Anda di halaman 1dari 5

1.

MOLA HIDATIDOSA

Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hamper seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung puti, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 atau 2 cm. Gambaran
histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

Etiologi

Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang


mungkin menjadi penyebab adalah :

1. Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah


Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangan janinnya.

3. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena
trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetik yang dapat
diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau
menotropiris (pergonal).

4. Kekurangan protein
Protein adalah zat yang membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan
akan protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein
dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit.
Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta daya
tahan tubuh.

Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan


amenorhea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan
dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung janin.
Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara bioassay, immunoasay,
maupun radioimmunoassay. Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat
sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola
menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau
gambaran seperti sarang lebah (honey comb).

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola.
Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat
karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan
keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah apabila dapat mendiagnosis mola
sebelum keluar.

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga


sering kali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-
bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat
dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow
storm). Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler di daerah
adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-lutein.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup
besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa tempat
vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi, sedangkan di
tempat lain masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai
kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi
ganas.

Gejala dan Tanda

Pada mulanya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa,
yaitu enek, muntah pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehngga pada umumnya besar uterus
lebih besar dari umur kehamilan. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau
sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan
jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya
jenis dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilh yang
menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Karena
perdarahan ini maka umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.

Patogenesis

Pada permulaan gejala mola hidatodosa tidak seberapa berbeda


dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih henat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada
umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang
uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan.
Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu
dipikirkan kemungkinan adanya dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah


yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya
terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat
perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit, atau sekaligus banyak sehingga
menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola
hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.

Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklampsia (eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola
terjadinya lebih muda dari kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak
dipermasalahkan ialah tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap
kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu
mencari tanda-tanda preeklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Penyulit lain mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas
ke paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada imigrasi sel trofoblas ke paru
tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel
trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang
bisa menyebabkan kematian.

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada
juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada follow up. Dengan
pemeriksaan klinis insidensi kiste lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila menggunakan
USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai
resiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari
daripada kasus-kasus tanpa kista.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mola hidatidosa dapat terdiri dari empat tahap berikut ini :

1. Perbaikan keadaan umum


Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki
syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeclampsia atau tirotoksikosis.

2. Pengeluaran jaringan mola


Ada 2 cara, yaitu :
Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan.
Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase
dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang
tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret
kedua hanya dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya
disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak.
Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua
dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan.
Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola
invasif/koriokarsinoma.
3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika
Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi
koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenari ganas diberikan
profilaksis dengan sitostatika metotraksan atau aktinomicyn D. Pengobatan
profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.
4. Pemeriksaan tindak lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi.
Lama pengawasan berkisar satu tahu. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan
selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan
kondom, diafragma, atau pantang berkala.

Anda mungkin juga menyukai