Anda di halaman 1dari 16

ETIKA POLITIK ISLAM

PENYUSUN: YANUAR EKA F. ( 125080300111133 )

LEMBAR PENGESHAN
JUDUL : ETIKA POLITIK ISLAM

PENYUSUN : YANUAR EKA F. ( 125080300111133 ) KELAS : TO-2

FAKULTAS : PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN,UNIBRAW PRODI : TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Makalah ini telah dibaca dan disetujui oleh :

Malang, 25 September 2012

DOSEN PEMBIMBING

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ETIKA POLITIK ISLAM Makalah ini mendeskripsikan tentang mana yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau Demokrasi untuk konteks Indonesia? Bagaimana model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun? Adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi? Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang ETIKA POLITIK ISLAM Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Malang 25 September 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem politik adalah suatu bagian yang pasti ada di setiap Negara sistem politik sendiri berfungsi sebagai pengatur dan membuat peraturan untuk dipatuhi oleh seluruh warga negaranya. Ada beberapa sistem politik yaitu sistem politik komunis, liberal dan demokrasi dari beberapa sistem politik tersebut masih ada juga sistem politik Islam. Setiap Negara pasti memiliki sistem politiknya masing-masing. Seperti misalnya Negara Indonesia yang menggunakan sistem politik demokrasi yang berarti sistem tersebut didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Disini kita akan membahas tentang manakah yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau demokrasi untuk konteks Indonesia? Bagaimana model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun? Adakah titik temu antara sistem politik Islam dan sistem demokrasi? 1.2 Batasan Masalah Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya: 1. Pengertian Sistem Khalifah dan Sistem Demokrasi 2. Model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun 3. Titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mana yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau demokrasi untuk konteks Indonesia? 2. Bagaimana model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun? 3. Adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi?

1.4 Tujuan Dalam menyusun makalah ini penyusun mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Penyusun ingin mengetahui mana yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau demokrasi untuk konteks Indonesia? 2. Penyusun ingin mengetahui bagaimana model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun? 3. Penyusun ingin mengetahui adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi? 1.3 Manfaat Adapun manfaat dalam pembutan makalah ini,diantaranya sebagai berikut: 1. Penyusun memahami mana yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau demokrasi untuk konteks Indonesia? 2. Penyusun mengetahui bagaimana model pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun 3. Penyusun mengetahui adanya titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi? 1.6 Sistematika Penulisan Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penyusun menggunakan study kepustakaan, yaitu penyusun browsing bacaan yang berhubungan dengan ETIKA POLITIK ISLAM

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Khalifah Khilafah (bahasa Arab: ,) adalah kepemimpinan, imamah, biasa juga disebut kekhalifahan. Ia merupakan satu bentuk pemerintahan Islam. Pemimpin atau ketua pemerintahannya dinamakan khalifah. Menurut al-Quran segala sesuatu di Bumi ini termasuk daya dan kemampuan yang diperolehi seseorang hanyalah kurnia daripada Allah (swt). Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah atau wakil Allah (Yang Maha Memiliki) supaya mereka dapat menggunakan kurnia tersebut sesuai dengan keridhaan-Nya. Khalifah dianggap sebagai pewaris Nabi Muhammad s.a.w. Mengikut Sunah Waljamaah, khalifah dilantik oleh rakyat atau wakilnya, sedangkah pengikut Syiah menganggap hanya Ahlul Bait yang berhak menjadi khalifah. 2.2 Sejarah KeKhalifahan Islam Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka mengangkat seorang khalifah setelah beliau SAW wafat, yang dibai'at dengan bai'at syar'i untuk memerintahkan kaum muslimin berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW. Menegakkan syari'at Allah, dan berjihad bersama kaum muslimin melawan musuh-musuh Allah. Rasulullah SAW bersabda , "Sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku, dan akan ada para khalifah, dan banyak (jumlahnya)." para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi SAW menjawab, "penuhilah bai'at yang pertama, dan yang pertama. Dan Allah akan bertanya kepada mereka apa-apa yang mereka pimpin." (HR. MUSLIM). Rasulullah SAW berwasiat kepada kaum muslimin, agar jangan sampai ada masa tanpa adanya khalifah (yang memimpin kaum muslimin). Jika hal ini terjadi, dengan tiadanya seorang khalifah, maka wajib bagi kaum muslimin berupaya mengangkat khalifah yang baru, meskipun hal itu berakibat pada kematian. Sabda Rasulullah SAW, "Barang siapa mati dan dipundaknya tidak membai'at Seorang imam (khalifah), maka matinya (seperti) mati (dalam keadaan) jahiliyyah." Rasulullah SAW juga bersabda, "Jika kalian menyaksikan seorang khalifah, hendaklah kalian taat, walaupun (ia) memukul punggungmu. Sesungguhnya jika tidak ada khalifah, maka akan terjadi Kekacauan." (HR. THABARANI) Sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan (kepada kita) untuk taat kepada khalifah. Allah berfirman : "Hai orang-orang yang berfirman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu." (AN NISA :59)

Kaum muslimin telah menjaga wasiat Rasulullah SAW tersebut sepanjang 13 abad. Selama interval waktu itu, kaum muslimin tidak pernah menyaksikan suatu kehidupan tanpa ada (dipimpin) seorang khalifah yang mengatur urusan-urusan mereka. Ketika seorang khalifah meninggal atau diganti, "ahlul halli wal 'aqdi" segera mencari, memilih, dan menentukan pengganti khalifah terdahulu. Hal ini terus berlangsung pada masa-masa Islam (saat itu). Setiap masa, kaum muslimin senantiasa menyaksikan bai'at kepada khalifah atas dasar taat. Ini dimulai sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga periode para Khalifah dari Dinasti 'Utsmaniyyah. Kaum muslimin mengetahui bahwa khalifah pertama dalam sejarah Islam adalah Abu Bakar ra, akan tetapi mayoritas kaum muslimin saat ini, tidak mengetaui bahwa Sultan 'Abdul Majid II adalah khalifah terakhir yang dimiliki oleh umat Islam, pada masa lenyapnya Daulah Khilafah Islamiyyah akibat ulah Musthafa Kamal yang menghancurkan sistem kilafah dan meruntuhnya Dinasti 'Utsmaniyyah. Fenomena ini terjadi pada tanggal 27 Rajab 1342 H. Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah. Mereka (para khalifah) terdiri dari 5 orang khalifah dari khulafaur raasyidin, 14 khalifah dari dinasti Umayyah, 18 khalifah dari dinasti 'Abbasiyyah, diikuti dari Bani Buwaih 8 orang khalifah, dan dari Bani Saljuk 11 orang khalifah. Dari sini pusat pemerintahan dipindahkan ke kairo, yang dilanjutkan oleh 18 orang khalifah. Setelah itu khalifah berpindah kepada Bani 'Utsman. Dari Bani ini terdapat 30 orang khalifah. Umat masih mengetahui nama-nama para khulafaur rasyidin dibandingkan dengan yang lain. Walaupun mereka juga tidak lupa dengan Khalifah 'Umar bin 'Abd al-'Aziz, Harun al-rasyid, Sultan 'Abdul Majid, serta khalifah-khalifah yang masyur dikenal dalam sejarah. 2.3 Sistem Pemerintahan Demokrasi Indonesia Sistem pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur pemerintahannya. Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintah politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Demokrasi berasal dari bahasa Yunani (dmokrata) kekuasaan rakyat,yang dibentuk dari kata (dmos) rakyat dan (Kratos) kekuasaan. Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa Sistem pemerintahan Demokrasi adalah sistem pemerintahan suatu negara yang kekuasaannya mutlak di tentukan oleh rakyat / melalui perwakilan rakyat. Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristotelessebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.

Dengan adanya sistem demokrasi, kekuasaan absolut satu pihak melalui tirani, kediktatorandan pemerintahan otoriterlainnya dapat dihindari. Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat, namun pada masa awal terbentuknya belum semua orang dapat mengemukakan pendapat mereka melainkan hanya laki-laki saja. Sementara itu, wanita, budak, orang asing dan penduduk yang orang tuanya bukan orang setempat tidak memiliki hak untuk itu. Demokrasi terbentuk menjadi suatu sistem pemerintahan sebagai respon kepada masyarakat umum yang ingin menyuarakan pendapat mereka. Di Indonesia, pergerakan nasionaljuga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalismedan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia inginkan. Masalah keadilan menjadi penting, dalam arti setiap orang mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi hak tersebut harus dihormati dan diberikan peluang serta pertolongan untuk mencapai hal tersebut. 2.4 MANA YANG LEBIH TEPAT PENERAPAN SISTEM KHALIFAH ATAU DEMOKRASI UNTUK KONTEKS INDONESIA? Dari berbagai sumber yang kami peroleh ternyata penerapan Sistem Khalifah itu lebih tepat di terapkan untuk konteks Demokrasi di Indonesia karena Sistem Demokrasi di Indonesia terdapat berbagai kekurangan di antaranya sebagai berikut: Demokrasi bermakna: kedaulatan ada di tangan rakyatyang berwenang membuat hukum sesuai dengan kehendak mereka berdasarkan suara mayoritas, menghalalkan dan mengharamkan, serta menetapkan status terpuji dan tercela; individu memiliki kebebasan dalam segala perilakunyabebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya, bebas meminum khamr, berzina, murtad, serta mencela dan mencaci hal-hal yang disucikan dengan dalih demokrasi dan kebebasan individual. Inilah hakikat demokrasi. Inilah realita, makna, dan pengertian demokrasi. Lalu bagaimana bisa seorang Muslim yang mengimani Islam mengatakan bahwa demokrasi hukumnya boleh atau bahwa demokrasi itu berasal dari Islam? Adapun masalah umat memilih penguasa atau memilih Khalifah, hal itu merupakan perkara yang telah dinyatakan di dalam nash-nash syariah. Kedaulatan di dalam Islam ada di tangan syariah. Akan tetapi, baiat dari rakyat kepada Khalifah merupakan syarat mendasar agar seseorang menjadi khalifah. Sungguh, pemilihan Khalifah telah dilaksanakan secara praktis di dalam Islam pada saat seluruh dunia masih hidup di bawah kegelapan, kediktatoran, dan kezaliman para raja. Siapa yang mendalami tatacara pemilihan Khulafaur RasyidinAbu Bakar, Umar bin alKhaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib; semoga Allah meridhai merekamaka ia akan dapat melihat dengan jelas bagaimana dulu telah sempurnanya pembaiatan kepada para khalifah itu oleh ahl al-halli wa al-aqdi dan para wakil kaum Muslim.

Dengan baiat itu, masing-masing dari mereka menjadi khalifah yang ditaati oleh kaum Muslim. Abdurrahman bin Auf, yang kala itu telah diangkat menjadi wakil atas sepengetahuan pendapat mereka yang menjadi representasi kaum Muslim (mereka adalah penduduk Madinah), telah berkeliling di tengah-tengah mereka; ia bertanya kapada si anu dan si anu, mendatangi rumah ini dan itu, serta menanyai laki-laki dan perempuan untuk melihat siapa di antara para calon khalifah yang ada, yang mereka pilih untuk menduduki jabatan khalifah. Pada akhirnya, pendapat orang-orang mantap ditujukan kepada Utsman bin Affan, lalu dilangsungkanlah baiat secara sempurna kepadanya. Ringkasnya, sesungguhnya demokrasi adalah sistem kufur; bukan karena demokrasi mengatakan tentang pemilihan penguasa, dan hal itu juga bukan menjadi masalah mendasar, tetapi karena perkara mendasar dalam demokrasi adalah menjadikan kewenangan untuk membuat hukum berada di tangan manusia, bukan pada Allah, Tuhan alam semesta. Padahal Allah SWT berfirman: Menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah. (QS Yusuf [10]: 40). Demi Tuhanmu, mereka hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya. (QS an-Nisa [4]: 65). Terdapat banyak dalil (selain ayat-ayat di atas, ed.) yang saling mendukung, yang sudah diketahui bersama, yang menyatakan bahwa kewenangan menetapkan hukum adalah milik Allah SWT. Apalagi demokrasi juga menetapkan kebebasan pribadi (personal freedom), yang menjadikan laki-laki dan perempuan bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan tanpa memperhatikan halal dan haram. Demokrasi juga menetapkan kebebasan beragama (freedom of religion), di antaranya berupa kebebasan untuk murtad dan gonta-ganti agama tanpa ikatan. Demokrasi juga menetapkan kebebasan kepemilikan (freedom of ownership), yang menjadikan pihak yang kuat mengeksploitasi pihak yang lemah dengan berbagai sarana sehingga yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Demokrasi pun menetapkan kebebasan berpendapat (freedom of opinion), bukan kebebasan dalam mengatakan yang haq, tetapi kebebasan dalam mengatakan hal-hal yang menentang berbagai kesucian yang ada di tengah-tengah umat. Bahkan mereka menganggap orang-orang yang berani menyerang Islam di bawah slogan kebebasan berpendapat sebagai bagian dari para pakar opini yang sering disebut sebagai para pahlawan. Atas dasar ini, sistem pemerintahan Islam (Khilafah) bukan sistem kerajaan, bukan imperium, bukan federasi, bukan republik, dan bukan pula sistem demokrasi sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya. [Sumber: Strutkur Daulah Khilafah/syabab.com]

KEPEMIMPINAN ALA RASULLULAH DAN KHULAFAUR RASYIDUN


2.5 KEPEMIMPINAN ALA RASULLULAH Firman Allah SWT: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab:21). Dengan Muhammad saw di utus untuk membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai- nilai keimanan, egalitas sosial, persaudaraan. Muhammad saw. diutus untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah. Setiap kalian adalah pemimpin. Dan, setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban demikian sabda Rasulullah dalam hadits Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad. Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin penduduk rumahnya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang perempuan merupakan pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang khadim (pembantu) merupakan pemimpin harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya., lanjut Rasulullah saw. Kepemimpinan adalah amanah. Amanah adalah kepercayaan yang diberikan karena ada unsur kemampuan pada yang dipercayai. Maka, kepemimpinan merupakan kepercayaan yang diberikan kepada orang-orang yang dipandang memiliki kemampuan dalam menjalankan urusan organisasi. Tugas utama para pemegang amanah kepemimpinan adalah memberikan rasa aman terhadap yang dipimpin (baca: umat). Aman dalam ibadah, berarti pemimpin mesti membimbing umat, bagaimana beribadah yang benar sehingga aman dari ancaman adzab Allah. Aman dalam kehidupan dunia, berarti para pemimpin harus mengarahkan umat agar aman dari ancaman dan tipuan dunia, sehingga dunia berada di bawah penguasaan umat bukan umat berada di bawah penguasaan dunia. Aman dari segala hal sehingga umat benar-benar sejahtera lahir dan batin. Oleh karena itu, kepimpinan tidak diembankan pada seorang atau dua orang tapi kepada tim atau staf yang memiliki ghirah memperjuangkan keamanan bagi umat dalam segala aspek kehidupan.

Umat mesti menjadi relasi bagi para pemangku amanah kepemimpinan. Urusan hak dan kewajiban itu akan beriring bersamaan ketika pemimpin dan yang dipimpin bekerjasama dengan baik dan solid. Ketika pemimpin mengeluarkan kebijakan, tentunya kebijakan yang tidak keluar dari nilai-nilai syariat; maka, yang dipimpin mesti menaati. Pemimpin itu dipilih untuk ditaati bukan diangkat lalu dimaksiati. Sekali lagi, ketaatannya mesti pada hal yang tidak melanggar syariat. Jika melanggar, tugas umat sebagai pemegang kepemimpinan sebenarnya adalah meluruskan. Dengan begitu, harapan terwujudnya masyarakat yang sakinah, aman dan nyaman, insya Allah akan dicapai. Dan, ini terlihat dari indikasi seimbangnya arus hak dan kewajiban. 2.6 KEPEMIMPINAN ALA KHULAFAUR RASYIDUN Khulafaur Rasyidin (bahasa Arab: ) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam. Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu Hadits Ghadir Khum Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8 2.6.1 Abu Bakar Ash-Shiddiq Abu bakar ash-Shiddiq adalah seorang pedagang yang selalu memelihara kehormatan dan harga dirinya. la seorang yang kaya, mempunyai pengaruh yang besar, dan memiliki akhlak mulia. Sebelum datangnya Islam, ia sudah menjadi kawan akrab Rasulullah. Usianya pun hampir sama dengan Rasulullah. Begitu pun dengan kemuliaan, profesi, dan keturunannya. Tidak berlebihan jika ia terpilih menjadi khalifah pertama. Ia telah meletakkan garis-garis besar kepemimpinan yang menerangkan tentang sifat dan akhlak pemimpin yang baik. Sifat - sifat tersebut adalah sebagai berikut.

Kepemimpinan kerja dan perbuatan, bukan perkataan. Takwa dan amal saleh adalah pondasi kepemimpinan. Menjaga kesatuan dan persatuan pasukan. Menjelaskan metode kepemimpinan kepada para pengikut. Menggunakan nasihat yang baik dan pengarahan yang benar kepada para personel pasukan. 6. Memperbaiki diri sendiri sebelum orang lain. 7. Selalu melaksanakan shalat tepat pada waktunya. 2.6.2 Umar Ibnul-Khaththab Umar ibnul-Khaththab merupakan salah satu sosok pemimpin yang tegas, jujur dan adil dalam Islam. Ia adalah khalifah kedua dalam Islam setelah Abu Bakar ash-Shiddiq. Untuk menertibkan para pejabat bawahannya, Umar ibnul-Khaththab menulis Risalatul Qada atau Dustur Umar" yang berisi nasehat dan aturan praktis untuk menerapkan keadilan dan kejujuran dalam pemerintahan. Sebelumnya, di masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar menjabat sebagai hakim. la menjalankan amanah tersebut dengan begitu cerdas, adil, dan tegas, sehingga ia pemah mengajukan pengunduran diri dari jabatan tersebut kepada Abu Bakar, karena tak ada lagi perkara kejahatan yang bisa diurusnya. Umar ibnul-Khaththab membagi tipe pemimpin menjadi empat macam. 1. Pemimpin yang berwibawa. Yaitu pemimpin yang tegas bertindak terhadap segala bentuk kejahatan, tak peduli siapapun yang melakukannya. Tak peduli apakah pelaku itu diri sendiri, keluarga, atau orangorang dekatnya sekali pun. Jika mereka salah, pemimpin yang berwibawa akan menghukumnya, sehingga rakyat yang dipimpinnya menjadi sejahtera lahir dan batin. 2. Pemimpin yang tidak tegas terhadap dirinya sendiri. Pemimpin seperti ini tidak berani bersikap tegas terhadap bawahannya. la juga lemah dan tidak berwibawa di mata rakyatnya. Pemimpin seperti ini selalu di buntuti oleh bahaya, dan jika tidak diperbaiki maka kehancuran akan datang kepadanya. 3. Pemimpin egois. lni tipe pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri, tanpa peduli terhadap bawahan dan rakyatnya. la hanya mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Pemimpin seperti ini dibenci oleh bawahan dan rakyatnya. Dan kudeta selalu menunggu untuk merebut kekuasaan darinya. 2.6.3 Usman Bin Affan Khalifah Islam yang ketiga ini memiliki nama panjang Ustman bin Affan al-Umawi alQuraisyi. Ia biasa dipanggil dengan nama Abu Abdillah atau Abu Amr. Usianya lebih muda 5 tahun daripada Rasulullah saw.. Ia adalah saudagar kain yang kaya raya dan juga memiliki ternak yang paling banyak diantara orang-orang Arab lainnya. Ia diangkat rnenjadi khalifah oleh Majelis Syuro ketika itu. Bakat kepemimpinannya telah terlatih karena ia berpengalaman memimpin usaha dagang dan ternaknya.

1. 2. 3. 4. 5.

Diantara sifat-sifat kepemimpinan yang dimilikinya yaitu: 1. Menjalankan Al-Qur an dan As-Sunnah. 2. Teguh pendirian. 3. Dermawan. 4. Lemah lembut dan sopan santun, bahkan terhadap lawannya. 2.6.4 Ali bin Abi Thalib Karakter kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, seperti yang diungkapkan Dhirar bin Dhamrah kepada Muawiyyah bin Abu Sufyan adalah sebagai berikut : 1. Berpandangan jauh ke depan (visioner). 2. Sangat kuat (fisik). 3. Berbicara dengan sangat ringkas dan tepat. 4. Menghukum dengan adil. 2.7 Adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dan Sistem Demokrasi Inti dari demokrasi adalah kedaulatan rakyat. Inti gagasan ini bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, jelas sekali Islam mengajarkan kedaulatan itu di tangan Allah (di tangan syariat). Kehendak yang paling tinggi itu ada di tangan syariat. Ke sanalah rakyat dan seluruh elemen negara itu wajib tunduk. Dalam al-Quran tertulis: Innama kaan kaula al-Muminina idza duu ilallahi wa rasulihi liyahkuma baynahum ayyakulu samina wa athona (Kami mendengar dan kami taat). Itu menunjukan bahwa syariat menempati posisi yang paling tinggi. Begitu syariat Islam menyatakan sesuatu, menyuruh sesuatu atau melarang sesuatu, mereka tunduk; samina wa athona. Itu jelas sekali. Ditegaskan dalam ayat lain, wa ma kaana limuminin wa la muminatin idza qodlo allahu wa rasulahu amran ayyakuna lahumul khiyaratu min amrihim. Jadi, kalau Allah dan Rasul-NYA sudah menetapkan keputusan hukum, maka tidak pantas bagi seorang mukmin laki-laki dan perempuan untuk mencari keputusan hukum selain yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNYA. Ini menunjukan bahwa yang memiliki kehendak paling tinggi adalah Allah dan RasulNYA. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana, syariat. Karenanya, syariat itu semestinya bukan option (pilihan), tapi obligation (kewajiban). Dalam sistem demokrasi di negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia, syariat itu masih sekedar option, bukan obligation. Di situlah kita wajib menolak, bukan pilihan, yang semestinya diterapkan sebagai satu-satunya sistem hukum yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat dan bernegara. Jadi, Khilafah tidak terkait dengan demokrasi.

BAB III PENUTUP


3.1 Jawaban dari rumusan masalah 1. Mana yang lebih tepat penerapan Sistem Khalifah atau demokrasi untuk konteks Indonesia? Jawaban : Jadi berdasarkan penelitian kami dari berbagai sumber ternyata sistem Khalifah itu lebih cocok di terapkan dalam konteks demokrasi karena selain mengamanatkan peninggalan rasul sistem khalifah juga memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh sistem demokrasi yang terlalu bebas dan sering sekali disalahgunakan kebebasannya yang dapat menjerumuskan umat manusia dalam perbuatan-perbuatan maksiat. 2. Bagaimana pemerintahan ala Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun? Jawaban : pemerintahan Rasululah dan Khulafaur Rasyidun itu selalu membangun pemerintahan yang tegas, adil, dan jujur. Tidak seperti pemerintahan zaman sekarang. 3. Adakah titik temu antara Sistem Politik Islam dengan Sistem Demokrasi? Jawaban : seperti yang dijelaskan dipembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada titik temu antara Sistem Politik Islam dengan Sistem Demokrasi. 3.2 Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa: 1. Penerapan Sistem Khalifah lebih tepat di pakai dalam konteks demokrasi di Indonesia 2. Pemerintahan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidun itu selalu membangun pemerintahan yang tegas, adil, dan jujur. 3. Tidak ada titik temu antara Sistem Politik Islam dengan Sistem Demokrasi.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


ii) www.scribd.com www.wikipedia.com www.globalkhilafah.blogspot.com Strutkur Daulah Khilafah/syabab.com

Anda mungkin juga menyukai