RAMUAN JAMU
REVOLUSI
SEBUAH PROSES IDEOLOGISASI MAHASISWA
AAB ELKARIMI
2014
ISBN :-
Kategori : Sarkasme-Ideologis
2014
-Taqiyuddin An-nabhani
B
erbagai macam kedzaliman setiap harinya begitu nyata
terlihat. Nyinyir erupsi ketiadaan dan pembunuhan
atas nama kesepelean berlalu mengenaskan. Kita
banyak mendapati hal-hal berbau darah, kematian konyol,
dan pengunggulan satu manusia atas manusia lain yang tak
berdasar, yang karenanya hal ini telah mengarahkan manusia
ke gerbang ambiguitas yang begitu mblunder. Tidak terlalu
berlebihan ketika kondisi ini dikatakan sebagai upacara bunuh
diri masal pasca moderniasi informasi dan tekhnologi
mutakhir.
Aab Elkarimi
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI .
PENDAHULUAN .
Bagian I
RUANG LINGKUP KEMANDULAN MAHASISWA DAN
PEMECAHANNYA
Mengenal Kemandulan .
Mencari Kebenaran dan pemaknaan hidup ..........
Mahasiswa dan Realitas Kekinian .
Bagian II
IDEOLOGI
Sekilas Tentang Ideologi .
Agama dan Ideologi .
Bergeraknya Ideologi .
Ideologi Islam dalam Negara .
Bagian III
PEMBACAAN SITUASI PENDOMINASIAN IDEOLOGI
Sekilas Tinjauan Ideologis Konflik Dunia .
Dominasi Ideologi di Indonesia .
Ramuan Jamu Revolusi Sebuah Proses Ideologisasi Mahasiswa |7
Berkenalan Dengan Musuh dan Makar .
Bagian IV
MERENCANAKAN REVOLUSI
Percikan Api Itu Telah Ada .
Pergerakan Tanpa Bayaran .
Strategi Membangun Poros Kekuatan .
Tahap Terakhir .
DAFTAR PUSTAKA .
PROFIL PENULIS .
G
enerasi muda yang tertipu oleh konsep hidup
materialisme telah banyak tercetak dan mengigau
untuk selalu sukses. Dimulai dari pandangan hidup,
tindak-tanduk, ucapan, dan tingkah bersosial yang bergerak
dalam framework senang itu banyak harta. Materi yang
dijadikan parameter hidup berimbas pada pemaknaan bahwa
kadar sukses dan berhasil bukanlah definisi lawas seperti apa
yang dikata orang tua jaman dulu; kepuasan batin, tapi
sesuatu yang definitif dan bermakna tunggal bahwa termasuk
kepuasan batin harus berlandaskan materi.
***
S
ebelum beranjak pada pembahasan mandul yang masih
simpang-siur antara peran dan reproduksi, terlebih
dahulu saya ingin membawa para pembaca untuk
menyelami fragmen sejarah dunia. Tentang bagaimana timur,
khususnya timur dekat dalam bingkai orientalisme, menjadi
begitu dikenal barat sebagai lawan sejak zaman kuno. Ada
injil dan bangkitnya agama Kristen; ada pelancong-pelancong
seperti Marco Polo yang memetakan rute-rute perdagangan
dan memolakan sistem perdagangan yang teratur, dan
sesudah dia Ladovico di Var thema dan Pietro della Valle; ada
fabelis-fabelis seperti Mandeville; ada gerakan penaklukan
timur oleh Islam yang tersohor; ada peziarah-peziarah militan,
utamanya tentara salib. Dari itu semua terbangunlah suatu
arsip internal dari literature yang bersumber dari pengalaman
sejarah tersebut, hingga fenomena sejarah besar yang terakhir
sebelum Uni Soviet runtuh pada 1992 di bawah pemerintahan
Gerbachev, terbentuknya blok barat dan blok timur. Sejarah
perlawanan dan pertempuran umat manusia memang selalu
menghasilkan decak kagum.
Diagnosis gejala
***
A
nda boleh membayangkan apa jadinya jika
pemaknaan terhadap kehidupan berawal dari definisi
materialisme. Yaitu suatu pandangan yang
berdasarkan atas kenyataan menurut proses waktu dan zat.
Artinya, menurut proses waktu bahwa sebelum gagasan dan
ide lahir, materi terlebih dahulu ada. Sedangkan menurut
proses zat, manusia ini tidak bisa berpikir atau tidak bisa
mempunyai ide tanpa mempunyai otak. Dan otak itu adalah
suatu materi atau benda yang berpikir. Otak atau materi ini
yang lebih dulu ada, baru kemudian bisa timbul ide atau
pikiran pada kepala manusia. Maka wajar saja menurut teori
ini alam semesta sudah ada sejak waktu yang tak terbatas dan
alam tidak memiliki awal maupun akhir. Teori ini juga
menyakini bahwa alam semesta tidak diciptakan, tetapi ada
dengan sendirinya. Segala sesuatu di alam semesta hanyalah
peristiwa kebetulan atau ketidaksengajaan dan bukan hasil
dari sebuah rancangan atau visi yang disengaja. Namun
sialnya bagi mereka, para penganut materialisme ini harus
menelan kembali ludah yang terlanjur keluar. Wacana Big
Bang yang digelorakan Edwin Hubble pada tahun 1929
c. Indera
d. Informasi-informasi terdahulu
***
1. pasti benar
2. mungkin benar
3. pasti salah
Anda tahu, jika konsep ini adalah salah satu konsep jitu
yang nilainya 100% benar?. Jika anda bergelut dalam alam
fantasi, menerka-nerka terkait kepribadian Hitler dengan
tanpa ada foto, video, atau pun sumber yang pasti benar,
maka sebenarnya kita telah menghabiskan waktu untuk suatu
hal yang sangat sulit dikatakan benar. Kita menghabiskan
waktu untuk berfantasi, bukan berpikir! Konsep sederhana
inilah yang dalam tataran praksis juga dipakai pihak
kepolisian dalam menindak lanjuti suatu tindak kejahatan, di
mana yang pertama dilakukan polisi adalah menangkap
penjahat, kemudian diadili, atas dasar penunjuk yang berupa
barang bukti dan saksi-saksi. Polisi tidak mungkin menerka-
nerka hal yang menimbulkan keraguan, yang pertama
dilakukan adalah membuat pernyataan yang nilainya 100%
benar. Bayangkan saja jika polisi berpikir pada hal yang tidak
pasti dalam menindak lanjuti penjahat, efeknya adalah
mungkin kita bisa jadi ditangkap, dituduh sebagai pencuri
bahkan lebih dahsyatnya dituduh sebagai teroris. Otomatis
jika konsep berpikir seperti ini ditinggalkan, maka kebenaran
itu adalah sampah, dan hancurnya peradaban manusia adalah
kepastian.
Terpidana : pak hakim dari mana asal muasal manusia, alam dan
kehidupan?
T
erkait posisi subjek dari sebuah bangsa yang
merupakan motor penggerak peradaban, yang mampu
mengentaskan kemandulan, dan bergerak untuk suatu
perubahan, dalam pandangan saya yang saat ini berposisi
sebagai mahasiswa, saya merasa terfitnah dan selalu merasa
risih dengan tudingan bahwa mahasiswa adalah agent of
change, agent of social control, iron stock, atau pun moral force.
Saya tidak hafal dari mana istilah ini berasal, sebuah istilah
yang mungkin makna sebenarnya adalah pengharapan,
namun iba dan rasa bersalahlah ketika kita berkaca. Dirasa
masih sama dengan generasi-generasi yang lalu, saat ini
mahasiswa terlalu ke-PD-an bergerak, padahal sejatinya
melacur, baik itu lacuran berupa pemaknaan yang gegabah
mengomparasikan ideologi, lacuran akademis yang sukses
membangun kosmos pribadi bernada egomania, lacuran
moral berupa senggamanya pemuda dengan tabiat hewan dan
binatang, maupun lacuran social yang dalam pemaknaan luas
adalah apokalips kesejahteraan yang gagal.
Reformasi 1998.
Ada cemburu ketika barisan bis kota lewat di sebuah ruas jalan
Jakarta. Ketika itu panas menghiasi bulan Mei di 1998. Betapa tidak,
di dalam dan di atapnya berdiri gagah mahasiswa berjaket
melambaikan bendera kesatuan aksinya, sedangkan saya terdiam di
tepi jalan hanya sebagai penonton. Mereka pemain dan saya
penonton. Mereka di tengah dan saya di pinggir. Mereka berjuang
IDEOLOGI
D
alam sebuah komunitas, baik skala besar maupun
skala kecil, problematika adalah hal yang niscaya.
Namun timbulnya problematika ini kadang selalu
tidak sejalan dengan solusi yang ditawarkan. Jika jeli, kita
akan menemukan jejalan dan doktrinasi gagasan-gagasan
yang terus diulang dengan gencar, namun secara bersamaan
pula menenggelamkan gagasan lain yang padahal sudah
terbukti sukses memecahkan segala bentuk permasalahan.
Dari mereka sebagai pelaku yang mestinya bertanggung
jawab munculah secara sekonyong-konyong istilah relefansi,
ketidaksamaan situasi dan kondisi zaman. Artinya Islam tidak
relefan dijadikan dasar. Mereka berdalih seperti itu secara
sepihak tanpa ada sedikit pun kajian mendalam, koferhen dan
komparatif.
T
idak bisanya membedakan antara agama dan ideologi
sangat meresahkan sekali. Terbukti banyak dikalangan
umat Islam sendiri merasa risih ketika membawa
agama mereka untuk dijadikan ideologi Negara. Kemudian
ketidak enakkan ini dilabuhkanlah secara serampangan dalam
filsafat barat yang sarat ke-ambigu-an. Baru-baru ini kita
terkaget dengan berita bahwa UIN Sunan Ampel Surabaya
sebagai pencetak generasi muda bangsa, pada masa OSPEK
mengangkat tema kontrofersial bertajuk Tuhan Membusuk.
Saya hanya berkernyit dahi, mencoba menerjemahkan kata
yang sangat tidak familiar ini, takutnya arus berpikir ini
mengarahkan bangsa Indonesia dalam pelukan Nietszche
(1844-1900), filosof Jerman yang ateis. Ya hampir senada
dengan apa yang dilakukan para mahasiswa semasa ospek ini.
Dalam kolom di media online pada 1 September 2014 yang
ditulis Kholili Hasib cukup bisa memberikan gambaran
bagaimana kaum muda beragama di Indonesia kebingungan
karena interpensi orientalis sebagai salah satu langkah
Kapitalisme barat dalam bermakar terhadap rivalnya, Islam.
Hasib menulis .Nietszche pernah memplokamirkan
Tuhan telah Mati. Maksudnya, ia membunuh hal-hal
terkait dengan nilai ketuhanan. Menghilangkan nilai
S
ekarang saat semua menjadi kacau, banyak yang hebat
pura-pura jadi keparat, tak sedikit yang bodoh
berkamuflase untuk diakui kompeten. Jangan heran,
inilah dunia pewayangan, penuh mitos, distori, dan banyak
fantasi. Inilah buah ideologi kapitalisme demokrasi yang telah
uzur dan batuk-batuk.
S
aat ini, kita diuji oleh keadaan, oleh situasi. Kita berada
pada dua pilihan yang sama-sama sulit. Masih sebatas
sulit, belum sampai pada tahap mustahil. Bahwasanya
apakah generasi muda mampu membawa alam, manusia, dan
kehidupan mencapai keadilan dalam pemaknaan dan
kemakmuran dalam berjalannya, atau malah menyaksikan
semuanya itu habis dilibas jaman. Kita dituntut memikirkan
aspek detail dari pemaknaan asal muasal kehidupan, alam
semesta, dan manusia. Kita dituntut memperbaiki semua,
PEMBACAAN SITUASI
PENDOMINASIAN IDEOLOGI
B
agi saya, tampaknya tolol jika kita berupaya
menyuguhkan suatu pandangan konflik dunia dari
teori yang bersifat naratif dan ensiklopedik tanpa
pernah menarik benang merah atas dasar apa semuanya
bermula. Pertama-tama karena, jika prinsip yang menjadi
pedoman rujukan adalah gagasan-gagasan yang terlahir dari
masyarakat politis dari negara-negara yang mengusung
ideologi, maka praktis tidak akan ada batas bahan yang akan
saya telusuri dan menjadikannya sebuah karya, karena teori
bersifat naratif ini secara berjamaah mengambil sejumlah teori
dasar untuk menghakimi sebuah ideologi yang berlawanan.
Ini mirip sekali dengan gaya berpikir Orientalisme yang pada
intinya menghakimi timur dari sudut pandang barat dengan
tanpa berani mengubah kesan dari para pendahulunya yang
ekstrim. Kedua, karena model naratif dan ensiklopedik ini
tidak akan cocok dengan kepentingan deskriptif dan
propaganda saya dalam menyebarkan ideologi Islam yang
paripurna yang dengan nista dipaksa tertimbun lama.
Ah, atau....
Semua ini harus kita tata dari awal, konsep hidup yang
saat ini semakin hari semakin parah bisa menimbulkan konflik
hebat yang berkelanjutan, bahkan dari hal sepele sekali pun.
Maka cara yang paling rasional adalah memahamkan umat
akan pentingnya kebersatuan yang tidak berlandaskan
ashobiah, tentunya bagi kita yang telah membaca jauh adalah
berlandaskan keyakinan atas pemaknaan hidup yang telah
dipecahkan, yang dalam aplikasinya mampu menembus
bahkan meloncati jauh batas-batas semu 'ashobiah'. Lewat
keyakinan mendasar pula kita dituntut untuk bersatu, menjadi
umat yang satu, tanpa membedakan warna kulit, bangsa, ras,
atau pun sentimen nasionalisme. Tentu lewat semua ini
Khilafah, sebagai pemersatu umat adalah di samping
kewajiban juga menjadi keperluan bagi kita dalam
menyelesaikan konflik.
S
alah satu aspek dari dunia yang telah mengalami masa
revolusi informasi atau bisa dikatakan tatanan dunia
pasca-modern yang elektronis dan teknologis ini adalah
penguatan stereotif-stereotif yang dijadikan alat untuk
menghakimi negara sasaran ekspansi, pelepasan nafsu negara
imperialis untuk menjarah. Internet, televisi, film-film, dan
semua sumber media baik koran elektronik, maupun koran
cetak telah memaksa para penyajinya untuk berjamaah
menyamakan konsep, dalam istilah Said:1978 adalah semua
sumber media telah memaksa informasi untuk mengambil
pola yang makin lama-makin terstandarisir.
Pada masanya,
S
emakin canggihnya bentuk penjajahan membuat kita
kesulitan mengklasifikasikan mana kawan dan mana
lawan. Penggolongan musuh dan makar saat ini
terselimuti oleh aliran kebatinan dengan gagasan fiantropi.
Yaitu aliran cinta damai semu yang mulai kentara sejak
beberapa dekade silam Unesco menyerukan agar dalam
mempempelajari sejarah hendaknya dihilangkan rasa benci
dan permusuhan. Saya hanya mencoba menyerukan bahwa
kita tak boleh percaya dengan omong kosong itu semua.
Maksud saya bahwa kita dengan keluguan sementara yang
kita punya dalam memahami fakta, tidak boleh lepas dari
pemaknaan kehidupan yang sebelumnya telah panjang lebar
kita bahas. Ini tak lain supaya kita lebih hati-hati terhadap
makar.
(Q.S. Al-Mumtahanah: 9)
MERENCANAKAN REVOLUSI
Mas, di rumah lagi ribut. Masalah ISIS dan ana kebawa2, untuk
syabab di daerah ana kena semua
M
enungulang pendapat Antonio Gramsci dalam
membagi secara analitis perbedaan kelas
masyarakat, antara masyarakat sipil dan politis, di
mana masyarakat sipil terbentuk dari afilasi-afilasi sukarela
yang lebih bersifat rasional dan tidak memaksa, seperti
keluarga, sekolah, dan kumpulan-kumpulan lain; sedangkan
masyarakat politis terbentuk dari pranata-pranata institusi
yang peranannya adalah dominasi langsung (teori hegemoni
budaya) sangatlah berguna bagi saya. Yang kemudian harus
kita pahami adalah bagaimana meletakkan kita sebagai
masyarakat politis yang tahu medan dan punya resistensi
untuk tak mudah dibodohi. Adalah sesungguhnya masyarakat
politis lahir dari pemahaman ideologi yang matang dan tidak
semata-mata lahir dari pemikiran yang mengikuti alur, yang
membebek dan membabibuta seperti taklidnya fans pada
idola.
(Q.S.Ali Imran:110)
Maka semua hal yang kecil begitu pun hal yang besar
yang kita lakukan sebenarnya diperhatikan semua orang. Kita
tidak hidup untuk diri kita sendiri, tidak hanya hidup untuk
tanah air kita, tanah air yang kecil yaitu Indonesia ini.
Sekarang ini kita hidup di suatu alam yang tehampar luas
sekali, yang dalam sejarahnya yang silam adalah negara
adidaya yang menguasai 2/3 dunia, yaitu dunia Islam. Kita
tidak dibayar.
S
ebuah aktifitas yang mengarah pada perubahan
tentunya harus matang. Tidak hanya berbekal semangat
dan teriakan menggelora yang mudah luntur dan tak
membekas. Kita tidak menginginkan sebuah pergerakan yang
hanya bersifat kesungguhan semata tanpa memiliki suatu pola
pakem yang tangguh. Karena jika melihat dari sisi historis
pergerakan mahasiswa Indonesia banyak yang dulu bergerak
hanya berbekal semangat berupa nilai-nilai kemanusiaan,
kemudian setelah habis perbekalan itu mereka lelah, terhenti,
dan akhirnya mati. Kemudian muncul lagi gerakan
mahasiswa baru dengan semangat baru dan dengan orang-
orang baru. Berjalan dengan berbekal kesungguhan dan nilai-
nilai kemanusian, lambat laun lelah, terhenti, dan akhirnya
mati. Lingkaran kegagalan ini sangat wajar karena konsep
lemah, kesadaran yang lemah, dan langkah-langkah yang
lemah telah melandasinya sejak awal.
S
udah lama saya bermimpi tentang kaum muda yang
bersemangat dalam melancarkan perlawanan terhadap
segala macam bentuk penjajahan. Sudah lama saya
menantikan detik-detik di mana pemuda mengambil langkah
yang bijak dalam setiap pergerakan.
Sumber Internet:
http://Caknun.com/
http://Dakwahmedia.com/
http://Dw.de/