BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis atau semisintetis
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Adiksi dan dependensi dapat terjadi pada individu dikarenakan
perubahan fisik dan psikis sehingga timbul perasaan normal atau bahkan perasaan
lebih sehat setelah menggunakan zat tersebut. Jika penggunaan yang salah ini
dihentikan, dapat timbul efek yang tidak menyenangkan pada pengguna sehingga
membuat sesorang melakukan segala cara untuk mendapatkannya, termasuk
tindakan kriminal. Masalah-masalah ini yang membuat pengguna NAPZA kurang
diterima masyarakat dan harus ditolong agar terbebas dari jeratan kelam NAPZA.
B. Tujuan
BAB II
ISI
2.1 SKENARIO
Pertobatan Ginan
Berasal dari perasaan ditekan oleh lingkungan dan rasa ingin tahu yang besar, Ginan
memulai kisah panjang hidunpnya sebagai pengguna NAPZA. Tepatnya sejak tahun
1993, Ginan mengonsumsi obat-obatan anti depresan seperti Pil Koplo dan BK.
Ketka duduk dibangku SMA, Ginan lantas mencoba mengonsumsi ganja. Efek
sampingnya, matanya agak bengkak, tapi nafsu makan semakin meningkat. Di tahun
keduanya di bangku SMA, Ginan mencoba mengonsumsi putaw dengan cara dibakar
dan disuntik agar lebih hemat penggunaannya. Ketika uangnya habis untuk membeli
putaw, Ginan mulai menjual perabotan dikamar dan rumahnya.
Kantor polisi, pusat rehabilitasi bahkan pondok pesantren pun pernah dirasakannya.
Namun semua itu tidak membuat Ginan jera dan meniggalkan NAPZA. Lama
kelamaan, keluarga semakin jengah dengan kondisi Ginan. Ginan diusir dari rumah
lalu tinggal di jalan. Seiring waktu, satu per satu temannya pun pergi meninggalkan
Ginan.
Ginan yang merasa kurang cocok dengan putaw kembali mengonsumsi ganja dengan
sabu sabu serta minuman beralkohol. Sabu-sabu yang dikonsumsinya membuat Ginan
takut berlebihan atau paranoid. Meskipun demikian, Ginan berani mencuri buku-buku
perpustakaan kampusnya untuk dijual demi membeli sabu-sabu .
Tahun 2000, Ginan divonis menderita HIV. Dia sempat tak percaya, sebab
diasangkanya HIV hanya bisa menular melalui seks bebas, sesuatu yang selama ini
tidak pernah dilakukannya. Keajaiban yang dialaminya, berkali-kali selamat dari
Over Dosis (OD).
Dia memulai proses pengobatan dengan pemeriksaan fisik yang disertai konseling
adiksi dan konseling kondisi psikis. Terapi substitisi opiate selama beberapa waktu
untuk mengurangi rasa sakaw juga pernah dijalaninya. Dokter menekankan bahwa
semua pengobatan, keberhasilannya tetap dari kemauan orang itu untuk pulih.
Narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat
berat Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif
sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan.
Contoh : ganja, morphine , putauw adalah heroin tidak murni berupa
bubuk.
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol .
Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
codein dan turunannya
Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat , baik alamiah maupun sintetis, bukan
narkotika yang ber khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.
Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy
menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu - sabu
(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
Golongan II adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk
menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contoh : ampetamin dan metapetamin.
Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Con toh: lumubal,
fleenitrazepam .
Golongan IV adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam
Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain nark otika dan psikotropika yang
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :
Rokok
Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan
ketagihan.
Thiner dan zat lainnya , seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat,
bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan
10. Ada hubungan antara cara pemakaian NAPZA dengan cepatnya menyebabkan
efek bagi tubuh. Semakain cepat kandungan NAPZA beredar di darah. Maka
akan semakin cepat menimbulkan efek. Pemakaian denga cara disuntik lebih
cepat berefek dari pada memakai dengan cara dibakar, diisap atau ditelan.
11. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah.
12. Belum terjawab. Akan dibahas di Step 7: Sintesis Masalah
Penyalahgunaan NAPZA
Efek :
Stimulan
Depresan
Halusinogen
Kecanduan
Sakau
Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan kegiatan
belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal yang
berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang bisa
didapat.Kegiatan belajar mandiri ini dilaksanakan dari hari Selasa 3 Maret 2015
hingga Jumat, 6 Maret 2015.
2.8.1.a. KECANDUAN
2.8.1.b. KETERGANTUNGAN
2.8.1.c. TOLERANSI
Toleransi silang adalah suatu keadaan ketika seseorang yang toleran terhadap
suatu jenis NAPZA psikoaktif, juga toleran terhadap NAPZA psikoaktif lain yang
sifat farmakologinya sama. Mislanya, orang yang sudah toleran terhadap minuman
keras juga toleran terjadap iabt tidur. (KMKRI, 2010)
Opioid mengikat diri pada reseptor opioid yang berkonsentrasi pada daerah
reward system. Opioid mengaktivasi system reward melaui peningktan
neurotransmisi dopamine. Penggunaan opioid berkelanjutan membuat tubuh
mengandalkan diri kepada adanya drug untuk mempertahankan perasaan rewarding
dan perilaku normal lain. Seseorang tidak akan merasakan keuntungan reard alami
dan tidak dapat berfungdi normal tapa kehadiran opoid.
Di dalam otak, NAPZA dapat mengunci dari dalam (lock into) reseptor dan
memulai membangkitkan suatu reaksi berantai pengisian pesan listrik yang tidak
alami yang menyebabkan neuron melepaskan sejumlah besar neurotransmitter yang
tidak alami.
2.8.2.b. PARANOID
2.8.3.a. OPIOIDA
Opioida adalah nama suatu golongan zat, baik alamiah, semisintetik maupun
sintetik yang mempunyai khasiat seperti morfin. Manfaat opioida dalam kedokteran
adalah sebagai anlagesik. Opioida dibagi menjadi tiga golongan menurut asalnya :
berlangsung pada waktu yang tidak terbatas. Pada penggunaan terus menerus
dengan dosis tinggi, toleransi akan cepat timbul walaupun tidak sama kecepatannya
pada setiap efek. Pada penggunaan kronis, timbul semua toleransi terhadap efek
opioida, kecuali toleransi terhadap sifat menghambat pernapasan. Perbedaan inilah
yang sering menyebabkan kematian karena pengguna menambah dosis untuk
memperoleh efek euphoria, sedangkan toleransi terhadap pernapasan tidak terjadi
secepat toleransi terhadap euphoria. Ada toleransi silang di antara sesame opioida.
Bila sudah terjadi ketergantungan terhadap opioida, lalu jumlah penggunaan
dikurangi atau dihentikan, akan timbul gejalan putus zat. Toleransi hilang apabila
putus zat telah lewat.
Cara Mengonsumsi
Cara Kerja
Opioida bekerja dengan mengikat diri pada reseptor opioida yang terdapat pada
dinding neuron dan sel tertentu lain, misalnya leukosit serta pada saluran cerna.
Terdapat empat tipe reseptor opioida, yaitu reseptor mu, delta, gamma, dan kappa
yang mempunyai fungsi berbeda-beda. Reseptor mu dan kappa berperan pada
system perasaan, efek penguatan, nyeri,tekanan darah, kelenjar endokrin, dan
system pencernaan.
Opioida yang tergolong agonis kuat adalah morfin, meperidin, metadon, fentanyl
dan heroin. Agonis sedang adalah propoksifen dan kodein. Antagonis parsial adalah
pentasosin, sedangkan yang tergolong antagonis adalah nalokson dan naltrekson,
yang termasuk agoni-antagonis adalah butofarnol, buprenerfin dan nalbufen.
Otak menghasilkan senyawa sendiri yang mirip opioida, berasal dari peptide
pendahulu (prekursir), yaitu pro-opi-melano-cortin (POMC) yang akan menjadi beta
endorphin, proenkefalin yang akan menjadi enkefalin, prodinorfin yang akan
menjadi dinorfin.
Karena opioida bekerja pada berbagai resetor opioida disusunan saraf pusat,
opioida dapat menghilangkan atau mengurangi rasanyeri, menyenangkan,
menghilangkan batuk, menimbulkan rasa mual muntah, pupil menyempit, suhu
badan menurun, berbagain perubhahan pada system endokrin, euphoria, atau
sebaliknya disforia, menghilangkan depresi, mengurangi kecemasan, mengurangi
rasa marah, dan mengurangi rasa curiga. Pengaruh opioida terhadap system endokrn
adalah menghambat produksi gonadotropin-releasing homone (GnRH), yang pada
gilirannya akan menghambat luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH) sehingga menyebabkan gangguan siklus menstruasi, serta
mengurangi produksi testosterone. Opioida juga menghambat corticotropin
releasing factor (CRF) yang pada gilirannya akan menghambat produksi
adrenocortico-tropine hormone (ACTH). Opioida bekerja pada reseptor yang
terdaapatpada system gastrointestinal menyebabkan terjadinya konstipasi. Beberapa
jenis opioida tertentu, misalnya morfin, memacu pelepasan histamine sehingga
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dikulit dan rasa gatal, terutam dihidung,
opioida juga meningkatkan konstrisi otot sfingter saluran kencing sehingga terjadi
kesan retensi air seni dalam kandung kencing.
Lingkungan fisik (kamar tidur, ruang tamu, gang tempat membeli putaw),
penglihatan (melihat bubuk, alat sutuk, dan sebagainya), maupun suara, dapat
memicu keinginan kuat untuk menggunak opioida lagi walaupun sudah berbulan-
bulan, bahkan bertahun-tahun tidak menggunakan opioida. Penilitian pada tikus
percobaan menunjukkan perubahan faal yang sangat kuat pada pada daerah otak
yang berkaitan dengan proses belajar, emosi, dan pengambilan keputusan, yaitu di
korteks prefrontal yangberperan dalam perilaku yang bertujuan, korteks singular
yang berhubungan dengan pembiasaan dan ganjaran, serta kortek preoptik yang
berperan juga pada ganjaran. Jumlah neuron yang mengandung protein fos
meningkat. Pembesaran pada amigdala dari bagian sistem limbic (emosi dan
ingatan) membesar pada orang yang ketergantungan zat,sehingga ingin
menggunakan opioida lagi.
Opium
Dalam bahasa yunani opium berarti getah. Opium adalah getah berwarna putih,
seperti susu, keluar dari kotak biji tanaman Papaver somniferum yang belum
matang. Bila kotak biji ini diiris, keluarlah getah putih yangbila dikeringkan, akan
menjadi massa seperti karet berwarna kecoklatan. Setelah dikeringkan, massa
tersebuut dapat ditumbuk menjadi serbuk opium. Opium mengandung bermacam
alkaloida, diantaranya yang penting bagi ilmu kedokteran adalah alkaoida fenantren,
misalnya morfin, kodei, tebain, dan golongan bensilisokuinolin, yaitu papaverin dan
noskapin. Opium diolah sampai menghasilkan morfin dan kodeinmurni untuk
digunakan dalam bidang kedokteran. Dosis fatal opium adalah 300 mgr.
Morfin
Morfin adalah prtotipe analgetik yang kuat, tidk berbau, rasanya pahit,berupa
Kristal putih, yang semakin lama berubah menjadi kecoklatan. Pada penggunaan
yang teratur cepat terjadi toleransi dan ketergantungan. Morfin bekerja pada
reseptor saraf opioida yang sebagian besar terletak pada susunan saraf pusat dan
saluran cerna. Khasiat alagesik morfin lebih lebih efektif pada nyeri terus menerus
dan yang lokasinya berbatas jelas, dibanding rasa nyeri yang intermitten dan batas
tidak jelas. Dalam dosis cukup tinggi morfin dapat menhiangkan kolik empedu dan
ureter. Dapat menekan pusat pernapasan pada batang otak sehingga menyebabkan
hambatan pernapasa dan juga dapat menyebabkan kematian.
Pada pemeriksaan fisik, pupil mata menyempit, tekanan darah menurun, denyut
nadi lambat suhu badan sedikit turun, otot-otot melemah, dan jarang terjadi kejang.
Pada orang umum yang belum pernah menggunakan morfin akan timbul reaksi yang
sebaliknya, yaitu disforia, ketakutan, mual dan muntah. Kadang muncul reaksi
Morfin ditemukan dalam air seni sampai 2-5 hari sesudah penggunaan terakhir.
Dalam tinja morfin ditemukan 24 jam setelah penggunaan. Dosis fatal morfin
200mgr.
Kodein
Kodein adalah alkaloida alamiah yang terdapat dalam opium mentah sebanyak
0,7-2,5%. Kodein adalah opioida alamiah yang paling banyak digunakandalam
ppengobatan. Biasanya dibuat dari morfin yang terdapat pada opium/ kodein
mempunyai efek anal gesik lemah, sekita1/12 kekuatan analgesic morfin. Oleh
karena itu kodein tidak dipakai untuk menghilangkan rasa nyeri. Kodein adalah
antitusif (antibatuk) yang kuat. Dosis fatal kodein adalah 800mgr. kodein dijumpai
dalam air seni sampai dua hari sesudah pengguanaan terakhir.
Tebain
Tebain adalah opioida alamiah, terdapat dalam opium, tetapi jumlahnya sedikit.
Tebain dapat diolah menjadi senyawa yang berguna dalam bidang kedokteran,
seperti kodein, hidrokodon, oksikodon, nalbufin, dan nalokson.
Heroin
kurang lebih sama dengan 1,8-2,66 morfin. Potensi heroin lebih kuat dari morfin
karena heroin dapat menembus blood brain barrierlebih baik. Dosis fatal heroin
adalah 200mgr. heroin terdapat dalam air seni 1-2 hari sesudah penggunaan terakhir.
Dilaudid
Perkodan
Meperidin adalah opioida sintetik yang mempunyai efek analgesic 1/5 kekuatan
analgesic morfin, petidin mempunyai efek hipotensif karena mengakibatkan
vasodilatasi. Pada dosis tinggi, hal ini dapat menyebabkan kejang. Meperidin dalam
kedokteran tersedia dalam bentuk tablet oral dan suntikan. Dosis fatal meperidin
adal 1 gram.
Metadon
Metadon atau dolofin adalah opioida sintetik yang mempunyai masa kerja lebih
lama daripada morfin dan lebih efektif pada penggunaan secara oral dari morfin.
Metadon banyak dijumpai untuk detoksifikasi untuk ketergantungan morfin atau
heraoin, serta dalam methadhone maintenance program dengan harapan orang tidak
kembali pada ketergantungan morfin atau heroin. Di beberapa Negara, metadon
yang semula dipakai untuk tujuan terapi detoksifikasi secara legal, justru beredar
dipasar gelap dan disalahgunakan sehingga menimbulkan kematian akibat
overdosis. LAAM (l-alpha acetyl methadhol) adalah metadon yang mempunyai
masa kerja lama.
Buprenorfin
Pentazosin
Siklorfan
Nalorfin
Nalorfin mempunyai sifat campuran agonis dan antagonis opioida. Pada orang
yangtidak menggunakan opioida, nalorfin mempunyai efek seperti opioida. Pada
orang yang ketergantungan opioida , nalorfin mempunyai efek antagonis opioida.
Tes nalin dulu dipakai untuk menetukan apakah seseoran mengalami ketergantungan
opioida atau tidak. Juga digunakan untuk terapi pada intoksikasi ataua kelebihan
dosis opioida. Akan tetapi, karena naorfi justru memperberat hambatan napas yang
dsebabkan oleh zat yang bukan tergolong opoida (misalnya, barbiturate), nalin
tidak dipakai lagi.
Nalokson
Naltrekson
Naltrekson adalah antagonis murni yang mempunyai masa kerja yang lama.
Digunakan dalam program naltrekson untuk mencegah kambuhnya pasien yang
telah terlepas dari ketergantungan opioida. Bila pasien menggunakan naltrekson dan
mengonsumsi opioida, ia tidak akan mengalami euphoria karena efek euphoria
opioida dihalangin naltrekson.
2.8.3.b. KANABIS
Penatalaksanaan
Penanganan penggunaan kanabis bergantung pada prinsip sama
seperti penganan penyalahgunaan zat lain-abstinensi dan dukungan.
Abstinensi dapat dicapai dengan melalui intervensi langsung, seperti
rawat inap, atau melalu pemantauan ketat berbasis rawat jalan dengan
menggunakan penapisan zat dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis
hingga 4 minggu setelah penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui
psikoterapi individual, keluarga atau kelompok. Edukasi sebaiknya
menjadi batu pijakan untuk program abstinensi maupun dukungan.
Seorang pasien yang tidak memahami alasan intelektual untuk
menyatakan adanya masalah penyalahgunaan zat memiliki motivasi
kecil untuk berhenti. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas mungkin
berguna sebagai pereda jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien
lain, penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan
depresi yang mendasari yang dapat merespon terapi antidepresan
spesifik (Benjamin James Sadock V. A., 2012).
2.8.3.c. KOKAIN
Kokain adalah zat yang merangsang saraf pusat, seperti amfetamin, kafein,
nikotin dan khat. Ada dua jenis kokain, yaitu kokain HCl dan kokain freebase.
Kokain HCl rasanya lebih pahit dan lebih mudah larut dalam air dibandingkan
dengan bentuk freebase. Kokain yang beredar di pasar gelap biasanya tidak murni,
melainkan dicampur dengan gula, kafein, atau amfetamin agar volumenya kelihatan
besar sehingga keuntungan dalam penjualannya lebih banyak karena gula, kafein,
atau amfetamin harganya lebih murah. Kokain biasanya juga dicampur dengan
anestetik local (lidokain atau prokain) agar menimbulkan rasa beku sehingga
dipercaya oleh pembeli sebagia kokain murni. Biasanya kandungan kokain di pasar
gelap hanya sebesar 10%.
Kokain freebase berasal dari kokain HCl yang diekstrasi alkalinya. Kokain
freebase tidak berbau, rasanya pahit, berupa Kristal tidak berwarna atau berwarna
putih. Kokain freebase tidak mengalami perubahan kimiawi bila dibakar sehingga
dapat digunakan dengan dibakar dan diisap seperti merokok tembakau.crack adalah
kokain freebase yang bila dibakar berbunyi crackkkk. Crack juga bukan kokain
murni, melainkan tercampur dengan bahan pencampur dan terkontaminasi bahan
lain yang dipakai dalam proses pembuatannya.
Pasta kokain (paste, base, basa, pistilo, atau basuco) adalah kokain sulfat yang
biasa digunakan dengan mengoleskan pada sebatang rokok tembakau atau ganja,
lalu diisap. Pasta kokain berwarna kecoklatan.
Cara Mengonsumsi
Bila kokain HCl dikonsumsi melalui suntikan intravena, efek kokain akan
terasa dalam waktu yang pendek. Euphoria tercapai dalam waktu dua menit. Waktu
paruh kokain HCl adalah 40-60 menit.
Freease kokain biasanya diisap bersama ganja atau tembakau, atau melalui
sedotan gelas atau plastic pada sisi botol plastic.
penggunaan intravena, efek euphoria dicapai dalam waktu 30-45 detik. Pada
penggunaan intranasal, efek euphoria berlangsung 1-1,5 jam.
Cara Kerja
Kokain menyekat inisiasi dan konduksi impuls pada saraf tepi dengan cara
mencegah meningkatnya permeabilitas membrane sel terhadap ion sodium.
Penggunaan kokain secara topical menghasilkan pati rasa pada kulit yang mencapai
puncaknya dalam waktu 2-5 menit dan berlangsung selama 30-45 menit. Karena
refek yang vasokonstriktif itu, kokain juga banyak dipakai dalam bidang bedah THT
atau bidang bedah mata. Kokain adalah prototype dari anestesi local, seperti prokain
dan lidokain. Kokain sendiri tidak dipakai lagi sebagai anestesi local.
Pengaruh kokain yang paling jelas tampak adalah terhadap susunan saraf pusat,
dan system kardiovaskular. Kokain menimbulkan euphoria, menghilangkan lelah,
mengurangi kebutuhan tidur, dapat meningkatkan sensasi seksual, memperpanjang
orgasme, mengurangi nafsu makan, serta menambah energy. Energy yang
meningkat ini, bila disertai kecemasan, dapat menyebabkan tindak kekerasan.
Pengaruh kokain terhadap susunan saraf pusat bersifat bifasik. Pada dosis
rendah, kokain cenderung meningkatkan penampilan motorik, tetapi pada dosis
tinggi mengganggu penampilan motorik, tetapi pada dosis tinggi mengganggu
penampilan motorik, bahakn dapat terjadi tremor dan kejang. Pengaruh kokain
terhadap system kardiovaskuler juga bersifat bifasik. Pada dosis rendah, kokain
memperlambat denyut jantung, karena berpengaruh terhadap nervus vagus. Pada
dosis tinggi, kokain akan mempercepat denyut jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik. Kokain menyebabkan dilatasi pupil.
menimbulkan euphoria, pada suatu saat sejumlah kokain yang sama banyaknya
dapat menimbulkan gejala psikosis yang mirip dengan skizofrenia paranoid.
Pada waktu terjadi putus kokain, terjadi perubahan EEG, yaitu terjadinya ekses
gelombang alfa dan berkurangnya gelombang delta dan teta. Pada waktu putus
kokain juga terjadi perubahan penggunaan glukosa pada otak dan perubahan
hormonal, termasuk hormone yang berkaitan dengan prolaktin.
Berikut ini adalah ciri-ciri eksternal yang dapat dilihat pada pengguna kokain:
2.8.3.d AMFETAMIN
Cara Mengonsumsi
Cara Kerja
bergantung pada pH air seni. Semakin kecil pH, semakin besar kadar amfetamin
yang diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah. Pada pH yang tinggi (alkalis),
metabolism amfetamin dalam hepar juga berlangsung lebih lama. Psikosis karena
amfetamn juga lebih berat pada orang yang pH air seninya alkalis. Asidifikasi air
seni untuk mempercepat ekskresi amfetamin tidak dianjurkan karena memperbesar
risiko terjadinya gagal ginjal. Semakin banyak amfetamin yang tersebar di dalam
jaringan ekstravaskular sebagai akibat penggunaan yang sering atau ketika toleransi
sudah terjadi.
Metilfenidat bekerja seperti amfetamin, tetapi pada bagian otak yang berbeda
dengan tempat kerja amfetamin.
Met-amfetamin HCl akan dipesah menjadi senyawa lain bila dipanaskan. Oleh
karena itu, met-amfetamin HCl tidak bisa dibakar dan tidak bisa dipakai dengan
cara merokok. Sebaliknya, free-base metamfetamin menguap pada suhu di atas
200oC. oleh karena itu, free-base met-amfetamin bisa digunakan seperti rokok.
Sebaliknya, dekstro-amfetamin tidak dapat dibakar karena akan rusak. Free-base
metamfetamin diberi nama ICE, speed, crystal, crank atau go.begitu ICE dirokok,
langsung diabsorbsi langung ke dalam darah dan berlangsung sampai empat jam.
Sesudah itu, kadarnya dalam darah menurun secara progresif. Waktu paruh met-
amfetamin adalah sebelas jam. Sesudah beredar ke otak, 60% met-amfetamin
dimetabolisasi di hati untuk diekskresi melalui ginjal, sisanya diekskresi dalam
bentuk met-amfetamin dan sebagian kecil dalam bentuk amfetamin.
Dosis toksik amfetamin sangat bervariasi. Reaksi yang hebat dapat timbul pada
dosis kecil (20-30 mg) sekalipun, tetapi pada orang yang belum mengalami
toleransi, ada juga yang tetap hidup pada dosis 400-500 mg. Pada mereka yang
sudah mengalami toleransi, bahkan bisa tetap hidup dengan dosis yang lebih besar
lagi.
Sindrom putus zat pada amfetamin tidak sedramatis seperti gejala putus zat
pada opioida. Gejala putus zat itu antara lain ditandai dengan nafsu makan
bertambah, berat badan bertambah, energy berkurang, kebutuhan tidur meningkat.
Waham masih dijumpai beberapa lama sebagai akibat penggunaan amfetamin,
bukan sebagai akibat putus zat.
Met-amfetamin mempunyai masa kerja 6-8 jam. Euphoria yang begitu kuat atau
rush dicapai dalam beberapa menit pada penggunaan dengan cara dirokok atau
suntikan intravena, 2-5 menit pada penggunaan secara disedot melalui hidung, dan
15-20 menit pada penggunaan secara oral. Penggunaan met-amfetamin dalam dosis
tinggi berulang kali sering dihubungkan dengan perilaku kekerasan dan psikosis
paranoid. Dosis yang demikian tinggi dan berulang itu menyebabkan berkurangnya
dopamine dan serotonin untuk jangka waktu yang lama.perubahan ini tampak
ireversibel karena pengaruh met-amfetamin terhadap neuron dopaminergik dan
seroroninergik dapat berlangsung lebih dari satu tahun. Perubahan perilaku yang
jelas tidak terlihat, tetapi dapat menimbulkan perubahan pola tidur, fungsi seksual,
depresi, gangguan motorik dan psikosis dengan waham mirip skizofrenia paranoid,
seperti yang terjadi pada penggunaan kronis kokain. Tidak seperti pada psikosis
akibat kokain, psikosis akibat metamfetamin dapat berlangsung beberapa minggu
lamanya. Pada penggunaan jangka lama met-amfetamin, terjadi pengurangan
kepadatan dan jumlah neuron di lobus frontalis dan ganglia basalis.
Komplikasi Medis
Pada penggunaan amfetamin dosis tinggi, hal ini dapat menyebabkan terjadinya
psikosis dan gangguan mental lain, pengurangan berat badan, penyakit infeksi
akibat kurang menjaga kesehatan tubuh, serta penyakit lain akibat efek langsung
amfetamin sendiri, atau akibat kebiasaan makan yang buruk, kurang tidur, atau
penggunaan alat suntik yang tidak steril.
Met-amfetamin dalam jumlah banyak merusak ujung sel saraf. Dalam dosis
tinggi, met-amfetamin meningkatkan suhu badan dan kejang, yang bisa berakibat
kematian. Seperti amfetamin, penggunaan jangka pendek met-amfetamin akan
meningkatkan perhatian, mengurangi rasa letih, mengurangi nafsu makan,,
euphoria, napas cepat, dan hipertermia. Pada penggunaan jangka panjang, met-
amfetamin dapat menimbulkan waham, halusinasi, gangguan afek, aktivitas
motoroik berulang, dan nafsu makan berkurang. Met-amfetamin dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskular, seperti takikardia, aritmia jantung, tekanan
darah naik, stroke, endokarditis, abses pada kulit (pengguna intravena).
2.8.3.e. HALUSINOGEN
LSD-25 biasanya digunakan secara oral dan jarang digunakan untuk rokok maupun
suntikan. Mengandung 100-300 mikrogram yang digunakan secara oral. Biasanya
digunakan kertas serap yang ditaruh di mulut yang kemudian diabsobsi melalui selaput
lendir mulut. (Joewana, 2005)
Psilosibin dan psilosin terdapat dalam jamur Psilocybe Mexicana, yang biasanya
dimakan dengan dosis 250 mikrogram/kg/BB. (Joewana, 2005)
Meskalin berasal dari tanaman kaktus yang dikonsumsi secara oral dengan dosis 5-6
mg/kg/BB dan terkadang dihancurkan menjadi serbuk yang digunakan secara suntikan.
(Joewana, 2005)
DMP dan DET biasanya digunakan secara inhalasi atau dirokok karena penggunaan
secara oral kurang efektif. (Joewana, 2005)
MDA biasanya dikonsumsi dengan cara oral walaupun terkadang secara nasal atau
suntikan. (Joewana, 2005)
LSD dan halusinogen lain yang mirip LSD berpengaruh melalui neuron serotonergic
karena LSD dan halusinogen yang mirip LSD mempunyai struktur kimia yang mirip
serotonin. Kekuatan setiap jenis halusinogen yang tergolong LSD bergantung pada kuatnya
afinitas zat tersebut terhadap reseptor serotonergic pascasinaps. LSD secara cepat diabsorbsi
dari saluran cerna dan mukosa mulut sehingga gejala klinis sudah tampak setelah sepuluh
menit. Walaupun waktu paruh LSD adalah 2-3 jam, gejala penggunaannya tetap bertahan
sampai 12 jam. LSD di metabolisme di hepar melalui proses hidroksilasi dan glukoronidasi.
Sebagian besar LSD diekskresi melalui empedu, tetapi LSD dapat dideteksi dalam air seni
sampai lima hari sesudah penggunaan yang terakhir. (Joewana, 2005)
Halusinogen yang beredar dipasaran sering dicampur strychnine atau amfetamin untuk
memperpendek onset, memperpanjang waktu kerja dan meningkatkan intensitas
pengalaman psikedelik, padahal amfetamin sebenarnya juga bisa menambah ansietas
pemakai. Kematian langsung karena pemakaian LSD belum pernah terjadi. (siregar, 1996)
Toleransi terhadap LSD cepat terjadi, dapat tercapai dengan pemakaian 3-4 dosis
sehari, tetapi kepekaan cepat pulih kembali, dalam 2-3 hari setelah pemakaian dihentikan.
Toleransi silang ada antara LSD dengan meskalin dan psilosibin, tetapi tidak ada bukti
toleransi silang antara LSD dengan amfetamin atau ganja. Penghentian pemakaian secara
tiba-tiba tidak mengakibatkan gejala putus zat. Ketergantuangan psikologis juga jarang
terjadi, karena setiap pemakaian LSD memberi efek/pengalaman yang berbeda. (siregar,
1996)
2.8.3.f. ALKOHOL
Alcohol merupakan penekan susunan saraf. Etil alcohol adalah cairan jernih tidak
berwarna dan rasanya pahit. Alcohol diperoleh melalui proses peragian oleh mikro-
organisme (sel ragi) dari gula , sari buah, bji-bijian, madu, umbian dan getah kaktus
tertentu. Bir umumnya berkadar alcohol 3-5%, anggur minuman 10-14%, sherry port 20%
dan wiski, brensi, vodka, gin 40-50%. Departemen Kesehatan RI membagi minuman
beralkohol menjadi 3 kelompok: golongan A 1-5%, golongan B 5-20%, dan golongan C
20-55%.(Siregar, 1996)
Di dalam mulut, alcohol diserap oleh selaput lendir karena mudah menguap, sebagian
kecil juga masuk ke tubuh melalui paru-paru. Selanjutnya penyerapan akan terjadi cepat di
lambung dan usus halus. Minum alcohol bersama air atau air soda mempercepat absorbsi.
Apabila kadar alcohol dalam lambung terlalu tinggi akan terjadi hipersekresi mucus dan
penutupan pylorus sehingga penyerapan diperlambat, demikian juga pengaliran alcohol ke
usus. Setelah berada di usus, tidak ada lagi hambatan yang berarti terhadap proses
penyerapan. Setelah masuk aliran darah, alcohol akan beredar ke seluruh tubuh (jaringan
dan sel) dank arena larut dalam air, alcohol akan terkumpul terutama dijaringan tubuh yang
banyak mengandung air. Konsentrasinya sebanding dengan ukuran tubuh. (Siregar, 1996)
Metabolisme alcohol terjadi di dalam hepar yng akan dioksidasi menjadi asetaldehida
dan asetat, karbondioksida dan air, menghasilkan panas dan energy. Sisanya diekskresi
tanpa perubahan melalui urin, paru, dan kulit. (siregar, 1996)
Para alkoholik mengalami toleransi terhadap alcohol dan tetap dapat berfungsi pada
kadar yang sudah pasti akan mengakibatkan gangguan pada bukan alkoholik. Toleransi
tersebut mungkin bersifat metabolic, perilaku. Toleransi SSP terlihat dari adanya toleransi
silang antara alcohol dengan zat-zat penekan SSP lainnya seperti morfin, barbiturate. Pada
keadaan operasi, dosis obat anastesi akan dibutuhkan lebih besar dari non-alkoholik.
(siregar, 1996)
dilatasi jantung, hipertrofi, dan gagal jantung kongestif pada peminum alcohol kronis.
(Joewono, 2005)
Peradnagan pada selaput lendir saluran napas bagian atas disebabkan oleh efek
langsung uap alkohol sehingga terjadi bronchitis. Alkohol juga menganggu refleks glottis
sehingga mudah terjadi aspirasi pneumonia dan abses paru. Intoksikasi alkohol sering
menyebabkan apneu waktu tidur. (joewana, 2005)
Opiod
o Pendidikan dan Penukaran Jarum
Sangat penting bagi pengguna opioid untuk diajarkan praktik sex yang aman,
mengingat faktor resiko tertular HIV pada pengguna opioid. Juga pentiing
untuk dijelaskan tidak amannya penggunaan jarum suntik secara bersama
sama
o Metadon
Metadon bekerja dengan menekan gejala putus obat yang dialami pengguna.
Lama kerja metadon melebihi 24 jam, sehingga dosis sehari sekali adalah
adekuat.
o Opioid lainnya
Opioid yang biasa digunakan adalah Levo-acetylmethadol (LAMM).
Berbeda dari metadol, LAMM dapat diberikan dalam dosis 30 sampai 80 mg
tiga kali Antagonis Opiat
Antagonis opiad bekerja untuk menghambat efek opiat dan opioid. Obat ini
tidak memiliki efek narkoti dan tidak menyebabkan ketergantungan. Obat
yang biasa digunakan adalah naloxone dan naltrexone
o Psikoterapi
Psikoterapi iindividual, terapi perilaku, terapi kognitif-perilaku, terapi
keluarga, kelompok pendukung, dan latihan keterampilan social.
o Komunitas Terapeutik
Komunitas terapeutik adalah suatu tempat tinggal yang anggotanya semua
memiliki masalah penyalahgunaan zat yang sama, dimana staf yang
mengelolanya adalah orang ang sebelumnya mengalami ketergantungan zat
Nikotin
a) Terapi Psikososial
Terapi psikosial yang dilakukan ialah terapi perilaku yang salah satunya
dengan pengendalian stimulus dengan merokok cepat. Tindakan ini
dilakukan dengan mengaharuskan perokok merokok berulang kali sampai
merasa mual agar merokok terasosiasikan dengan sensasi yang tidak
menyenangkan
b) Terapi Psikofarmakologis
Terapi Sulih Nikotin
Terapi sulih dilakukan dalam periode singkat rumatan yaitu 6-12
minggu, kemudian diteruskan dengan periode pengurangan bertahap
yaitu 6-12 minggu.
o Permen karet Nikotin (Nicorette) adalah produk yang dijual bebas
yang melepaskan nikotin melalui kunyahan dan absorbsi bukal.
Tersedia varian 2 mg untuk perokok yang merokok kurang dari 25
batang per hari, dan varian 4 mg untuk perokok yang merokok
lebih dari 25 batang per hari. Perokok dianjurkan menggunakan 1-
2 permen karet per jam setelah penghentian mendadak.
o Koyo nikotin juga bisa digunakan dan juga dijual bebas, koyo
dipasang tiap pagi dan menghasilkan konsentrasi nikotin setengah
dari konsentrasi yang biasa didapat dari merokok.
o Sempotan hidung nikotin (Nicotrol) hanya bisa didapatkan dengan
resep dokter. Nicotrol ini menghasilkan konsentrasi yang
mendekati konsentrasi yang didapatkan dari merokok sebatag
rokok kretek.
o Obat hirup (inhaler) nikotin, produk ini bisa didapatkan hanya
dengan resep dokter. Nikotin diserap di atas tenggorokan.
Keuntungan utama obat hirup adalah obat ini memberi substitusi
perilaku terhadap merokok.
Pengobatan Non-nikotin
o Bupropion (Zyban) adalah obat anti depresan yang memiliki aksi
dopaminergik maupun adrenergik, diberikan dengan dosis 300
mg .
o Nortriptilin (Pamelor)
o Klonidin (Catapres), obat ini dapat menurunkan aktivitas simpatis
lokus seruleus sehingga dapat meredakan gejala putus zat.
Klonidin tersedia dalam bentuk koyo atau per oral.
o Benzodiazepin (10-30 mg/hari)
Kokain
Sebagian besar pengguna kokain tidak datang untuk terapi secara
sukarela. Pengalaman mereka dengan zat terlalu positif dan efek negative
dianggap terlalu minimal untuk mengharuskan mereka mencari terapi. Mereka
yang tidak mencari terapi sering mengalami gangguan terkait polizat, lebih
sedikit konsekuensi negative yang dikaitkan dengan penggunaan kokain, lebih
sedikit kewajiban terkait pekerjaan atau keluarga, serta peningkatan kontak
dengan system hukum dan aktivitas illegal.
Rintangan utama yang harus diatasi dalam penanganan gangguan terkait
kokain adalah ketagihan intens pengguna terhadap zat tersebut. Meski studi
pada hewan menunjukkan bahwa kokain merupakan penginduksi poten untuk
melakukan swa-pemberian, studi ini juga menunjukkan bahwa hewan
membatasi penggunaan kokain bila penguat negative secara eksperimental
dikaitkan dengan asupan kokain. Pada manusia, penguat negative dapat
mengambil bentuk masalah terkait keluarga atau pekerjaan yang disebabkan
penggunaan kokain. Oleh karena itu, klinisi sebaiknya mengambil pendekatan
penanganan yang luas dan mencakup strategi social, psikologis, dan mungkin
biologis dalam program terapi.
Mencapai abstinensi kokain pada pasien mungkin memerlukan rawat inap
komplet atau parsial untuk menjauhkan pasien dari situasi social tempat mereka
biasa mendapatkan atau menggunakan kokain. Tes urin yang sering dan tak
berjadwal hampir selalu diperlukan untuk memantau abstinensi berkelanjutan
pasien, terutama pada minggu-minggu dan bulan-bulan pertama penanganan.
Terapi pencegahan relaps adalah terapi yang bergantung pada teknik kognitif
dan perilaku sebagai tambahan rawat inap dan terapi rawat jalan untuk
mencapai tujuan abstinensi.
Intervensi psikologis biasanya mencakup modalitas individual, kelompok,
dan keluarga. Pada terapi individual, terapis sebaiknya berfokus pada dinamika
yang mengarah ke penggunaan kokain, efek kokain yang dianggap positif, dan
cara lain untuk mencapai efek ini. Terapi kelompok dan kelompok dukungan
seperti Narcotics Anonymous, sering memfokuskan pada diskusi dengan orang-
orang lain yang menggunakan kokain serta berbagi pengalaman masa lalu dan
metode penyelesaian masalah yang efektif. Terapi keluarga sering kali
merupakan komponen esensial strategi penanganan. Isu yang lazim
didiskusikan dalam terapi keluarga adalah cara perilaku pasien di masa lalu
yang telah melukai keluarga dan respons anggota keluarga terhadap perilaku
ini. Namun, terapi keluarga sebaiknya juga memfokuskan pada masa depan
serta perubahan aktivitas keluarga yang dapat membantu pasien menjauhi zat
dan mengalihkan energi ke arah lain. Pendekatan ini dapat digunakan dengan
basis rawat jalan.
Kanabis
Penanganan penggunaan kanabis bergantung pada prinsip sama seperti
penganan penyalahgunaan zat lain-abstinensi dan dukungan. Abstinensi dapat
dicapai dengan melalui intervensi langsung, seperti rawat inap, atau melalu
pemantauan ketat berbasis rawat jalan dengan menggunakan penapisan zat
dalam urin, yang dapat mendeteksi kanabis hingga 4 minggu setelah
penggunaan. Dukungan dapat dicapai melalui psikoterapi individual, keluarga
atau kelompok. Edukasi sebaiknya menjadi batu pijakan untuk program
abstinensi maupun dukungan. Seorang pasien yang tidak memahami alasan
intelektual untuk menyatakan adanya masalah penyalahgunaan zat memiliki
motivasi kecil untuk berhenti. Untuk sebagian pasien, obat antiansietas
mungkin berguna sebagai pereda jangka pendek gejala putus zat. Bagi pasien
lain, penggunaan kanabis mungkin berhubungan dengan gangguan depresi yang
mendasari yang dapat merespon terapi antidepresan spesifik.
Alkohol
b. Preoperative
kadar penggunaan alkohol antara lain dengan melakukan tes skrining frekuensi
dan kuantitas (contohnya the Alkohol Use Disorders Identification Test) dan
skrining untuk mengetahui adanya penyalahgunaan maupun ketergantungan
(contohnya the CAGE Questionnaire).10 Riwayat penggunaan alkohol
sebelumnya, kondisi mental, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
harus dinilai. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain complete
blood count, platelet count, elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine, glucose,
enzim hati, albumin, bilirubin, tes pembekuan, kalsium, magnesium,
phosphorus, dan electrocardiogram.
Detoksifikasi preoperative pada pasien dengan penggunaan alkohol dapat
menurunkan risiko kematian selama operasi. Beberapa pasien mungkin tidak
dapat melakukan detoksifikasi sebelum operasi karena merupakan kasus
emergensi, untuk itu terapi propilaksis (contohnya pemberian dosis
benzodiasepin terjadwal selama periode perioperatif) dapat mencegah
timbulnya alkohol withdrawal. Terapi harus segera dimulai setelah menurunnya
konsumsi alkohol. Melakukan profilaksis lebih awal dan adekuat dapat
menurunkan komplikasi postoperatif dan mempersingkat waktu perawatan di
ICU (intensive care unit).
c. Intraoperative
semua gas anestesi, halothane dan enflurane dapat menurunkan aliran darah
arteri hepatic melalui vasodilasi pembuluh darah dan efek ringan inotropic
negative. Isoflurane merupakan pilihan yang paling aman dibandingkan halotan
pada pasien dengan penyakit hati karena dapat meningkatkan aliran darah
heparik. Efek obat yang bekerja menghambat neuromuscular dapat memanjang
pada pasien dengan penyakit hati. Atracurium direkomendasikan sebagai obat
pilihan karena ia tidak diekskresikan melalui hati maupun ginjal. Obat-obatan
seperti morfin, meperidine, benzodiazepine, dan barbiturate harus dipergunakan
dengan hati-hati karena mereka di metabolism di hati. Secara umum, dosis
mereka hendaknya diturunkan 50%. Fentanyl merupakan narcotic yang lebih
sering digunakan. Pada kondisi intoksikasi alkohol akut dengan kesadaran
menurun dengan risiko aspirasi dan pneumonia, serta membutuhkan
pembedahan live-saving, prosedur yang direkomendasikan :
d. Pascaoperative
ditemukan pada pasien ini adalah infeksi, pendarahan, dan gangguan kerja
kardiopulmonal. Beberapa mekanisme patogenik yang diperkirakan berperanan
dalam meningkatkan terjadinya komplikasi telah dipelajari, diantaranya
ketidakmampuan sistem imun, ketidakseimbangan hemostatik, dan kegagalan
penyembuhan luka. Penyalahgunaan alkohol kronis telah diketahui
menyebabkan terjadinya cardiomyopaty, dan pasien dengan alkohol mengalami
penurunan volume curah jantung. Penekanan fungsi jantung dapat memicu
meningkatnya risiko terjadinya iskemik dan aritmia. Perioperative aritmia dapat
terjadi tanpa adanya penyakit jantung sebelumnya. Meningkatnya waktu dan
episode pendarahan sehingga memerlukan transfuse telah sering terjadi
postoperasi pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Pengguna alkohol
kronis mengalami penurunan aktifitas dan proliferasi sel T, sehingga terjadi
perlambatan penyembuhan luka. Pada pasien dengan sirosis, kegagalan hati
merupakan penyebab kematian postoperasi yang paling sering. Obat sedatif dan
penghilang nyeri harus diberikan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya
encepalopati hepatic. Fungsi ginjal harus seIalu diawasi karena adanya risiko
hepatorenal sindrom dan perpindahan cairan yang dapat terjadi setelah operasi.
Pemberian makanan melalui enteral secepatnya diyakini akan meningkatkan
keberhasilan pengobatan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Diharapkan setelah selesainya laporan hasil diskusi ini baik penulis ataupun
pembaca dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki agar secara pribadi
dapat terhindar dari penyalahgunaan NAPZA, dan sebagai pelayan kesehatan
mampu melaksanakan tugasnya dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan
NAPZA. Dalam hal ini, dibutuhkan juga kerjasama dari semua sektor yang terlibat
dan juga peran serta masyarakat agar penyalahgunaan NAPZA dapat diberantas
dengan tuntas.