Anda di halaman 1dari 12

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Dengue Hemorragic Fever

Oleh
Yesaya Uleh Ibo
0808015054

Pembimbing
dr. Fatchul Wahab, Sp.A

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Samarinda
2015
Demam Berdarah Dengue
Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan
antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat
serotype ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi
klinik yang berat.

Etiologi
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini,
namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali
kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina
dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya
dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan
virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul.

Gejala
Sindroma dengue klasik (dengue triad)
a. Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari, menunjukan “saddle back curve”
dan suhu badan menurun mendadak disertai banyak keringat
b. Nyeri sendi-sendi, otot-otot, dan kepala
c. Initial exanthema sebagai kemerahan pada muka dan tubuh (flushed
appearance) dan sekunder pada kenaikan suhu terakhir yang menyerupai
exanthema pada morbili (tetapi lebih ringan dan cepat menghilang)
Pada dengue klasik ini juga mungkin ditemukan gejala: nyeri bila bola mata
digerakan, muntah, anoreksia, pembesaran kelenjar getah bening, hepatomegali,
bradikardia, lekopenia, dan perdarahan yang ditandai dengan rumple leede (+),
beberapa patochiae, opistaksis, dan trombositopenia.

 Gejala awal
o Demam antara 38,5 – 40,0 derajat Celsius
o Lesu, lemah, anak menjadi malas dan tidak mau bermain atau susah
beraktivitas, nafsu makan hilang, terkadang pada anak kecil mengalami
mencret 3 – 5 X/hari cair tanpa lendir
o Nyeri perut
o Gejala lain : kejang, nyeri kepala, pegal pada otot sendi
o Tanda perdarahan ringan
- Pada kulit
- Mimisan dikarenakan adanya pembuluh darah yang pecah di
daerah selaput lendir hidung disebabkan ransangan dari demam
tinggi, udara terlalu dingin atau panas
- Haid berlebihan, lebam pada kulit dan perdarahan gusi
 Gejala Lanjutan
Hari sakit 3 – 5 terjadi fase kritis, suhu turun seakan sembuh, dalam hal ini
harus diperhatikan tingkah laku anak ( suka tidur, malas aktivitas ) dalam hal
ini juga bisa terjadi diakibatkan oleh syok
Dalam keadaan syok semua organ mengalami kekurangan Oksigen
Tanda Syok :
o Tidak sadar
o Nafas cepat
o Badan dingin dan lembab
o Bibir dan kuku kebiruan
o Haus
o Kencing kurang sampai oliguria
Bisa terjadi perdarahan saluran pencernaan karena syok yang berkepanjangan
juga dapat menurunkan kadar HB, bisa terjadi perdarahan paru dan otak.

Uji Tourniquet
Uji Tourniquet adalah Pembendungan dengan menggunakan manset pada 2/3 lengan
atas yang bertujuan untuk melihat apakah ada perdarahan dalam atau tidak, jika ada,
maka akan muncul bintik-bintik merah kecil di bagian distal daerah yang dibendung,
yang dinamakan ptekie. Jika muncul ptekie lebih dari 10, maka uji tourniquet
dinyatakan positif (+).
Prosedur :
1. Tensi pasien hingga didapatkan tekanan systole (bunyi korotkoff I) dan
diastole (Bunyi korotkoff IV).
2. Jumlahkan nilai sistole dan diastole, kemudian dibagi 2.
Misal : sistole = 90 mmHg
Diastole = 60 mmHg
Uji Tourniquet pada = (90 + 60) / 2 = 75 mmHg
3. Tahan manset pada nilai no.2 (75 mmHg) selama 5 menit.
4. Setelah 5 menit, lepas manset kemudian perhatikan dan hitung jumlah ptekie
yang muncul.

1. Demam Dengue
a. Terjadi demam akut 2-7 hari
b. Dapat disertai satu dari manifestasi perdarahan, seperti : uji tourniquet (+);
petechiae, echimosis, atau purpura; perdarahan mukosa, saluran cerna,
hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (trombosit < 100.000/ml)
2. Demam Berdarah Dengue
a. Adanya demam/riwayat demam akut 2-7 hari
b. Terdapat minimal 1 manifestasi berdarahan berikut : uji tourniquet (+);
petechiae, echimosis, atau purpura; perdarahan mukosa, saluran cerna,
hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia (trombosit < 100.000/ml)
d. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma, sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit ≥ 20% berdasarkan usia dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
- Tanda-tanda kebocoran plasma, seperti : efusi pleura, asites, dan hiponatremia

Gejala klinis DD dan DBD :

DD Gejala DBD
++ Nyeri kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Lymphadenopathi +
+ Kejang +
- Kesadaran menurun ++
- Obstipasi +
+ Uji tourniquet (+) ++
++ Petechiae +++
- Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
- Shock +++
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu sebagai berikut.
Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit danperdarahan
lain.
Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di sekitar
mulut kulit dingin dan lembab, tampakgelisah.
Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti
pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut The Secondary
Heterologyus Infection Hyphotesis atau The sequential infection hyphotesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinveksi virus
dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua virus dengue serotype lain dalam
jarak 6 bulan sampai dengan 5 tahun.
 The Immunological Enhancement Hypothesis
Antibody yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit , yaitu enhancing-
antibody dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody
yaitu (1) kelompok kelompok monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat
menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antibodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.
Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibody
non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu
replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder virus dengue oleh serotype dengue yang berbeda cenderung
menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya
reaksi immunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang
berlangsung sebagai berikut :
a. Sel fagosit mononiklear yaitu monosit, histiosit dan sel kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dari sirkulasi meupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuclear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit
mononuclear yang telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun yang akan
menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini
disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD
dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan
sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi
sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor
 Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegang peran penting dalm pathogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,
limfosit dapat mengeluarkan interferon(IFN –). Pada infeksi sekunder oleh
virus dengue (serotype berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T
berpoliferasi dan menghasilkan IFN –. IFN –selanjutnya merangsang sel yang
terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan mt onosit memproduksi mediator.
Oleh limfosit T dan spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua pathogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotype virus dengue mempunyai potensi pathogen yang sama dan gejala
berat terjadi sebagai akibat serotipe atau jalur serotipe yang paling virulen.

Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding yang paling penting ialah chikunguya haemorrhagic
fever yaitu demama berdarah yang disebabkan oleh virus chikunguya yang termasuk
dalam arbo virus kelompok A. Praktis sukar untuk membedakan DHf drajat
sedangdari chikunguya haemorraghic fever (CHF).
Serangan demam pada CHF lebih mendadak, masa demam lebih pendek, tetapi
suhu dia atas 40°C lebih sering ditemukan. Ruam makulopapular, injeksi konjungtiva
dan rasa nyeri pada sendi lebih sering dijumpai pada CHF. Persentase uji torniquet
positif, petikie yang tersebar dan gejala epistaksis hampir sama, tetapi perdarahan
gastrointestinal dan renjatan hanya ditemukan pada penderita DHF. Dokter yang
bertugas di daerah endemis terdapatnya imfeksi dengue dan chikunguya harus
waspada terhadap kemungkinan timbulnya renjatan pada penderita demam disertai
manifestasi perdarahan yang berlangsung selama 3-6 hari. Walaupun praktis sukar
untuk membedakan DHF tanpa renjatan dari CHF, seyogyanya selalu dipikirkan
kemungkinan DHF dengan konsekuensi mempertinggi pengamatan periodis akan
pemeriksaan labolatorium (hb dan hct) dan gejala klinis renjatan.
Demam pada fase akut mencakup spektrum infeksi bakteri dan virus yang luas.
Pada hari ke-3 sampai ke-6 demam, kemungkinan diagnosis DHF akan lebih besar
apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan perbesaran hati menjadi
nyata. Perdarahan sebagai petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi diantaranya sepsis, meningitis meningokok. Pada sepsis anak sejak
semulatampak sakit berat, demam naik-turun, gejala radang beberapa alat utbuh
mungkin tampak jelas, misalnya bronkopneumonia, hepatitis, nefristis. Dismping itu
jelas terdapat leukositosisdisertai pergeseran ke kir. Pada meningitis meningokok akan
jelas ditemukan gejala rangsang meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinal. Perdarahan di bawah kulit terdapat juga pada idiopathic
thrombocytopenicpurpural (ITP)yang kadang-kadang disertai demam. Pada hari-hari
pertama diagnosis sulit dibedakan, tetapi pada ITP demam cepat menghilang dan tidak
ditemukan hemokonsentrasi.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia stadium lanjut. Anak sangat anemis,
demam timbul karena infeksi sekunder dan pada pemeriksaan darah tepi akan
ditemukan pansitopenia. Kesulitan akan kadang-kadang dialami dalam membedakan
renjatan pada DHF dengan renjatan karena sepsis; dalam hal ini trombositopenia dan
hemokonsentrasi di samping penilaian gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam
dapat membantu.
Komplikasi
 Ensefalopati Dengue

Umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan


perdarahan tetapi dapat juga terjadi pada DBD tanpa syok. Didapatkan
kesadaran pasien menurun menjadi apatis/somnolen, dapat disertai kejang.
Penyebabnya berupa edema otak perdarahan kapiler serebral, kelainan
metabolic, dan disfungsi hati. Tatalaksana dengan pemberian NaCl 0,9
%:D5=1:3 untuk mengurangi alkalosis, dexametason o,5 mg/kgBB/x tiap 8
jam untuk mengurangi edema otak (kontraindikasi bila ada perdarahan
sal.cerna), vitamin K iv 3-10 mg selama 3 hari bila ada disfungsi hati, GDS
diusahakan > 60 mg, bila perlu berikan diuretik untuk mengurangi jumlah
cairan, neomisin dan laktulosa untuk mengurangi produksi amoniak.

 Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan
parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Dieresis diusahakan > 1 ml/kg BB/jam.

 Edema Paru

Adalah komplikasi akibat pemberian cairan yang berlebih.

Prognosis
Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik bergantung kepada
bagian yang terkena. Bentuk spiral dengan paralysis dapat di tolong dengan bantuan
pernafasan mekanik. Tipe bulber prognosisnya buruk ,kematian biasanya karena
kegagalam fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan napas . otot-otot
yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukkan paralisys tipe flaccid dengan
atonia ,arefleksi dan degenerasi .
- Jelek bila :
o Encephalitis / encephalopathi (+)
- Jelek o.k. :
o Keterlambatan datang berobat
o Keterlambatan / kesalahan diagnosa
o Kurang mengenal tanda DBD yang kurang lazim
o Kurang mengenal tanda kegawatan

Komplikasi residual paralysis tersebut adalah kontraktur terutama sendi,


subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi, perubahan tropic oleh sirkulasi yang
kurang sempurna sehingga mudah terjadi ulserasi . Pada keadaan ini di berikan
pengobatan secara ortopedik.

Pencegahan
 Jangan masuk daerah epidemic.
 Dalam daerah epidemic jangan melakukan “stress” yang berat seperti
tonsilektomi,suntikan dan sebagainya.
 Mengurangi aktivitas jasmani yang berlebihan(tidak boleh terlalu lelah)
 Imunisasi aktif
 Memberantas vektor :
o Fogging (malathion)
o Abate
o Pembersihan sarang nyamuk  3 M :
 Menguras tempat penampungan air secara teratur
 Menutup tempat penampungan air
 Mengubur / menyingkirkan kaleng, botol bekas, plastik
sehingga tidak menjadi sarang nyamuk
 Menghindari gigitan nyamuk (kelambu, kawat kasa, kamar cukup sinar dan
tidak ada pakaian bergantung)
 Vaksin

Pengobatan
Pada dasarnya pengobatannya bersifat simtomatik. Dehidrasi dapat timbul
sehingga masukan cairan perlu diberikan, bisa peroral dan IVFD. Pada syok,
cairan diberikan dengan diguyur.
Untuk gejala demam dapat dilakukan kompres hangat atau diberikan antipiretik
berupa paracetamol.
Pada dasarnya pengobatan penderita DHF/DSS bersifat simtomatik dan suportif.
- Berdasarkan atas patofisiologi  mengganti cairan intra vascular yang hilang
- Terapi penderita DBD tanpa shock :
o Monitor tanda – tanda shock dini (keadaan umum, nadi, tensi, suhu,
respirasi, urine, Hb, Ht, trombosit)  Ht dan trombosit > T / N
o Penggantian cairan
 Beri minum banyak (1,5 – 2 liter oralit / 24 jam)
 i.v.f.d. : bila :
 muntah terus
 Ht terus meningkat / > 40 %
 Trombosit cepat menurun setelah hari III
o Obat (antipiretik, antikonvulsan, antibiotik ??)
- DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan munatah.
penderita perlu diberi minum banyak. pada beberapa penderia diberikan
gastroenteritis oral solution (oralit). minuman diberikan peroral, bila perlu satu
sendok makan setiap 3-5 menit. anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan
luminal 75 mg dan di bawah 1 tahun 50 mg secara intramuskulus. bila dalam
15 menit kejang tidak berhenti pemberian luminal diulangi dengan dosiis 3
mg/kgbb. Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DHF tanpa
renjatan di laksanakan apabila:
1. Penderita terus-menerus muntah sehinga tidak mungkin diberikan
makanan peroral, sedangkan muntah-muntah itu mengancam terjadinya
dehidrasi dan asidosis.
2. didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat.
- DSS (Dengue Shock Syndrome)
Penatalaksaan renjatan:
a Penggantian Volume
Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan ialah Laktat Ringer dalam
keadaan renjatan berat, cairan harus diberikan secara diguyur, artinya
secepat-cepatnya dengan penjepit infus dibuka
b evaluasi pengobatan renjatan
untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita dengan renjatan,
dibuat data klinis yang mencantumkan tanggal dan jam pemeriksaan dan
membuaht hasil pemeriksaan nilai hemoglobin, nilai hematokrit, nilai
trombosit, tekanan darah, nadi (frekuensi dan amplitudo), pernapasan,
suhu, pengeluaran urin, jenis dan kecepatan cairan yang diberikan dan
apabila ada jenis dan jumlah perdarahan gastrointertinal. penderita dengan
renjatan berulang, renjatan yang tidak memberikan respos terhadap
pemberian cairan dan yang memperthatikan perdarahan gastrointinal hebat
bersamaan dengan renjatan atau setelah renjatan diatasi diusahan untuk di
rawat di unit perawatan khusus.
Vaksin Dengue
Masalah pertama yang timbul apabila vaksin dengue di pakai dalam upaya
perncegahan DHF ialah apakah hipotesis infeksi sekunder heterog sebagai
patogenesis terjadinya DHF juga akan terjadi pada anak-anak yang mendapat
yaksinasi. kekuatiran akan kebernaran hipoteiss itu sebagian dapat dikurangi
apabila dikemudian hari suatau vaksin kuadrivalen yang mempunyai sifat
virologis baik berhasil dibuat. namung kemungkinan penggunaan vaksin
monovalen masih ramai diperdebatkan karena akan sangat bermanfaat apabila
vaksin itu dipakai untuk mencegah terjadinya wabah DHF di daerah-daerah yang
sebagian besar kasus DHF derajat berat.
DHF management :
- Basic treatment :
o Volume replacement to prevent shock
o Maintain the oxigenation
o Early diagnostic and prompt treatment of shock to prevent massive
bleeding
Kriteria pemulangan pasien DBD :
- Tampak perbaikan secara klinis
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Tidak dijumpai distress resp (efusi pleura / asidosis)
- Hematokrit stabil
- Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000 ul 3 hari setelah shock teratasi
- Nafsu makan membaik

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan cara menghentikan siklus vektor dari virus ini.
Eliminasi nyamuk dewasa dengan cara fogging, abate untuk stadium larva. 3M
juga termasuk pencegahan penyakit ini
- Memberantas vektor :
o Fogging (malathion)
o Abate
o Pembersihan sarang nyamuk  3 M :
 Menguras tempat penampungan air secara teratur
 Menutup tempat penampungan air
 Mengubur / menyingkirkan kaleng, botol bekas, plastik
sehingga tidak menjadi sarang nyamuk
- Menghindari gigitan nyamuk (kelambu, kawat kasa, kamar cukup sinar dan
tidak ada pakaian bergantung).
- Vaksin

Anda mungkin juga menyukai