Anda di halaman 1dari 44

BLOK 17

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis atau semisintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Adiksi dan dependensi dapat terjadi pada individu dikarenakan
perubahan fisik dan psikis sehingga timbul perasaan normal atau bahkan perasaan
lebih sehat setelah menggunakan zat tersebut. Jika penggunaan yang salah ini
dihentikan, dapat timbul efek yang tidak menyenangkan pada pengguna sehingga
membuat sesorang melakukan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk
tindakan kriminal. Masalah-masalah ini yang membuat pengguna NAPZA kurang
diterima masyarakat dan harus ditolong agar terbebas dari jeratan kelam NAPZA.

Masalah penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang sangat


kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidisiplin, multisektor, dan peran serta masyarakat
secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan
konsisten. Dalam hal ini, sektor kesehatan memegang peranan penting dalam
upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya promotif,
preventif, terapi, dan rehabilitasi. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk
mempelajari secara mendalam mengenai NAPZA serta pengaruhnya terhadap
kesehatan fisik, psikis, dan sosial penggunanya.

B. Tujuan

Adapun tujuan penulis dalam menyusun laporan hasil diskusi kelompok


pada Modul 1 ini adalah sebagai sarana pembelajaran mengenai pengaruh NAPZA
terhadap tubuh, baik secara fisik, psikis, maupun sosial, untuk menuntun penulis
menjadi dokter keluarga masa depan yang berkompeten dalam menanggulangi
masalah kesehatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA yang
terjadi di tengah masyarakat.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 1


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

BAB II
ISI

2.1 SKENARIO

Pertobatan Ginan

Berasal dari perasaan ditekan oleh lingkungan dan rasa ingin tahu yang besar, Ginan
memulai kisah panjang hidunpnya sebagai pengguna NAPZA. Tepatnya sejak tahun
1993, Ginan mengonsumsi obat-obatan anti depresan seperti Pil Koplo dan BK.

Ketka duduk dibangku SMA, Ginan lantas mencoba mengonsumsi ganja. Efek
sampingnya, matanya agak bengkak, tapi nafsu makan semakin meningkat. Di tahun
keduanya di bangku SMA, Ginan mencoba mengonsumsi putaw dengan cara dibakar
dan disuntik agar lebih hemat penggunaannya. Ketika uangnya habis untuk membeli
putaw, Ginan mulai menjual perabotan dikamar dan rumahnya.

Kantor polisi, pusat rehabilitasi bahkan pondok pesantren pun pernah dirasakannya.
Namun semua itu tidak membuat Ginan jera dan meniggalkan NAPZA. Lama
kelamaan, keluarga semakin jengah dengan kondisi Ginan. Ginan diusir dari rumah
lalu tinggal di jalan. Seiring waktu, satu per satu temannya pun pergi meninggalkan
Ginan.

Ginan yang merasa kurang cocok dengan putaw kembali mengonsumsi ganja dengan
sabu sabu serta minuman beralkohol. Sabu-sabu yang dikonsumsinya membuat Ginan
takut berlebihan atau paranoid. Meskipun demikian, Ginan berani mencuri buku-buku
perpustakaan kampusnya untuk dijual demi membeli sabu-sabu .

Tahun 2000, Ginan divonis menderita HIV. Dia sempat tak percaya, sebab
diasangkanya HIV hanya bisa menular melalui seks bebas, sesuatu yang selama ini
tidak pernah dilakukannya. Keajaiban yang dialaminya, berkali-kali selamat dari
Over Dosis (OD).

Dia memulai proses pengobatan dengan pemeriksaan fisik yang disertai konseling
adiksi dan konseling kondisi psikis. Terapi substitisi opiate selama beberapa waktu
untuk mengurangi rasa sakaw juga pernah dijalaninya. Dokter menekankan bahwa
semua pengobatan, keberhasilannya tetap dari kemauan orang itu untuk pulih.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 2


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

2.2 STEP 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH ASING


1. NAPZA
Singkatan dari Narkotika Psikotropika dan Zat adiif lainnya. Narkotika adalah
suatu zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketagihan. Psikotropika adalh
zat/obat yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh pada susunan saraf yang
meneyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat aditif
adalah bahan selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan
ketagihan dan ketergantungan. NAPZA menyebabkan gangguan kesadaran,
emosional dan membuat ketagihan.
2. Putaw
Nama lain dari heroin. Termasuk Narkotika golongan I yang berpotensi kuat
menyebabkan kecanduan. Merupakan hasil olahan opium yang bersifat
semisintesis dan tidak digunakan untuk terapi.
3. Pil Koplo
Nama lain dari Benzodiazepin. Termasuk Psikotropika golongan I yang
berpotensi kuat menyebabkan kecanduan dan berefek sedaitf.
4. Sakaw/ Withdrawal
Sakaw merupakan singkatan dari sakit karena putaw. Withdrawal merupakan
putus obat. Merupakan suatu gejala fisik dan psikis akibat dari dihentikannya
pemakaian NAPZA.
5. Ganja
Hasil olahan dari pohon Cannabis. Termasuk narkotika golongan I yang
berpotensi kuat mnyebabkan kecanduan.
6. BK
Turunan dari benzodiazepin. Merupakan benzodiazepin yang paling sering
disalahgunakan.
7. Alkohol
Merupakan sautu kelompok besar molekul organik yang memiliki gugus
hidroksil (-OH) melekat pada atom karbon jenuh. Etil alkohol , disebut juga
etanol merupakan bentuk alkohol yang paling lazim , terkadang disebut
alkohol minuman.
8. Paranoid
Rasa takut yang berlebihan bahwa orang lain akan membahayakan dirinya.
9. Overdosis
Merupakan suatu keadaan ketika pemakai NAPZA kelebihan dosis sehingga
menyebabkan kejang dan mulut berbusa.
10. Konseling adiksi
Suatu proses komunikasi untuk mengetahui tingkat ketergantungan dan
bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 3


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

2.3 STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH

1. Menyebutkan golongan NAPZA ?


2. Mengapa terjadi sakaw ?
3. Mengapa terjadi paranoid ?
4. Mengapa terjadi overdosis ?
5. Mengapa Ginan memutuskan untuk memakai NAPZA ?
6. Apakah dampak/efek dari pemakaian NAPZA ?
7. Ciri-ciri orang pemakai NAPZA ?
8. Mengapa ganja menyebabkan nafsu makan meningkat ?
9. Mengapa mata menjadi bengkak ketika memakai ganja ?
10. Apakah ada hubungan cara memakai NAPZA dengan pengaruh efeknya ?
11. Mengapa NAPZA menyebabkan ketergantungan ?
12. Kapan pemakai NAPZA harus direhabilitasi ?

2.4 STEP 3: BRAIN STORMING


1. Narkotika

Narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat
berat Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif
sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contoh : ganja, morphine , putauw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk.
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol .
Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
codein dan turunannya
Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat , baik alamiah maupun sintetis, bukan
narkotika yang ber khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 4


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.

Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :

Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy
menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu - sabu
(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
Golongan II adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk
menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Con toh: lumubal,
fleenitrazepam .
Golongan IV adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam
Zat Adiktif Lainnya

Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain nark otika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

Rokok
Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan.
Thiner dan zat lainnya , seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat,
bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan

2. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.


3. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.
4. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.
5. Faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan memakai NAPZA :
- Adanya dorongan dari dalam diri dan dari teman-teman
- Dipicu oleh keadaan stress
- Jenuh karena keadaan dalam keluarga
- Pekerjaan menuntut untuk selalu terus dalam keadaan fit
- Ada anggota keluarga lain yang juga menggunakan NAPZA
- Pengaruh media informasi
- Faktor dari NAPZA sendiri yang menyebabkan seseorang menjadi
ketagihan

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 5


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

6. Efek dari NAPZA :


- Halusinogen : Sifatnya menstimulasi kerja saraf sehingga menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran. Contoh :
ganja.
- Depresant : Sifatnya menekan saraf sehingga menimbulkan perasaan
relaks, tenang dan santai terhadap penggunanya. Contoh : valium,
heroin/putauw, ganja.
- Stimulant : Merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahab kerja,
membuat menjadi aktif, segar dan bersemangat. Contoh : ekstasi, kokain,
amfetamin.

7. Ciri Pengguna NAPZA :


- Ciri social : suka bohong, tidak bisa membedakan kenyataan, cenderung
malas, merusak, tidak bertanggung jawab, dan tidak bisa mengontrol
emosi.
- Ciri fisik : pusing, mual, badan panas dingin, sakit pada tulang dan pada
seluruh badan, kejang, pupil membesar, hidung berlendir dan mudah
panic.
- Ciri psikis : Halusinasi, paranoid, ketakutan dan hsiteria.

8. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.


9. Mata bengkak pada pengguna ganja :
- Bisa dikarenakan adanya vasodilatasi pembuluh darah di kelopak mata.
- Karena iritasi pada mata akibat penggunaan ganja dengan cara di bakar

10. Ada hubungan antara cara pemakaian NAPZA dengan cepatnya menyebabkan
efek bagi tubuh. Semakain cepat kandungan NAPZA beredar di darah. Maka
akan semakin cepat menimbulkan efek. Pemakaian denga cara disuntik lebih
cepat berefek dari pada memakai dengan cara dibakar, diisap atau ditelan.
11. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.
12. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah

2.5 STEP 4 PETA KONSEP

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 6


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Faktor yang menyebabkan seseorang


memakai NAPZA
Dari keluarga
Dari lingkungan
Dari indivisu
Dari NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA

Narkotika Psikotropika Zat Aditif

Efek :
Stimulan
Depresan
Halusinogen

Putus Obat Berlebihan

Kecanduan
Sakau

2.6 STEP 5. Over Dosis


LEARNING OBJECTIVE

1. Menjelaskan tentang kecanduan,


ketergantungan, TERAPI dan toleransi
2. Menjelaskan tentang sakaw, paranoid, dan overdosis
3. Menjelaskan tentang jennies-jenis NAPZA, cara kerja, efek utama, efek
samping, sediaan, cara pemakaian, dan cirri-ciri fisik pemakainya

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 7


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

4. Menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sesorang


menyalahgunakan NAPZA
5. Penatalaksanaan penyalahgunaan NAPZA

2.7 STEP 6. BELAJAR MANDIRI

Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan
belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang
berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa
didapat.Kegiatan belajar mandiri ini dilaksanakan dari hari Selasa 3 Maret 2015
hingga Jumat, 6 Maret 2015.

2.8 STEP 7. SINTESIS MASALAH

2.8.1.a. KECANDUAN

Menurut Pasal 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 Pecandu Narkotika adalah orang


yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Adiksi berasal dari bahasa inggris addiction yang berarti ketagihan atau
kecanduan. Adiksi membuat seseorang, baik secara fisik maupun psikologis,
mengurangi kapasitasnya sebagai manusia untuk berfugsi sebagaimana mestinya,
sehingga membuatnya mengalami perubahan perilaku, menjadi obsesif kompulsif
(dalam menggunakan zat), sehingga mengganggu hubungannya dengan orang lain.
(FKUI, 2014)

2.8.1.b. KETERGANTUNGAN

Menurut Pasal 1 UU RI No. 35 Tahun 2009 Ketergantungan Narkotika adalah


kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-
menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan
apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Meunrut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 422 Tahun
2010 ketergantungan NAPZA adalah suatu pola maladaptive dari penggunaan
NAPZA, menimbulkan hendaya atau kesukaran yang berarti secara klinis, seperti
timbulnya toleransi, gejala putus NAPZA, sulit untuk menghentikan penggunaan,
hambatan pada dunia akdemik atau pekerjaan. (KMKRI, 2010)

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 8


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Sindrom ketergantungan yaitu seuatu kelompok fenomena fisiologis, perilaku,


dan kognitif akibat penggunaan suatu NAPZA tertentu yang mendapat prioritas
lebih tinggi bagi individu tertentu ketimbang yang pernah diunggulkan pada masa
lalu. Gambaran uatama yang khas dari sindrom ketergantungan ialah keinginan
(sering amat kuat dan bahkan terlalu kuat) untuk menggunakan obat psikoaktif (baik
yang diresepkan maupun tidak), alkoho; atau tembakau. Mungkin ada bukti bahwa
mereka yang menggunakan kembali NAPZA setelah suatu periode abstinensia
(keadaan bebas dari NAPZA dalam suatu kurun waktu tertentu) akan lebih cepat
kambuh daripada individu yang sama sekali tidak ketergantungan. (KMKRI, 2010)

Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau


menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa us gunakan, ia akan
mengalami gejala putus NAPZA. Selain ditandai dengan gejala putus NAPZA,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi. (KMKRI,2010)

Ketergantungan psikis adalah suatu kedaan bila berhentu menggunakan


NAPZA psikoaktif tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan yang sangat kuat
untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala fisik.
(KMKRI,2010)

Seseorang dikatakan ketergantungan dan penyalahgunaan NAPZA bila


memenuhi criteria diagnostic tertentu. Menurut PPDGJ-III, gangguan penggunaan
NAPZA terdiri atas 2 bentuk:

1. Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful effect terhadap kehidupan


orang, menimbulkan problem kerja, mengganggua hubungan dengan orang
lain serta mempunyai aspek legal
2. Adiksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat, tidak
mampu menghentikan kebiasaan menggunakan, menggunakan doziz NAPZA
lebih dari yang diinginkan. (FKUI, 2014)

Ketergantungan NAPZA merupakan gangguan yang menunjukkan adanya


perubahan dalam proses kimiawi otak sehingga memberikan efek ketergangtungan
(craving, withdrawl, tolerance). Penyalahgunaan dikaitkan dengan tingkah laku
bereksperimentasi, mengalami rasa kecewa, perilaku membangkang, masalah
keuAngan dan self medication. Seseorang yang mengalami penyalahgunaan
NAPZA belum tentu menderita ketergantungan. (FKUI, 2014)

2.8.1.c. TOLERANSI

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 9


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Toleransi adalah berkurangnya resposn biologis atau perilaku terhadap


penggunaan yang berulang dari NAPZA dengan jumlah tertentu, atau kebutuhan
meningkatya jumlah penggunaan NAPZA untuk mencapai efek yang sama.
Toleransi mencerminkan adaptasi homeostasis tubuh dalam menghadapi efek
NAPZA yang digunakan. (KMKRI, 2010)

Toleransi silang adalah suatu keadaan ketika seseorang yang toleran terhadap
suatu jenis NAPZA psikoaktif, juga toleran terhadap NAPZA psikoaktif lain yang
sifat farmakologinya sama. Mislanya, orang yang sudah toleran terhadap minuman
keras juga toleran terjadap iabt tidur. (KMKRI, 2010)

Adverse Tolerance (toleransi yang menrugikan) adalah kedaan ketika untuk


timbulnya efek suatu NAPZA, diperlukan jumlah atau dosis yang semakin sedikit.
Hal ini disebabkan oleh NAPZA yang dipakai tertimbun di dalam otak cukup lama.
Misalnya, senyawa aktif tetra-hidro-kanabinol yang terdapat di dalam ganja
tertimbun lama di jaringan otak sehingga dengan memakai ganja sedikit saja sudah
akan member efek atau menimbulkan gejala Adverse Tolerance kadang-kadang
disebut sensitisasi. (KMKRI,2010)

2.8.2.a. SAKAU (WITHDRAWL)

Tubuh manusia menghasilkan sejenis protein neurotransmitter yang disebut


endorphin. Didalam tubuh manusia terdapat puluhan reseptor khsus salah satunya
reseptor opioid. Endorphin berikatan pada reseptor opiopd yang kemudian
mengirimkan sinyal ke terminal untuk melepaskan neurotransmitter dopamine.
Neurotransmitter dopamine yang lepas dari celah sinaptik akan berikatan pada
reseptor dopamine sehingga menikmbulkan sensasi nikmat. Reseptor-reseptor yang
berkaitan dengan kenikmatan terdapat pada area otak yang disebut sentra
kenikmatan, yaitu nucleus accumbens (NA)-ventral tegmental area (VTA) dan NA-
frontal cortex cerebri. Area tersebut sering dikaitkan dengan sebutan reward
pathaway.

Opioid mengikat diri pada reseptor opioid yang berkonsentrasi pada daerah
reward system. Opioid mengaktivasi system reward melaui peningktan
neurotransmisi dopamine. Penggunaan opioid berkelanjutan membuat tubuh
mengandalkan diri kepada adanya drug untuk mempertahankan perasaan rewarding
dan perilaku normal lain. Seseorang tidak akan merasakan keuntungan reard alami
dan tidak dapat berfungdi normal tapa kehadiran opoid.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 10


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Penggunaan NAPZA yng aberulang-ulang menyebabkan terjadinya ganggyan


mekanisme kimiawi dan fungsi otak terhadap fungsi generasi, modulasi dan
pengendalian perilaku kognitif, emosional dan social.

Di dalam otak, NAPZA dapat mengunci dari dalam (lock into) reseptor dan
memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesan listrik yang tidak
alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar neurotransmitter yang
tidak alami.

2.8.2.b. PARANOID

Pengaruh kokain terhadap dopamine di nucleus accumbens menyebabkan efek


euphoria pada penggunanya. Kokain menyebabkan protacted withdrawl. Intoksikasi
kokain yang terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan toleransi dan juga reverse
tolerance. Dengan penggunaan sejumlah kokain yang awalnya hanya menimbulkan
efek euphoria, pada suatu saat kokain yang semula hanya menimbulkan gejala
psikosis yang mirip dengan skizofrenia paranoid.

2.8.2.c. MEKANISME OVERDOSIS

2.8.3.a. OPIOIDA

Opioida adalah nama suatu golongan zat, baik alamiah, semisintetik maupun
sintetik yang mempunyai khasiat seperti morfin. Manfaat opioida dalam kedokteran
adalah sebagai anlagesik. Opioida dibagi menjadi tiga golongan menurut asalnya :

1. Opioida alamaiah, seperti opium, morfin, dan kodein.


2. Opioida semisintetik, yaitu opioida yang diperoleh dari opium yang diolah
mealui proses atau perubahan kimiawi. Contoh, heroin dan hidromorfin.
3. Opioida sintetik, yang dibuat diprabik, misalnya meperidin, propoksifen,
levornafol, dan levalorfan.
Selain mempunyai khasiat anagesik, opioida juga mempunyai khasiat hipnotik
(menidurkan), dan euphoria (menimbulkan rasa gembira dan sejahtera). Penggunaan
opioida berulang kali dapat menibulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi
berkembangan terhadap sifat menghambat pernafasan, analgesic, euphoria dan
emetic, kecepatan terjadinya toleansi tergantung pola penggunaannya. Pada
penggunaan yang episodic, efek analgetik dan sedative pada dosis terapeutik dapat

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 11


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

berlangsung pada waktu yang tidak terbatas. Pada penggunaan terus menerus
dengan dosis tinggi, toleransi akan cepat timbul walaupun tidak sama kecepatannya
pada setiap efek. Pada penggunaan kronis, timbul semua toleransi terhadap efek
opioida, kecuali toleransi terhadap sifat menghambat pernapasan. Perbedaan inilah
yang sering menyebabkan kematian karena pengguna menambah dosis untuk
memperoleh efek euphoria, sedangkan toleransi terhadap pernapasan tidak terjadi
secepat toleransi terhadap euphoria. Ada toleransi silang di antara sesame opioida.
Bila sudah terjadi ketergantungan terhadap opioida, lalu jumlah penggunaan
dikurangi atau dihentikan, akan timbul gejalan putus zat. Toleransi hilang apabila
putus zat telah lewat.

Cara Mengonsumsi

Opioida dikonsumsi melalui suntikan intravena,inhalasi, dicampur dalam rokok


tembakau, atau secara oral.

Cara Kerja

Opioida bekerja dengan mengikat diri pada reseptor opioida yang terdapat pada
dinding neuron dan sel tertentu lain, misalnya leukosit serta pada saluran cerna.
Terdapat empat tipe reseptor opioida, yaitu reseptor mu, delta, gamma, dan kappa
yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Reseptor mu dan kappa berperan pada
system perasaan, efek penguatan, nyeri,tekanan darah, kelenjar endokrin, dan
system pencernaan.

Reseptor mu selanjutnya dibedakan menjadi mu-1 dan mu-2, sedangkan


reseptor kappa dibedakan menjadi kappa-1 dan kappa-3, yang masing- masing
mempunyai fungsi berbeda. Opioida berkhasiat menghilangkan rasa nyeri
supraspinal melalui resptor mu-1 dan menghilangkan rasa nyeri spinal,
memengaruhi pernapasan dan gerak peristaltic saluran cerna melalui reseptor mu-2.
Opioidda juga bekerja melalui reseptor delta-2 dan kappa-1 menghambat rasa nyeri
spinal, dan melalui reseptor delta-1 dan kappa-3 menghambat rasa nyeri
supraspinal. Peran resptor kapp-2 belu diketahui.

Sekarang zat yang tergolong opioida dibedakan menurut kapasitas ikatannya


terhadap berbagai reseptor tersebut diatas dan seberapa jauh dapat mengaktivar
reseptor tersebut. Opioida yang terikat dan mengaktifkan resptor tersebut. Opioida
yang terikat dan mengaktifkan reseptor disebut agonis tehadap reseptor tersebut.
Opioida yang terikat, tetapitidak mengaktifkan reseptor disebut antogonis terhadap
reseptor tersebut. Opioida yang sekarang dikenal, baik yang legal maupun illegal,
tergolong agonis, agonis parsial, atau campuran agonis-antagonis pada reseptor mu.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 12


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Opioida yang tergolong agonis kuat adalah morfin, meperidin, metadon, fentanyl
dan heroin. Agonis sedang adalah propoksifen dan kodein. Antagonis parsial adalah
pentasosin, sedangkan yang tergolong antagonis adalah nalokson dan naltrekson,
yang termasuk agoni-antagonis adalah butofarnol, buprenerfin dan nalbufen.

Otak menghasilkan senyawa sendiri yang mirip opioida, berasal dari peptide
pendahulu (prekursir), yaitu pro-opi-melano-cortin (POMC) yang akan menjadi beta
endorphin, proenkefalin yang akan menjadi enkefalin, prodinorfin yang akan
menjadi dinorfin.

Karena opioida bekerja pada berbagai resetor opioida disusunan saraf pusat,
opioida dapat menghilangkan atau mengurangi rasanyeri, menyenangkan,
menghilangkan batuk, menimbulkan rasa mual muntah, pupil menyempit, suhu
badan menurun, berbagain perubhahan pada system endokrin, euphoria, atau
sebaliknya disforia, menghilangkan depresi, mengurangi kecemasan, mengurangi
rasa marah, dan mengurangi rasa curiga. Pengaruh opioida terhadap system endokrn
adalah menghambat produksi gonadotropin-releasing homone (GnRH), yang pada
gilirannya akan menghambat luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH) sehingga menyebabkan gangguan siklus menstruasi, serta
mengurangi produksi testosterone. Opioida juga menghambat corticotropin
releasing factor (CRF) yang pada gilirannya akan menghambat produksi
adrenocortico-tropine hormone (ACTH). Opioida bekerja pada reseptor yang
terdaapatpada system gastrointestinal menyebabkan terjadinya konstipasi. Beberapa
jenis opioida tertentu, misalnya morfin, memacu pelepasan histamine sehingga
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dikulit dan rasa gatal, terutam dihidung,
opioida juga meningkatkan konstrisi otot sfingter saluran kencing sehingga terjadi
kesan retensi air seni dalam kandung kencing.

Lingkungan fisik (kamar tidur, ruang tamu, gang tempat membeli putaw),
penglihatan (melihat bubuk, alat sutuk, dan sebagainya), maupun suara, dapat
memicu keinginan kuat untuk menggunak opioida lagi walaupun sudah berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun tidak menggunakan opioida. Penilitian pada tikus
percobaan menunjukkan perubahan faal yang sangat kuat pada pada daerah otak
yang berkaitan dengan proses belajar, emosi, dan pengambilan keputusan, yaitu di
korteks prefrontal yangberperan dalam perilaku yang bertujuan, korteks singular
yang berhubungan dengan pembiasaan dan ganjaran, serta kortek preoptik yang
berperan juga pada ganjaran. Jumlah neuron yang mengandung protein fos
meningkat. Pembesaran pada amigdala dari bagian sistem limbic (emosi dan
ingatan) membesar pada orang yang ketergantungan zat,sehingga ingin
menggunakan opioida lagi.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 13


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Opium

Dalam bahasa yunani opium berarti getah. Opium adalah getah berwarna putih,
seperti susu, keluar dari kotak biji tanaman Papaver somniferum yang belum
matang. Bila kotak biji ini diiris, keluarlah getah putih yangbila dikeringkan, akan
menjadi massa seperti karet berwarna kecoklatan. Setelah dikeringkan, massa
tersebuut dapat ditumbuk menjadi serbuk opium. Opium mengandung bermacam
alkaloida, diantaranya yang penting bagi ilmu kedokteran adalah alkaoida fenantren,
misalnya morfin, kodei, tebain, dan golongan bensilisokuinolin, yaitu papaverin dan
noskapin. Opium diolah sampai menghasilkan morfin dan kodeinmurni untuk
digunakan dalam bidang kedokteran. Dosis fatal opium adalah 300 mgr.

Morfin

Morfin adalah prtotipe analgetik yang kuat, tidk berbau, rasanya pahit,berupa
Kristal putih, yang semakin lama berubah menjadi kecoklatan. Pada penggunaan
yang teratur cepat terjadi toleransi dan ketergantungan. Morfin bekerja pada
reseptor saraf opioida yang sebagian besar terletak pada susunan saraf pusat dan
saluran cerna. Khasiat alagesik morfin lebih lebih efektif pada nyeri terus menerus
dan yang lokasinya berbatas jelas, dibanding rasa nyeri yang intermitten dan batas
tidak jelas. Dalam dosis cukup tinggi morfin dapat menhiangkan kolik empedu dan
ureter. Dapat menekan pusat pernapasan pada batang otak sehingga menyebabkan
hambatan pernapasa dan juga dapat menyebabkan kematian.

Morfin dapat menimbulkan kejang abdomen, konstipasi, wajah merah, gatal


sekitar hidung, volume air seni berkurang, menghambat produksi ACTH dan
hormone gonadotropin. Gangguan hormonal tersebut dapat menyebabkan
terganggunya siklus menstruasi perempuan dan impotensi pada laki-laki. Pengguna
akan merasa mulutnya kering, badan terasa hangat, anggota badan terasa
berat,euphoria, depresi menghilang sementara, merasa santai, mengantuk, tertidur
mimpi indah, konsentrasi terganggu yang menyebabkan menjadi apatis dan sukar
berpikir.

Pada pemeriksaan fisik, pupil mata menyempit, tekanan darah menurun, denyut
nadi lambat suhu badan sedikit turun, otot-otot melemah, dan jarang terjadi kejang.
Pada orang umum yang belum pernah menggunakan morfin akan timbul reaksi yang
sebaliknya, yaitu disforia, ketakutan, mual dan muntah. Kadang muncul reaksi

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 14


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

idiosinkatrik berupa insomnia, urtkaria, peradangan sekitar tempat penyuntikan.


Bila kelebihan dosis, pengguna akan tidak sadar dan sulit dibangnkan, sianosis,
pernapasan lambat edema paru, da edema otak, hipotermia, pupil menyempit. Akan
timbul gejla putus obat pada orang yang ketergantungan bila dihentikan
penggunaannya, berupa rasa nyeri diseluruh tubuh, sendi, otot, dan tulang, perasaan
panas dingin, banyak berkeringat, lakrimasi, rinore, menguap terus, mula-muntah,
sakit perut, diare, gelisah, tidak bisa tisur, selera makan tidak ada, denyut nadi
bertambah cepat, suhu badan sedikit meningkat, midriasis.

Morfin ditemukan dalam air seni sampai 2-5 hari sesudah penggunaan terakhir.
Dalam tinja morfin ditemukan 24 jam setelah penggunaan. Dosis fatal morfin
200mgr.

Kodein

Kodein adalah alkaloida alamiah yang terdapat dalam opium mentah sebanyak
0,7-2,5%. Kodein adalah opioida alamiah yang paling banyak digunakandalam
ppengobatan. Biasanya dibuat dari morfin yang terdapat pada opium/ kodein
mempunyai efek anal gesik lemah, sekita1/12 kekuatan analgesic morfin. Oleh
karena itu kodein tidak dipakai untuk menghilangkan rasa nyeri. Kodein adalah
antitusif (antibatuk) yang kuat. Dosis fatal kodein adalah 800mgr. kodein dijumpai
dalam air seni sampai dua hari sesudah pengguanaan terakhir.

Tebain

Tebain adalah opioida alamiah, terdapat dalam opium, tetapi jumlahnya sedikit.
Tebain dapat diolah menjadi senyawa yang berguna dalam bidang kedokteran,
seperti kodein, hidrokodon, oksikodon, nalbufin, dan nalokson.

Heroin

Heroin adalah opioidasemisintetik yang paling banyak disalahgunakan. Heroin


berupa bubuk putih dan rasanya pahit, di pasaran gelap warnanya bermacam-
macam. Biasanya dalam bubuk campuran kadar heroin hanya berkisar 2-4%.
Khasiat heroin, alagesik, menimbulkan rasa kantuk, dan euphoria, serta pada
penggunaan pertama pada opioida bisa menyebabkan diforia. Sebanyak 1mgr heroin

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 15


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

kurang lebih sama dengan 1,8-2,66 morfin. Potensi heroin lebih kuat dari morfin
karena heroin dapat menembus blood brain barrierlebih baik. Dosis fatal heroin
adalah 200mgr. heroin terdapat dalam air seni 1-2 hari sesudah penggunaan terakhir.

Gejala putus heroin muncul dalam beberapa jam penggunaan terakhirdan


mencapai puncaknya setelah 36-72 jam. Lakrimasi, rinore, ,emguap, dan
berkeringat timbul 8-12 jam setelah penggunaan terakhir, dan mencapai puncak
sesudah 48-72 jam. Tidur tidak bisa lelap, muncul sesudah 12-14 jam, dan mencapai
puncak sesudah 48-72 jam. Midriasis, anoreksia, iritabel, tremor, dan bulu badan
berdiri, muncul sesudah 12 jam dan mencapai puncak sesuad 48-72 jam.

Heroin biasanya digunakan dengan cara disuntikkan ke dalam vena (intravena),


disedot melalui hidung, atau didisap seperti rokok tembakau. Komplikasi medis
akibat heroin sendiri tidak banyak. Biasanya disebabkan bahan pencampur, cara
menggunakan dan pola hidup. Bahan pencampur bisa bersifat hepatotoksik atau
nefrotoksik. Cara menyuntik yang tidak steril bisa menyebabkan abses,
endocarditis, sepsis, infeksi HIV/AIDS, infeksi hepatitis B atau C. bisa terjadi
penyakit kulit dan gigi pada pola hidup yang tidak sehat. Dapat terjadi malnutrisi,
anemia, tuberculosis karena tidak memperhatikan nutrisi tubuh, infeksi jamur
karena menghirup lewat hidung. Sering terlibat kekerasan atau kejahatan untuk
membeli heroin, serta menjadi pekerja seks komersial untuk perempuan yang
menggunakan heroin.

Dilaudid

Dilaudid atau hidromorfon adalah analgesic yang tergolong opioida


semisintetik dalam bentuk tablet dan suntikan. Senyawa ini bekerja lebih pendek
daripada morfin, tetapi kekuatannya kira-kira delapan kali morfin, efek sedasinya
juga lebih kuat.

Perkodan

Perkodan oksikodon disintesis dari tev=bain dan mempunyai kekuatan kurang


lebih sama morfin, dapat digunakan untuk mengatasi nyeri. Sebagai obat batuk,
perkodan lebih kuat daripada kodein. Perkodan mempunyai efek analgesic dua kali
lebih kuat daripada efek analgesic morfin. Potensi untukmenimbulkan
ketergantungan lebih besar daripada morfin.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 16


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Meperidin (Demerol, Petidin)

Meperidin adalah opioida sintetik yang mempunyai efek analgesic 1/5 kekuatan
analgesic morfin, petidin mempunyai efek hipotensif karena mengakibatkan
vasodilatasi. Pada dosis tinggi, hal ini dapat menyebabkan kejang. Meperidin dalam
kedokteran tersedia dalam bentuk tablet oral dan suntikan. Dosis fatal meperidin
adal 1 gram.

Metadon

Metadon atau dolofin adalah opioida sintetik yang mempunyai masa kerja lebih
lama daripada morfin dan lebih efektif pada penggunaan secara oral dari morfin.
Metadon banyak dijumpai untuk detoksifikasi untuk ketergantungan morfin atau
heraoin, serta dalam methadhone maintenance program dengan harapan orang tidak
kembali pada ketergantungan morfin atau heroin. Di beberapa Negara, metadon
yang semula dipakai untuk tujuan terapi detoksifikasi secara legal, justru beredar
dipasar gelap dan disalahgunakan sehingga menimbulkan kematian akibat
overdosis. LAAM (l-alpha acetyl methadhol) adalah metadon yang mempunyai
masa kerja lama.

Buprenorfin

Buprenorfin adalah analgesic kuat yang digunakan secara sublingual. Kekuatan


alagesiknya sekitar 70 kali kekuatasn analgesic morfin. Buprenorfin dapat
digunakan untuk terapi dotoksifikasi ketergantungan heroin dan terapi subtitusi
heroin dalam program rumatan buprenorfin.

Pentazosin

Pentazosin, yang dipakai sebagai analgesic, mempunyai efek antagonis opioida


lemah. Efek analgesic pentazosin sebesar -1/6 morfin. Pentazosin tidak begitu
kuat menimbulkan ketergantungan, tetapi pernah disalhgunakan juga. Dosis fatal
pentazosin adalah 300mgr.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 17


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Siklorfan

Siklorfan mempunyai efek antagonis yang kuat. Efek psikomimetik jarang


terjadi. Siklorfan mempunyai efek analgesic kira-kira 40 kali kekuatan analgesic
morfin.

Nalorfin

Nalorfin mempunyai sifat campuran agonis dan antagonis opioida. Pada orang
yangtidak menggunakan opioida, nalorfin mempunyai efek seperti opioida. Pada
orang yang ketergantungan opioida , nalorfin mempunyai efek antagonis opioida.
Tes nalin dulu dipakai untuk menetukan apakah seseoran mengalami ketergantungan
opioida atau tidak. Juga digunakan untuk terapi pada intoksikasi ataua kelebihan
dosis opioida. Akan tetapi, karena naorfi justru memperberat hambatan napas yang
dsebabkan oleh zat yang bukan tergolong opoida (misalnya, barbiturate), nalin
tidak dipakai lagi.

Nalokson

Nalokson adalah antagonismurni, tidak mempunai khasiat seperti opioida.


Dipakai sebagai antidotum opioida dan digunakan untuk keperluan diagnosis
ketergantungan opioida menggantikan nalorfin(nalin). Nalokson dipakai pada
detoksifikasi cepat terhadap opioida yang dilaksanakan dibawah anestesi umum.

Naltrekson

Naltrekson adalah antagonis murni yang mempunyai masa kerja yang lama.
Digunakan dalam program naltrekson untuk mencegah kambuhnya pasien yang
telah terlepas dari ketergantungan opioida. Bila pasien menggunakan naltrekson dan
mengonsumsi opioida, ia tidak akan mengalami euphoria karena efek euphoria
opioida dihalangin naltrekson.

2.8.3.b. KANABIS

Dikenal di Asia Tengan dan Cina selama setidaknya 4.000 tahun,


tanaman rami Cannabis sativa dari India adalah suatu herba aromatik
yang tumbuh setiap tahun. Zat bioaktif turunanannya secara kolektif
disebut kanabis. Berdasarkan sebagian besar perkiraan, kanabis tetap

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 18


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

menjadi salah satu obat terlarang yang paling sering digunakan


(Benjamin James Sadock V. A., 2012).
Semua bagian Cannabis sativa mengandung kanabinoid psikoaktif,
diantaranya yang paling banyak adalah (-)-A9-tetra-hidrokanabinol
(A9-THC). Bentuk kanabis paling poten berasal dari kuncup bunga
tanaman tersebut atau dari eksudat getah kering berwarna hitam-
kecoklatan dari daunnya, yang disebut hashish atau hash. Tanaman
kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dicincang dan digulung
menjadi rokok yang kemudian dihisap. Nama lazim dari kanabis adalah
mariyuana, grass, pot, weed, teh, dan Merry Jane. Nama lain
yang menggambarkan tipe kanabis dengan berbagai kekuatan, adalah
hemp, chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla
(Benjamin James Sadock V. A., 2012).
Seperti dinyatakan diatas, komponen utama kanabis adalah A9-
THC; namun tanaman kanabis mengandung lebih dari 400 bahan kimia,
60 diantaranya secara kimiawi berhubungan dengan A9-THC. Pada
manusia, A9-THC dengan cepat diubah menjadi 11-hidroksi-9-THC,
metabolit yang aktif di sistem saraf pusat (Benjamin James Sadock V.
A., 2012).
Reseptor spesifik untuk kanabinol telah diidentifikasi, diklon, dan
dikarakterisasi. Reseptor kanabinoid, anggota famili reseptor terkait
protein G, berikatan dengan protein G inhibitorik, yang berikatan
dengan adenilil siklase secara inhibitorik. Reseptor kanabinoid
ditemukan dalam konsontrasi tinggi di ganglia basalis, hipokampus, dan
serebelum, dengan konsentrasi yang lebih rendah di korteks serebri.
Kanabis tidak ditemukan di batang otak, fakta yang konsisten dengan
efek minimal kanabis terhadap fungsi respirasi dan kardiak. Studi pada
hewan menunjukkan bahwa kanabinoid memengaruhi neuron
monoamin dan asam y-aminobutirat (Benjamin James Sadock V. A.,
2012).
Menurut sebagian besar studi, hewan tidak mengambil sendiri
kanabinoid seperti yang mereka lakukan pada sebagian besar zat yang
disalahgunakan. Lebih lanjut, terdapat sejumlah perdebatan tentang
apakah kanabinoid menstimulasi, toleransi terhadap kanabis tetap
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 19
BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

terjadi dan ditemukan ketergantungan psikologis meski bukti


ketergantungan fisiologis tidak adekuat. Gejala putus zat pada manusia
terbatas pada peningkatan iritabilitas sedang, gelisah, insomnia, dan
anoreksia serta mual ringan; semua gejala ini hanya tampak ketika
seseorang secara mendadak menghentikan konsumsi kanabis dosis
tinggi (Benjamin James Sadock V. A., 2012).
Diagnosis dan Gambaran Klinis
Efek fisik kanabis paling sering adalah dilatasi pembuluh darah
konjungtiva (mata merah) dan takikardia ringan. Pada dosis tinggi,
hipotensi ortostatik dapat timbul. Peningkatan nafsu makan-sering
disebut the munchies dan mulut kering merupaka efek lazim
intoksikasi kanabis. Fakta bahwa tidak pernah ada kasus kematian
akibat adanya intoksikasi kanabis yang terdokumentasi dengan jelas
mencermikan kurangnya efek zat terhadap laju respirasi. Efek simpang
potensial paling serius penggunaan kanabis adalah yang disebabkan
penghirupan hidrokarbon karsinogenik yang sama dengan yang ada
pada tembakau konvensional, dan beberapa data mengindikasikan
bahwa pengguna berat kanabis beresiko mengalami penyakit
respiratorik kronik dan kanker paru. Praktik merokok sigaret yang
mengandung kanabis sampai habis, yang disebut roaches,
meningkatkan lebih lanjut asupan tar. Banyak laporan mengindikasikan
penggunaan kanabis jangka panjang menyebabkan atrofi serebri,
kerentanan terhadap kejang, kerusakan kromosom, defek lahir,
reaktivitas sistem imun terganggu, perubahan konsentrasi testosteron,
dan disregulasi siklus menstruasi; namun, laporan ini belum dapat
disimpulkan dan diperbanyak dan kaitan antara temuan ini dengan
penggunaan kanabis masih belum pasti (Benjamin James Sadock V. A.,
2012).
Manifestasi Klinis Pengguna Kanabinoid

Pengguna Putus Zat Intoksikasi

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 20


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

- Euphoria - Tremor - Pengkatan nafsu makan


- Mata merah - Gangguan tidur the munchies
- Mulut kering - Keringat di malam hari - Mulut kering
- Efek analgesik - Iritabilitas - Takikardia
- Gelisah - Injeksi Konjungtiva
- Anoreksia
- Mual muntah

Penatalaksanaan
Penanganan penggunaan kanabis bergantung pada prinsip sama
seperti penganan penyalahgunaan zat lain-abstinensi dan dukungan.
Abstinensi dapat dicapai dengan melalui intervensi langsung, seperti
rawat inap, atau melalu pemantauan ketat berbasis rawat jalan dengan
menggunakan penapisan zat dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis
hingga 4 minggu setelah penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui
psikoterapi individual, keluarga atau kelompok. Edukasi sebaiknya
menjadi batu pijakan untuk program abstinensi maupun dukungan.
Seorang pasien yang tidak memahami alasan intelektual untuk
menyatakan adanya masalah penyalahgunaan zat memiliki motivasi
kecil untuk berhenti. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas mungkin
berguna sebagai pereda jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien
lain, penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan
depresi yang mendasari yang dapat merespon terapi antidepresan
spesifik (Benjamin James Sadock V. A., 2012).

2.8.3.c. KOKAIN

Kokain adalah zat yang merangsang saraf pusat, seperti amfetamin, kafein,
nikotin dan khat. Ada dua jenis kokain, yaitu kokain HCl dan kokain freebase.
Kokain HCl rasanya lebih pahit dan lebih mudah larut dalam air dibandingkan
dengan bentuk freebase. Kokain yang beredar di pasar gelap biasanya tidak murni,

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 21


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

melainkan dicampur dengan gula, kafein, atau amfetamin agar volumenya kelihatan
besar sehingga keuntungan dalam penjualannya lebih banyak karena gula, kafein,
atau amfetamin harganya lebih murah. Kokain biasanya juga dicampur dengan
anestetik local (lidokain atau prokain) agar menimbulkan rasa beku sehingga
dipercaya oleh pembeli sebagia kokain murni. Biasanya kandungan kokain di pasar
gelap hanya sebesar 10%.

Kokain freebase berasal dari kokain HCl yang diekstrasi alkalinya. Kokain
freebase tidak berbau, rasanya pahit, berupa Kristal tidak berwarna atau berwarna
putih. Kokain freebase tidak mengalami perubahan kimiawi bila dibakar sehingga
dapat digunakan dengan dibakar dan diisap seperti merokok tembakau.crack adalah
kokain freebase yang bila dibakar berbunyi crackkkk. Crack juga bukan kokain
murni, melainkan tercampur dengan bahan pencampur dan terkontaminasi bahan
lain yang dipakai dalam proses pembuatannya.

Pasta kokain (paste, base, basa, pistilo, atau basuco) adalah kokain sulfat yang
biasa digunakan dengan mengoleskan pada sebatang rokok tembakau atau ganja,
lalu diisap. Pasta kokain berwarna kecoklatan.

Cara Mengonsumsi

Kokain biasanya dikonsumsi melalui suntikan intravena (mainlinig), disedot


melalui hidung (intranasal, sniffing, snorting), atau inhalasi seperti orang merokok
tembakau (smoking). Daun koka biasanya dikunyah (chewing). Bila disedot melalui
hidung, kadar tertinggi kokain dalam plasma dicapai sesudah 30 menit. Kokain yang
disedot melalui hidung akan menyebabkan vasokonstriksi pada selaput lender
hidung sehingga jumlah kokain HCl yang dapat diserap melalui hidung terbatas
60% saja.

Bila kokain HCl dikonsumsi melalui suntikan intravena, efek kokain akan
terasa dalam waktu yang pendek. Euphoria tercapai dalam waktu dua menit. Waktu
paruh kokain HCl adalah 40-60 menit.

Freease kokain biasanya diisap bersama ganja atau tembakau, atau melalui
sedotan gelas atau plastic pada sisi botol plastic.

Crack memberi peluang kepada penggunanya untuk mengalami euphoria yang


cepat tercapai (rush) seperti yang dialami pada penggunaan secara intravena. Kadar
tertinggi kokain dalam darah tercapai dalam waktu singkat, tetapi berlangsung
dalam waktu yang pendek pula. Efek euphoria pada penggunaan dengan cara
mengisap dicapai dalam waktu 8-10 detik dan berlangsung selama 20 menit. Pada

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 22


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

penggunaan intravena, efek euphoria dicapai dalam waktu 30-45 detik. Pada
penggunaan intranasal, efek euphoria berlangsung 1-1,5 jam.

Penggunaan secara oral membutuhkan waktu (penyerapan) selama 30-60 meni,


dengan bioavaibilitas sebesar 30-40% saja, sedangkan sisanya yang 60-70%
langsung dieliminasi sesudah dimetabolisme di hati.

Penggunaan secara inhalasi lebih cepat menimbulkan ketergantungan daripada


secara intranasal.

Kokain sering digunakan bersamaan dengan alcohol, benzodiazepine, atau


opioida, untuk mengurangi ansietas yang biasanya terdapat bersamaan dengan
high kokain, serta untuk mengurangi crash setelah efek kokain habis. Kokain
dan heroin sering digunakan bersamaan untuk mengurangi efek stimulasi kokain
dengan efek sedasi dan relaksasi heroin (speedballing), serta menghindari depresi
yang biasanya muncul setelah berhenti menggunakan kokain. Kombinasi suntikan
kokain dan heroin sangat berbahaya karena kokain memperkuat efek menghambat
heroin terhadap pernapasan.

Konsumsi kokain bersama alcohol akan meningkatkan efek euphoria dari


kokain, tetapi juga meningkatkan kemungkinan kematian mendadak karena
terbentuknya senyawa ketiga oleh hepar, yaitu cocaethylene. Kematian ini
disebabkan oleh efek toksik cocaethylene terhadap otot jantung, bukan karena efek
vasokonstriktif kokain. Naiknya tekanan darah akibat kokain juga lebih lama bila
kokain dikonsumsi bersama alcohol. Efek aditif (bukan adiktif) alcohol terhadap
kokain pada nucleus lokus seroleus dapat memicu terjadinya ansietas dan panic.
Waktu paruh cocaethylene adalah dua jam, sedangkan waktu paruh kokain hanya
sekitar 30 menit.

Cara Kerja

Kokain menghambat reuptake dopamine dari sinaps. Kokain juga menghambat


reuptake norepinefrin dan serotonin. Penggunaan kokain yang lama menyebabkan
perubahan pada sensitivitas menkanisme transduksi sinyal dopamine. Perubahan ini
menyebabkan terjadinya toleransi dan sindrom putus zat. Perubahan akut terhadap
perilaku dan mental akibat penggunaan kokain disebabkan oleh efek dopamine dan
norepinefrin ysng meningkat di sinaps karena reuptake dopamine dan norepinefrin
dihambat.

Kokain menyekat inisiasi dan konduksi impuls pada saraf tepi dengan cara
mencegah meningkatnya permeabilitas membrane sel terhadap ion sodium.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 23


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Penggunaan kokain secara topical menghasilkan pati rasa pada kulit yang mencapai
puncaknya dalam waktu 2-5 menit dan berlangsung selama 30-45 menit. Karena
refek yang vasokonstriktif itu, kokain juga banyak dipakai dalam bidang bedah THT
atau bidang bedah mata. Kokain adalah prototype dari anestesi local, seperti prokain
dan lidokain. Kokain sendiri tidak dipakai lagi sebagai anestesi local.

Sebanyak 90-95% kokain dimetabolisasi olej cholinesterase di hati dan plasma


menjadi metabolt yang larut dalam air, yaitu ecgocnin-methyl-ester,
benzoylecgocnine, norcocaine, dan ecgocnine. Metabolit ini disekresi melalui air
seni. Hanya 10-15% kokain diekskresi dalam air seni dalam bentuk tidak berubah.

Pengaruh terhadap Pengguna

Pengaruh kokain yang paling jelas tampak adalah terhadap susunan saraf pusat,
dan system kardiovaskular. Kokain menimbulkan euphoria, menghilangkan lelah,
mengurangi kebutuhan tidur, dapat meningkatkan sensasi seksual, memperpanjang
orgasme, mengurangi nafsu makan, serta menambah energy. Energy yang
meningkat ini, bila disertai kecemasan, dapat menyebabkan tindak kekerasan.

Pengaruh kokain terhadap susunan saraf pusat bersifat bifasik. Pada dosis
rendah, kokain cenderung meningkatkan penampilan motorik, tetapi pada dosis
tinggi mengganggu penampilan motorik, tetapi pada dosis tinggi mengganggu
penampilan motorik, bahakn dapat terjadi tremor dan kejang. Pengaruh kokain
terhadap system kardiovaskuler juga bersifat bifasik. Pada dosis rendah, kokain
memperlambat denyut jantung, karena berpengaruh terhadap nervus vagus. Pada
dosis tinggi, kokain akan mempercepat denyut jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik. Kokain menyebabkan dilatasi pupil.

Pengaruh kokain terhadap norepinefrin dan serotonin di RAS (reticular


activating system) menyebabkan peningkatan kewaspadaan, meningkatkan
ketajaman mental pada penggunaan yang pertama kalinya, serta menyebabkan
perubahan pada EEG.

Pengaruh kokain terhadap dopamine di nucleus accumbens menyebabkan efek


euphoria pada penggunaannya. Kokain juga menyebabkan protracted withdrawal
(sugesti) pada opioida.

Intoksikasi kokain ditandai dengan adanya ansietas, agitasi, serangan psikosis,


kejang, hipertermia, takikardia, nyeri di dada, aritmia ventricular. Intoksikasi kokain
yang terjadi berulang-ulang, selain menimbulkan toleransi juga menimbulkan
reverse tolerance. Misalnya, penggunaan sejumlah kokain yang semula hanya

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 24


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

menimbulkan euphoria, pada suatu saat sejumlah kokain yang sama banyaknya
dapat menimbulkan gejala psikosis yang mirip dengan skizofrenia paranoid.

Kelebihan dosis kokain ditandai dengan takikardia, hipertensi,, gagal jantung


akut, stroke, kejang, diaphoresis, dan midriasis.

Gejala putus kokain dimulai dengan crash, yaitu depresi, agitatif/iritabel,


ansietas, kebingungan, insomnia, dan keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi
kokain lagi. Fase ini berlangsung sampai tiga hari. Fase kedua juga berlangsung
selama satu sampai tiga hari dengan gejala: depresi, apatis, letargi, letih,
bertambahnya nafsu makan, meningkatnya keinginan untuk tidur, dan perasaan
muak terhadap kokain. Fase ketiga ditandai dengan kecapaian, hipersomnolen,
hiperfagia, dan tidak ada keinginan untuk memakan kokain. Sesudah itu, pengguna
kokain merasa lebih sehat, tidur dengan baik, dan sedikkit keinginan untuk
memakan kokain lagi. Periode yang relative tenang ini sering mendahului periode
krisis berikutnya yang ditandai dengan adanya depresi, ansietas, iritabel, letargi,
merasa jemu, dan keinginan yang kuat untuk mengonsumsi kokain lagi. Ingatan
akan euphoria kokain menimbulkan dorongan untuk kambuh.

Pada waktu terjadi putus kokain, terjadi perubahan EEG, yaitu terjadinya ekses
gelombang alfa dan berkurangnya gelombang delta dan teta. Pada waktu putus
kokain juga terjadi perubahan penggunaan glukosa pada otak dan perubahan
hormonal, termasuk hormone yang berkaitan dengan prolaktin.

Berikut ini adalah ciri-ciri eksternal yang dapat dilihat pada pengguna kokain:

1. Perforasi septum nasi (dijumpai pada penggunaan melalui hidung).


2. Cocaine track : bekas suntikan yang baru berwarna salmon dan di tengahnya
jernih, bekas suntikan lama berwarna kuning dan biru, ulkus (tukak) pada
kulit yang lambat sembuh, berwarna merah sampai abu-abu.
3. Crack keratitis : dijumpai pada perokok crack.
4. Crack thumb : terbentuk callus pada sisi tengah jempol tangan akibat sering
bergesekan dengan roda pemantik api.
5. Crack hand : telapak tangan yang lebih hitam, menebal, dan adanya bekas
luka bakar akibat sering memegang pipa crack yang panas.
6. Crack teeth : erosi email gigi, dijumpai pada mereka yang menggunakan
kokain secara oral atau inhalasi.
7. Ulserasi pada gingival.

2.8.3.d AMFETAMIN

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 25


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Amfetamin adalah suatu senyawa sintetik yang tergolong perangsang susunan


saraf pusat, seperti efedrin yang terdapat dalam tanaman Ephedra trifurkaka, kafein
yang terdapat dalam kopi, nikotin yang terdapat dalam tembakau, dan katin yang
terdapat dalam tanaman khat (Catha edulis). Ada tiga jenis amfetamin, yaitu
laevoamfetamin (benzendrin), dekstroamfetamin (deksedrin), dan metilamfetamin
(metedrin).

Amfetamin, dekstroamfetamin, dan metamfetamin adalah bubuk Kristal putih


yang tidak berbau, pahit rasanya, larut dalam air dan sedikit larut dalam alcohol. Di
pasar gelap, warnanya bisa bermacam-macam bergantung pada bahan
pencampurnya. Dulu amfetamin digunakan untuk mengobati berbagai penyakit,
antara lain depresi ringan, parkinsonisme, skizofrenia, penyakit menierre, buta
malam, kolon iritabel, dan hipotensi.

Dikenal banyak turunan (derivate) amfetamin yang disintesis dengan tujuan


mengurangi nafsu makan dalam rangka menurunkan berat badan bagi orang yang
kelebihan berat badan (obesitas) atau orang yang ingin tampil lebih ramping.
Sebagai contoh, deksedrin (dekstroamfetamin), ponderal (fenfluramin), fentermin
(isomerid), dietilproprion (apisate), mazindol (teronac).

Banyak macam derivate amfetamin dibuat dengan sengaja oleh laboratorium


klindestin dengan tujuan penggunaan rekreasional (designed or engineered
substances), misalnya yang banyak disalahgunakan di Indonesia saat ini adalah 3,4
metilen-di-oksi-met-amfetamin (MDMA) atau lebih dikenal sebagai ekstasi, dan
met-amfetamin (sabu-sabu).

Contoh lain adalah DOM (4-metil-2,5-dimetoksi-amfetamin) atau STP (serenity


tranquility peace), DOB (4-bromo-2,5-dimetoksi-amfetamin), DOF (2,5-dimetoksi-
4-etilamfetamin), PMA (parametoksi-amfetamin), TMA (trimetoksiamfetamin),
DOET (2,5-dimetoksi-4-etilamfetamin). Walaupun senyawa ini merupakan derivate
amfetamin, tetapi karena mempunyai sifat halusinogenik yang cukup nyata,
lazimnya digolongkan sebagai halusinogen, bukan sebagai stimulant.

Metilfenidat (Ritalin) jarang disalahgunakan. Dalam ilmu kedokteran,


metilfenidat digunakan untuk mengobati anak dengan gangguan memusatkan
perhatian dan hiperaktif (attention deficit and hyperactivity disorder, ADHD),
narkolepsi (jarang dijumpai), dan obesitas (sekarang jarang dipakai karena tidak
efktif).

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 26


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Oleh karena MDMA mempunyai sifat farmakologis yang berbeda dengan


amfetamin maupun halusinogen. Nichols (1986) mengusulkan kelompok zat seperti
MDMA diberi nama zat enaktogen (enactogen).

Cara Mengonsumsi

Amfetamin dikonsumsi dengan cara ditelan (oral) dan akan diabsorbsi


seluruhnya ke dalam darah. Pada penggunaan secara intravena, amfetmain akan
sampai ke otak dalam beberapa detik. Penggunaan melalui inhalasi uap amfetamin,
mula-mula uap amfetamin akan mengendap di paru, kemudian diabsorbsi secara
cepat ke dalam darah. Amfetamin juga bisa diabsorbsi melalui selaput lender hidung
pada penggunaan dengan menyedot melalui hidung (snorting), MDMA (ekstasi)
pada umumnya dikemas dalam bentuk tablet atau kapsul untuk penggunaan secara
oral. Tablet atau kapsul ini mengandung 60-250 mg (rata-rata 120 mg) MDMA. Ada
juga MDMA dalam bentuk serbuk utnuk disedot melalui hidung, atau disuntikkan
secara intravena atau subkutan. Ada pula dalam bentuk supositoria. Preparat yang
dijual sebagai MDMA sering tidak murni, melainkan dicampur dengan bahan lain,
seperti aspirin, kafein, amfetamin, met-amfetamin, atau MDA.

Cara Kerja

Amfetamin menyebabkan pelepasan norepinefrin, dopamine, dan serotonin dari


neuron prasinaps karena amfetamin berinteraksi dengan transporter yang terlibat
dalam pelepasan neurotransmitter tersebut. Amfetamin juga menghambat reuptake
norepinefrin dan dopamine. Amfetamin juga menghambat system MAO pada
neuron prasinaps. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan aktivitas neuron
dopaminergik pascasinaps. Penggunaan amfetamin secara berulang dalam waktu
yang lama akan menyebabkan berkurangnya cadangan katekolamin (precursor
norepinefrin maupun dopamine). Neuron membutuhkan waktu beberapa hari untuk
memproduksi lebih banyak katekolamin. Selama proses adaptasi itu, pengguna
amfetamin akan mengalami depresi. Walaupun amfetamin berpengaruh pada
norepinefrin, serotonin, dan dopamine, pengaruhnya yang terbesar adalah pada
dopamine. Amfetamin juga berpengaruh pada neurotransmitter lain, seperti
asetilkolin (ACh), substansi P, opioida endogen, dan GABA. Pengaruh terhadap
kombinasi beberapa neurotransmitter ini akan menimbulkan perubahan metabolism
dan aliran darah dalam otak, terutama pada prefrontal, frontal, temporal, dan
subkortikal. Perubahan ini berkaitan dengan terjadinya stimulasi dan euphoria.

Amfetamin dimetabolisasi di hepar dan diekskresi dalam bentuk aslinya atau


dalam bentuk metabolitnya. Kecepatan eliminasi amfetamin melalui air seni

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 27


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

bergantung pada pH air seni. Semakin kecil pH, semakin besar kadar amfetamin
yang diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah. Pada pH yang tinggi (alkalis),
metabolism amfetamin dalam hepar juga berlangsung lebih lama. Psikosis karena
amfetamn juga lebih berat pada orang yang pH air seninya alkalis. Asidifikasi air
seni untuk mempercepat ekskresi amfetamin tidak dianjurkan karena memperbesar
risiko terjadinya gagal ginjal. Semakin banyak amfetamin yang tersebar di dalam
jaringan ekstravaskular sebagai akibat penggunaan yang sering atau ketika toleransi
sudah terjadi.

Metilfenidat bekerja seperti amfetamin, tetapi pada bagian otak yang berbeda
dengan tempat kerja amfetamin.

Met-amfetamin HCl akan dipesah menjadi senyawa lain bila dipanaskan. Oleh
karena itu, met-amfetamin HCl tidak bisa dibakar dan tidak bisa dipakai dengan
cara merokok. Sebaliknya, free-base metamfetamin menguap pada suhu di atas
200oC. oleh karena itu, free-base met-amfetamin bisa digunakan seperti rokok.
Sebaliknya, dekstro-amfetamin tidak dapat dibakar karena akan rusak. Free-base
metamfetamin diberi nama ICE, speed, crystal, crank atau go.begitu ICE dirokok,
langsung diabsorbsi langung ke dalam darah dan berlangsung sampai empat jam.
Sesudah itu, kadarnya dalam darah menurun secara progresif. Waktu paruh met-
amfetamin adalah sebelas jam. Sesudah beredar ke otak, 60% met-amfetamin
dimetabolisasi di hati untuk diekskresi melalui ginjal, sisanya diekskresi dalam
bentuk met-amfetamin dan sebagian kecil dalam bentuk amfetamin.

Penelitian mutakhir, menunjukkan bahwa MDMA maupun met-amfetamin


merusak neuron yang sifatnya ireversibel, bahakn mematikan neuron, yaitu neuron
dopaminergik dan serotoninergik.

Pengaruh terhadap Pengguna

Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,


jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Secara umum dapat dikatakan
bahwa untuk amfetamin sendiri yang dikategorikan dosis rendah sampai dosis
sedang, adalah 5-50 mg, biasanya secara oral, sedangkan yang dikategorikan dosis
tinggi adalah lebih dari 100 mg, biasanya secara intravena. Dekstroamfetamin
mempunyai potensi 3-4 kali potensi amfetamin. Untuk dekstroamfetamin, yang
dimaksud dosis rendah sampai sedang adalah 2,5-20 mg, ssedangkan dosis tinggi
adalah 50 mg atau lebih. Met-amfetamin bahkan lebieh poten. Oleh karena itu,
rentang dosis rendah dan menengah maupun untuk dosis tinggi adalah lebih kecil.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 28


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Dosis kecil semua jenis amfetamin akan menaikkan tekanan darah,


mempercepat denyut nadi, melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan,
menimbulkan euphoria, menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa
lelah dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa
kuat. Walaupun penampilan motorik meningkat, dapat terjadi gangguan deksteritas
dan ketrampilan motorik halus.

Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernapasan,


menimbulkan tremor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas motoorik, insomnia,
agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan
mengurangi tidur.

Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat


menimbulkan perilaku stereotopikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus
tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindak kekerasan, waham
curiga, dan anoreksia yang berat.

Dosis toksik amfetamin sangat bervariasi. Reaksi yang hebat dapat timbul pada
dosis kecil (20-30 mg) sekalipun, tetapi pada orang yang belum mengalami
toleransi, ada juga yang tetap hidup pada dosis 400-500 mg. Pada mereka yang
sudah mengalami toleransi, bahkan bisa tetap hidup dengan dosis yang lebih besar
lagi.

Sindrom putus zat pada amfetamin tidak sedramatis seperti gejala putus zat
pada opioida. Gejala putus zat itu antara lain ditandai dengan nafsu makan
bertambah, berat badan bertambah, energy berkurang, kebutuhan tidur meningkat.
Waham masih dijumpai beberapa lama sebagai akibat penggunaan amfetamin,
bukan sebagai akibat putus zat.

Met-amfetamin mempunyai masa kerja 6-8 jam. Euphoria yang begitu kuat atau
rush dicapai dalam beberapa menit pada penggunaan dengan cara dirokok atau
suntikan intravena, 2-5 menit pada penggunaan secara disedot melalui hidung, dan
15-20 menit pada penggunaan secara oral. Penggunaan met-amfetamin dalam dosis
tinggi berulang kali sering dihubungkan dengan perilaku kekerasan dan psikosis
paranoid. Dosis yang demikian tinggi dan berulang itu menyebabkan berkurangnya
dopamine dan serotonin untuk jangka waktu yang lama.perubahan ini tampak
ireversibel karena pengaruh met-amfetamin terhadap neuron dopaminergik dan
seroroninergik dapat berlangsung lebih dari satu tahun. Perubahan perilaku yang
jelas tidak terlihat, tetapi dapat menimbulkan perubahan pola tidur, fungsi seksual,
depresi, gangguan motorik dan psikosis dengan waham mirip skizofrenia paranoid,

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 29


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

seperti yang terjadi pada penggunaan kronis kokain. Tidak seperti pada psikosis
akibat kokain, psikosis akibat metamfetamin dapat berlangsung beberapa minggu
lamanya. Pada penggunaan jangka lama met-amfetamin, terjadi pengurangan
kepadatan dan jumlah neuron di lobus frontalis dan ganglia basalis.

MDMA sebanyak 75-150 mg yang dikonsumsi secara oral akan


memperlihatkan gejala setelah 30 menit dengan puncak gejala tercapai ditandai
dengan euphoria, meningkatnya kemampuan hubungan interpersonal, lebih mudah
menghayari perasaan orang lain, ansietas, panic, otot berkontraksi sehingga tejadi
bruksisme, gigi berkerut-kerut, gerakan otot tidak terkendali (tripping), emosi
menjadi labil, mulut kering (haus), banyak berkeringat, tekanan darah meningkat,
denyut jantung bertambah cepat, mual, penglihatan kabur, gerakan cepat bola mata,
dan kebingungan.

Komplikasi Medis

Penggunaan amfetamin melalui suntikan dapat menyebabkan terjadinya


angilitis atau perdarahan intraserebral, kejang, dan koma.

Pada penggunaan amfetamin dosis tinggi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
psikosis dan gangguan mental lain, pengurangan berat badan, penyakit infeksi
akibat kurang menjaga kesehatan tubuh, serta penyakit lain akibat efek langsung
amfetamin sendiri, atau akibat kebiasaan makan yang buruk, kurang tidur, atau
penggunaan alat suntik yang tidak steril.

Selain komplikasi medis, pengguna amfetamin yang kronis akan mengalami


kemunduran dalam kehidupan individual, social dan pekerjaan. Penggunaan
amfetamin yang paling sering menyebabkan psikosis.

Belum dapat dibuktikan bahwa amfetamin dapat menimbulkan cacat


congenital, tetapi sudah terbukti bahwa bayi yang lahir dari seorang perempuan
pengguna amfetamin akan mempunyai berat badan yang kurang, mengalami
hambatan dalam pertumbuhan, serta perdarahan intraserebral. Setelah besar, bayi
tersebut akan mengalami deficit pada psikometrik, kemampuan akademik yang
buruk, masalah perilaku, perlambatan fungsi kognitif, dan gangguan penyesuaian
diri.

Met-amfetamin dalam jumlah banyak merusak ujung sel saraf. Dalam dosis
tinggi, met-amfetamin meningkatkan suhu badan dan kejang, yang bisa berakibat
kematian. Seperti amfetamin, penggunaan jangka pendek met-amfetamin akan
meningkatkan perhatian, mengurangi rasa letih, mengurangi nafsu makan,,

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 30


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

euphoria, napas cepat, dan hipertermia. Pada penggunaan jangka panjang, met-
amfetamin dapat menimbulkan waham, halusinasi, gangguan afek, aktivitas
motoroik berulang, dan nafsu makan berkurang. Met-amfetamin dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskular, seperti takikardia, aritmia jantung, tekanan
darah naik, stroke, endokarditis, abses pada kulit (pengguna intravena).

Penggunaan kronis MDMA mengganggu daya ingat, konsentrasi, belajar, dan


tidur. Penggunaan yang kronis MDMA dapat merusak ginjal dan system
kardiovaskular. Penggunaan MDMA bersamaan dengan alcohol sangat berbahaya
dan dapat berakibat fatal.

2.8.3.e. HALUSINOGEN

Berdasarkan struktur kimiawinya, halusinogen dibagi menjadi beberapa golongan:


(Joewana, 2005)

1. Asam lisergik: LSD


2. Fenetilamin: meskalin
3. Indolalkil amin: psilosibin, DMT (dimtiltriptamin)
4. Atropine
5. Derivate opioid yang mempunyai sifat agonis dan antagonis morfin, seperti nalorfin,
siklazosin
6. Lain-lain: pala (mutmeg), harmin, ibogain

LSD-25 biasanya digunakan secara oral dan jarang digunakan untuk rokok maupun
suntikan. Mengandung 100-300 mikrogram yang digunakan secara oral. Biasanya
digunakan kertas serap yang ditaruh di mulut yang kemudian diabsobsi melalui selaput
lendir mulut. (Joewana, 2005)

Psilosibin dan psilosin terdapat dalam jamur Psilocybe Mexicana, yang biasanya
dimakan dengan dosis 250 mikrogram/kg/BB. (Joewana, 2005)

Meskalin berasal dari tanaman kaktus yang dikonsumsi secara oral dengan dosis 5-6
mg/kg/BB dan terkadang dihancurkan menjadi serbuk yang digunakan secara suntikan.
(Joewana, 2005)

DMP dan DET biasanya digunakan secara inhalasi atau dirokok karena penggunaan
secara oral kurang efektif. (Joewana, 2005)

MDA biasanya dikonsumsi dengan cara oral walaupun terkadang secara nasal atau
suntikan. (Joewana, 2005)

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 31


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

LSD dan halusinogen lain yang mirip LSD berpengaruh melalui neuron serotonergic
karena LSD dan halusinogen yang mirip LSD mempunyai struktur kimia yang mirip
serotonin. Kekuatan setiap jenis halusinogen yang tergolong LSD bergantung pada kuatnya
afinitas zat tersebut terhadap reseptor serotonergic pascasinaps. LSD secara cepat diabsorbsi
dari saluran cerna dan mukosa mulut sehingga gejala klinis sudah tampak setelah sepuluh
menit. Walaupun waktu paruh LSD adalah 2-3 jam, gejala penggunaannya tetap bertahan
sampai 12 jam. LSD di metabolisme di hepar melalui proses hidroksilasi dan glukoronidasi.
Sebagian besar LSD diekskresi melalui empedu, tetapi LSD dapat dideteksi dalam air seni
sampai lima hari sesudah penggunaan yang terakhir. (Joewana, 2005)

Struktur kimia LSD-25 mirip 5 HT (hidroksi triptamin) atau serotonin dan DA


(dopamine), sedangkan efek klinisnya mirip meskalin dan psilosibin dan bekerja terutama
pada rafe nuclei. Efek subjektivitasnya (juga halusinogen), tergantung pada beberapa faktor
psikologis, seperti struktur kepribadian pemakai, emosi dan sikap selama pemakaian obat
dan lingkungan tempat penyalahgunaan dilakukan dan faktor fisik apakah pemakai saat itu
dalam keadaan lapar atau kenyang, lelah atau tidak, merasa hangat atau kedinginan serta
ada tidaknya pengalaman dengan zat-zat psikoaktif. (siregar, 1996)

Pemakaian 100-250 mikrogram LSD per-oral dalam beberapa menit akan


menyebabkan rasa pusing, lemah, mengantuk, mual, parestesia dan kadang timbul perasaan
tegang yang mereda dengan tertawa atau menangis. Seusdah 1-2 jam dapat timbul ilusi
visual, perubahan afek dan perubahan persepsi yang berulang seperti gelombang, tampak
siaga atau menarik diri. Pemakai juga merasa takut akan mengalami fragmentasi atau
disintegrasi diri. Ingatan atau bayangan akan suatu kejadian yang bertahan lama yang
disebut halusinasi. Persepsi waktu sangat berubah, waktu terasa berjalan lambat, pikiran dan
ingatan bisa menjadi sangat jelas sehingga justru menimbulkan perasaan tertekan/tidak
enak. Perasaan yang labil, berubah dari depresi ke bahagia, dari euphoria menjadi rasa
takut. Puncak efek psikologis dicapai dalam 2-3 jam setelah pemakaian. Setelah 4-5 jam,
pemakai akan merasa terasing, terpisah, dan sangat dikontrol. Seluruh gejala akan hilang
sesudah 8-12 jam. Semua efek psikologis dan fisik yang terjadi akan meningkat sesuai
dengan besarnya dosis. Efek tidak menenangkan yang paling lama terjadi akibat pemakaian
LSD adalah depresi, yang berlangsung hingga 8 bulan. (Siregar, 1996)

Halusinogen yang beredar dipasaran sering dicampur strychnine atau amfetamin untuk
memperpendek onset, memperpanjang waktu kerja dan meningkatkan intensitas
pengalaman psikedelik, padahal amfetamin sebenarnya juga bisa menambah ansietas
pemakai. Kematian langsung karena pemakaian LSD belum pernah terjadi. (siregar, 1996)

Toleransi terhadap LSD cepat terjadi, dapat tercapai dengan pemakaian 3-4 dosis
sehari, tetapi kepekaan cepat pulih kembali, dalam 2-3 hari setelah pemakaian dihentikan.
Toleransi silang ada antara LSD dengan meskalin dan psilosibin, tetapi tidak ada bukti
toleransi silang antara LSD dengan amfetamin atau ganja. Penghentian pemakaian secara
tiba-tiba tidak mengakibatkan gejala putus zat. Ketergantuangan psikologis juga jarang

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 32


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

terjadi, karena setiap pemakaian LSD memberi efek/pengalaman yang berbeda. (siregar,
1996)

2.8.3.f. ALKOHOL

Alcohol merupakan penekan susunan saraf. Etil alcohol adalah cairan jernih tidak
berwarna dan rasanya pahit. Alcohol diperoleh melalui proses peragian oleh mikro-
organisme (sel ragi) dari gula , sari buah, bji-bijian, madu, umbian dan getah kaktus
tertentu. Bir umumnya berkadar alcohol 3-5%, anggur minuman 10-14%, sherry port 20%
dan wiski, brensi, vodka, gin 40-50%. Departemen Kesehatan RI membagi minuman
beralkohol menjadi 3 kelompok: golongan A 1-5%, golongan B 5-20%, dan golongan C
20-55%.(Siregar, 1996)

Di dalam mulut, alcohol diserap oleh selaput lendir karena mudah menguap, sebagian
kecil juga masuk ke tubuh melalui paru-paru. Selanjutnya penyerapan akan terjadi cepat di
lambung dan usus halus. Minum alcohol bersama air atau air soda mempercepat absorbsi.
Apabila kadar alcohol dalam lambung terlalu tinggi akan terjadi hipersekresi mucus dan
penutupan pylorus sehingga penyerapan diperlambat, demikian juga pengaliran alcohol ke
usus. Setelah berada di usus, tidak ada lagi hambatan yang berarti terhadap proses
penyerapan. Setelah masuk aliran darah, alcohol akan beredar ke seluruh tubuh (jaringan
dan sel) dank arena larut dalam air, alcohol akan terkumpul terutama dijaringan tubuh yang
banyak mengandung air. Konsentrasinya sebanding dengan ukuran tubuh. (Siregar, 1996)

Metabolisme alcohol terjadi di dalam hepar yng akan dioksidasi menjadi asetaldehida
dan asetat, karbondioksida dan air, menghasilkan panas dan energy. Sisanya diekskresi
tanpa perubahan melalui urin, paru, dan kulit. (siregar, 1996)

Kebanyakan orang akan mulai mengalami gangguan kemampuan melakukan tugas


sehari-hari apabila kadar alcohol darah mencapai sekitar 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi motoric, persepsi sensorik, dan fungsi kognitif biasanya
terjadi pada kadar darah antara 31-65 mg/dl. (siregar, 1996)

Para alkoholik mengalami toleransi terhadap alcohol dan tetap dapat berfungsi pada
kadar yang sudah pasti akan mengakibatkan gangguan pada bukan alkoholik. Toleransi
tersebut mungkin bersifat metabolic, perilaku. Toleransi SSP terlihat dari adanya toleransi
silang antara alcohol dengan zat-zat penekan SSP lainnya seperti morfin, barbiturate. Pada
keadaan operasi, dosis obat anastesi akan dibutuhkan lebih besar dari non-alkoholik.
(siregar, 1996)

Komplikasi dari penggunaan alcohol dapat menyebabkan hiperlaktasidemia. Apabila


terjadi peningkatan kadar laktat dapat mengakibatkan hiperurikemia. Serangan kejang pada
delirium tremens disebabkan meningkatnya kadar asam urat dalam darah. Pada penderita
gout, dapat menyebabkan peningkatan asam urat. Selain itu juga dapat menyebabkan
GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 33
BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

dilatasi jantung, hipertrofi, dan gagal jantung kongestif pada peminum alcohol kronis.
(Joewono, 2005)

Penderita kemungkinan mengalami infeksi akibat terjadi penurunan imunitas tubuh


yang disebabkan oleh: (joewana, 2005)

1. Alcohol menghambat aktivitas bakterisidal serum, terganggunya produksi


immunoglobulin, dan berkurangnya komplemen C
2. Daya tahan tubuh menurun karena faktor makanan
3. Terhalangnya daya tahan mekanis, terutama pada sistem pernapasan.

Peradnagan pada selaput lendir saluran napas bagian atas disebabkan oleh efek
langsung uap alkohol sehingga terjadi bronchitis. Alkohol juga menganggu refleks glottis
sehingga mudah terjadi aspirasi pneumonia dan abses paru. Intoksikasi alkohol sering
menyebabkan apneu waktu tidur. (joewana, 2005)

2.8.4. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


PENYALAHGUNAAN NAPZA

Terdapat 3 faktor pemicu seseorang dalam penyalahgunaan narkoba, yaitu :


2.8.4.a. Faktor Diri
o Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berpikir
panjang tentang akibatnya dikemudian hari.
o Keinginan untuk mencoba-coba karena penasaran.
o Keinginan untuk bersenang-senang.
o Keinginan untuk dapat diterima dalam satu komunitas atau lingkungan
tertentu.
o Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant.
o Lari dari masalah, kebosanan, dan kegetiran hidup.
o Mengalami kelelahan dan menurunnya semangat belajar.
o Menderita kecemasan dan kegetiran.
o Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini adalah gerbang
kea rah penyalahgunaan narkoba.
o Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya.
o Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan
menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
o Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi dalam
lingkungan pergaulan atau lingkungan keluarga.
o Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
o Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 34


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

o Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan


menimbulkan masalah.
o Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan
atau kelompok pergaulan untuk mencoba narkoba.
o Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.
2.8.4.b. Faktor Lingkungan
o Broken home.
o Terdapat anggota keluarga yang merupakan pengguna atau
penyalahguna atau bahkan pengedar gelap narkoba.
o Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa
atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar
gelap narkoba.
o Sering berkunjung ke tempat hiburan malam (cafe, diskotik, karaoke,
dll).
o Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur.
o Lingkungan keluarga yang kurang harmonis.
o Lingkungan keluarga dimana tidak ada kasih saying, komunikasi,
keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya.
o Orang tua yang otoriter.
o Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh,kurang/tanpa
pengawasan.
o Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang di luar rumah.
o Lingkungan social yang penuh persaingan dan ketidakpastian.
o Kehidupan perkotaan yang hiruk-pikuk, orang tidak dikenal secara
pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya
pengawasan social dari masyarakat, kemacetan lalu lintas, kekumuhan,
pelayanan publik yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas.
o Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
2.8.4.c. Faktor Ketersediaan Narkoba
o Narkoba makin mudah didapat dan dibeli.
o Harga narkoba semakin murah dan terjangkau.
o Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk
kemasan.
o Modus operan ditindak pidana narkoba makin sulit diungkap oleh aparat
hukum.
o Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
o Sulit terungkapnya kejahatan komputer dan pencucian uang yang bias
membantu bisnis perdagangan gelap narkoba.
o Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi
pembuatan narkoba.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 35


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

o Bisnis narkoba menjanjikan keuntungan yang besar.


o Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yang kuat dan
professional
o Bahan dasar narkoba (prekusor) beredar bebas di masyarakat.

2.8.5. PENATALAKSANAAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

Opiod
o Pendidikan dan Penukaran Jarum
Sangat penting bagi pengguna opioid untuk diajarkan praktik sex yang aman,
mengingat faktor resiko tertular HIV pada pengguna opioid. Juga pentiing
untuk dijelaskan tidak amannya penggunaan jarum suntik secara bersama
sama
o Metadon
Metadon bekerja dengan menekan gejala putus obat yang dialami pengguna.
Lama kerja metadon melebihi 24 jam, sehingga dosis sehari sekali adalah
adekuat.
o Opioid lainnya
Opioid yang biasa digunakan adalah Levo-acetylmethadol (LAMM).
Berbeda dari metadol, LAMM dapat diberikan dalam dosis 30 sampai 80 mg
tiga kali Antagonis Opiat
Antagonis opiad bekerja untuk menghambat efek opiat dan opioid. Obat ini
tidak memiliki efek narkoti dan tidak menyebabkan ketergantungan. Obat
yang biasa digunakan adalah naloxone dan naltrexone
o Psikoterapi
Psikoterapi iindividual, terapi perilaku, terapi kognitif-perilaku, terapi
keluarga, kelompok pendukung, dan latihan keterampilan social.
o Komunitas Terapeutik
Komunitas terapeutik adalah suatu tempat tinggal yang anggotanya semua
memiliki masalah penyalahgunaan zat yang sama, dimana staf yang
mengelolanya adalah orang ang sebelumnya mengalami ketergantungan zat

Nikotin

Pemberian saran kepada pengguna nikotin/perokok dilakukan dengan


menentukan tanggal berhenti pada pasien yang menyatakan dirinya sudah siap
berhenti. Setiap keputusan target berhenti yang ditentukan oleh pasien harus
dihargai, walaupun lebih baik jika langsung berhenti, namun terkadang pasien
lebih memilih untuk mengurangi perlahan frekuensi merokok hingga berhenti
total.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 36


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

a) Terapi Psikososial
Terapi psikosial yang dilakukan ialah terapi perilaku yang salah satunya
dengan pengendalian stimulus dengan merokok cepat. Tindakan ini
dilakukan dengan mengaharuskan perokok merokok berulang kali sampai
merasa mual agar merokok terasosiasikan dengan sensasi yang tidak
menyenangkan
b) Terapi Psikofarmakologis
Terapi Sulih Nikotin
Terapi sulih dilakukan dalam periode singkat rumatan yaitu 6-12
minggu, kemudian diteruskan dengan periode pengurangan bertahap
yaitu 6-12 minggu.
o Permen karet Nikotin (Nicorette) adalah produk yang dijual bebas
yang melepaskan nikotin melalui kunyahan dan absorbsi bukal.
Tersedia varian 2 mg untuk perokok yang merokok kurang dari 25
batang per hari, dan varian 4 mg untuk perokok yang merokok
lebih dari 25 batang per hari. Perokok dianjurkan menggunakan 1-
2 permen karet per jam setelah penghentian mendadak.
o Koyo nikotin juga bisa digunakan dan juga dijual bebas, koyo
dipasang tiap pagi dan menghasilkan konsentrasi nikotin setengah
dari konsentrasi yang biasa didapat dari merokok.
o Sempotan hidung nikotin (Nicotrol) hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter. Nicotrol ini menghasilkan konsentrasi yang
mendekati konsentrasi yang didapatkan dari merokok sebatag
rokok kretek.
o Obat hirup (inhaler) nikotin, produk ini bisa didapatkan hanya
dengan resep dokter. Nikotin diserap di atas tenggorokan.
Keuntungan utama obat hirup adalah obat ini memberi substitusi
perilaku terhadap merokok.
Pengobatan Non-nikotin
o Bupropion (Zyban) adalah obat anti depresan yang memiliki aksi
dopaminergik maupun adrenergik, diberikan dengan dosis 300
mg .
o Nortriptilin (Pamelor)
o Klonidin (Catapres), obat ini dapat menurunkan aktivitas simpatis
lokus seruleus sehingga dapat meredakan gejala putus zat.
Klonidin tersedia dalam bentuk koyo atau per oral.
o Benzodiazepin (10-30 mg/hari)

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 37


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

o Vaksin Nikotin , menghasilkan antibody spesifik-nikotin dalam


otak sedang diteliti di National Institute on Drug Abuse.
Lingkungan bebas rokok.

Kokain
Sebagian besar pengguna kokain tidak datang untuk terapi secara
sukarela. Pengalaman mereka dengan zat terlalu positif dan efek negative
dianggap terlalu minimal untuk mengharuskan mereka mencari terapi. Mereka
yang tidak mencari terapi sering mengalami gangguan terkait polizat, lebih
sedikit konsekuensi negative yang dikaitkan dengan penggunaan kokain, lebih
sedikit kewajiban terkait pekerjaan atau keluarga, serta peningkatan kontak
dengan system hukum dan aktivitas illegal.
Rintangan utama yang harus diatasi dalam penanganan gangguan terkait
kokain adalah ketagihan intens pengguna terhadap zat tersebut. Meski studi
pada hewan menunjukkan bahwa kokain merupakan penginduksi poten untuk
melakukan swa-pemberian, studi ini juga menunjukkan bahwa hewan
membatasi penggunaan kokain bila penguat negative secara eksperimental
dikaitkan dengan asupan kokain. Pada manusia, penguat negative dapat
mengambil bentuk masalah terkait keluarga atau pekerjaan yang disebabkan
penggunaan kokain. Oleh karena itu, klinisi sebaiknya mengambil pendekatan
penanganan yang luas dan mencakup strategi social, psikologis, dan mungkin
biologis dalam program terapi.
Mencapai abstinensi kokain pada pasien mungkin memerlukan rawat inap
komplet atau parsial untuk menjauhkan pasien dari situasi social tempat mereka
biasa mendapatkan atau menggunakan kokain. Tes urin yang sering dan tak
berjadwal hampir selalu diperlukan untuk memantau abstinensi berkelanjutan
pasien, terutama pada minggu-minggu dan bulan-bulan pertama penanganan.
Terapi pencegahan relaps adalah terapi yang bergantung pada teknik kognitif
dan perilaku sebagai tambahan rawat inap dan terapi rawat jalan untuk
mencapai tujuan abstinensi.
Intervensi psikologis biasanya mencakup modalitas individual, kelompok,
dan keluarga. Pada terapi individual, terapis sebaiknya berfokus pada dinamika
yang mengarah ke penggunaan kokain, efek kokain yang dianggap positif, dan
cara lain untuk mencapai efek ini. Terapi kelompok dan kelompok dukungan
seperti Narcotics Anonymous, sering memfokuskan pada diskusi dengan orang-
orang lain yang menggunakan kokain serta berbagi pengalaman masa lalu dan
metode penyelesaian masalah yang efektif. Terapi keluarga sering kali
merupakan komponen esensial strategi penanganan. Isu yang lazim
didiskusikan dalam terapi keluarga adalah cara perilaku pasien di masa lalu

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 38


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

yang telah melukai keluarga dan respons anggota keluarga terhadap perilaku
ini. Namun, terapi keluarga sebaiknya juga memfokuskan pada masa depan
serta perubahan aktivitas keluarga yang dapat membantu pasien menjauhi zat
dan mengalihkan energi ke arah lain. Pendekatan ini dapat digunakan dengan
basis rawat jalan.

Kanabis
Penanganan penggunaan kanabis bergantung pada prinsip sama seperti
penganan penyalahgunaan zat lain-abstinensi dan dukungan. Abstinensi dapat
dicapai dengan melalui intervensi langsung, seperti rawat inap, atau melalu
pemantauan ketat berbasis rawat jalan dengan menggunakan penapisan zat
dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis hingga 4 minggu setelah
penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui psikoterapi individual, keluarga
atau kelompok. Edukasi sebaiknya menjadi batu pijakan untuk program
abstinensi maupun dukungan. Seorang pasien yang tidak memahami alasan
intelektual untuk menyatakan adanya masalah penyalahgunaan zat memiliki
motivasi kecil untuk berhenti. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas
mungkin berguna sebagai pereda jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien
lain, penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan depresi yang
mendasari yang dapat merespon terapi antidepresan spesifik.

Alkohol

a. Perioperatif Pasien Dalam Pengaruh Alkohol

Pada pasien yang telah biasa mengkonsumsi alkohol terjadi keruskan


pada hati. Akibat dari hilangnya kapasitas hati ini akan menunjukkan respon
yang tidak sesuai terhadap stres saat operasi, meningkatkan risiko pendarahan,
hingga kematian. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan operasi harus
dipertimbangkan secara matang. Faktor risiko dalam pembedahan bergantung
pada derajat disfungsi hati, jenis operasi, dan keadaan pasien sebelum operasi.
Faktor comorbid seperti coagulopathy, volume intravascular, fungsi ginjal,
elektrolit, keadaan kardiovaskular, dan nutrisi harus diidentifikasi terlebih
dahulu sebelum dilakukan operasi. Persiapan yang optimal, akan menurunkan
kematian dan komplikasi karena operasi.

b. Preoperative

Sangatlah penting untuk mengidentifikasi pasien dengan gangguan


penyalahgunaan alkohol sebelum operasi. Cara skrining untuk mendeteksi

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 39


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

kadar penggunaan alkohol antara lain dengan melakukan tes skrining frekuensi
dan kuantitas (contohnya the Alkohol Use Disorders Identification Test) dan
skrining untuk mengetahui adanya penyalahgunaan maupun ketergantungan
(contohnya the CAGE Questionnaire).10 Riwayat penggunaan alkohol
sebelumnya, kondisi mental, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
harus dinilai. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain complete
blood count, platelet count, elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine, glucose,
enzim hati, albumin, bilirubin, tes pembekuan, kalsium, magnesium,
phosphorus, dan electrocardiogram.
Detoksifikasi preoperative pada pasien dengan penggunaan alkohol dapat
menurunkan risiko kematian selama operasi. Beberapa pasien mungkin tidak
dapat melakukan detoksifikasi sebelum operasi karena merupakan kasus
emergensi, untuk itu terapi propilaksis (contohnya pemberian dosis
benzodiasepin terjadwal selama periode perioperatif) dapat mencegah
timbulnya alkohol withdrawal. Terapi harus segera dimulai setelah menurunnya
konsumsi alkohol. Melakukan profilaksis lebih awal dan adekuat dapat
menurunkan komplikasi postoperatif dan mempersingkat waktu perawatan di
ICU (intensive care unit).

c. Intraoperative

Pasien dengan penggunaan alkohol memerlukan perhatian serius selama


operasi. Adanya peningkatan keperluan analgesia dan anesthesia serta adanya
stress pembedahan dapat terjadi selama operasi. Penghitungan dosis obat
anestesi yang diberikan pada pasien alkoholik berbeda dengan pasien non-
alkoholik karena perlu diperhatikan adanya perubahan kerja obat, seperti halnya
propanolol dan Phenobarbital yang durasi kerjanya bertambah panjang dengan
adanya alkohol.
Karena patofisiologi yang mirip, respon stress pada pembedahan dan alkohol
withdrawal memiliki efek aditif. Respon stress pembedahan merangsang
perubahan fisiologis multiple yaitu: peningkatan denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, dan peningkatan kadar katekolamin pada plasma. Tingkat
keparahan dari gejala withdrawal berkorelasi dengan kadar katekolamin
plasma. Peningkatan frekuensi perdarahan yang memerlukan transfusi didapati
pada postoperatif pasien alkoholisme. Pasien alkoholisme yang mengalami
hipoksemia atau hipotensi intraoperatif lebih rentan mengalami delirium
postoperatif. Pasien dengan penyalahgunaan alkohol umumnya telah terjadi
gangguan hati sehingga pemilihan obat sebisa mungkin menghindari semakin
beratnya kerja hati. Anestesi umum menurunkan aliran darah total hati. Dari

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 40


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

semua gas anestesi, halothane dan enflurane dapat menurunkan aliran darah
arteri hepatic melalui vasodilasi pembuluh darah dan efek ringan inotropic
negative. Isoflurane merupakan pilihan yang paling aman dibandingkan halotan
pada pasien dengan penyakit hati karena dapat meningkatkan aliran darah
heparik. Efek obat yang bekerja menghambat neuromuscular dapat memanjang
pada pasien dengan penyakit hati. Atracurium direkomendasikan sebagai obat
pilihan karena ia tidak diekskresikan melalui hati maupun ginjal. Obat-obatan
seperti morfin, meperidine, benzodiazepine, dan barbiturate harus dipergunakan
dengan hati-hati karena mereka di metabolism di hati. Secara umum, dosis
mereka hendaknya diturunkan 50%. Fentanyl merupakan narcotic yang lebih
sering digunakan. Pada kondisi intoksikasi alkohol akut dengan kesadaran
menurun dengan risiko aspirasi dan pneumonia, serta membutuhkan
pembedahan live-saving, prosedur yang direkomendasikan :

1) Transquilizer : diazepam IV (10 15 mg; maksimal 0,15mg/kgBB) atau


midazolam (0,12mg/kgBB) atau promethazine.
2) Kontrol isi lambung : H1 dan H2 bloker, promethazine dan ranitidine
IV; pengosongan lambung : metoclopramide (5 mg IV).

3) Intubasi endotrakea : bila memungkinkan dengan awake intubation.

4) Rapid sequence induction : thiopental 4 mg/kgBB atau midazolam


0,25/kgBB.

5) Relaksasi : paralisis : dosis besar vecuronium0,15 mg/kgBB.

6) Maintenance dengan agen inhalasi : respirasi kendali, disarankan dengan


enfluran. Isofluran kurang memuaskan karena fenomena alkoholic
withdrawal.

d. Pascaoperative

Pasien dengan penyalahgunaan alkohol memerlukan perhatian secara


intensif untuk mendeteksi withdrawal syndrome dan meminimalkan
komplikasi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan mortalitas
dan morbiditas postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Bila
dibandingkan dengan pasien tanpa penggunaan alkohol, pasien dengan
penyalahgunaan alkohol memiliki waktu yang lebih lama untuk tinggal di ruang
perawatan intensif dan rumah sakit. Kompllikasi postoperasi yang paling sering

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 41


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

ditemukan pada pasien ini adalah infeksi, pendarahan, dan gangguan kerja
kardiopulmonal. Beberapa mekanisme patogenik yang diperkirakan berperanan
dalam meningkatkan terjadinya komplikasi telah dipelajari, diantaranya
ketidakmampuan sistem imun, ketidakseimbangan hemostatik, dan kegagalan
penyembuhan luka. Penyalahgunaan alkohol kronis telah diketahui
menyebabkan terjadinya cardiomyopaty, dan pasien dengan alkohol mengalami
penurunan volume curah jantung. Penekanan fungsi jantung dapat memicu
meningkatnya risiko terjadinya iskemik dan aritmia. Perioperative aritmia dapat
terjadi tanpa adanya penyakit jantung sebelumnya. Meningkatnya waktu dan
episode pendarahan sehingga memerlukan transfuse telah sering terjadi
postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Pengguna alkohol
kronis mengalami penurunan aktifitas dan proliferasi sel T, sehingga terjadi
perlambatan penyembuhan luka. Pada pasien dengan sirosis, kegagalan hati
merupakan penyebab kematian postoperasi yang paling sering. Obat sedatif dan
penghilang nyeri harus diberikan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya
encepalopati hepatic. Fungsi ginjal harus seIalu diawasi karena adanya risiko
hepatorenal sindrom dan perpindahan cairan yang dapat terjadi setelah operasi.
Pemberian makanan melalui enteral secepatnya diyakini akan meningkatkan
keberhasilan pengobatan.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 42


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

NAPZA dibagi menjadi 3 golongan yang berdasarkan efek kerjanya yaitu;


golongan depresan, stimulan, dan halusinogen.
Penyebab seseorang bisa terjerumus pada zat tersebut adalah dari faktor
individu yang rasa ingin tahu yang salah, faktor keluarga yang kurang didikan dan
pengawasan, dan faktor psikososial yang bisa didapatkan dari keluarga, sekolah,
teman maupun lingkungan sekitar. Gangguan mental dan psikiatri juga dapat
merubah perilaku seseorang.
Berbagai gejala yang dapat timbul sesuai dari farmakokinetik dan
farmakodinamik zat tersebut dan efek yang ditimbulkannya baik dalam intoksikasi
dan gejala putus obat serta komplikasi juga dapat terjadi yang dapat
mengakibatkan kematian pada pengguna.

Saran

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 43


BLOK 17
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL KELOMPOK 6 ANGKATAN 2012 MODUL
1

Diharapkan setelah selesainya laporan hasil diskusi ini baik penulis ataupun
pembaca dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki agar secara pribadi
dapat terhindar dari penyalahgunaan NAPZA, dan sebagai pelayan kesehatan
mampu melaksanakan tugasnya dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan
NAPZA. Dalam hal ini, dibutuhkan juga kerjasama dari semua sektor yang terlibat
dan juga peran serta masyarakat agar penyalahgunaan NAPZA dapat diberantas
dengan tuntas.

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENYALAHGUNAAN ZAT 44

Anda mungkin juga menyukai