MTH Khan dan A. Ather (eds.

) Memimpin Molekul dari Produk Natural r 2006 Diterbitkan oleh Elsevier

111

Phytotherapy batuk
S
ONA
F
RANOVA,
G
ABRIELA
N
OSALOVA,
J
Uraj
M
OKRY

Abstrak
masalah yang muncul dari pengobatan batuk selama banyak jenis penyakit pernapasan oleh ventional agen antitusif con opioid,
seperti senyawa kodein dan kodein-seperti, yang dikenal. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak usaha telah dilakukan untuk
menciptakan obat yang menunjukkan efek samping minimal pada organisme. Salah satunya adalah tanaman obat, yang
berpotensi sumber zat dengan efisiensi tinggi-antitusif dengan efek yang tidak diinginkan minimal. Tren terbaru dari
Phytotherapy modern termasuk spesifikasi zat aktif yang bertanggung jawab untuk efek terapeutik serta kuantifikasi mereka
dalam obat penyembuhan, yang memungkinkan rasionalisasi pengobatan, terutama dosis dan mengejar efek samping. Tujuan bab
ini adalah untuk memberikan gambaran dari beberapa tanaman obat dan senyawa aktif mereka dengan aktivitas batuk penekan.
Informasi umum tentang efisiensi antitusif produk herbal yang dipilih diisi ulang dengan hasil program penelitian yang sedang
berlangsung kami terkait untuk mencari polisakarida herbal aktif yang berpotensi antitusif.
Kata kunci: batuk, aktivitas antitusif, antitusif herbal, polisakarida herbal

I. Pendahuluan
Phytotherapy memiliki tradisi yang sangat panjang dalam pengobatan penyakit saluran pernafasan. Dalam waktu,
ketika obat tidak memiliki instrumen diagnostik yang handal, diagnostik serta terapi didasarkan pada gejala, yang
batuk adalah salah satu yang paling penting. Sejumlah besar obat herbal yang secara empiris digunakan dalam terapi
batuk. Tren terbaru dari Phytotherapy modern termasuk spesifikasi zat aktif yang bertanggung jawab untuk efek
terapeutik serta kuantifikasi mereka dalam obat penyembuhan, yang memungkinkan rasionalisasi pengobatan,
terutama dosis dan mengejar efek samping. Sebuah berburu permanen untuk antitusif baru dari kerajaan tanaman
memiliki pembuktian yang berhubungan dengan efek samping dari antitusif opioid. Administrasi ini terpusat akting
agen batuk penekan memiliki pentingnya dalam beberapa indikasi, terkait terutama dengan batuk yang menyakitkan.
Tetapi selama aplikasi tahan lama, risiko ketergantungan meningkat serta meningkatkan viskositas dahak, depresi
dari pusat batuk, dan efek samping lainnya.
Mekanisme dasar tindakan dari antitusif herbal mungkin sama dengan antitusif ortodoks, yang sebagian besar
berasal dari pendahulunya herbal.
Molekul-molekulTimbal dari produk alami: penemuan dan tren baru 112
mekanisme mungkin termasuk:
penekanan batuk tengah - narkotika, non-narkotika; batuk penekanan perifer - anestesi, menipisnya substansi P;
reseptor / sensorik efek penekanan saraf; bronkodilator / sensorik efek penekanan saraf; pengaruh pembersihan
mukosiliar; antibakteri, aktivitas antivirus.
Dalam radang umum dari saluran udara terkait dengan batuk, yang stration admini- produk herbal sangat
bermanfaat, karena mereka dapat merangsang dahak melalui produksi yang lebih tinggi dan pengusiran dahak
dengan efek protektif pada saluran napas selaput lendir dan mereka juga dapat memperbaiki sifat dahak .
The ekspektoran tanaman dapat bertindak dengan cara berikut:
sekretolitik - dengan meningkatkan sekresi lendir, mempengaruhi sel-sel serosa dari kelenjar mukosa sub. Hal ini
menyebabkan produksi dahak dengan viskositas lebih rendah dan lebih mudah untuk menghapus dengan izin
mucociliar. Dahak tipis dapat dengan mudah mengais-ngais particules bakteri dan sel hidup, yang kemudian
ekspektorasi lebih cepat. Mucolytic - oleh modulasi dari sifat fisik dan kimia dari dahak. Hal ini menyebabkan fisi
dari ikatan disulfida dalam rantai dahak glikoprotein, yang mempengaruhi beberapa sistem transportasi, yang
mengatur komposisi dahak, sehingga mengurangi viskositasnya. Secretomotoric - dengan meningkatkan gerakan
silia di epitel saluran napas ciliar. Mekanisme ini bertanggung jawab untuk efektifitas yang lebih baik clearance
mucociliar, yang untuk-gether dengan refleks pertahanan lainnya mengendalikan napas bersih (Rang et al., 1999).
Zat aktif berikut ini bertanggung jawab untuk antitusif dan ekspektoran efek dalam produk obat herbal.
Saponin. Mekanisme aksi saponin milik mekanisme terbaik-mengklarifikasi zat dari obat herbal, yang dapat
memodulasi parameter batuk dan kualitas dahak. Saponin adalah heterosides dan terbuat dari bagian glycid dan non-
glycid. Bagian non-glycid, yang disebut aglycone, bertanggung jawab untuk efek farmakologis nya. Setelah
pemberian peroral dosis terapi, yang onins SAP-mengiritasi saraf vagal refleks (Baltina, 2003). Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi dahak di saluran udara (Korpas dan Nosalova, 1991). Selain itu, pernapasan dan
pusat batuk yang teriritasi, sehingga lebih sering dahak. Bagaimana- pernah, dosis yang lebih tinggi dari saponin
dapat mengiritasi selaput lendir lambung dan usus yang mengarah ke emesis, diare, dan perdarahan.
Obat yang paling terkenal mengandung saponin yang diwakili oleh Radix primulae, Herba Thymi, R. saponariae,
dan Folium Hederae helicis.
Administrasi daun helix H. ekstrak dikonfirmasi di bawah kondisi klinis, menggunakan percobaan double-blind,
kemampuan untuk menekan refleks batuk pada pasien dengan bronkitis kronis. Kegiatan antitusif ekstrak FH helicis
adalah sebanding dengan batuk-supresif aktivitas ambroxol (Meyer-Wegener et al., 1993). Hal ini didasarkan baik
pada tingginya kandungan saponin dan flavonoid pada atau tanin kehadiran masing-masing.
Phytotherapy batuk 113

Mekanisme kerja dari beberapa alkaloid, meningkatkan sekresi lendir oleh mekanisme refleksif, mirip dengan
saponin. Kedua emetin dan cefaelin yang hadir dalam akar tanaman Afrika Selatan Uragoga ipecacuanhae. Setelah
stration admini- dan overdosis tahan lama mereka dapat membangkitkan aritmia, gangguan otot jantung, dan kejang-
kejang.
Flavonoid. Glikosida flavonol dan aglikon mereka umumnya disebut flavonoid. Ada beberapa jenis flavonoid
dibagi menurut struktur dasar mereka: flavanes (katechin), flavones (luteolin, apigenin, diosmin), isoflavon
(genistein, daidazin), flavanols (rutin, quercetin, quercitrin, kaempferol, myricetin, hyperoside), flavanon
(hesperidin, naringenin) (Mojzis dan Mojzisova, 2001). Flavonoid dapat menghambat oksidatif dan proses reduktif
dan menurunkan aktivitas cholinesterase dan xanthinoxidase. Kedua rutin dan quercetin menghambat metabolisme
catechol-O-methyltransferase (COMT), sehingga memperpanjang efek farmakodinamik norepinefrin. Rutin
memperlambat oksidasi asam askorbat dan memperpanjang efek dari vitamin C dalam organisme (Mika, 1991).
Terapi, efek dari flavonoid digunakan dalam pengobatan penyakit kardiovaskular, komplikasi tromboemboli, dan
penyakit ginjal (Ruf, 1999).
Dalam sistem pernapasan, flavonoid menunjukkan aktivitas spasmolytic. Efek Antiflogistic dan antiallergic
flavonoid ditingkatkan dengan pemberian bersamaan vitamin C (Chang et al., 1994). Quercetin, pinocembrin,
memiliki efek riostatic bacte- signifikan Gram positif maupun Gram-negatif bakteri (Takaisi-Kikuni dan Shilcher,
1994). Ramnezin, fizetin, dan antocyans terkait menghambat pertumbuhan dan replikasi dari basil TB. Sebagian
besar flavonoid menandai dengan tindakan oksidan anti signifikan (Kelly et al., 1995). Semua yang disebutkan sifat
flavonoid bersama-sama dengan aktivitas antitusif-ekspektoran berpartisipasi mungkin berlaku positif dan
bermanfaat dari obat-obatan seperti H. helix, Plantago lanceolata, Malva sylvestris, Polygonium aviculare, veris
Primula, Verbascum densiflorum, dan lain-lain dalam terapi piratory merespons munculnya penyakit saluran.
Esensi (minyak atsiri). Esensi adalah senyawa yang mengandung terpen harum. Mereka adalah agen-agen volatil,
menyebabkan iritasi pada banyak jaringan organisme, seperti epitel saluran napas, oleh stimulasi langsung dari sel-
sel mensekresi. Bersamaan mereka dapat mempercepat pergerakan ciliar epitel dan memiliki antibakteri dan
antiphlo- efek gistic (Burrow et al., 1983). Obat-obatan esensi diperoleh dari Fructus Anisi, F. foeniculi, F. melissae,
H. seu, F. Thymi. Terapi, lebih efektif adalah outgrowths semi pohon-pohon konifer Pinus mugo, P. silvestris, Abies
alba. Efek samping yang dapat terjadi setelah pemberian minyak atsiri, adalah mual, reaksi alergi, dan gangguan
ginjal parenkim.
Lendir. Dalam radang saluran napas atas yang berhubungan dengan batuk menjengkelkan kering, yang disebut
obat lendir saat ini sangat sering digunakan. Yang paling dikenal adalah Radix, Folium et Flos althaeae, Folium et
Flos malvae, Folium plantaginis. Lendir terdiri dari koloid liofilik polisakarida makromolekul yang larut dalam air,
dan menurut saling rasio menciptakan tipis sol hingga jelly gel. Obat-obatan lendir menghubungi saluran napas
selaput lendir menghasilkan lapisan pelindung pada permukaannya, yang mengurangi iritasi reseptor batuk (cepat
beradaptasi reseptor batuk, RAR) pada serat mielin saraf vagus serta iritasi ujung saraf dari non-myelinated C-serat
(Nosalova, 1998). Hal ini menyebabkan penurunan iritasi batuk yang disebabkan oleh mediator inflamasi atau benda
asing pada gangguan selaput lendir.
Molekul memimpin dari produk alami: penemuan dan tren baru

114polisakarida aktif tunggal mungkin bertanggung jawab untuk aktivitas antitusif lendir. Polisakarida
menunjukkan efek batuk-penekanan yang signifikan di bawah kondisi percobaan, tumpang tindih efek perifer
bertindak antitusif (Tabel 1).
Kecuali untuk kegiatan antitusif yang signifikan, glucuronoxylans dari ramuan dari Rudbeckia Fulgida dan batang
Mahonia aquifolium menunjukkan di tions menderita penyakit eksperimental imunomodulasi aktivitas di imunitas
seluler dan humoral bawaan (Bukovsky et al, 1998;. Kostalova et al, 2001;. Ebringerova et al ., 2002).
Sejauh ini tidak ada efek samping yang signifikan yang diamati setelah pemberian obat lendir.
Gusi. Gusi hidrokoloid tumbuhan alami, tembus, zat amorf yang sering diproduksi di tanaman yang lebih tinggi
sebagai pelindung setelah cedera. Sebuah upaya telah dilakukan untuk membedakan antara lendir dan gusi atas dasar
bahwa gusi mudah larut dalam air, sedangkan Lendir membentuk massa berlendir. Gusi biasanya heterogen dalam
komposisi. Setelah hidrolisis, arabinosa, galaktosa, glukosa, hidung manusia-, xilosa, dan berbagai asam uronic
adalah komponen yang paling sering diamati (Tyler et al., 1988). Gusi herbal memiliki efek antitusif signifikan
setelah pemberian peroral. Krajkovicova et al. (2002) diikuti efek antitusif dari karet terisolasi dari Persik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa zat ini telah di dosis 50 mg / kg berat badan. Efek yang lebih tinggi antitusif (38,2%)
bila dibandingkan dengan khasiat perifer bertindak antitusives dropropizine (27,4%) dan prenoxdiazine (23,7%).
Mekanisme kerja batuk penekan mungkin adalah sama seperti untuk lendir. Pektin. Pektin adalah produk
karbohidrat murni yang diperoleh dari ekstrak asam encer dari bagian dalam dari kulit buah jeruk atau dari pomace
apel. Ini adalah koloid hidrofilik alami, terdiri terutama dari asam polygalacturonic sebagian methoxylated;
komponen karbohidrat utama adalah linear, 1-4-linked
Tabel 1 Perbandingan aktivitas antitusif dari campuran polisakarida dan lacturonans rhamnoga- dari tanaman obat dengan
antitusif klinis digunakan kodein, prenoxdiazine, dandropropizine
Zatantitusif
aktivitas Referensi (%) a
polisakarida kompleks (50 mg / kg bb) Akar dari R. Fulgida 23,5 Nosalova et al. (2000) Polisakarida kompleks (50 mg / kg bb)
Herb R. Fulgida 46,5 Kardosova et al. (1997) Glucuronoxylan (50 mg / kg bb) Herb R. Fulgida 48,2 Franova et al. (1998)
Glucuronoxylan (50 mg / kg bb) Batang M. aquifolium 40,1 Kardosova et al. (2002) Codeine (10 mg / kg bb) 61,8 Prenoxdiazine
(30 mg / kg bb) 23,7 Korpas dan Nosalova (1991) Dropropizine (100 mg / kg bb) 27,4
aktivitas antitusif Athe dinyatakan sebagai persentase penurunan dari semua parameter batuk dievaluasi ( jumlah upaya batuk,
frekuensi batuk, intensitas serangan batuk selama exspirium dan inspirium) setelah pemberian obat.
-galacturonan D
(Tyler et al., 1988). Pektin diklasifikasikan sebagai pelindung selaput lendir lambung. Dalam
saluran atas-usus, pektin memiliki luas permukaan yang terdiri dari partikel ultramicroscopic (misel) yang memiliki
sifat penyerapan koloid racun. The pektin dapat mempercepat pembekuan darah dan memiliki sifat antiseptik yang
signifikan. Mekanisme kerja antitusif dari pektin tidak tepat diklarifikasi, tetapi di bawah kondisi percobaan yang
pektin diisolasi dari buah jeruk (30,2%) menunjukkan (dosis 50mg / kg bb) efek antitusif sebanding dengan efek
antitusif perifer bertindak - prenoxdiazine (23,7% ) dan dropropizine (27,4%) (Franova et al., 1995).

II. Althaea officinalis L. (Fam. Malvaceae)

Akar marshmallow yang digunakan secara internal untuk tenggorokan menenangkan sakit, radang tenggorokan,
tonsilitis, dan batuk. Akar teh dan sirup yang direkomendasikan untuk mengobati flammation di- ringan selaput
lendir saluran cerna. Marshmallow lendir juga membantu untuk menghilangkan patogen anaerob dari saluran
pencernaan. Hal ini digunakan sebagai tapal untuk penyembuhan luka dan peradangan kulit melalui administrasi
eksternal (Duke, 1997a).
Formulir. Marshmallow seluruh akar, akar bubuk, teh akar, sirup, ekstrak kompleks polisakarida.
Komponen aktif. Akar marshmallow mengandung hingga 35% dari lendir (muci- lage), 37% dari pati, sekitar
10% dari glukosa, 2% dari asparagin dan betaine, pektin, flavonoid, dan mineral.
Penggunaan terapi. Isi lendir di A. officinalis bertanggung jawab untuk tion classifica- untuk kelompok obat
mucilagineous disebut. Lendir terdiri dari polisakarida asam yang mengandung arabinosa, glukosa, rhamnose,
galaktosa, dan asam cturonic gala-. Phytotherapy menggunakan obat lendir sebagai agen perisai melindungi ujung
saraf dan menghilangkan rasa sakit. Mereka berguna terutama untuk selaput lendir jengkel. Efek menenangkan dan
pelindung agen lendir jelas juga di selaput lendir meradang dari saluran napas atas, yang menyebabkan iritasi
refleksif yang memunculkan batuk. Dalam hal ini, mereka yang diresepkan sebagai antitusif. Kegiatan antitusif
disebabkan mungkin oleh adanya zat aktif dalam lendir marshmallow. Salah satu zat aktif heteropolisakarida asam,
Onan rhamnogalactur-, yang membentuk sekitar 30% dari lendir dari akar. Nosalova et al. (1992) mengikuti
kegiatan antitusif dari rhamnogalacturonan dalam kondisi tal experimen- dan dibandingkan dengan efek batuk
penekan dari Sirupus althaeae, ekstrak air yang kompleks, dan lendir (lendir) dari akar tanaman ini (Gambar 1).
Batuk diinduksi oleh stimulasi mekanik laryngopharyngeal dan daerah mukosa trakeobronkial dari saluran udara
pada kucing sadar, menggunakan serat nilon tipis. Parameter batuk tercatat 0,5, 1, 2 dan 5 jam setelah pemberian
obat.
Dalam eksperimen ini, rhamnogalacturonan menyebabkan lipatan de- signifikan secara statistik dalam jumlah
upaya batuk, dan intensitas serangan batuk, di expirium dan inspirium, baik dari laryngopharyngeal dan daerah
trakeobronkial. Istration Admin- dari rhamnogalacturonan terasa menurun semua parameter batuk, kecuali untuk
intensitas upaya batuk maksimal. Temuan ini dianggapsignifikan
Phytotherapybatuk 115
molekul Timbal dari produk alami: penemuan dan tren baru 116
daerah laryngopharyngeal
n
Sir.alth. ekstrak lendir rhamno
stroffe
daerah tracheobronchial
n
6
hguocfo
5
rebmu
4
3
Kontrol 0,5
125
jam
Sir.alth.
11
ekstrak
stroffehguo
10
9
lendir rhamno
8
cforeb
7
6
mu
5
4
3
2
Kontrol 0,5
125
jam
Gambar. 1. Jumlah upaya batuk setelah pemberian S. althaeae (Sir alth -.. 1g dosis / kg bb), ekstrak akar air A. officinalis (ekstrak
- dosis 100mg / kg bb), lendir (dosis 100 mg / kg bb ), dan rhamnogalacturonan (rhamno - dosis 50 mg / kg bb) .Symbols
mewakili nilai-nilai rata-rata; Kisaran merupakan kesalahan standar sarana (7SEM).

dari sudut pandang klinis, karena mereka menunjukkan bahwa senyawa diuji dukungan- menekan refleks batuk, tapi
mempromosikan dahak tersebut.
Kegiatan antitusif komponen tunggal A. officinalis dibandingkan dengan aktivitas antitusif dari antitusif biasanya
diresepkan dalam praktek klinis (Gambar 2). Menurut hasil ini, efek batuk-menekan dari lendir dari S. althaeae,
adalah sebanding dengan aktivitas dropropizine antitusif perifer aktif. Administrasi rhamnogalacturonan dikaitkan
dengan aktivitas antitusif signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan lendir, S. althaeae dan antitusif perifer,
meskipun tidak mencapai efek kodein antitusif opioid (Nosalova et al., 1993).
Phytotherapy batuk 117
aktivitas antisussive (%)
Sir. Alth
lendir
Rhamno
Codeine
Dropro
0 10 20 30 40 50 60 70
Gambar. 2. Perbandingan aktivitas antitusif S. althaeae (Sir alth -.. Dosis 1g / kg bb), Muhammad cilage (dosis 100mg / kg),
rhamnogalacturonan (rhamno - 50mg dosis / kg bb) dengan kodein (codeine - 10 mg dosis / kg bb), dan dropropizine (dropro -
dosis 100 / mg kg bb) pada refleks batuk mekanis diinduksi di bawah kondisi percobaan.

Efek samping dan interaksi. Sejauh tidak ada efek samping signifikan diamati setelah pemberian produk dari akar
marshmallow. Oleh karena itu, penggunaannya dianjurkan dalam praktek pediatrik.
Marshmallow lendir dapat mengganggu penyerapan obat-obatan lain dalam saluran pencernaan jika mereka
diambil pada waktu yang sama. Kita harus mengambil obat pra scriped untuk mengkonsumsi teh marshmallow pada
waktu bolak-balik.

AKU AKU AKU. Emblica officinalis (Fam. Euphorbiaceae)

E. officinalis (syn. Phyllanthus emblica) adalah sebuah pohon yang tumbuh di bagian subtropis dan tropis China,
India, Indonesia, dan Malaya Peninsula. Buah dari E. officinalis sangat bergizi dan merupakan sumber penting dari
vitamin C (Nandi et al., 1997). Kandungan asam askorbat yang berkisar dari 1100 ke 1700mg / 100g. Amla buah-
buahan yang tajam, pendingin, diuretik, dan pencahar. Buah kering berguna dalam perdarahan, diare dan disentri,
dan memiliki anabolik dan sifat antibakteri. Dalam kombinasi dengan besi, digunakan sebagai obat untuk anemia. E.
officinalis memiliki ekspektoran, kardiotonik, antipiretik, antioksidan, dan antivirus (Asmawi et al., 1993).
Formulir. Buah segar, ekstrak air buah. Komponen aktif. Buah mengandung asam askorbat, asam amino (asam
glutamat, prolin, asam aspartat, alanin, dan lisin), asam galat, 1% tannin, gula 35%, 14% karet, 13% albumin, 17%
selulosa mentah, 4% mineral (kromium, seng, tembaga), dan 4% kelembaban. Buah-buahan juga mengandung
phyllemblin dan curcuminoides.
 Penggunaan terapi. Ekstrak daun dan buah-buahan dari E. officinalis digunakan dalam sistem tradisional India
kedokteran, Ayurveda, untuk antiinflamasi, erties prop- antipiretik atau dalam pengobatan gangguan pankreas untuk
kegiatan spasmolytic mereka. Efek lain dari tanaman ini, seperti tindakan terhadap radikal bebas, kerusakan yang
disebabkan selama stres, efek protektif terhadap karsinogenesis kimia, perlindungan terhadap genotoxicity
disebabkan oleh aluminium, timah, nikel klorida lebih baik dari asam askorbat, semuanya telah dilaporkan (Dhir et
al., 1993). Di antara efek lain adalah penghambatan peroksidasi lipid, efek antibakteri, antiatherosclerotic, dan
aktivitas hipolipidemik. Fraksi air ekstrak metanol menghambat migrasi sel polimorfonuklear manusia dan trombosit
pada konsentrasi yang relatif rendah (Ihantola- Vormisto et al., 1997).
Ekstrak etanol buah-buahan dari E. officinalis menunjukkan aktivitas antitusif yang signifikan. Kegiatan antitusif
ekstrak buah ini telah diuji pada kucing sadar oleh stimulasi kal mechani- dari laryngopharyngeal dan daerah
mukosa trakeobronkial dari saluran udara (Nosalova et al., 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis peroral
(200 mg / kg bb) dari zat ini adalah efektif dalam mengurangi parameter batuk. Aktivitas penekan cough- E.
officinalis lebih rendah dibandingkan kodein bertindak terpusat, tetapi lebih tinggi dari aktivitas antitusif dari yang
umum digunakan antitusif non-opioid dropropizine dan prenoxdiazine (Gambar 3). Hal ini seharusnya bahwa
kegiatan ini dari ekstrak E. officinalis terkait dengan penghambatan prostaglandin dan leukotrien sintesis. Beberapa
data eksperimen menunjukkan bahwa tanaman mengandung senyawa polar belum teridentifikasi, yang menghambat
baik prostanoid dan sintesis leukotrien. Di antara sifat macological farmakokinetik, yang bisa memainkan peran
dalam khasiat antitusif ekstrak ini tanaman, antioksidan, spasmolitik, dan sifat antibakteri adalahkepala
molekul Timbaldari produk alami: penemuan dan tren baru 118
80
Codeine Dropro Prenox Emblica Gambar. 3. Perbandingan aktivitas antitusif E. officinalis
(Emblica - dosis 200mg / kg bb), kodein (dosis 10 mg / kg bb), dropropizine (dropro - dosis 100 mg / kg bb), dan prenoxdiazine
(prenox - 30mg dosis / kg bb) pada refleks batuk mekanis diinduksi di bawah kondisi percobaan.
60
40
20
0
Phytotherapy batuk 119

orang. Ekstrak E. officinalis mungkin memiliki efek iritasi pada ujung vagal saraf dari selaput lendir saluran cerna,
yang juga merangsang tion secre- lendir di saluran pernapasan. Oleh karena itu, saluran udara ditutupi dengan lendir
dan reseptor batuk hampir tidak dapat diakses untuk iritasi, mengarah ke penurunan refleks batuk.
Efek samping dan kontraindikasi. Sebuah air liur meningkat dan diuresis adalah yang diamati setelah pemberian
E. officinalis persiapan. Overdosis berbagai terapi dapat menyebabkan emesis (Achliya et al., 2004).

IV. Foeniculum vulgare Mill. (Fam. Apiaceae)

Adas, F. vulgare Mill., Umumnya dikonsumsi sebagai makanan atau rempah-rempah di seluruh dunia, terutama di
India. The biji adas digunakan secara tradisional untuk pengobatan komplikasi pencernaan (dispepsia, perut
kembung), stimulasi laktasi, eksternal sebagai lotion mata dalam gangguan visual.
Formulir. Fructus foeniculi - kering seluruh biji, ekstrak biji. Komponen aktif. Biji adas mengandung: 2-6% minyak
esensial (50-70% manis senyawa - anethole trans, 20% senyawa pahit - fenchone, methylchavicol, dan terpenoid),
asam organik, flavonoid, dan polisakarida (Wichtl dan Bisset, 1994) . Penggunaan terapi. F. foeniculi (adas benih)
memiliki, selain dari efek terapi lain dalam pencernaan dan sistem vaskular, efek yang signifikan juga dalam sistem
pernapasan. Minyak esensial bertanggung jawab untuk aktivitas antioksidan, yang positif dapat mempengaruhi
jalannya beberapa penyakit pernapasan. Biji adas mengandung creosol dan -pinene, yang mungkin memiliki
aktivitas secretomotoric, meningkatkan motilitas silia di epitel ciliar di saluran udara, sehingga meningkatkan
pengusiran dahak dan dahak. Selain itu, beberapa komponen obat memiliki efek antibakteri (Duke, 1997a).
Dalam saluran pencernaan, meningkatkan sekresi enzim pencernaan dan lation stimu- dari GIT peristaltik,
diproduksi oleh fenchone pahit. Anetol, konstituen dari minyak esensial, memiliki efek estrogen-seperti yang
signifikan dan dapat digunakan dalam terapi gangguan menstruasi (Malini et al., 1985).
Kontraindikasi dan efek samping. Persiapan biji adas sangat terkonsentrasi kontraindikasi untuk wanita hamil,
karena aktivitas estrogenik. Dalam kasus yang jarang terjadi, reaksi alergi kulit telah dicatat (Schwartz et al., 1997).

V. Majus Chelidonium L. (Fam. Papaveraceae)

celandine lebih besar, C. majus L., ditemukan di Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Selama berabad-abad celandine
telah digunakan sebagai pereda nyeri, penekan batuk, antitoksin, dan obat antiinflamasi dalam pengobatan Cina.
Segar, cerah kuning-oranye batang lateks adalah obat rakyat populer untuk pengobatan eksim.
Formulir. Digunakan sebagai ekstrak, bubuk, dan teh dari bagian aerial kering celandine. Batang segar digunakan
lateks untuk penggunaan eksternal.
Komponen aktif. Sekitar 20 isochinolin-jenis alkaloid dari celandine, relatif terhadap alkaloid opium telah
diisolasi. Isi root berisi 0,2-1,4% alkaloid, dan isi tangkai berisi sekitar 0,1-0,6%.
Molekul-molekulTimbal dari produk alami: penemuan dan tren baru 120

alkaloid paling terkenal hadir di celandine yang chelidonine, homochelidonine, uinarine sang-, Chelerythrine,
berberin, cotopsine, protopine, dll zat lain diwakili oleh flavonoid, sekitar 0,01% dari intinya, amina (histamin dan
tyramine), asam chelidonic, dan enzim proteolitik.
Penggunaan terapi. Celandine secara empiris digunakan di banyak bagian dunia sebagai antitusif, analgesik,
imunomodulator, dalam pencernaan dan empedu saluran perintah dis, untuk nafsu makan yang lebih baik, secara
lokal di penyakit kulit, dll pemberian obat dikaitkan dalam banyak kasus dengan efek yang tidak diinginkan. Efek
akhir administrasi tergantung pada isi alkaloid aktif. Kehadiran mereka sangat tergantung pada daerah dan kondisi
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Celandine individu loids alka- memiliki efek antagonis terutama dalam
sistem pernapasan. Chelidonine adalah salah satu alkaloid celandine, yang menekan batuk dengan modulasi pusat
batuk di CNS. Efek dari alkaloid ini sebanding dengan antitusif efek dari obat-obatan dari kelompok kodein. Selain
batuk modulasi, chelidonine memiliki analgesik dan efek sedatif oleh pengaruh SSP. Efek spasmolitik dari
chelidonine adalah perumpamaan com- efek dari papaverine (Hiller et al., 1998). Selama percobaan dengan an-
imals, efek antimitotik dari chelidonine ditunjukkan, menyebabkan penghambatan proliferasi beberapa sel tumor
(Foster dan Duke, 1990).
Chelerytrine adalah alkaloid menekan parameter batuk. Namun, stration admini- yang dikaitkan dengan efek
toksik besar. Alkaloid celandine lain, uinarine sang- merangsang pernapasan dan pusat vasomotoric di CNS.
Sanguinarine memiliki juga antihistaminic ringan serta efek sitotoksik. Dosis tinggi sanguinarine dapat
membangkitkan kram oleh iritasi saraf tulang belakang refleksif, mirip dengan strychnine.
Protopine adalah alkaloid meningkatkan tonus otot polos. Efek uterotonika dan meningkatkan peristaltik saluran
pencernaan didirikan.
Sebagian besar alkaloid celandine, terutama chelerytrine dan sanguinarine, memiliki efek antimikroba yang
signifikan pada bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan beberapa mikroorganisme parasit. Efek ini digunakan
secara lokal di penyakit kulit dengan menggunakan eksternal (Taborska et al., 1995).
Mengingat fakta yang disajikan, pemberian obat ini harus pada tasi Konsul dengan spesialis. Tanaman ini, karena
tingginya kandungan alkaloid dan berbagai efek farmakodinamik, sumber perspektif obat baru.
Kontraindikasi dan efek samping. Jus dari tanaman segar dapat mengikis kornea dengan aksi proteolitik. Dosis
peroral lebih tinggi mengiritasi selaput lendir saluran pencernaan dan menyebabkan terbakar di mulut dan
tenggorokan, nyeri di perut, muntah, dan pendarahan pada saluran pencernaan. Semakin banyak-lipatan overdosis
obat dapat menimbulkan masalah pernapasan, gagal hati (Stickel et al., 2003), kram otot, atau gangguan sistem
kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan selama graviditas dan menyusui.

VI. Inula helenium L. (Fam. Asteraceae)

Elecampane root, I. helenium L. adalah asli di Eropa selatan dan timur, tapi sekarang sudah dibudidayakan di Eropa
Tengah, Timur dekat dan Amerika Utara. Secara tradisional, akar Elecampane digunakan untuk mengobati masalah
pernapasan, pencernaan dan perintah dis kemih (Duke, 1997b).
Phytotherapy batuk 121

Bentuk. Bubuk akar, atau ekstrak akar. Komponen aktif. Lakton seskuiterpen (zat pahit); eudesmanolides
(alantolactone, isoalantolactone, dan lain-lain). Campuran alantolactones juga dikenal sebagai helenin atau kamper
Elecampane. Komponen lainnya adalah triterpen, ols ster-, inulin, dan sakarida lainnya.
Penggunaan terapi. Ekstrak akar dari I. helenium memiliki sejumlah efek biologis dan mempengaruhi secara
bersamaan fungsi sistem pernapasan. Dalam beberapa artikel asli aktivitas antitusif ekstrak ini dijelaskan, dengan
efek ficant lebih signi- dalam memodulasi komposisi dahak di saluran pernapasan. Administrasi direkomendasikan
untuk pengenceran viscose dahak dalam kondisi dengan gangguan dahak. Komponen aktif dari ekstrak mungkin
merangsang sekresi terutama jenis serosa dari kelenjar submukosa. Pasien dengan batuk kering mengalami sensasi
tekanan pada dada bila diterapkan.
Sebuah penelitian baru menemukan bahwa akar Elecampane mengandung senyawa aktif terhadap bakteri
tuberkulosis. Fraksi ekstrak akar, yang menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap Mycobacterium
tuberculosis, mengandung eudesmanolides dikenal (Cantrell et al., 1999).
Akar Elecampane mengandung sekitar 50% dari karbohidrat kompleks yang dikenal sebagai fructo- oligo-
sakarida (FOS), termasuk 20-44% dari inulin. Atas dasar studi klinis, inulin meningkatkan penyerapan mineral
selama proses pencernaan, merangsang bifidobacteria, dan menghilangkan patogen (Rhee et al., 1985). Inulin
merangsang sistem kekebalan tubuh (Srivastava et al., 1999), dan mengatur tingkat gula dan kolesterol. Ekstrak ous
aque- akar Elecampane juga telah terbukti memiliki aktivitas antiworm.
Efek samping dan kontraindikasi. Lakton seskuiterpen di akar Elecampane dapat mengiritasi selaput lendir
hidung, tenggorokan, perut, dan usus dan dapat menyebabkan dermatitis. Karena ini reaksi alergi yang umum, obat
harus digunakan dengan sangat hati-hati dan hati-hati. Jika diambil dalam dosis besar, muntah, diare, dan gejala
kelumpuhan dapat terjadi (Paulsen, 2002). Administrasi tidak saja dilakukan selama kehamilan dan menyusui.

VII. Malva sylvestris L. dan Malva mauritiana L. (Fam. Malvaceae)

Daun dan bunga dari mallow tinggi, yang dikenal sebagai mallow biru, kaya lendir, campuran kompleks
polisakarida yang membentuk serat agar-agar menenangkan ketika air ditambahkan. Teh daun dianggap sebagai
amollient, ekspektoran dan pencahar, dan secara tradisional digunakan secara internal untuk tenggorokan
menenangkan sakit, radang tenggorokan, dan tonsilitis, dan untuk pengobatan penyakit pernafasan dan pencernaan
(Weiss, 1985).
Formulir. Flos, Folium, dan H. malvae (mauritiana, sylvestris). Komponen aktif. Daun mallow tinggi mengandung
sekitar 8% lendir (arabinosa, glukosa, rhamnose, galaktosa, xilosa, dan asam glukuronat), dan sejumlah kecil tanin,
dan sulfat flavonoid.
Bunga-bunga berisi lebih dari 10% lendir, yang pada hidrolisis affords jejak galaktosa, arabinosa, glukosa,
rhamnose, dan asam galacturonic. The blos- soms also contain high concentrations of antioxidants including
flavonoids and small amount of tannins. The flowers also contain antocyan dye, 50% of which is made of malvidin
3,5-diglucoside (malvin) and delphinidin.
Lead molecules from natural products: discovery and new trends 122

Therapeutic use. The therapeutic effects of the drug are associated with high con- tent of the slime. The
experimental studies on mucous membranes showed that slime sticks to the mucous membrane in water solution and
protects it from irritation. Therefore, the mallow is prescribed especially in painful inflammations of oral cavity,
pharynx, and upper airways. It was proved particularly in inflammation without expectoration and in non-productive
cough.
The antitussive activity of the slime from M. mauritiana L. flowers is mediated probably by acid polysaccharide
rhamnogalacturonan, separated via gel chromatog- raphy on DEAE-Sephadex A-50. Its major sugar components are
L
-rhamnose,
D
-galacturonic acid, and
D

-galactose. The results of antitussive activity tests per- formed with the mucilage, and
acid polysaccharide component (rhamnogalactu- ronan), showed that both compounds suppressed the cough reflex,
which was induced under experimental conditions. However, the administration of rhamnogalacturonan at a dose of
50 mg/kg bw was associated with 15% higher antitussive activity com- pared to the slime (Nosalova et al., 1994).
Mucilage and rhamnogalacturonan caused statistically significant decrease in cough parameters mainly from
laryngopharyngeal area of the airways. This indicates a dominant peripheral mechanism of action, when compared
to the centrally active codeine, which suppressed the more expressive cough reflex from tracheobronchial region.
The ability of mucilage and rhamnogalacturonan to suppress the cough parameters was compared to those of
drugs commonly used in clinical practice. The activity, both of mucilage and its rhamnogalacturonan, was lower
than that of codeine, but higher than that of peripherally acting antitussives, dropropizine and prenoxdiazine (Table
2).
Side effects and contraindications. So far no significant adverse effects associated with administration of M.
sylvestris or M. mauritiana products were observed. Simi- larly as by other plants containing the slime, their
administration may result in lower resorption of some medicines from stomach. Therefore, the administration of
other drugs approximately 1h before the use of mallow plant preparations is recommended.
Table 2 Comparison of the antitussive activity of mucilage and rhamnogalacturonan from the flowers of M. mauritiana with
clinically used antitussives codeine, prenoxdiazine, and dropropizine
Substance Single dose
(mg/kg bwpo)
Antitussive activity
(%)a
Mucilage (flowers of M. mauritiana) 50 33 Rhamnogalacturonan (isolated from mucilage of
M. mauritiana flowers)
50 46.9
Codeine 10 61.8 Prenoxdiazine 30 24.7 Dropropizine 100 28.3
aThe antitussive activity is expressed as percentage decrease of all evaluated cough parameters (number of cough efforts, cough
frequency, intensity of cough attack during exspirium and inspirium) after drug administration.
Phytotherapy of cough 123

VIII. Papaver rhoeas L (Fam. Papaveraceae)

Poppy flowers, Pr rhoeas L., also known as corn poppy, corn rose, and flowers rhoeados, are found wild in grain
fields and along the roads in Eastern Europe, North Africa, and Asia. Poppy flowers are used as a source of food
coloring and for enhancing the flavor of herbal teas. Traditionally, poppy blossoms were used to make syrup, which
was believed to promote sleep, relieve aches, and pain as well as respiratory complications (Mika, 1991).
Forms. Dried petals of poppy flowers. Active ingredients. Poppy flowers contain anthocyanin glycosides (cyanidin
and mecocyanin), up to 12% isoquinoline alkaloids (50% is rhoeadine). The flowers also contain mucilage and
many ubiquitous substances.
Therapeutic use. The major therapeutic properties of active substances from flow- ers P. rhoeas are antitussive
and have mild sedative effects. The slime content is responsible for protective action of the drug in airway mucous
membrane. The areas in CNS regulating the cough reflex can participate in the antitussive effect. The drug
administration is recommended for cough suppression in pediatric and geriatric practice, when codeine group
antitussives are contraindicated. Very good effect was reached by administration of P. rhoeas flowers in suppression
of night-irritant cough. Except antitussive effect, mild sedative action is used in night cough (Pfeifer and Hanus,
1965) An ethanolic aqueous extract of P. rhoeas petals evaluated for its behavioral and pharmacotoxicological
effects in mice was found to produce sedative effect at a dosage of 400mg/kg. The lethal dosage in mice was
approximately five times the amount found to be sedative.
Side effects and contraindication. The allergic contact urticaria from poppy flowers was reported. The gloves use
is recommended for harvesting the fresh flowers. When taken in large doses, poppy flowers caused convulsion and
coma in cattle, rats, and rabbits under experimental conditions (Mika, 1991).

IX. Plantago lanceolata L. (Fam. Plantaginaceae)

Plantain leaf, P. lanceolata L., has a long history of traditional use as a medicine, dating from ancient Roman and
Greek times. Traditionally, plantain is the most often used to suppress the cough, to treat the gastrointestinal
complications, as an adstringent, demulcent, and diuretic (Duke, 1997b). From ancient times, it is known that
applying of plantain leaves onto the inflamed mucous membranes heals skin defects and wounds (Hoffmann, 1990).
Forms. Plantain leaf infusions, macerates, fluid extracts, syrups from the fresh plant.
Active components. Plantain leaves contain 0.32.5% glycoside aucubin and 0.31% catalpol, flavonoids
(apigenin and luteolin), enzymes (invertine, emulsine), 26% mucilage, 6% tannins, 1% silicic acid, pectins,
saponins, phenylethanoids (acteoside and cistanoside), ascorbic acid, and minerals (zincand potassium).
Therapeutic use. P. lanceolata belongs to the drugs having significant effect on the respiratory system. Plantain
leaf contains active components, which act secretolytic and support the expectoration. Saponins are responsible for
enhanced phlegm
Lead molecules from natural products: discovery and new trends 124

production by serous cells of airway mucous membranes. The protective effect of slime on airway mucous
membrane is also very important in affecting the defense airway reflexes. Polysaccharides present in slime create a
protective layer on the air- way mucous membrane, thereby lowering the sensitivity of cough receptors. Phenyl-
ethanoids present in plantain have significant antiflogistic action by inhibition of arachidonic acid metabolism
(Murai et al., 1995). The products containing P. lance- olata are prescribed for airway inflammations associated with
non-productive, dry cough. For accentuation of expectorant effect, the combination of the leaf with following drugs
F. farfarae, F. foeniculi, R. primulae, and H. thymi is recommended. Plantain leaves are effective in the therapy of
some gastrointestinal complications: (i) they stimulate the digestive juice production; (ii) the slime substances
treated in the leaves create a protective layer on the stomach mucous membrane; and (iii) some of the components in
the leaves have antiflogistic and antibacterial effects (Rumball et al., 1997). Therefore, the administration of the
drug is indicated in the treatment of gastritis, inflammation of intestine, or in dyspepsia caused by impairment of
bacterial flora. The antiinflammatory effect is used also locally in form of eye baths for the therapy of
uncomplicated conjunctivitis, in the form of compresses for badly healing wounds, and in the form of sedentary
baths for hemorrhoids (Mika, 1991). Side effects and contraindication. Until more research is available, plantain
should not be used during pregnancy and lactation. Persons with intestinal obstruction should not use plantain.
Plantain may decrease the effects of carbamazepine, and increase the effects of cardiac glycosides, beta-blockers,
calcium channel blockers, and lithium (Skidmore-Roth, 2001).

X. Polygonum aviculare L. (Fam. Polygonaceae)

Knotgrass herb and flowers of P. aviculare, known as Mexican sanquinaria extract, are traditionally used for
alleviating inflammation of the mucous membranes of the mouth and throat.
Forms. Knotgrass herb, cut and dried, aqueous extract and tea of knotgrass herb. Active components. The leaves and
flowers of knotgrass contain 0.21% flavonoids (avicularin, quercitrin, kaempferol, myricitrin), mucilage, tannin
acid, phenol carboxylic acid, coumarin derivatives, 2% silicic acid, and other common plant substances.
Therapeutic use. Knotgrass contains many compounds with antimicrobial and antiinflammatory activities. The
activity of this compound can be used as an additive treatment of airways catarrhs. Besides antiflogistic effect in the
respiratory system, the drug has mild expectorant action. The slime present in leaves and flowers can diminish the
cough receptor irritation, thereby suppressing the cough reflex. For improving expectorant effect it is recommended
to combine it with other drugs such as F. anisi, F. foeniculi, H. thymi, and F. seu F. malvae. High content of silicon
compounds improves the reparatory processes during inflammation, and the meta- bolism of impaired organism,
especially in elderly people, when the silicon content is decreasing (Gonzales et al., 2001).
High content of flavonoids (hyperoside and quercitrin), silicic acid, and tannins have diuretic effect, suppress the
inflammatory diseases of urinary tract, production
Phytotherapy of cough 125

of urinary concrements, and decrease the sugar level in organism. The tannins help by healing the mucous
membranes during inflammatory diseases of digestive tract, and their hydrolysates (
D

-catechine) decrease the permeability of capillaries. The agents with similar activity like
coumarine derivatives participate in reduction of platelet activity. Under experimental conditions, it was shown that
this effect is associated with the inhibition of prostaglandin activity and the activity of platelet- activating factor
(PAF) (Tunon et al., 1995). A well-known fact is also that these mediators play an important role in inflammatory
diseases of the airways and their inhibition can participate in antiinflammatory effect of knotgrass in this system.
Contraindications and side effects. After administration of knotgrass preparations, there were no adverse effects
so far. Higher doses can have pro-diuretic effect. Consulting a specialist is recommended before prescribing the drug
to patients with diseases associated with platelet dysfunction.

XI. Primula veris L. (Fam. Primulaceae)

Primula flowers, P. veris L. (syn. P. officinalis (L.) Hill., otherwise known as cowslip, are found in sunny regions of
central and western Europe and Asia. Primula was primarily used for respiratory diseases like bronchitis and cough.
It was popular in folk medicine and was believed to be used in the treatment of headache, nerve pain, and vascular
fragility, although the validity of these claims has not been proven (Mika, 1991).
Forms. Dried and cut flowers, and roots are used in the form of infusions and tincture.
Active components. Primula flowers contain up to 2% of saponins and flavonoids (gossypetin, kaemferol
dirhamnoside, 3-gentiotrioside, quercetin), carotenoids, traces of essential oil and enzymes (primverase).
Primula roots contain: 510% triterpenoid saponins including priverogenin A, B, and others; phenolic glycosides
(primulaverin); sugar alcohol and small amounts of tannin (Wichtl and Bisset, 1994).
Therapeutic use. The basic current ly used therapeutic effect is as expectorant, and secretolytic effect evoked by
high concentration of saponins in root and flowers. The root is more effective in influencing airway function owing
to higher saponin con- tent. Saponins can be reflexive, by irritation of gastric mucous membrane, increase the
secretion of serous cell of airway glands, leading to phlegm dilution and facil- itation of mucociliar clearance and
expectoration. The drug preparations are indi- cated in dry airway inflammations and by production of viscose
secretions accompanied by worse expectoration (Mika, 1991). For enforcing of expectorant effect, P. veris is used in
combination with other drugs: F. malvae, R. althaeae, H. thymi, F. anisi.
The active substances present in this medicinal herb have antiflogistic effects and therefore its use is
recommended in the therapy of respiratory system catarrhs, laryngitis, and bronchitis.
New studies using bioassays show that P. veris has potential anxiolytic activity. Primula extract may be useful in
modulating anxiety states without causing sedation (Sufka et al., 2001). Flavonoids from flowers can elicit mild
diuretic effects.
Lead molecules from natural products: discovery and new trends 126

Contraindications and side effects. Several-folds higher dose has toxic effects. Overdosage of Primula may cause
stomach upset, nausea, and diarrhea. Skin re- action may occur for those allergic to Primula. The roots are not to be
taken with aspirin, as they are rich in salicylates (Gajdos et al., 1996).

XII. Raphanus sativus L. var. niger (Mill.) (Fam. Brassicaceae)

Black radish, belonging to Cruciferae (mustard plant) family, is an ancient vegetable thought to come from Asia,
although it may have originated from early Egyptians who began making oil from radish seeds in ancient time.
Forms. Fresh black radish, black radish juice. Active components. Black radish contains glucosinolates, raphanol
glycoside, min- erals (Ca, K, Fe, Mg, S, P, Se, and Zn), vitamins (C, B
1
thiamin, B
2
riboflavin, B
3
niacin, B
5
pantothenic acid, B
6

pyridoxine, A, E). Therapeutic use. Owing to high content of minerals and

vitamin C, the black radish preparations belong to the so-called metabolics. They are used in deficiency of these
substances, during recovery time after exhausting diseases and severe influenza- like states (Prahoveanu and Esanu,
1987). Black radish juice is administered in cough associated with chronic or acute airway inflammation. The
mechanism of antitussive activity is not well known. The possible effects exert sulfuric essence glycosides present in
root, which have significant antiinflammatory, antibacterial, and antiviral effects (Prahoveanu and Esanu, 1990). In
airway inflammation, the protective effects are supported by antioxidant action owing to high content of vitamin C.
The black radish juice is indicated in diseases with low and insufficient bile production accompanying chronic
inflammations of biliary tract. Raphanol glyco- side promotes the bile production and excretion, and is responsible
for this effect (Mika, 1991).
Contraindications and side effects. It is not recommended to administer high doses of radish juice to patients with
gallbladder, kidney, thyroid, and liver problems. In these cases, it is best to consult a qualified medical practitioner
before using.

XIII. Thymus vulgaris L. and Thymus serpyllum L. (Fam. Lamiaceae)

Thyme is the perennial native to Europe. Thyme was grown in monastery gardens in France, Spain, and Italy during
the Middle Ages for use as a cough remedy, digestive aid, and in treatment of intestinal parasites (Leung and Foster,
1996).
Forms. For therapeutic effects the herbal haulm is used. Active components. The therapeutic effects of T. vulgaris
are based especially on essence, which contains thymol, thymol methylether, p-cymol, carvacrol, -pinen, linalol,
borneol, and cineol. In addition, the thyme contains approximately 10% tannins, organic acids (coffee, ursolic, etc.),
mustards, saponins, and flavonoid glycosides.
The haulm of T. sepyllum contains approximately 1% essence (p-cymol, thymol, carvacrol, linalol, borneol,
terpineol), 7.5% tannins, saponins, mustards, serpylin, and minerals.
Phytotherapy of cough 127

Therapeutic use. Owing to the presence of essences , especially phenol compounds (thymol and carvacrol), both
the drugs possess significant antibacterial activity (Alzoreky and Nakahara, 2003). After local administration, they
have antiseptic effects (gargle by pharyngitis) as well as after internal use where during expulsion through
pulmonary alveoli disinfect the mucous membrane of the airways. In addition, they enforce the excretion of
secretions and expectoration. Saponins are probably responsible for that effect. Flavonoids support the beneficial
effect in the airways by their bronchodilating action. They also possess secretomotoric activity and stimulate the
motility of cilia in the mucous membrane of the airways and thereby the shift !QJ;the phlegm to upper parts of
trachea. From there it is removed during cough. Therefore, the haulm thyme is recommended for treating airway
inflammations with insufficient excretion of secretions and in spastic bronchitis (Inouye et al., 2001).
Apart from the therapy of respiratory tract diseases, the preparations from T. vulgaris is prescribed for
strengthening stomach secretion in anorexia, relaxing of intestinal spasms, and as a remedy for treating intestinal
parasites mycotic diseases and other microorganisms. The antiseptic action of essences is used in skin inflam-
mations, purulent wounds, decubital lesions, and ulcus cruris (shank ulcerations). Thymol isolated from the T.
vulgaris essence is the major active substance respon- sible for antiflogistic effect.
Side effects and contraindications. Overdose of therapeutic range can, owing to high-essence content evoke the
mucous membranes irritation, anorexia, headache, depression of the breathing center, and albuminuria. The
monoterpenes found in thyme oil showed significant chemotherapeutic under in experimental conditions, especially
in breast tumors (Crowell, 1999). Therefore, their use during gravidity is not recommended.

XIV. Verbascum densiflorum Bertoloni and Verbascum phlomoides L. (Fam.

Scrophulariaceae)
V. densiflorum (syn. V. thapsiforme Schrad.), large-flowered mullein, and V. phlomo- ides L., orange mullein, are
biennial plants indigenous to Europe, India, Asia, Egypt, and Ethiopia. The leaves and flowers of mullein species
have been used medicinally for thousands of years for their demulcent, expectorant, and adstringent properties
(Mika, 1991).
Forms. Infusion, extract, and tincture of the leaves and flowers. Active components. Mullein contains 3% mucilage
(47%
D
-galactose, 25% arabi- nose, 14%
D
-glucose, 6%
D
-xylose, 4%
L
-rhamnose, 2%
D
-mannose, 1%
L

-fucose, 12.5% uronic acid),

iridoids (aucubins, catalpols), saponins, 1.54% flavonoids (apigenin, luteolin, kaempferol, rutin), phenol-carboxylic
acid, sterols, and 11% in- vert sugar (fructose+glucose).
Therapeutic use. The major components of mullein drug are, except ubiquitous agents, also acidic saponins,
slime, tannin, and flavonoid glycoside (hesperidin). The saponins can reflex by stomach mucous membrane, and
increase the mucus secretion in the upper airways. Therefore, the drug is prescribed for dry inflammations of
respiratory tract with non-productive cough. High content of flavonoids and slime
Lead molecules from natural products: discovery and new trends 128

contributes to its expectorant effect. The slime makes a protective layer on the airway mucous membrane, and this
leads to decreased irritation of cough receptors by inflammation mediators during inflammation (Blumenthal et al.,
2000). The mullein drug is usually combined with other expectorant and mucilageous drugs containing essences and
slime, such as F. anisi, F. foeniculi, H. menthae piperitae, H. thymi, F. malvae sylvestris, F. althaeae, and F.
plantaginis.
In addition to having an influence on respiratory system, the agents from slime can act as protective agents during
inflammation of esophagus, and, in smaller extent, stomach and intestine. Infusion of F. verbasci has antiviral
activity against influenza and Herpes simplex viruses (Zgorniak-Nowosielska et al., 1991). The drug is pre- scribed
as adjuvant by dyspepsia with diarrhoe, where action of tannin is suggested. Contraindications and side effects. The
contraindications and side effects are not known. The leaf hairs of mullein species can cause skin irritation in
susceptible persons (Romaguera et al., 1985).

References
Achliya GS, Wadodkar SG, Avinash KD. (2004) Neuropharmacological actions of an- chagavya formulation containing Emblica
officinalis Gaerth and Glycyrrhiza glabra Linn in mice. Indian J Exp Biol 42:499503. Alzoreky NS, Nakahara K. (2003)
Antibacterial activity of extracts from some edible plants
commonly consumed in Asia. Int J Food Microbiol 80:22330. Asmawi MZ, Kankaanranta H, Moilanen E, Vapaatalo H.
(1993) Anti-inflammatory activi-
ties of Emblica officinalis Gaerth. Leaf extracts. J Pharmacol 45(6):5814. Baltina LA. (2003) Chemical modification of
glycyrrhizic acid as a route to new bioactive
compounds for medicine. Curr Med Chem 10:15571. Blumenthal, M, Goldberg, A, Brinckmann, J. (2000) Herbal medicine:
expanded commission E monographs. American Botanical Council. Newton: Integrative Medicine Communica- tions. pp. 270
272 Bukovsky M, Kardosova A, Koscova H, Kostalova D. (1998) Immunomodulating activity
of 4-O-Methyl-
D
-glucurono-
D
-xylan from Rudbeckia fulgida, var. sullivantii. Biologia, Bratislava 53:7715. Burrow A, Eccles
R, Jones AS. (1983) The effects of camphor, eucalyptus and menthol vapour
on nasal resistance to airflow and nasal sensation. Acta Otolaryngol 96(12):15761. Cantrell CL, Abate L, Fronczek FR,
Franzblau SG, Quijano L, Fisher NH. (1999) Anti- mycobacterial eudesmanolides from Inula helenium and Rudbeckia
submentosa. Planta Med 65(4):3515. Chang HW, Baek SH, Chung KW, Son KH, Kim HP, Kang SS. (1994) Inactivation of
phospholipase Commun 205:8439.
A
2
by naturally occuring bioflavonoid, ochnaflone. Biochem Biophys Res
Crowell PL. (1999) Prevention and therapy of cancer by dietary monoterpenes. J Nutr
129:775S8S. Dhir H, Roy AK, Sharma A. (1993) Relative efficiency of Phyllanthus emblica fruit extract and ascorbic acid
in modifying lead and aluminium-induced sister-chromatid exchanges in mouse bone marrow. Environ Mol Mutagen 21(3):229
36. Duke J. (1997a) The Green Pharmacy, the ultimate compendium of natural remedies from the world's foremost authority on
healing herbs. Rodale Press, pp. 53, 5556, 146, 290291, 299300. Duke J. (1997b) The Green Pharmacy, the ultimate
compendium of natural remedies from the world's foremost authority on healing herbs. Rodale Press, pp. 53, 104, 119, 181, 187,
207, 479, 491.
Phytotherapy of cough 129
Ebringerova A, Kardosova A, Hromadkova Z, Malovikova A, Hribalova V. (2002) Immuno- modulating activity of acidic xylans
in relation to their structural and molecular properties. Int J Biol Macromol 30:16. Foster S, Duke JA. (1990) Celandine in
medicinal plants. New York: Houghton Mifflin Co.,
p. 92. Franova S, Nosalova G, Strapkova A, Capek P, Kardosova A. (1995) Pectins and antitussive
activity. Cs fysiol 44:301. Franova S, Nosalova G, Kardosova A, Kostalova D. (1998) Herbal polysaccharides in the
therapy of cough. Bratisl Lek Listy 99(2):10810. Gajdos M, Cagan S, Spustova V, Dzurik R. (1996) Atherosclerosis
prevention and therapy.
Bratisl Lek Listy 97(7):3827. Gonzales BM, Yslas N, Reyes E, Quiroz V, Santana J, Jimenez G. (2001) Clinical effect of
Mexican sanquinaria extract (Polygonum aviculare L.) on gingivitis. J Ethnopharmacol 74(1):4551. Hiller KO, Ghorbani M,
Schilcher H. (1998) Antispasmodic and relaxant activity of chelido- nine, protopine, coptisine, and Chelidonium majus extracts
on isolated guinea-pig ileum. Planta Med 64:75860. Hoffmann D. (1990) The new holistic herbal, 3rd edition. Shaftesbury,
Dorset, UK: Element. Ihantola-Vomisto A, Summanen J, Kankaanranta H, Vuorela H, Asmawi ZM, Moilanen E. (1997) Anti-
inflammatory activity of extracts from leaves of Phyllanthus emblica. Planta Med 63(6):51824. Inouye S, Takizawa T,
Yamaguchi H. (2001) Antibacterial activity of essential oils and their major constituents against respiratory tract pathogens by
gaseous contact. J Antimicrob Chemother 47(5):56573. Kardosova A, Kostalova D, Capek P, Patoprsty V, Franova S. (1997)
Water-extractable polysaccharide complex of Rudbeckia fulgida, var. Sullivantii (Boyton et Beadle). Possesses antitussive
activity. Chem Papers 51:529. Kardosova A, Malovikova V, Patoprsty V, Nosalova G, Matakova T. (2002) Structural
characterization and antitussive activity of a glucuronoxylan from Mahonia aquifolium (Pursh Nutt.). Carbohydrate Polymers
47:2733. Kelly GE, Joannou GE, Reeder AY, Nelson C, Waring MA. (1995) The variable metabolic response to dietary
isoflavones in human. In: Proceeding of the Society of Experimental Biology and Medicine, Vol. 208, pp. 4043. Korpas J,
Nosalova G. (1991) Farmakoterapia kasl'a. Osveta: Martin. Kostalova D, Kardosova A, Hajnicka V. (2001) Effect of Mahonia
aquifolium stem bark crude extract and one of its polysaccharide componet on production of IL-8. Fytoterapia 72:8026.
Krajkovicova D, Nosalova G, Franova S, Kardosova A. (2002) Plant polysaccharides in the
treatment of the cough. Bratisl Lek Listy 103:319. Leung AY, Foster S. (1996) Encyclopedia of common natural ingredients
used in food, drugs,
and cosmetics. New York: Wiley. Malini T, Vanithakumari G, Megala N, Anusya S, Devi K, Elango V. (1985) Effect of
Foeniculum vulgare Mill. Seed extract on the genital organs of male and female rats. Indian J Physiol Pharmacol 29(1):216.
Meyer-Wegener J, Liebsher K, Hettich M, Kastner HG. (1993) Efeu versus ambroxol bei
chronisher bronchitis. Zeitschrift fur Allgemeinmedizin 69(3):661. Mika K. (1991) Fytoterapia pre lekarov. Osveta: Martin,
p. 379. Mojzis J, Mojzisova G. (2001) Flavonoidy a ich biologicke ucinky. Vienala: Kosice, pp. 1113. Murai M, Tamayama Y,
Hishibe S. (1995) Phenylethanoids in the herb of Plantago lenceolata and inhibitory effect on arachidonic acid induced mouse
ear edema. Plant Med 61(5):47980. Nandi P, Talukder G, Sharma A. (1997) Dietary chemoprevention of clastogenic effects 3,4-
benzo(a)pyrene by Emblica officinalis Gaertn. Fruit extract. Br J Cancer, 76(10):127983. Nosalova G, Strapkova A, Kardosova
A, Capek P, Zathurecky L, Bukovska E. (1992) An- titussive action of extracts and polysaccharides of marshmallow (Althaea
officinalis L., var. robusta). Pharmazie 47:2246.
Lead molecules from natural products: discovery and new trends 130
Nosalova G, Strapkova A, Kardosova A, Capek P. (1993) Antitussive activity of a rhamnogalacturonan isolated from the roots of
Althaea officinalis L., var. robusta. J Carbohydrate Chemistry 12(45):58996. Nosalova G, Capek P, Kardosova A, Strapkova
A. (1994) Changes in cough reflex induced by administration of polysaccharides from flowers of Malva mauritiana L. Pharm
Pharmacol Lett 3:2458. Nosalova G, Strapkova A, Kardosova A, Capek P. (1992) Antitussive activity of an
D
-glucan isolated from the roots of
Althaea officinalis L., var. robusta. Pharm Pharmacol Lett 2:1957. Nosalova G. (1998) Mechanism of action of the drugs
influencing the cough reflex. Bratisl Lek
Listy 99(10):5315. Nosalova G, Kardosova A, Franova S. (2000) Antitussive activity of a glucuronoxylan from Rudbeckia
fulgida compared to the potency of two polysaccharide complexes from the same herb. Pharmazie 55:658. Nosalova G, Mokry
J, Khan MTH. (2003) Antitussive activity of the fruit extract of Emblica
officinalis Gaertn. (Euphorbiaceae). Phytomedicine 10:5839. Paulsen E. (2002) Contact sensitization from compositae-
containing herbal remedies and
cosmetics. Contact Dermatitis 47:18998. Pfeifer S, Hanus V. (1965) On the alkaloids from Papaver rhoeas. Pharmazie
20(6):394. Prahoveanu E, Esanu V. (1987) Immunomodulation with natural products. Effect of an aqueous extract of Raphanus
sativus niger on experimental influenza infection in mice. Virologie 38(2):11520. Prahoveanu E, Esanu V. (1990) The effects of
aqueous extracts of Raphanus niger on an experimental influenza infection in mice and on the enzyme polymorphism in lung
tissue extracts. Rev Roum Virol 41(2):1137. Rang HP, Dale MM, Ritter JM. (1999) Pharmacology, 4th edition. Edinburgh:
Churchill
Livingstone, p. 830. Rhee JK, Baek BK, Ahn BZ. (1985) Structural investigation on the effects of herbs in rabbits.
Am J Chin Med 13(14):11925. Romaguera C, Grimalt F, Vilaplana J. (1985) Occupational dermatitis from Gordolobo
(Mullein) contact. Dermatitis 12:176. Ruf JC. (1999) Wine and polyphenols related to platelet aggregation and
atherosthrombosis.
Drugs Exp Clin Res 25:12531. Rumball W, Keogh RG, Lane GE, Miller JE, Claydon RB. (1997) Grassland Lencelot0 plan-
tain (Plantago lanceolata L). New Zealand Journal of Agricultural Research 40:3737. Schwartz HJ, Jones RT, Rojas AR,
Squillace DL, Yunginger JW. (1997) Occupational allergic rhinoconjunctivitis and asthma due fennel seed. Ann Allergy Asthma
Immunol 78(1): 3740. Skidmore-Roth L. (2001) Mosby's handbook of herbs and natural supplements. St. Luis:
Harcourt Health Sciences Company, p. 689. Srivastava S, Gupta PP, Prasad R, Dixit KS, Palit G, Ali B, Misra G, Saxena RC.
(1999) Evaluation of antiallergic activity (type I hypersensitivity)of racemosa in rats. Indian J Physiol Pharmacol 43:23541.
Stickel F, Poschl G, Seitz HK, Waldherr R, Hahn EG, Schuppan D. (2003) Acute hepatitis
induced by greater celandine (Chelidonium majus). Scand J Gastroenterol 38:5658. Sufka KJ, Roach JT, Chambliss Jr. WG,
Broom SL, Feltenstein MW, Wyandt CM, Zeng L. (2001) Anxiolytic properties of botanical extracts in the chick social
separation-stress pro- cedures. Psychopharmacology (Berl) 153(2):21924. Taborska E, Bochorakova H, Dostal J, Pavlova H.
(1995) The greater celandine (Chelidonium
majus L.) review of present knowledge. Cesko-Slov Farm 44(2):715. Takaisi-Kikuni NB, Schilcher H. (1994) Electron
microscopy and microcalorimetric investi- gations of the possible mechanism of the antibacterial action of a defined propolis
prov- enance. Planta Med 60:2227. Tunon H, Olavsdotter C, Bohlin L. (1995) Evaluation of anti-inflammatory activity some
Swedish medicinal plants. Inhibition of prostaglandin biosynthesis and PAF-induced exocytosis. J Ethnopharmacol 48(2):6176.
Phytotherapy of cough 131
Tyler VE, Brady LR, Robbers JE. (1988) Pharmacognosy, 9th edition. Philadelphia, PA: Lea
and Febiger, pp. 2645. Weiss RF. (1985) Herbal medicine. (Trans. Meuss AR) Gothenburg. Sweden: Ab Arcanum
and Beaconsfield, Bieconsfield Publishers Ltd. Wichtl M, Bisset NG. (1994) Primula radix primula root. Herbal drugs and
phyto-
pharmaceuticals. Stuttgart: CRC Press, pp. 390395. Wichtl M, Bisset NG. (1994) Primula flos primula flower. Herbal
drugs and phyto-
pharmaceuticals. Stuttgart: CRC Press, pp. 388389. Wichtl M, Bisset NG. (1994) Foeniculi fructus fennel. Herbal drugs
and phyto-pharma-
ceuticals. Stuttgart: CRC Press, pp. 200202. Zgorniak-Nowosielska I, Grzybek J, Manolova N, Serkedjieva J, Zawlinska B.
(1991) An- tiviral activity of flos verbasci infusion against influenza and Herpes simplex viruses. Arch Immunol Ther Exp 39(1
2):1038.