PENDAHULUAN
ISI
2.1 Skenario
Pak Joko (58 tahun), direktur perusahaan kepala sawit mengeluh kesemutan di kedua
telapak tangan dan kaki sejak 5 bulan terakhir. Keluhan kesemutan ini dirasakan
makin lama semakin hebat terutama saat malam hari sehingga mengganggu istirahat .
Saat di kantor Pak Joko jadi sering tidak konsentrasi dan mudah tersinggung sehingga
sering marah kepada karyawannya. Pak Joko sudah mencoba berobat ke ahli
akupuntur dan pijat refleksi terkenal di kotanya namun keluhan tidak kunjung
berkurang. Aktivitas sehari-hari pergi ke kantor yang berada di lantai 3, pulang pergi
dengan mobil. Seminggu sekali pak Joko menghadiri jamuan makan malam dengan
kliennya. Pak Joko rajin main golf seminggu sekali. Minum kopi secangkir setiap
pagi dan menghisap rokok kretek 1 bungkus/minggu. 8 tahun yang lalu Pak Joko
pernah mengikuti medical check up di dapatkan hasil GDP 110 mg/dl. Pak Joko
disarankan ke dokter internist namun tidak dilakukan karena merasa tidak ada
keluhan. Atas desakan istrinya Pak Joko akhirnya datang ke praktek spesialis
penyakit dalam, pada pemeriksaan didapatkan TB 165 cm, BB 78 kg. Tes
monofilament Weinstein positif. pemeriksaan lain dalam batas normal. Dari hasil
laboratorium didapatkan GDS 347 mg/dl.
3. Mengapa Pak Joko tidak sembuh walaupun sudah terapi akupuntur dan pijat
refleksi?
4. Bagaimana hubungan pola hidup dan keluhan yang dialami Pak Joko?
8. Bagaimana penatalaksanaannya?
9. Bagaimana pencegahannya?
1. Kesemutan yang terjadi lebih meningkat pada malam hari karena pada malam
hari terjadi peningkatan aktivitas parasimpatis. Peningkatan aktivitas
parasimpatis ini akan memicu kerja sistem gastrointestinal sehingga oksigen
akan lebih banyak dialirkan ke organ-organ pencernaan dan otak daripada ke
organ lainnya dan jaringan perifer. Selain itu kerja jantung yang lebih santai
akan menurunkun perfusi jaringan perifer, hal ini akan menyebabkan jaringan
perifer kekurangan suplai oksigen dari darah sehingga kesemutan lebih terasa
pada malam hari. Selain itu, kesemutan yang dialami Pak Joko sudah sekitar 5
bulan, kesemutan yang cukup lama ini bisa juga dipicu karena obstruksi
pembuluh darah, obstruksi inilah yang juga memicu penurunan aliran darah ke
perifer. Obstruksi pembuluh darah ini bisa dikarenakan hiperglikemia yang
meningkatkan ROS dan selanjutnya merusak endotel.
2. Kenaikan emosi yang dialami Pak Joko merupakan bentuk subyektif dari Pak
Joko terhadap sakit yang dirasakannya, mungkin saja Pak Joko menjadi lebih
mudah marah karena gejala-gejala yang dirasakannya. Selain itu, perfusi
jaringan perifer yang kurang akan mempengaruhi penyebaran glukosa ke
jaringan-jaringan dan organ lain termasuk otak, akibatnya sistem saraf pusat
akan terganggu kerjanya dan memicu peningkatan emosi Pak joko. Suplai
glukosa yang kurang ini juga mengakibatkan Pak Joko kurang konsentrasi.
4. Merokok dan kopi merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Bila kopinya
manis, bisa memicu peningkatan kadar glukosa darah. Selain itu, aktivitas
jasmani Pak Joko yang kurang bisa menyebabkan obesitas karena kalori yang
dikeluarkan hanya sedikit. Dan kebiasaan jamuan makan malam tiap minggu
amenjadi faktor resiko peningkatan gula darah Pak Joko.
7. Penegakkan diagnosis :
8. Penatalaksanaan :
b. Metformin + insulin
d. Tiazolinidindion
9. Pencegahan :
Kesemutan
GDS meningkat
Obesitas
Tes
Monofilament
Weistein (+)
DM dengan penyulit
Diagnosis DM
DM tanpa penyulit
Penatalaksanaan Pencegahan
DIABETES MELITUS
DEFINISI
ETIOLOGI
Pada tahun 1985 WHO mengajukan revisi klasifikasi dan tidak lagi
menggunakan terminologi DM Tipe 1 dan 2, namun tetapmempertahankan istilah
"Insulin-Dependent Diabetes Mellitus" (IDDM) dan "Non-Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus" (NIDDM), walaupun ternyata dalam publikasi-publikasi WHO
selanjutnya istilah DM Tipe 1 dan 2 tetap muncul. Disamping dua tipe utama diabetes
melitus tersebut, pada klasifikasi tahun 1980 dan 1985 ini WHO jugamenyebutkan 3
kelompok diabetes lain yaituDiabetes Tipe Lain, Toleransi Glukosa Terganggu atau
Impaired Glucose Tolerance (IGT) dan Diabetes Melitus Gestasional atau Gestational
Diabetes Melitus (GDM).
Seiring dengan pola pertambahan penduduk, pada 2005 di Indonesia ada 171
juta penduduk berusia di atas 15 tahun dan dengan asumsi prevalensi diabetes melitus
maka terdapat kira- kira 24 juta penyandang diabetes. Tendensi kenaikan kekerapan
PATOGENESIS
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta
pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap
penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu
dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu
tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon
peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit
atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau
transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh
sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel
asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme
imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel
beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Resistensi insulin berarti
ketidaksanggupan insulin memberi efek biologik yang normal pada kadar gula darah
tertentu. Dikatakan resisten insulin bila dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak
untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal. Sekresi insulin oleh sel beta
tergantung oleh 3 faktor utama yaitu, kadar glukosa darah, ATP-sensitive K channels
dan Voltage-sensitive Calcium Channels sel beta pankreas.
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini (fase 1)
atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang
disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) dan
fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa.
Pada fase 1, pemberian glukosa akan meningkatkan sekresi insulin untuk mencegah
kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa darah selanjutnya akan
merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin. Makin tinggi kadar glukosa
GEJALA KLINIS
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
(PERKENI 2011 : 6)
DIAGNOSA
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.
Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali
mutu secara teratur).
Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa atau sewaktu
atau TTGO. Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya
negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka
yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun atau lebih cepat tergantung dari klinis masing-masing pasien.
Kriteria diagnosis DM
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang
dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan
diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
PENGOBATAN
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat
awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien
meliputi pemahaman tentang :
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan.
Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari.
Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yangvmengandung lebih
banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemakjenuh. Sebagai sumber
protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe,
karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita
diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong
menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh
tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM
tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat
seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
(DEPKES RI, 2005)
Berikut merupakan rekomendasi pemberian karbohidtrat (Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009) :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasa dari sumber
karbohidrat.
3. Jika ditambah MUFA (monounsaturated fatty acid) sebagai sumber energi,
maka jumlah karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan kalori per hari.
4. Jumlah serat 35-50 gram per hari.
Jadi total kebutuhan kalori per hari untuk penderita 1755 kalori + 351 kalori + 351
kalori = 1755 kalori. Untuk mempermudah perhitungan dalam konsultasi gizi
digenapkan menjadi 1700 kalori.
Distribusi makanan =
1. Karbohidrat 60% = 60% x 1700 kalori = 1020 kalori dari karbohidraat yang
setara dengan 255 gram karbohidrat (1020 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat).
2. Protein 20% = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang setara dengan
85 gram protein (340 kalori : 4 kalori/gram protein).
3. Lemak 20%= 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang setara dengan
37,7 gram protein (340 kalori : 9 kalori/gram protein).
C. Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan.Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per
hari. Olah raga akan memperbanyak jumlah danmeningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. (DEPKES RI,
2005)
Terapi Obat
PEMBERIAN TABLET OHO (obat hipoglikemik oral)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin
>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan
dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus
bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan
perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi
glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl
peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP1-(9,36)-amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM
tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja
DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif
dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Macam-macam insulin :
1. Insulin Konvensional, mengandung komponen a, b,dan c, misalnya: IR =
Insulin Reguler, NPH, PZI dan ada juga campuran IR : PZI = 30:70. Bentuk
ini lebih imunogenik dan alergik, sebetulnya yang mempunyai efek biologis
adalah komponen c saja.
2. Insulin Monokomponen = Insulin MC (Insulin Mono-Component = Highly
Purified Insulin) = hanya mengandung komponen c (insulin murni), misalnya
: Actrapid (short acting, identik dengan Insulin Reguler). Ada juga Insulatard
(identik dengan NPH) dan Mixtard (campuran short dan long acting insulin
dengan perbandingan 30:70).
3. Insulin Manusia = Human Insulin. Insulin ini kebanyakan dibuat dari E.Coli.
Insulin ini disebut juga dengan BHI dan mempunyai susunan kimiawi sama
dengan insulin manusia. Dikatakan, Insulin Manusia mempunyai efek alergik
dan imunologis yang minimal dibandingkan dengan kedua insulin tersebut
diatas.
4. Insulin Analogues, ada 2 macam :
a. Rapid-Acting Insulin Analogues: Lis Pro, Glulisin, Aspar
b. Long-Acting Peakless Insulin Analogues: Insulin Glargine, Insulin
Detemir
Obat anti diabetik (OAD) berserta dosisnya (Ikatan Apoteker Indonesia, 2012) :
1. Anti Diabetik Oral
Pioglitazon 15 mg, 30 mg dengan dosis 15 atau 30 mg sehari 1x
sebelum & sesudah makan
PENCEGAHAN
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis
atau tahap, yaitu:
Pencegahan tersier : semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat
komplikasi itu. Usaha ini meliputi :
Dalam hal ini Indonesia cukup beruntung karena sejak tahun 1993 PERKENI
telah menyusun dan memberlakukan consensus pengelolaan diabetes di Indonesia
yang ditandatangani oleh seluruh ahli di bidang diabetes. Di dalam buku consensus
itu sudah dicanangkan bahwa pencegahan adalah upaya yang harus dilaksanakan
sejak dini. Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi
pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam consensus yang mengacu kepada
WHO 1985, pencegahan ada 3 jenis yaitu pencegahan primer berarti mencegah
timbulnya hiperglikemia, pencegahan sekunder mencegah komplikasi sedangkan
pencegahan tersier mencegah kecacatan akibat komplikasi. Menurut laporan WHO
1994 pada pencegahan sekunder termasuk deteksi dini diabetes dengan skrinin,
sedangkan mencegah komplikasi dimasukkan ke dalam pencegahan tersier.
Strategi pencegahan
Pencegahan primer
Cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang yang belum
sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas. Yang
bertangguang jawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat termasuk
pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakanpola hidup sehat dan
menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah
penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Motto memasyarakatkan olahraga
atau mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer.
Pencegahan sekunder
Pencegahan tersier
KOMPLIKASI
Penyulit Akut
4. Hipoglikemia
Penyulit Menahun
1. Makroangiopati
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent,
meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan
kelainan yang pertama muncul.
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
nefropati
3. Neuropati
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan
lebih terasa sakit di malam hari.
3.1. KESIMPULAN
Diabetes Mellitus bisa dicegah dari masing masing individu baik yang belum
memiliki faktor resiko maupun bagi kelompok yang memili faktor resiko. Begitu
pentingnya menekankan pencegahan pada penyakit Diabetes Mellitus karena
penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat progresif, dan memiliki komplikasi
yang dapat mengenai sistem penting dalam tubuh manusia. Pencegahan tidak hanya
ditekankan kepada pencegahan primer bagi kelompok orang yang belum terkena,
namun juga pencegahan sekunder dan tersier yang merupakan pencegahan kepada
para kelompok penderita agar progresifitas dari penyakit ini sendiri tidak akan
menimbulkan kecacatan serta perburukan yang berarti bagi para penderita.
Dengan pendekatan pola hidup sehat yang menekankan pada pola diet sehat dan
aktivitas jasmani tidak hanya mencegah penyakit Diabetes Mellitus itu sendiri namun
juga mencegah berbagai penyulit yang berkaitan dengan penyakit metabolik.
Ditambah lagi pengobatan Diabetes Mellitus bersifat intensif dan terus menerus
yang sangat tidak efisien baik dari segi ekonomi dan kepatuhan bagi para
penderitanya.
3.2. SARAN
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan laporan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen
yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2012 dan dari pembaca
demi kesempurnaan laporan ini.