Anda di halaman 1dari 18

Laboratorium / SMF Kedokteran Radiologi Referat

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

Ileus Obstruktif pada Anak : Intususepsi

Disusun oleh:
Liny Rahma Ningtyas
1410029037

Pembimbing:
dr. Dompak S.H., Sp.Rad

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Kedokteran Radiologi
FK UNMUL
Samarinda
Maret 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nyalah kelompok penulis dapat menyelesaikan referat mengenai “Ileus Obstruktif pada Anak”
ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini merupakan hasil dari belajar mandiri selama
berada di stase radiologi di Laboratorium Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.

Dalam pembuatan laporan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. dr.Emil Bachtiar Moerad, Sp.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman.
2. dr. Sukartini, Sp.A selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan Dokter
Umum.
3. dr.Dompak S.H., Sp.Rad selaku dosen pembimbing klinik di stase radiologi yang telah
mendidik dan memberi masukan mengenai bidang radiologi.
4. Teman-teman yang telah mendukung dan membantu terselesaikannya laporan ini.

Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” maka penulis menyadari bahwa
referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis. Sebagai penutup penulis hanya
bisa berdoa semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Samarinda, Maret 2015

Liny Rahma Ningtyas


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………….1
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………..1
BAB 2 ISI
2.1. Definisi ....................................................................................................................... 2
2.2. Klasifikasi .................................................................................................................. 2
2.3. Etiologi ....................................................................................................................... 2
2.4.Patofisiologi ................................................................................................................ 3
2.5. Gejala Klinis .............................................................................................................. 5
2.6. Diagnosis.................................................................................................................... 6
2.7. Penatalaksanaan ......................................................................................................... 10
2.8. Prognosis .................................................................................................................... 11
2.9. Pencegahan ................................................................................................................ 11
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 12
3.2. Saran .......................................................................................................................... 12
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 13
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ileus didefinisikan sebagai obstruksi usus (Dorland, 2002). Obstruksi usus adalah
gangguan propulsi dan pasase isi usus (Zinner & Ashley, 2007). Obstruksi usus dapat terjadi
secara mekanis maupun nonmekanis (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012). Obstruksi usus
secara mekanis merupakan obstruksi usus yang terjadi akibat hambatan pada lumen usus.
Banyak hal yang dapat menyebabkan hambatan pada lumen usus seperti adanya adhesi
(perlengketan) post operasi, hernia, carcinoma, inflamasi, volvulus, intususepsi, dan lain-lain
(Zinner & Ashley, 2007).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus antara lain
berhubungan dengan usia, suku, pola diet, kondisi geografis , dan lain-lain. Sebanyak 80%
obstruksi usus terjadi mengenai usus halus, sedangkan 20% adalah usus besar. Penyebab
tersering obstruksi usus pada anak adalah intususepsi terutama usia < 2 tahun (infants)
(Zinner & Ashley, 2007). Penyebab tersering intususepsi pada kelompok usia ini adalah
idiopatik (Medscape, 2014). Intususepsi pada anak merupakan kasus terbanyak
kegawatdaruratan abdomen pada anak (Cera, 2008).
Gejala klinis berupa sakit perut bagian atas, defekasi darah dan lendir, muntah-
muntah, teraba tumor di abdomen dan bayi tampak pucat dan keringat dingin serta sering
disertai dengan dehidrasi bahkan sampai syok terutama pada kasus lanjutan. Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologis berupa foto polos abdomen, USG abdomen atau
foto abdomen dengan kontras barium akan membantu diagnosis intususepsi dengan
gambaran khas pada masing-masing jenis pemeriksaan (Rasad & Ekayuda, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, referat ini akan membahas mengenai ileus obstruktif pada
anak khususnya intususepsi dan gambaran radiologisnya.

1.2. Tujuan
Tujuan referat ini adalah untuk mendalami secara teori ileus obstruksi pada anak
terutama gambaran radiologisnya.
BAB 2
ISI
2.1. Definisi
Ileus berasal dari bahasa Yunani eileos dari kata eilein yang berarti menggulung.
Ileus diartikan sebagai obstruksi usus (Dorland, 2002). Obstruksi usus didefinisikan
sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus
(Price & Wilson, 2006). Sedangkan intususepsi (invaginasi) menggambarkan masuknya
segmen proksimal usus (intususeptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens) (Rasad
& Ekayuda, 2011).

2.2. Klasifikasi
Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis (biasanya pada kolon oleh
karsinoma atau pertumbuhan tumor yang lambat), parsial maupuan total. Terdapat 2 jenis
obstruksi usus (Price & Wilson, 2006):
1. Non-mekanis (misalnya: ileus paralitik atau ileus adinamik), peristaltik usus dihambat
akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi pengendalian otonom
motilitas usus.
2. Mekanis, terjadi obstruksi di dalam lumen usus atau obstruksi mural yang disebabkan
oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanis selanjutnya dibagi menjadi 3 golongan , yakni (Price & Wilson,
2006):
1. Obstruksi mekanis simpleks (terdapat satu tempat obstruksi)
2. Obstruksi lengkung-tertutup (sedikitnya terdapat 2 tempat obstruksi). Pada obstruksi
tertutup tidak dapat didekompresi sehingga tekanan intra lumen cepat meningkat
mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia, dan infark (strangulasi).

2.3. Etiologi
Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi paska pembedahan
abdomen karena adanya refleks penghambatan peristaltic akibat visera abdomens yang
tersentuh tangan. Refleks penghambatan peristaltik ini sering disebut ileus paralitik,
meskipun paralisis peristaltik ini tidak terjadi secara total (Price & Wilson, 2006).. Ileus
paralitik dapat pula terjadi karena ketidakseimbangan elektrolit, intoksikasi (uremia atau
infeksi yang menyeluruh), kelianan neurogenik, serta reaksi terhadap trauma (Kowalak,
Welsh, & Mayer, 2012).
Obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan letak
obstruksi. Tumor ganas dan volvulus merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar
pada usia pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebab 90% obstruksi
yang terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua
dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis
atau femoralis sangat sering mengakibatkan terjadinya obstruksis usus halus (Price &
Wilson, 2006).
Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya
dan merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita.
Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda
asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi pada anak dan bayi
(Price & Wilson, 2006). Sebagian besar etiologi intususepsi adalah nonspesifik, hanya
sebagian kecil saja penyebab yang spesifik seperti divertikel Meckle, polip, duplikatur
usus. Dikatakan nonspesifik karena banyak faktor yang diduga sebagai penyebab, antara
lain: perubahan makanan, diare, infeksi virus yang menyebabkan pembesaran kelenjar
pada mesenterium iliokolika, sehingga menyebabkan gangguan peristaltis usus
(Purwadi,Gunawan & Hariastawa, 2010). Intususepsi (invaginasi) terjadi karena adanya
kenaikan peristaltic usus yang berhubungan dengan adanya perubahan pola makan dari
makanan lunak ke makanan yang lebih padat, pada keadaan infeksi (enteritis akut), dan
alergi (Deadley & Harold dalam Zakaria, 2007).

2.4. Patofisiologi
Terdapat kemiripan proses patofisiologi yang terjadi setelah obsruksi usus, tanpa
memandang penyebab obstruksi yang disebabkan oleh mekanis atau fungsional.
Perbedaan utamanya adalah pada obstruksi paralitik, peristaltik dihambat sejak awal,
sedangkan pada obstruksi mekanis, awalnya peristaltic diperkuat, kemudian timbul
intermiten, dan kemudian menghilang (Price & Wilson, 2006).
Dinding usus yang terletk di sebelah proksimal dari segmen yang tersumbat
secara progresif akan teregang oleh penimbunan cairan dan gas (70% dari udara yang
tertelan dalam lumen. Peristaltik akan meningkat secara temporer ketika usus berupaya
memaksa isinya melewati obstruksi tersebut dengan menimbulkan cedera mukosa
intestinal dan distensi pada lokasi obstruksi (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012). Distensi
berat pada dinding usus akan mngurangi pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah. Sekitar 8 liter cairan di sekresi ke dalam saluran cerna setiap hari, sehingga tidak
adanya absorbs dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan
penyedotan usus setelah dimulainya pengobatan merupakan penyebab utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Pengaruh kehilangan ini adalah pengrutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok-hipotensi, berkurangnya curah jantung, berkurangnya perfusi
jaringan, dan asidosis metabolik (Price & Wilson, 2006).
Peregangan usus yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan timbulnya
lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan pengingkatan sekresi cairan ke dalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat peregangan dan peningkatan
permeabilitas oleh jaringan nekrosis, disertai dengan absorbsi toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik (Price & Wilson, 2006).
Intususepsi. Makanan menstimulasi usus agar terjadi konstriksi usus bagian
proksimal dan relaksasi usus distal. Lesi pada usus, yang dapat mengubah gerakan
peristaltic normal usus akan menginisiasi terjadinya intususepsi (Cera, 2008). Pada
sebagian besar kasus ileum dan mesenteriumnya masuk ke sekum hingga kolon. Bagian
ujung usus yang masuk disebut intususepsi, dan bagian pangkal usus yang masuk akan
erjepit dan mesenteriumnya tertarik. Keadaan ini akan menyebabkan obstruksi usus dan
gangguan aliran darah arteri, venus dan saluran getah bening. Akibat obstruksi ini
menyebabkan mukosa edema, yang selanjutnya akan menyebabkan strangulasi, kemudian
nekrosis dan perforasi. Dalam penelitian keadaan invaginasi ini akan menyebabkan
nekrosis setelah 48 jam tanpa pengobatan (Purwadi,Gunawan & Hariastawa, 2010).
Intususepsi paling sering di daerah ileokolika, tetapi dapat juga yeyuno-ileal dan
kolokolika (Rasad & Ekayuda, 2011).
Obstruksi Usus

Cairan dan gas berkumpul di sebelah


proksimal dari letak obstruksi

Peristaltik meningkat untuk sementara waktu dalam


upaya memaksa isi usus melewati obstruksi

Distensi bertambah pada tempat obstruksi

Distensi menghalangi pasokan darah ke


dalam usus sehingga menghambat absobsi

Dinding usus membengkak ketika air, natrium,


serta kalium disekresikan ke dalam usus dan
tidak diabsorbsi dari dalam usus tersebut

Proliferasi bakteri penghasil gas


berlangsung cepat sehingga semakin
menambah distensi

Dehidrasi akan terjadi karena cairan tidak


diserap ke dalam darah

Tanpa penanganan, akan terjadi


hipovolemia
Syok hipovolemia

Sepsis

Kematian

Gambar 2.1. Patofisiologi Obstruksi Usus (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012)
2.5. Gejala Klinis
Intususepsi. Gejala klinis intususepsi pada anak adalah (Purwadi,Gunawan &
Hariastawa, 2010).:
1. Nyeri perut
Sifatnya mendadak pada bayi usia sekitar 3-9 bulan Bayi menjadi rewel, gelisah,
menangis keras dan teriak-teriak. Nyeri perut ini bersifat kolik.
2. Muntah
Muntah dapat terjadi sejak awal, pada awal tumpahan jernih makin lama makin
bersifat fekal.
3. Berak darah dan lendir
Gejala ini sangat klasik akibat laserasi mukosa.
4. Ada massa (sausage-shaped mass) yang lokasi biasanya di absomen tengah atas,
sesuai dengan lokasi intususepsi.

2.6. Diagnosis
Anamnesis dilakukan menyesuaikan pada gejala klinis yang telah dibahas
sebelumnya. Pemeriksaan fisik meliputi (Purwadi,Gunawan & Hariastawa, 2010):
1. Inspeksi
- Kadang-kadang dapat dilihat ada gambaran usus/peristaltik usus pada dinding
perut.
- Didapakan distensi bila sudah terjadi ileus.
2. Auskultasi
- Bising usus meningkat hingga dapat terdengar metallic sound.
3. Palpasi
- Perut kanan bawah teraba kosong (dance’s sign)
- Dapat teraba masa yang lokasinya sesuai dengan lokasi intususepsi.
4. Pemeriksaan colok dubur
- Didapatkan darah dan lendir pada sarung tangan.
- Dapat ditemukan massa yang berbentuk seperti mulut rahim, apabila
intususepsi mencapai rektum.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menunjang diagnosis intususepsi
antara lain (Purwadi,Gunawan & Hariastawa, 2010) :
1. Foto polos abdomen yang akan didapatkan gambaran obstruksi usus kadang-
kadang tampak sebagai bayangan menyerupai sosis di bagian tengah
abdomen. Gambaran radiologi ileus obstruktif adalah pelebaran usus-usus
halus yang lebih dominan dengan gambaran klasik herring bone dan
bayangan cairan (fluid level intraluminer) yang bertingkat-tingkat (step
ladder). Tidak ditemukan gambaran udara distal daerah penyumbatan (Rasad
& Ekayuda, 2011; Radip, 2005). Pada anak usia < 2 tahun, normal bisa
terdapat gas di dalam usus halus, tetapi tidak ada distensi (Palmer, Cockshott,
Hegedus, & Samuel, 1995).

A B

Gambar 2.1. Foto Polos Abdomen A) tampak bayangan massa (tanda panah) merupakan bagian
usus yang masuk ke lumen usus proksimal, B) invaginasi lanjut sudah ada tanda-tanda obstruksi
(Zakaria, 2007)
A B
Gambar 2.2. A. Intususepsi. Distensi usus halus dan bayangan sekum yang tidak nampak. B. air
fluid level (Hardy & Boynes, 2003)

A B

Gambar 2.3. Foto Polos Abdomen. A. Dilatasi usus dan akumulasi gas pada kuadran kanan atas
dan bawah B. Laki-laki 3 tahun dengan nyeri perut dan perdarahan saluran pencernaan bawah ,
gambaran intususepsi pada abdomen bagian tengah (Medscape, 2014; Gunderman, 2006)
2. Foto kontras enema : dilakukan selama kondisi masih baik. Dengan enema
barium, tampak defek pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti
sementara, bayangan per mobil (coiled spring appereance) apabila barium
melingkari intususeptum. Reluks kontras ke dalam ileum adalah tanda satu-
satunya bahwa reduksi telah berhasil. Reduksi hidrostatik dengan barium
sebaiknya dilakukan bersama ahli bedah, sehingga apabila gagal penderita
dapat segera dibedah. Dilakukan pula pada ileus obstruktif yang dicurigai
akibat volvulus kolon sigmoid (Rasad & Ekayuda, 2011; Radip, 2005).
Metode ini paling dapat dipercaya untuk membantu menegakkan diagnosis
intususepsi pada anak (Medscape, 2014).

A B
C
Gambar 2.4. Foto Kontras Enema, A) Gambaran Konveks (tanda panah), bagian usus masuk
hingga fleksura lienalis, B) intususepsi pada kolon decendens, C) Intususepsi pada kolon
ascendens. (Medscape 2014; Zakaria, 2007)

3. Ultrasonografi abdomen : pemeriksaan ini harus dilakukan untuk setiap


penderita dengan dugaan intususepsi. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan
gambaran doughnut sign atau pseudokidney sign. Gambaran doughnut sign
didapatkan pada potongan transversal ultrasonografi, sedangkan gambaran
pseudokidney sign didapatkan pada potongan longitudinal ultrasonografi
(Daldrup-Link & Gooding, 2010). Ultrasonografi digunakan juga sebagai
tuntunan pada saat terapi dengan enema hidruostatis atau enema pneumatik.
A B

C D
Gambar 2.5. A,B,C. USG abdomen, Gambaran doughnut sign atau lesi target pada intususepsi
(tanda panah) D. USG abdomen pseudokidney (Medscape 2014; Zakaria, 2007; Daldrup-Link &
Gooding, 2010)
2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan intususepsi adalah sebagai berikut (Purwadi,Gunawan &
Hariastawa, 2010) :
1. Dekompresi dengan pipa lambung
2. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Reposisi usus yang mengalami invaginasi dengan cara:
a. bila intususepsi masih belum disertai dengan tanda-anda strangulasi maupun
perforasi, maka reposisi usus dapat dikerjakan dengan cara member enema
hidrostatik atau enema pneumatik. Enema hidrostatik dapat dikerjkan dengan
enema barium atau dengan larutan salin normal. Dengan member tekanan
hidrostatik peranum ini diharapkan intususeptum dapat terdorong ke
proksimal sehingga tereposisi. Bila reposisi dengan enema hidrostatik gagal
maka harus dilakukan operasi laparotomi dengan cara milking, selanjutnya
dilakukan apendiktomi untuk mencegah terjadi apendisitis akuta pasca
invaginasi.
b. Bila intususepsi sudah disertai dengan tanda-tanda strangulasi, maka reposisi
intususepsi hanya dikerjakan dengan laparotomi. Enema barium dapat
dikerjakan hanya sebagai diagnostic, bukan sebagai terapeutik.
c. Bila disertai tanda peritonitis, tidak ada indikasi melakukan pemeriksaan
degan kontras enema. Lakukan segera resusitasi, dekompresi, pemberian
antibiotik, dan pembedahan.
4. Bila didapatkan usus yang sudah nekrosis (nonviable), maka harus dilakukan
reseksi dan sibua stoma. Untuk melakukan anastomosis primer memerlukan
pertimbangan yang sangat ketat.

2.8. Prognosis
Faktor penentu prognosis adalah diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita waktu datang
ke rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosis dan tindakan
menyebabkan prognosa yang jelek dan tingginya angka kematian. Penderita invaginasi
yang tidak diobati hampir semua meninggal (Zakaria, 2007).
2.9. Pencegahan
Penyebab dari intususepsi tidak diketahui secara pasti, namun beberapa faktor
yang diduga berperan adalah hal-hal yang menyebabkan peningkatan peristaltic usus
seperti pergantian makanan cair ke padat, infeksi (enteric akut), dan alergi. Oleh
karenanya orang tua harus waspada terhadap konsumsi makanan anaknya, terutama pada
bayi yang belum boleh untuk makan makanan padat. Serta penting untuk menghindarkan
bayi dan anak dari infeksi, baik ISPA maupun saluran cerna.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Intususepsi (invaginasi) menggambarkan masuknya segmen proksimal usus
(intususeptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens). Penyebab intususepsi tidak
diketahui secara pasti, namun diduga intususepsi (invaginasi) terjadi karena adanya
kenaikan peristaltic usus yang berhubungan dengan adanya perubahan pola makan dari
makanan lunak ke makanan yang lebih padat, pada keadaan infeksi (enteritis akut), dan
alergi. Diagnosis ditegakkan berdasarakan anamnesis (menanyakan gejala-gejala
obstruksi usus seperti nyeri perut, muntah, berak darah & lendir), pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan USG dan foto polos abdomen. Pemeriksaan
radiologis didapatkan pada foto polos : tampak tanda-tanda obstruksi usus, USG :
menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney, serta barium enema : tampak defek
pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti sementara, coil spring appearance.
Terapi dapat dilakukan dengan reduksi hidrostatik, pneumostatik, reduksi manual
(milking) dan reseksi usus. Prognosis baik jika ditangan dengan segera.

3.2. Saran
1. Penanganan yang cepat dan tepat penting untuk penatalaksanaan ileus
obstruktif pada anak.
2. Orang tua sebaiknya waspada akan tanda-tanda obstruksi usus pada bayi dan
anaknya.
3. Penting untuk memperhatikan makanan anak sesuai dengan usianya. Tidak
dianjurkan memberi makanan padat jika tidak sesuai dengan usianya.
4. Menjaga kesehatan bayi dan anak agar tidak mudah terkena infeksi saluran
nafas maupun saluran cerna.
DAFTAR PUSTAKA

Cera S.M.2008. Intestinal Intussusception. New York : Thieme Medical Publishers

Deadley & Harold dalam Zakaria I. 2007. Peranan Radiologi dalam Diagnosis dan Terapi

Invaginas. FK Universitas Syiah Kuala

Daldrup-Link H.E., Gooding C.A . 2010. Essentials of Pediatric Radiology A Multimodality

Approach. Cambridge : Cambridge University Press

Hardy M, Boynes S. 2003. Pediatric Radiography. United Kingdom: Blackwell Publishing

Kowalak J.P., Welsh W., Mayer B. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC

Medscape, 2014.Emedicine.medscape.com/article/937730-overview

Palmer P.E.S, Cockshott W.P., Hegedus V., Samuel E. 1995. Petunjuk Membaca Foto untuk

Dokter Umum. Jakarta : EGC.

Price S.A., Wilson L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC

Purwadi, Gunawan K., Hariastawa I.G.B.A. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi

Bagian/SMF Ilmu Bedah. Surabaya : RSUD Dokter Soetomo.

Radip P. 2005. Lecture Note :Radiologi. Jakarta : EGC

Rasad S.2011.Radiologi Diagnostik.Jakarta: FK UI.

Anda mungkin juga menyukai