Anda di halaman 1dari 5

Penelitian ini memiliki sampel sebanyak 515 pelajar SMA di Palembang.

Dari sampel tersebut


ditentukan tingkat literasi kesehatannya, didapatkan mayoritass responden memiliki tingkat literasi kesehatan
sufficient sebanyak 54,9%. Kemudian tingkat literasi kesehatan dihubungkan dengan karakteristik demografi,
kemampuan dalam mengakses informasi kesehatan di internet, dan penggunaan aplikasi kesehatan.

Sumber digital telah menjadi cara yang populer untuk mendapatkan informasi kesehatan. Penelitian telah
menunjukkan bahwa sekitar 72% pengguna internet mencari topik terkait kesehatan secara online.21 Dengan
adanya perkembangan teknologi digital yang semakin canggih memungkinkan semua kalangan mengakses
internet untuk mencari informasi kesehatan.

Dalam penelitian Manganello menunjukkan aktivitas penggunaan internet sangat bervariasi pada usia dan
pendidikan. Rentang usia responden dalam penelitian ini lebih banyak pada usia 18 48 tahun. Rata-rata
responden memiliki pendidikan akhir sarjana (35%) dan SMA (35%). Semakin tinggi pendidikan seseorang
berhubungan dengan tingkat literasi kesehatan yang lebih baik. Akan tetapi, usia bukanlah prediktor yang kuat
bagi literasi kesehatan seseorang dalam penelitian ini. Sama halnya dengan yang didapatkan dalam penelitian
Karina, yang mengambil sampel dari beragam usia, yakni tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia
dengan tingkat literasi kesehatan (P=0,457).13,22 Seiring bertambahnya usia, tingkat literasi kesehatan dapat
menurun. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan berpikir yang menurun, rentang waktu yang lama sejak
pendidikan terakhir, dan penurunan kemampuan sensoris.23

Akan tetapi, berbeda dari kedua hasil penelitian diatas, dalam penelitian ini didapatkan kelompok dengan
tingkat literasi kesehatan sufficient memiliki hubungan yang signifikan dengan rentang usia 15 17 tahun
(P=0,001). Penelitian Lam di Cina dengan jumlah sampel 1035 pelajar yang memiliki rentang usia 12 16
tahun, 48,1% memiliki tingkat literasi kesehatan yang tinggi. Remaja yang memiliki tingkat literasi rendah
cenderung lebih mudah mengalami masalah kesehatan seperti kelebihan berat badan dan obesitas (P=0,017). 24
Hal tersebut menunjukkan usia remaja juga dapat memengaruhi literasi kesehatannya dan dampaknya dibidang
kesehatan.

Kemudahan dalam mengakses informasi kesehatan di internet, membuat kalangan remaja terfasilitasi
untuk dapat mengekslporasi dan menambah wawasannya mengenai informasi kesehatan. Hal tersebut akan
mempengaruhi tingkat literasi kesehatannya. Namun, terbatasnya keterampilan dalam mengakses informasi
kesehatan, membuat remaja lebih kesulitan untuk menemukan dan memahami informasi kesehatan dengan
kualitas yang baik. Selain itu, tidak adanya kurikulum yang ditetapkan untuk mempelajari aspek kesehatan,
memungkinkan beberapa remaja tidak memiliki literasi kesehatan yang optimal. Hal tersebut dapat
menimbulkan disparitas kesehatan dan berdampak buruk bagi kesehatan mereka kelak. 5

Belajar di sekolah milik pemerintah atau swasta merupakan opsi yang bebas untuk dipilih. Perbedaan
sekolah pemerintah maupun swasta secara umum merupakan perbedaan dari segi keuangan karena sekolah
pemerintah mendapat subsidi dari pemerintah. Untuk perbedaan dari kualitas siswa memiliki karakteristik
masing-masing sehingga dari kedua status SMA ini menampilkan perbedaan tersendiri. Belum ada penelitian
yang dipublikasikan mengenai hubungan antara status SMA dengan tingkat literasi kesehatan. Dari penelitian
ini menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status SMA dengan tingkat literasi kesehatan
(P=0,077). Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan kualitas siswa yang tidak bergantung pada sekolah milik
pemerintah maupun swasta saja melainkan latar belakang siswa, sifat yang dimiliki siswa, guru, sarana dan
prasarana belajar, kegiatan pembelajaran, lingkungan, dan evaluasi.25

Asal SMA pada penelitian ini dikategorikan kedalam karakteristik wilayah menjadi SMA di perkotaan
dan SMA di perdesaan. Adanya beberapa penelitian yang menyatakan terdapat perbedaan dalam akses internet
di wilayah perkotaan dan pedesaan mendukung hasil yang didapat dalam penelitian ini. Pelajar SMA di
perkotaan didapatkan memiliki tingkat literasi kesehatan sufficient yang lebih banyak dibandingkan pelajar
SMA di perdesaan, dan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat literasi kesehatannya (P= 0,018).

Dalam penelitian Greenberg didapatkan perbedaan yang signifikan dalam pemanfaatan berbagai bentuk
teknologi informasi kesehatan di masyarakat perdesaan dan perkotaan (P= < 0,001). Jaringan internet yang lebih
stabil di kota memungkinkan pengguna internet lebih mudah dalam mengakses informasi kesehatan. Selain itu,
tingkat keinginan masyarakat di pedesaan untuk menggunakan pelayanan kesehatan berbasis teknologi digital
seperti internet masih rendah. Sayangnya, penelitian Greenberg tidak menghubungkanya dengan tingkat literasi
kesehatan. Greenberg mengharapkan adanya intervensi untuk meningkatkan kemampuan akses internet dan
kemauan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan berbasis internet di masyarakat perdesaan, sehingga
meningkatkan self-efficacy mereka dalam memonitoring kesehatan dirinya.26

Berdasarkan data mengenai kemampuan responden dalam mengakses informasi kesehatan. Pemilihan
penggunaan operating system (OS) pada smartphone untuk mengakses internet merupakan opsi yang bebas
untuk dipilih. Keduanya memiliki keunikan masing-masing. Dari penelitian ini menyatakan tidak terdapat
hubungan antara pemilihan penggunaan jenis smartphone dengan tingkat literasi kesehatan (P=0,986). Dari
distribusi frekuensi didapatkan lebih banyak siswa yang menggunakan 1 jenis OS (88,3%) dan OS yang
digunakan adalah android (76,9%). Harga yang terjangkau dan kemudahan transfer data merupakan salah satu
hal yang memengaruhinya. Android telah mengkonsolidasikan posisinya sebagai sistem operasi mobile yang
paling banyak digunakan di dunia untuk mengakses internet.27

Responden dalam penelitian ini lebih memilih menggunakan paket data untuk akses jaringan internet
mereka (89,3%) dan tidak terdapat hubungan antara akses jaringan internet dengan tingkat literasi kesehatan
(P=0,175). Paket data merupakan akses jaringan internet yang fleksibel digunakan. Jumlah penggunaan paket
data internet bergantung pada angka dengan satuan byte. Jumlah penggunaan bergantung pada frekuensi dan
durasi menggunakan internet, serta jenis penggunaannya. Dari penelitian ini menyatakan tidak terdapat
hubungan antara penggunaan paket data dengan tingkat literasi kesehatan (P=0,095). Dari distribusi frekuensi
didapatkan paket data yang digunakan terbanyak adalah paket data terbatas <5 GB yang sesuai dengan biaya
yang harus mereka keluarkan. Selain itu, rata-rata smartphones mengakses hampir 2 GB data setiap bulannya.27
Penggunaan internet sudah tersebar di setiap daerah. Banyak orang yang menggunakannya untuk
komunikasi, sumber informasi, sarana pendidikan, sarana bekerja, hiburan, kebutuhan, hingga untuk mengisi
waktu luang. Belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai hubungan antara lama menggunakan internet
per hari dengan tingkat literasi kesehatan. Dari penelitian ini menyatakan tidak terdapat hubungan antara lama
menggunakan internet dengan tingkat literasi kesehatan (P=0,247). Namun ada penelitian yang menyebutkan
bahwa 55,3% penduduk Indonesia menggunakan internet 1 5 jam per hari.28 Hal ini sejalan dengan penelitian
literasi kesehatan pada siswa SMA yang menyatakan bahwa 44,1% siswa SMA menggunakan internet 1 5 jam
per hari.

Literasi kesehatan menitik beratkan kepada pengetahuan dan kompetensi seseorang dalam konteks
tuntunan kesehatan. Komunikasi yang tidak efektif akibat tingkat literasi kesehatan yang rendah dapat
berdampak pada keselamatan pasien dalam pelayanan kesehatan.2 Literasi kesehatan nantinya akan
mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan dan penggunaan layanan kesehatan. 26 Tingkat literasi kesehatan
dapat digunakan untuk menilai keterampilan seseorang dalam mengakses atau menggunakan teknologi digital
untuk mencari informasi kesehatan.13

Dalam penelitian ini 93,7% responden menyatakan pernah menggunakan internet untuk mencari
informasi kesehatan dan hal ini berhubungan dengan tingkat literasi kesehatannya (N= 483, P= 0,001).
Mayoritas responden memiliki tingkat literasi yang sufficient. Tingkat literasi kesehatan sufficient dianggap
lebih baik dibandingkan dengan tingkat literasi inadequate dan problematic. Namun, ketika diberikan
pertanyaan mengenai kesulitan mereka menemukan informasi kesehatan, meragukan informasi yang mereka
dapatkan, dan kesulitan memahami informasi yang mereka dapatkan kelompok responden dengan tingkat
literasi kesehatan sufficient menjawab ya (P=0,000). Hal ini menunjukkan tingkat literasi kesehatan tidak
memengaruhi dalam kemampuan responden mengakses informasi kesehatan. Berbeda dengan yang ditemukan
dalam penelitian Manganello. Dalam penelitian ini terlihat responden mempunyai pengalaman yang bermacam-
macam ketika mencari informasi kesehatan secara online. Kebanyakan dari mereka dapat dengan mudah
menemukan informasi kesehatan yang mereka butuhkan dan literasi kesehatan berpengaruh penting dalam hal
ini (P= <0,001).13

Kemudahan dalam menemukan dan memahami hingga dapat mempercayai informasi kesehatan
bergantung pada tingkat literasi kesehatan. Semakin tinggi tingkat literasi kesehatan akan lebih mudah
menemukan, memahami, dan mempercayai informasi kesehatan yang mereka dapatkan. Untuk kalangan pelajar
keterampilan yang rendah dalam hal ini turut dipengaruhi oleh seberapa besar pengalaman mereka dalam
mencari informasi kesehatan. Penelitian menunjukkan seseorang dengan tingkat literasi kesehatan yang baik
lebih senang untuk mencari informasi kesehatan menggunakan internet dan sosial media, dan mereka cenderung
lebih sukses dalam menemukan informasi kesehatan sesuai yang dibutuhkannya. Meskipun, dikalangan pelajar,
keterampilan ini masih sangatlah rendah.13

Tseng dalam penelitiannya menggambarkan hubungan penggunaan teknologi informasi kesehatan


dengan tingkat literasi kesehatan pasien, termasuk kedalamnya mengenai aplikasi kesehatan. Pasien dengan
tingkat literasi kesehatan yang rendah memiliki hubungan dengan kurangnya kebiasaan mereka dalam
menggunakan teknologi informasi kesehatan. Responden beranggapan bahwa teknologi informasi kesehatan
lebih sulit untuk digunakan dan tidak terlalu berguna.29

Ketika diberikan pertanyaan mengenai cara yang diinginkan untuk mendapatkan informasi kesehatan dari
suatu organisasi, responden lebih memilih dengan satu cara yakni menggunakan internet. Sama halnya dengan
penelitian Manganello, tingkat literasi kesehatan yang rendah lebih memilih untuk mendapatkannya melalui
radio dan pesan singkat, tetapi lebih sedikit dari mereka yang memilih web site kebalikan dengan responden
yang memiliki tingkat literasi tinggi. Penyebaran informasi kesehatan terbukti dapat meperbaiki komunikasi
kesehatan yang efektif sebagai salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan kesehatan dan dampak
buruknya. Melalui internet informasi kesehatan dapat lebih mudah disebar dan dijangkau oleh semua orang. Hal
ini disebabkan internet sudah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini.13, 14

Teknologi informasi kesehatan berbasis internet yang paling diminati untuk mengakses informasi
kesehatan adalah media sosial dan aplikasi kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa konsumen aplikasi
kesehatan dengan masalah kesehatan kronis seperti diabetes, depresi, berat badan, dan gangguan tidur lebih
sering merekomendasikan penggunaan aplikasi kebugaran atau aktivitas fisik. Ada beberapa konsumen lainnya
yang hanya menggunakan aplikasi kebugaran untuk melakukan self-monitoring dan tidak menggunakan aplikasi
yang berhubungan dengan penyakitnya. Aplikasi kesehatan memiliki keunggulan dalam konteks gamification
atau berbasis permainan. Gamifikasi dalam aplikasi kesehatan melibatkan kompetisi intrapersonal pengguna
aplikasi. Seperti dalam aplikasi aktivitas fisik, pengguna aplikasi diberi pemicu untuk terus menggunakan
aplikasi tersebut dengan memberikan lencana apabila melewati tahap-tahap atau mencapai target tertentu.12

Dalam penelitian ini didapatkan penggunaan aplikasi kesehatan tidak berhubungan dengan tingkat literasi
kesehatan (P= 0,449). Responden dengan tingkat literasi kesehatan sufficient hanya memiliki satu kelompok
jenis aplikasi kesehatan, yakni aplikasi mengenai informasi kesehatan. Apabila dihubungkan dengan
penggunaan paket data pada reseponden penelitian yang mayoritas memakai paket data < 5 GB, didapatkan
hubungan yang signifikan antara penggunaan paket data dengan jenis aplikasi kesehatan yang dimilikinya, yaitu
aplikasi informasi kesehatan. Sedangkan, mereka yang memakai paket data unlimited lebih memilih untuk
menggunakan aplikasi aktivitas fisik (P= 0,004).

Kelompok aplikasi informasi kesehatan terdiri dari aplikasi untuk konsultasi kesehatan secara online
(Meet doctor.com, halodoc, ApaSakitKu, KlikDokter.com), aplikasi layanan kesehatan (BPJS pocket, pelayanan
kesehatan), dan aplikasi untuk informasi obat (iPharmacy, ePocrates). Apabila dilihat dari ukuran aplikasi, jenis
aplikasi informasi kesehatan memiliki ukuran yang relatif lebih kecil. Hal ini memungkinkan untuk mengunduh
dan pemakaian aplikasi ini tidak memerlukan penggunaan data yang banyak. Sehingga, lebih terjangkau untuk
responden yang rata-rata pemakaian paket data < 5GB dalam sebulan.

Kelompok aplikasi aktivitas fisik terdiri dari aplikasi untuk aktivitas fisik (nike boom, nike+ running,
7minute, 30 day fit challenge workout, sworkit, google fit) dan aplikasi untuk kesehatan jiwa (pocket yoga, head
space, stress check). Apabila dilihat dari ukuran aplikasi, jenis aplikasi informasi kesehatan memiliki ukuran
yang relatif lebih besar. Untuk mengunduh dan pemakaian aplikasi ini memerlukan penggunaan data yang lebih
banyak. Sehingga, responden yang lebih memilih aplikasi ini memiliki penggunaan data tidak terbatas atau
unlimeted dalam sebulan.

Anda mungkin juga menyukai