Anda di halaman 1dari 18

Referat

KONTRAKTUR

Oleh :

Hatina Agsari 04084821618154

Pembimbing :
dr. Yudhistira Ade ISM

BAGIAN/DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................1


DAFTAR ISI .........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA1 .............................................................................4
I. Pengertian Kontraktur .......................................................................................4
II. Proses Penyembuhan Luka...........................................................................4
III. Mekanisme Kontraktur ...........................................................................11
IV. Etiologi ........................................................................................................12
V. Klasifikasi ..............................................................................................12
VI. Pencegahan ...........................................................................................13
VII. Tatalaksana .........................................................................................13

BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................17


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kontraktur adalah suatu deformitas yang disertai keterbatasan pergerakan


sendi secara pasif maupun aktif. Secara struktural, kontraktur merupakan hasil
dari pemendekan jaringan penyokong, otot dan kulit. Kelainan ini disebabkan
karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun
proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah akibat luka bakar.
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,
terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit
yang sehat di sekitar luka, yang tertarik kesisi kulit yang terluka. Kontraktur yang
terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan. Istilah kontraktur berbeda artinya dengan kontraksi. Kontraksi adalah
suatu proses dinamik yang aktif yang melibatkan fungsi darisel-sel yang hidup
dan pemindahan energi. Proses kontraksi jelas terlihat pada luka yang besar yang
dibiarkan sembuh sendiri tanpa tindakan penutupan sekunder atau skin graft. Pada
luka tersebutakan terjadi pengecilan dari luas luka.
Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan
luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari
suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik
berlebihan dari proses penyembuhan luka. Penyebab utama kontraktur adalah
tidak ada atau kurangnya mobilisasi sendi akibat suatu keadaan antara lain
ketidakseimbangan kekuatan otot, penyakit neuromuskular, penyakit degenerasi,
luka bakar, luka trauma yang luas, inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan
nyeri

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Kontraktur

Kontraktur adalah suatu deformitas yang disertai keterbatasan pergerakan


sendi secara pasif maupun aktif. Secara struktural, kontraktur merupakan hasil
dari pemendekan jaringan penyokong, otot dan kulit. Kelainan ini disebabkan
karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun
proses degeneratif.
Kontraktur merupakan salah satu komplikasi dari penyembuhan luka,
terutama luka bakar. Kontraktur adalah jenis scar yang terbentuk dari sisa kulit
yang sehat di sekitar luka, yang tertarik kesisi kulit yang terluka. Kontraktur yang
terkena hingga lapisan otot dan jaringan tendon dapat menyebabkan terbatasnya
pergerakan.

II. Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai


kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkisanambungan. Penggabungan respons
vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai substansi
mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses
penyembuhan luka. Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana
secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan
kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi:
1. Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.
2. Luka partial thickness; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan
lapisan bagian atas dermis.

4
3. Luka full thickness; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis,
dermis, dan fasia, tidak mengenai otot.
4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan dapat dibagi


menjadi:
1. Luka akut; luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kornis; luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen atau endogen.

Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan


mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut dengan
membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya.
Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat
luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan
luka terdiri dari:

Gambar 1. Fase Penyembuhan Luka

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi


Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini
bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, bendabenda
asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama fase ini
berlangsung, karena terlebih dulu harus ada eksudasi yang diikuti penghancuran

5
dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai. Fase hemostasis mendahului dan
menginisiasi fase inflamasi dengan melepaskan faktor-faktor kemotatik pada
daerah luka.

Gambar 2. Fase Inflamasi

Pada luka terdapat kerusakan integritas jaringan, yang termasuk kedalamnya


adalah pembuluh darah, sehingga terjadi paparan langsung trombosit ke matriks
ekstraselular. Paparan kolagen subendothelial dengan trombosit menimbulkan
agregasi platelet, degranulasi, dan aktivasi kaskade koagulasi. Hasil akhir kaskade
koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik adalah konversi fibrinogen menjadi fibrin.
Trombosit granulasi melepaskan sejumlah faktor inflamasi, seperti platelet-
derived growth factor (PDGF), transforming growth factor- (TGF-), platelet
activating factor (PAF), fibronektin, dan serotonin. Selain untuk mencapai
hemostasis, bekuan fibrin berfungsi sebagai perancah untuk sel-sel inflamasi
bermigrasi ke luka, seperti leukosit polimorfonuklear (PMN, neutrofil) dan
monosit. PMN adalah sel inlamasi pertama yang masuk ke situs luka, memuncak
pada 24 - 48 jam pertama.
Pelepasan prostaglandin lokal meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
dan adanya zat kemotaktik seperti faktor komplemen, interleukin-1 (IL-1), tumor
necrosis factor- (TNF-), TGF-, faktor trombosit IV, atau semua produk
bakteri menstimulasi terjadinya migrasi neutrofil. Peran utama neutrofil adalah

6
memfagositosis bakteri dan debris jaringan. PMN juga merupakan sumber utama
sitokin selama inflamasi, terutama TNF-3 yang mungkin memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap angiogenesis. Fungsi netrofil dalam fagositosis
berlangsung selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang
berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan
luka.
Jumlah makrofag mencapai angka yang signifikan pada 48 - 96 jam post
injuri dan tetap hadir sampai penyembuhan luka selesai. Makrofag, seperti
neutrofil, berpartisipasi dalam debridement luka melalui fagositosis. Fungsi
makrofag disamping fagositosis adalah aktivasi dan perekrutan sel-sel lain melalui
mediator seperti sitokin dan faktor pertumbuhan. Makrofag berperan dalam
proliferasi sel:
a. Sintesa matriks kolagen
b. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas
c. Memproduksi epithelial growth factor (EGF) yang berperan pada re-
epitelisasi
d. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis vascular endothelial
growth factor (VEGF)
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau
kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai
sebagai parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat
pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferasi
Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu
ketiga, Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat
besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan
menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan.

7
Gambar 3. Fase Proliferasi

Pada jaringan lunak yang normal, pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan
biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjaid luka,
fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka,
kemudian akan berproliferasi serta mengeluarkan beberapa substansi, seperti
kolagen, elastin, asam hialuronat, fibronektin, dan proteoglikan, yang berperan
dalam rekonstruksi jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membnetuk cikal bakal jaringan
baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh
fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga
fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan
baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi
fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan
fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah proliferasi, migrasi, deposit jaringan
matriks, dan kontraksi luka
Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam
luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka.
Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi), atau obat
(preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya

8
ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka
merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di
daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan
turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan
proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan
mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan
baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi
myofibroblas yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan.
Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth
factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
bermutu. Selama fase ini jaringan baru yang terbentuk akan disusun sedemikian
rupa seperti jaringan asalnya. Fase ini segera dimulai segera setelah kavitas luka
terisi oleh jaringan granulasi dan proses reepitelialisasi usai. Perubahan yang
terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan vaskularisasi, pembuangan matriks
temporer yang berlebihan dan penataan serat kolagen sepanjang garis luka untuk
meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir penyembuhan luka ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun

9
Gambar 3. Fase Remodelling

Kontraksi dari luka dan remodeling kolagen terjadi pada fase ini. Kontraksi
luka terjadi akibat aktivitas miofibroblas, yakni fibroblas yang mengandung
komponen mikrofilamen aktin intraselular. Kolagen tipe III pada fase ini secara
gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix metalloproteinase
(MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag, dan sel endotel. Sekitar 80%
kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang memungkinkan terjadinya tensile
strength pada kulit. Keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi kolagen
terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan didegradasi oleh enzim kolagenase
dan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil
akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah
digerakkan dari dasarnya. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan
menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang
normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun
hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing
individu, lokasi serta luasnya luka.

10
III. Mekanisme Kontraktur
Jaringan kulit yang terbentuk karena kontraktur adalah jaringan non-elastik,
yang karena terjadinya cedera, tumbuh menggantikan jaringan kulit yang normal
dan elastic. Jaringan kulit ini tidak dapat bergerak dengan normal. Pada tahap
penyembuhan luka, kontraksi akan terjadi pada fase maturasi atau remodelling
dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12
bulan. Kontraksi dan remodeling kolagen terjadi pada fase ini.
Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas miofibroblas, yakni fibroblas yang
mengandung komponen mikrofilamen aktin intraselular. Kolagen tipe III pada
fase ini secara gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix
metalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag, dan sel
endotel. Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang
memungkinkan terjadinya tensile strength pada kulit. Keseimbangan antara proses
sintesis dan degradasi kolagen terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan
didegradasi oleh enzim kolagenase dan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut
sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasarnya. Kolagen yang berlebihan
akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi
yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu
terbuka.
Kontraktur fleksi dapat terjadi hanya karena kehilangan lapisan superficial
dari kulit. Biasanya dengan dilakukan eksisi dari jaringan parut yang tidak elastic
ini akan menyebabkan sendi dapat ekstensi penuh kembali. Apabila jaringan ikat
dan otot dipertahankan dalam posisi memendek dalam jangka waktu yang lama,
serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan
menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7
hari akan mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi
jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut
sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan
menyebabkan kontraktur.

11
IV. Etiologi
Proses terjadinya kontraktur didasarkan pada empat etiologi primer yaitu
immobilisasi eksternal, trauma, beberapa penyakit sendi, dan kerusakan
neurologis:
1. Immobilisasi eksternal, terjadi ketika sendi dalam posisi stasioner dalam
periode waktu yang lama, terjadi adhesi antar jaringan ikat sendi
2. Trauma, jaringan ikat di sekitar sendi mengalami tarikan atau robekan
3. Penyakit sendi, diantaranya adalah rheumatoid arthritis.
4. Defek neurologis, trauma pada sistem saraf sentral maupun perifer dapat
menghasilkan impuls abnormal yang berakibat restriksi pada jaringan sendi.

V. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal tersebut dapat
terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya pada luka bakar yang
dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat terjadi
oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi, misalnya pada
penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma, penyakit degenerasi dan
inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini bahkan
dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat immobilisasi
yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan pemendekan kapsul dan
ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri.

12
Menurut bentuknya, kontraktur terbagi atas :
1. Kontraktur linier
Gambaran klinis dari kontraktur linier adalah berbentuk garis lurus. Di pinggir
garis ini terdapat web yang merupakan kelebihan kulit. Penangananannya dibuat
desain Z-plasty, yaitu dua buah flap segitiga yang saling dipindahkan tempatnya.
Dengan desain ini maka garis kontraktur tersebut akan diperpanjang dengan
memanfaatkan kelebihan kulitpada sisi-sisi garis kontraktur tersebut.
2. Kontraktur difusa
Gambaran klinis dan penanganan dari bentuk kontraktur ini adalah berbentuk
difus pada persendian. Dilakukan penanganan dengan pelepasan darikontraktur
dan kekurangan kulit yang tiimbul ditutup dengan Full Thickness Skin Graft
(FTSG).

VI. Pencegahan
Pencegahan kontraktur meliputi :
1. Mencegah infeksi, perawatan luka, penilaian jaringan mati dan tindakan
nekrotomi segera perlu diperhatikan. Keterlambatan penyembuhan luka dan
jaringan granulasi yang berlebihan akan menimbulkan kontraktur.
2. Skin graft atau Skin flap, adanya luka luas dan kehilangan jaringan luas
diusahakan menutup sedini mungkin, bila perlu penutupan kulit dengan skin
graft atau flap.
3. Fisioterapi, tindakan fisioterapi harus dilaksanakan segera mungkin meliputi
proper positioning (posisi penderita), exercise (gerakan-gerakan sendi
sesuai dengan fungsi), Stretching Splinting / bracing, mobilisasi / ambulasi
awal

VII. Tatalaksana
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk
ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik dalam hal

13
ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan dan ketahanan,
diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah kontraktur sendi yang
rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara konservatif dan operatif :
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini lebih
mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita, meliputi :
a. Proper positioning, positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu selama penderita
dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman merupakan posisi kontraktur.
Program positioning anti kontraktur adalah penting dan dapat mengurangi udem,
pemeliharaan fungsi dan mencegah kontraktur. Proper positioning pada penderita
luka bakar:
1) Leher : ekstensi / hiperekstensi
2) Bahu : abduksi, rolasi eksterna
3) Antebrakii : supinasi
4) Trunkus : alignment yang lurus
5) Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20
6) Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
7) Pergelangan kaki : dorsofleksi

b. Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak sendi dan
mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-menerus pada seluruh
persendian baik yang terkena luka bakar maupun yang tidak terkena, merupakan
tindakan untuk mencegah kontraktur.
Adapun macam-macam exercise adalah :
1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
2) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri dengan
kontraksi otot tanpa gerakan sendi.

14
3) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri tetapi
mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau anggota gerak penderita
yang sehat.
4) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita dengan
melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat mekanik.
5) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap penderita.
c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan kontraktur berat
dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih dikombinasi dengan proper
positioning. Berdiri adalah stretching yang paling baik, berdiri tegak efektif untuk
stretching panggul depan dan lutut bagian belakang.
d. Splinting / bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk mempertahankan posisi yang
baik selama penderita tidur atau melawan kontraksi jaringan terutama penderita
yang mengalami kesakitan dan kebingungan.
e. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka bakar,
ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya selama 10 menit
per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan untuk semua sendi yang
tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil maupun sendi besar.

2. Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur dan
terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara:
a. Z - plasty atau S plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap dan dengan
kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang sehingga memerlukan
beberapa Z-plasty.
b. Skin graft

15
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar. Kontraktur
dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan parut, selanjutnya
dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya. Sebaiknya dipilih split thickness graft
untuk l potongan, karena full thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada
ujung luka dan akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan dengan
latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya terdiri
dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari parut dan
mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf tanpa ditutupi dengan
jaringan lemak, kemudian dilakukan transplantasi flap untuk menutupi defek tadi.
Indikasi lain pemakaian flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft
bebas untuk koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan
yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja

16
BAB III
KESIMPULAN

Kontraktur adalah suatu deformitas yang disertai keterbatasan pergerakan


sendi secara pasif maupun aktif. Secara struktural, kontraktur merupakan hasil
dari pemendekan jaringan penyokong, otot dan kulit. Kelainan ini disebabkan
karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan maupun
proses degeneratif.
Keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi kolagen terjadi pada fase
remodelling pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Kolagen yang berlebihan didegradasi oleh enzim kolagenase dan
kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir
dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan
dari dasarnya. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan
kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan untuk
ambulasi dan aktifitas lain. Penanganan kontraktur dapat dliakukan secara
konservatif dan operatif.
Prognosis kemajuan tergantung pada kecepatan intervensi dini saat
munculnya gejala awal dari ruang gerak sendi yang terbatas, sementara
penegakkan etiologi sangat berkaitan dengan metode penatalaksanaan kontraktur.

17
DAFTAR PUSTAKA

Barbul, A., Efron DT., Kavalukas, SL. Wound Healing. In: Schwartz SI. Principle
of Surgery, Sixth Edition. USA. Mc. Grew-Hill. 1994. 241-246.
Converse JM. Reconstructive plastic surgery. Second ed. WB Saunders, 1977;
1596-1635.
Dorlands. Illustrated medical dictionary. 25th ed. WB Saunders 1980; 355-815.
Gurtner, GC. Wound Healing: Normal and Abnormal. In: Charles HT. Grabb And
Smiths Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia, Lippincott Co. 2007. 16-21.
Halar EM, Bell KR. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA.
Rehabilitation medicine, principles and practices. Second ed. Philadelphia,
Lippincott Co. 1993-, 681-689.

18

Anda mungkin juga menyukai