
4. Mengembangkan kriteria penggunaan obat (KPO)
5. Mengumpulkan dan mengorganisasikan data
6. Mengevaluasi penggunaan obat dengan mengacu pada KPO
7. Mengambil tindakan untuk solusi masalah atau menyempurnakan
penggunaan obat
8. Mengkaji keefektifan tindakan yang diambil dan membuktikan
penyempurnaan.
9. Mengkomunikasikan informasi kepada individu dan kelompok yang tepat
di dalam rumah sakit.
8
Tindakan Edukasi
Apoteker dapat memainkan peran penting dalam pengadaan edukasi berkelanjutan
melalui seminar, surat berita, diskusi pada pertemuan laporan pagi, penyajian
formal pada kunjungan besar ke ruang pasien, dan penyajian informal pada
kunjungan pelayanan pasien harian. IFRS dapat memilih sasaran tertentu misalnya
suatu obat tertentu, golongan obat tertentu, atau dokter spesialis tetentu, SMF atau
pelayanan tertentu.
9
terapi sebagaimana dimaksudkan. Hal ini memerlukan suatu reevaluasi obat atau
golongan obat yang sebelumnya telah dievaluasi. Jika tidak ada masalah yang
terdeteksi dengan suatu obat tertentu, evaluasi obat tersebut dhentikan dari proses
pengkajian dan diganti dengan obat sasaran lainnya. Obat bermasalah tetap dalam
dalam daftar sasaran sampai masalah diatasi.
Mengkomunikasikan informasi relevan kepada kepada individu yang tepat
Komunikasi yang efektif adalah penting untuk suatu program EPO yang berhasil.
Suatu rencana dan jenis informasi yangt jelas, harus diuraikan secara tepat kepada
individu/kelompok yang menerima. Semua hasil program EPO harus
dikomunikasikan melalui berbagai saluran yang ditetapkan oleh kebijakan rumah
sakit.
10
Menginterpretasikan dan melaporkan temuan evaluasi kepada Tim EPO, dan
memformulasikan rekomendasi tindakan perbaikan yang akan diusulkan Tim EPO
ke pimpinan rumah sakit.
Berpartisipasi dalam program tindakan perbaikan, misalnya dalam edukasi untuk
memperbaiki temuan evaluasi.
Memantau keefektifan tindakan perbaikan dan membuat laporan tertulis tentang
hasil pemantauan tersebut.
11
Threshold atau ambang batas : merupakan persentase, yang besarnya ditetapkan
oleh komite
DUR, yang menandakan titik dimana terjadi masalah terapi obat. Sebagai
contoh, ambang
95% berarti komite DUR menentukan bahwa terjadi masalah bila kurang dari
95% data terkumpul untuk suatu kriteria menunjukkan kepatuhan/kesesuaian.
Intervensi : aktivitas yang diseleksi oleh komite DUR untuk mengoreksi masalah
terapi obat yang teridenfikasi selama monitor dan evaluasi DUR.
Program DUR dibagi menjadi 4 fase : perencanaan, pengumpulan data dan
evaluasi, intervensi dan evaluasi program.
FASE 1 : PERENCANAAN
12
Langkah 12. Diseminasi hasil pada staf RS.
Langkah 13. Jika ditemukan masalah penggunaan oabt, dirancang dan
diterapkan suatu intervensi.
Langkah 14. Dilakukan pengumpulan data lagi untukm menentukan apakah
penggunaan obat telah membaik setelah dilakukan intervensi. Langkah 15.
Diseminasi hasil re-evaluasi.
FASE 4: EVALUASI PROGRAM
Langkah 16. Evaluasi semua aktivitas program DUR pada akhir tahun
evaluasi, dan merencanakan aktivitas untuk tahun berikutnya.
FASE 1 : PERENCANAAN
13
c. Anggota komite
Umumnya komite DUR terdiri dari tenaga profesional yang bertanggung
jawab terhadap penggunaan obat di bagian farmasi, spesialis (bedah, gawat
darurat, anak, dll), bagian informasi obat, dan perawat. Panitia Ad hoc dapat
dibentuk khusus untuk penentuan kriteria, evaluasi data dan merancang
intervensi. Ketua dan sekretaris komite sebaiknya ditunjuk atau dipilih
berdasarkan kebijakan RS. Biasanya farmasis atau farmakologis klinis
berperan sebagai sekretaris.
d. Frekuensi pertemuan
Frekuesi pertemuan sangat bergantung pada jangkauan program, yang
ditentukan berdasarkan sumber daya yang tesedia dan kebutuhan klinis. Jadwal
minimal harus mencakup pertemuan tahunan, pertemuan untuk penentuan
kriteria, evaluasi data, merancang intervensi, dan mengevaluasi program.
e. Siklus program
Siklus program DUR harus melibatkan 4 aktivitas berdasrkan fase, yaitu
perencanaan, pengumpulan data dan evaluasi, intervensi dan evaluasi program.
Siklus tahunan adalah yang terbaik.
f. Aspek penggunaan obat yang akan dievaluasi
Aspek penggunaan obat akan berbeda tiap obat dan tiap RS, karena
perbedaan pola pasien, kapasitas laboratorium, spesialiasi, dan anggaran untuk
obat. Salah satu pendekatan, adalah dengan mengklasifikasikan aspek ke dalam :
justifikasi (dasar kebenaran) penggunaan, indikator proses, dan indikator hasil.
Parameter justifikasi penggunaan menetapkan pada kondisi bagaimana
obat yang akan dievaluasi seharusnya diresepkan, yaitu merupakan indikasi
obat. Contoh, indikasi ceftazidime adalah untuk infeksi Pseudomonas
aeruginosa; atau digoxin, digunakan bila terjadi takhiaritmia atrial.
Indikator proses, merupakan parameter yang menggambarkan berbagai
aspek terapi yang akan dievaluasi, meliputi :
Indikasi
Efek samping
Manajemen overdosis
Preparasi
Rute Administrasi
Interaksi obat-obat dan obat-makanan
Monitoring/tes laboratorium
Edukasi pasien
Indikator hasil, merupakan hasil dari terapi. Contoh : indikator hasil
o
untuk ceftazidime adalah: penurunan demam sedikitnya 1 C dalam 3 hari
setelah dosis pertama, eradikasi
bakteri yang ditandai dengan kultur negatif dalam 24 jam setelah penghentian
ceftazidime; dan white blood count (WBC) ada dalam rentang normal. Indikator
juga bisa mencakup biaya terapi.
g. Persyaratan Penetapan kriteria
Persyaratan untuk kriteria penggunaan obat harus disusun menggunakan
berbagai sumber, termasuk literatur ilmiah, pengalaman RS, pedoman terapi, dan
lain-lain.
h. Diseminasi informasi
14
Hasil monitoring dan evaluasi didiseminasikan pada personil RS yang
terkait. Hal ini akan membantu mencegah persepsi negatif dari staf medik.
i. Tipe intervensi
Intervensi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penggunaan obat:
Program edukasi berkelanjutan
Pedoman tertulis penggunaan obat
Pembuatan form pesanan untuk obat khusus
Perubahan kebijakan RS dan prosedur
Penambahan atau penghapusan obat dalam formularium
Pembatasan peresepan
Konseling formal atau nonformal
j. Evaluasi Program
Program DUR dievaluasi pada tiap akhir siklus, sehingga peningkatan
dapat dibuat, dan untuk menilai dampak klinis dan ekonomis pada RS.
Langkah 3. Menentukan semua bagian atau departemen di RS dimana obat
digunakan
(termasuk gawat darurat, ICU, bagian bedah, radiologi, dll).
Umunya program DUR tidak diberlakukan terhadap semua obat yang digunakan
di RS dalam setiap siklus programnya. Beberapa bagian, seperti farmasi, bedah,
anak, masuk dalam program DUS setiap tahun, tapi bagian lains eperti radiologi
hanya dimasukkan misalnya setiap tiga atau empat tahun sekali.
Langkah 4. Identifikasi obat-obat yang berpeluang dimasukkan dalam
program.
Tidak mungkin dan tidak perlu memonitor dan mengevaluasi semua obat yang
digunakan di RS. Komite DUR harus menentukan obat prioritas, yang perbaikan
penggunaannya akan menghasilkan dampak klinis dan ekonomis yang besar,
antara lain obat-obat yang:
Biaya tinggi, volume tinggi, obat yang penting secara klinis (bisa diidentifikasi
dan dipilih dengan analisis ABC/VEN)
Digunakan oleh pasien beresiko tinggi (geriatri, ICU, anak, dll)
Mempunyai efek samping bermakna, indeks terapi sempit
Digunakan dalam diagnosis yang paling umum
Dalam pertimbangan untuk ditambahkan dalam formularium, dan
Baru saja ditambahkan dalam FRS
a. Biaya tinggi, volume tinggi, obat yang penting secara klinis (bisa diidentifikasi
dan dipilih dengan analisis ABC/VEN). Sebuah alat yang banyak digunakan
untuk identifikasi obat sebagai target DUR adalah analisis ABC/VEN.
Analisis ABC adalah metode dimana obat dibagi berdasarkan penggunaan per
tahun (unit cost times annual consumption):
Kelas A (10 - 20% item yang biayanya 75-80% dari total pembiayaan obat),
Kelas B (10 - 20% item dan mencapai 15 - 20% dari pembiayaan),
Kelas C (60 -80% item dan menelan 5 -10% dari pembiayaan).
Dari hasil analisis ABC, maka obat-obat yang masuk dalam kelompok A potensial
untuk dimasukkan dalam program DUR.
15
Analisis VEN merupakan sistem penetapan prioritas pemilihan, pengadaan dan
evaluasi obat, dimana obat diklasifikasikan berdasarkan dampak kesehatannya :
Vital, Esensial dan Nonesensial.
Obat Esensial: Obat yang efektif melawan penyakit yang kurang parah, tapi
sangat signifikan.
16
Carbamazepine
Fenoterol
Daftar sejenis harus disusun juga untuk unit gawat darurat, anak, atau pasien
beresiko lain.
d. Digunakan dalam diagnosis yang paling umum Program DUR terhadap obat-
obat yang digunakan dalam diagnosis yang paling umum juga berdampak besar
pada klinis maupun ekonomis. Informasi tentang diagnosis bisa didapat dari
bagian rekam medis atau statistik RS.
17
Tidak mungkin untuk menilai semua aspek dalam penggunaan obat yang telah
diseleksi, sebaiknya dipilih aspek yang paling penting yang akan dimonitor dan
dievaluasi, antara lain :
Indikasi
Koontraindikasi
Efek samping
Manajemen overdosis
Dosis
Terapi duplikasi
Preparasi
Administrasi
Interaksi obat-obat dan obat-makanan
Monitoring/tes laboratorium
Edukasi/instruksi pada pasien
Hasil terapi
Biaya seluruh terapi
Contohnya, komite telah memilih ceftazidime, heparin, dan salbutamol untuk
evaluation. Untuk masing-masing obat, komite mengidentifikasi aspek penting
pelayanan dan alasan pemilihan aspek ini :
Ceftazidime merupakan sefalosforin gengerasi tiga, bersifat bakterisidal,
mahal, spektrum luas. Luasnya penggunaan obat ini memberikan dampak
ekonomis pada biaya. Diketahui bahwa obat ini sering digunakan untuk infeksi
ringan, tanpa dilakukan uji sensitivitas dan kultur, sehingga memungkinkan
perkembangan resistensi, dan menjadi tidak efektif lagi saat dibutuhkan pasien
untuk infeksi yang lebih serius. Selain itu, obat ini sering diberikan bersama
antibiotik bakteriostatik lain seperti eritromisin. Dengan pertimbangan di atas,
aspek penting yang digunakan adalah : indikasi, uji laboratorium, dan interaksi
obat-obat.
Heparin adalah obat yang sering digunakan dan berpotensi menyebabkan
konsekuensi bahaya apabila tidak digunakan dengan tepat, selain itu sering
digunakan pada pasien dengan kondisi kritis. Perdarahan internal atau bahkan
kematian dapat terjadi bila heparin digunakan pada keadaan kontraindikasi, bila
efek samping atau overdosis tidak diatasi dengan tepat, atau penetapan dosis tidak
benar (seharusnya dilakukan tes laboratorium). Pasien yang menggunakan
heparin biasanya juga menerima obat-obat lain, sehingga potensial terjadi
interaksi obat. Dengan pertimbangan di atas, dilakukan monitoring terhadap :
konraindikasi, efek samping, dosis, manajemen overdosis, tes laboratorium dan
interaksi obat.
Salbutamol merupakan bronkodilator simpatomimetik selektif yang sering
digunakan untuk asma dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Tes
kekuatan ekspirasi perlu dilakukan untuk menentukan apakah pasien memang
membutuhkan salbutamol. Walaupun bekerja pada reseptor selektif di bronkhial,
tapi dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan takhikardi, dan aritmia jantung.
Pasien yang tidak bisa menggunakan bentuk sediaan inhaler membutuhkan
bentuk sediaan oral. Pasien sering membutuhkan inhaler setelah keluar dari
RS, tapi obat menjadi tidak efektif bila penggunaan inhaler tidak tepat. Edukasi
pada pasien tentang penggunaan inhaler yang tepat sangat penting. Sehingga
18
aspek penggunaan untuk salbutamol meliputi : tes pernafasan, dosis, bentuk
sediaan, dan edukasi pasien.
19
Penanggung jawab : Adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pengumpulan, penataan, dan pelaporan data.
Ukuran sampel : Diputuskan berapa banyak data yang harus dikumpulkan
dengan mempertimbangkan aspek berikut : tujuan evaluasi, penggunaan bulanan
atau tahunan dari obat, waktu, sumber daya dan biaya.
Pertimbangan lain penentuan jumlah sampel adalah :
Untuk obat yang sering diresepkan, hanya dibutuhkan 30-50 kasus, atau
persen tertentu.
Untuk obat yang jarang diresepkan, tapi penting secara klinis atau ekonomis,
perlu dikumpulkan data sepanjang waktu evaluasi. Juga harus dipertimbangkan
apakah data akan dikumpulkan secara prospektif, konkuren atau retrospektif.
Prospective DUR monitoring, membandingkan obat yang dipesan dengan
kriteria dan melakukan intervensi sebelum pasien menerima obat. Keuntugan
utamanya adalah potensial dalam pencegahan, dan perlu digunakan bila
ketidahpatuhan pada kriteria akan menghasilkan konsekuensi serius. Dampak dari
DUR ini bersifat langsung, berbagai masalah penggunaan obat dapat terdeteksi
dan diceah, termasuk :
Dosis yang tidak tepat
Bentuk sediaan atau rute administrasi ang tidak tepat
Durasi terapi yang tidak tepat
Itnteraksi obat-obat
Duplikasi terapi
Kontraindikasi obat-penyakit
Alergi obat dan efek samping lain
Permintaan uji laboratorium/monitoring yang tidak tepat.
Begitu juga, kriteria sudah ditentukan bahwa pasien tidak boleh menerima
gentamicin dan furosemide bersama-sama. Dalam kasus ini farmasis harus
menghubungi dokter dan menyampaikan kemungkinan efek nefrotoksisitas dari
gentamisin.
20
memperbaiki penggunaan obat pada pasien yang dievaluasi. Tapi dapat
digunakan untuk memonitor aspek yang sama seperti pada prospective DUR,
misalnya :
Identikasi frekuensi peresepan obat tunggal atau kelompok obat
Membandingkan peresepan antar dokter
Membandingkan peresepan dengan pedoman terapi standar
Monitoring penggunaan terapi obat dengan biaya tinggi
Contohnya, RS melakukan DUR terhadap gentamisin, dengan kriteria
menyatakan bahwa penggunaannya dikontraindikasikan pada gagal ginjal. Rekam
medis pasien yang telah keluar RS pada bulan sebelumnya dievaluasi dan
ternyata ada masalah peresepan. Staf medis memutuskan untuk melakukan
evaluasi intensif semua obat golongan aminoglikosida, dan hasilnya ternyata
sama. Kemudian program edukasi dilakukan tentang penggunaan antibiotik pada
pasien gagal ginjal. Berdasarkan informasi yang didapat dari tahap sebelumnya,
komite menyusun jadwal DUR tahunan.
Langkah 9. Edukasi staf RS tentang program DUR dan kriteria
yang sudah ditentukan.
Sebelum dilakukan pengumpulan data, edukasi penting untuk dilakukan pada staf
medis dan farmasis tentang tujuan program DUR, untuk membangun dukungan
pada program. Diseminasi dapat dilakukan lewat memo atau surat, namu
sebaiknya dalam pertemuan internal untuk memungkinkan diskusi tentang
program .
Langkah 11. Evaluasi data and penentuan apakah ada masalah penggunaan
obat
Evaluasi data merupakan tahapan penting dalam program DUR, karena
kesimpulan yang dihasilkan dari analisis data dapat menghasilkan perubahan
21
kebijakan RS, penambahan atau pengurangan FRS, pembatasan peresepan, dan
konseling staf RS. Jika ambang batas dilampaui, informasi harus dicermati, data
yang meragukan sebaiknya dikonfirmasi. Jika ambang batas 100% dicapai
menunjukkan kepatuhan sempurna terhadap kriteria. Jika ambang batas
ditetapkan 95%, tapi tidak tercapai (misalnya hanya 98%), komie DUR harus
memutuskan apakah perlu dilakukan evaluasi terhadap penyebab ketidakpatuhan
terhadap kriteria, yang nantinya dapat digunakan untuk mengevaluasi
penetapan kriteria itu sendiri. Jika ambang batas tidak dicapai, berarti ada
masalah penggunaan obat.Kasus ketidakpatuhan kemudian dievaluasi, untuk
melihat apakah obat benarbeanr digunakan dengan tidak tepat. Jika komite
menentukan ada masalah penggunaan obat, apakah terbatas pada individu
tertentu atau terjadi secara luas, apakah terjadi di ruang atau departemen tertentu,
dan sebagainya.
FASE 3: INTERVENSI
22
Target untuk intervansi tergantung pada masalah. Jika ketidakpatuhan terhadap
kriteria bersifatluas, intervensiditujukan pada seluruh staf medis, atau kelompok
spesialis. Jika hanya sebagian kecil dokter atau staf tidak patuh, intervensi dapat
dilakukan langsung pada dokter atau staf yang tidak patuh. Dalam DUR
prospektif, target intervensi selalu dokter.
Langkah 16. Evaluasi semua aktivitas program DUR pada akhir tahun
evaluasi, dan merencanakan aktivitas untuk tahun berikutnya.
Pada akhir siklus evaluasi, komite DUR harus melakukan evaluasi terhadap
program DUR, bila perlu membuat perubahan kebijakan dan prosedur.
Pertimbangan lain dalam evaluasi program adalah :
Apakah obat yang dipilih untuk program sudah sesuai
Apakah aspek penting sudah ditetapkan dalam program
Apakah ambang batas telah sesuai
Apakah masalah teridentifikasi
Apakah intervensi sudah sesuai
Apakah masalah penggunaan obat terpecahkan atau teapi pengobatan menjadi
lebih baik
Apakah DUR mempunyai dampak pada insiden efek samping obat, interaksi
obat- obat atau kesalahan pemberian obat
Apakah shasil didiseminasikansesuai kebijakan
Apakah DUR berdampak pada finansial di RS
23
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
a. Evaluasi penggunaan obat (EPO) di rumah sakit adalah suatu proses
jaminan mutu yang terstruktur, dilaksanakan terus-menerus, dan
diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk memastikan bahwa obat-obatan
digunakan dengan aman, tepat, dan efektif.
b. Tanggung jawab untuk melakukan proses EPO secara khas
didelegasikan pada suatu komite dari staf medik.
c. Desain Studi EPO terdiri dari evaluasi retrospektif, evaluasi prospektif
dan evaluasi konkuren.
d. Program EPO harus direncanakan dengan hati-hati oleh staf medis
untuk menyertakan obat- obat yang paling menimbulkan masalah bila
tidak digunakan dengan tepat dengan membandingkan penggunaan
obat sesungguhnya dengan standar atau pedoman pengobatan untuk
mendeteksi terapi obat yang tidak sesuai.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat :
a. Memahami tentang Drug Use Evaluation and Drug Use Reviews
b. Pembaca dapat menerapkan prinsip-prinsip dari kedua metoda diatas
24
Daftar Pustaka
25