Anda di halaman 1dari 21

HIPOGLIKEMI

A. Definisi
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya
gangguan perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena
kehilangan kalium yang berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.

B. Etiologi
Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah:
1. Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam
keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L.
Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh.
Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K +, melalui
mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat.
Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300
mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam 710 hari 4. Setelah periode tersebut, kehilangan
lebih lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium
per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat cukup
kalium dalam diet mereka(3).

2. Disfungsi Ginjal
Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal
(RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk
Cisplatin dan Amfoterisin B.

3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal


Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat
menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada pasien-pasien
yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa mengakibatkan deplesi
kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah, fistula, dan transfusi eritrosit.

4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal


Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras cadangan
kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak dilaporkan menyebabkan
hipokalemia.
Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel:

5. Endokrin atau Hormonal


Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem
endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
(3)
C. Patofisiologi Keseimbangan Elektrolit
Perpindahan Trans Selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-faktor yang
merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa,
insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui
merangsang influks kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na +/K+ ATP
ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium
dan sekresi kalium (1).
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K serum
sebesar 0,20,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam waktu satu jam akan
mengurangi sampai 1 mmol/L 3. Ritodrin dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa
menurunkan kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama
6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang pelepasan
amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na +/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir
selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi
bisa menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel,
pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini
jarang merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan
ketoasidosis diabetes.

D. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung (4)


Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF. Ini membuat
semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan asupan kalium bisa menurunkan
tekanan darah dan mengurangi risiko stroke. Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-
komplikasi yang diberi diuretik, namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom
nefrotik, atau sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi risiko
stroke.
Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial. Sering
terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat ini meningkatkan
retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik hemat kalium pada terapi ACE-
inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat
tersebut tidak cukup untuk memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.
Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada hipokalemia
pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk mempertahankan kadar kalium dalam
kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk. mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan
kematian kardiak mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.
Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien iskemia
jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya, seharusnya internist lebih
"care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan kalium harus dipikirkan untuk ditambah
jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi, tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

E. Derajat Hipokalemia
Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L, sedangkan
hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L. Hipokalemia yang < 2 mEq/L
biasanya sudah disertai kelainan jantung dan mengancam jiwa.

F. Gejala Klinis Hipokalemia(5)


a. CNS dan neuromuskular
Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.
b. Pernapasan
Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
c. Saluran cerna
Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.
d. Kardiovaskuler
Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
e. Ginjal
Poliuria,nokturia.

G. Penatalaksanaan Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu disingkirkan dulu
faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan hipokalemia, misalnya insulin dan obat-
obatan. Status asam-basa mempengaruhi kadar kalium serum.
a. Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak
rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun,
40100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.
Pada hipokalemia ringan (kalium 33,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per hari dan
pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL oral kurang ditoleransi
pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung kalium cukup banyak dan
menyediakan 60 mmol kalium (6).

b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena


Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L,
maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk
mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,51 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak
boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral dan
monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan dalam larutan
dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.

c. Koreksi Hipokalemia Perioperatif


KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K +, karena juga biasa disertai
defisiensi Cl-.
Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.
Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak ada gejala
klinik.
Penggantian 4060 mmol K+ menghasilkan kenaikan 11,5 mmol/L dalam K+ serum,
tetapi ini sifatnya sementara karena K + akan berpindah kembali ke dalam sel.
Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit
terkoreksi.
d. Kalium iv
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia
berat.
Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan siap-pakai
dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl,
bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K +
serum sebesar 0,21,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K + /L. Ini harus
menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika ada
aritmia jantung, dibutuhkan larutan K + yang lebih pekat diberikan melalui vena sentral
dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak
sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.
Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena cenderung
menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.

e. Diet Kalium
Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100 mEq/hari
(contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot, jeruk, advokat, kacang-
kacangan, dan kentang).

H. Prognosis
Dengan mengkonsumsi suplemen kalium biasanya dapat mengkoreksi hipokalemia. Pada
hipokalemia berat, tanpa penatalaksanaan yang tepat, penurunan kadar kalium secara drastis dapat
menyebabkan masalah jantung yang serius yang dapat berakibat fatal. (7)
MIOPATI

A. PENDAHULUAN
Dalam terminologi kedokteran miopati merupakan penyakit neuromuskuler dimana serat-serat
otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya, ditandai dengan terjadinya kelemahan otot. Secara
sederhana miopati diartikan sebagai penyakit otot (dalam bahasa yunani mio=otot, sementara
pati=menderita). Artinya kelainan primernya terjadi pada otot, bukan pada saraf (neuropati atau
gangguan neurogenik) atau yang lain (otak dan sebagainya). Namun demikian kram otot, kekakuan,
dan spasme dapat juga dihubungkan dengan miopati.
Kata miopati digunakan untuk berbagai penyakit yang disebabkan oleh perubahan anatomis dan
biokimia pada dan di sekeliling lempeng akhir motorik, dalam serat otot, atau dalam jaringan ikat
dari otot, dan tidak disebabkan oleh lesi sistem saraf.
Miopati mempunyai beberapa gambaran umum. Penyakit pada otot hampir selalu bilateral dan
seringkali bahkan simetris dalam penyebarannya. Kecuali pada miotonia kongenital, otot-otot, dan
oleh karena itu juga kekuatan ototnya secara perlahan berkurang. Tanda-tanda neurologis seperti
gangguan sensorik, fasikulasi, fibrilasi, reaksi degenerasi dan fenomena spastik tidak ditemukan
(menghilang). Miopati menunjukkan gejala kelemahan otot-otot batang tubuh dan ekstremitas
proksimal. Dapat pula terjadi kelemahan pada fleksi dan atau ekstensi leher, dan kelemahan pada
otot-otot ekspresi wajah. Pola berjalan yang khas adalah waddling (langkah sisi). Pada penyakit yang
didapat, atrofi otot dapat relatif ringan setidaknya pada tahap awal penyakit dan refleks tendon
masih baik.
Ruang lingkup miopati sangat luas. Kebanyakan miopati kongenital berlangsung kronis dengan
progresifitas yang lambat. Miopati metabolik, miopati inflamatorik, miopati toksik dan miopati
endokrin terjadi secara subakut maupun akut, berlangsung tanpa disadari dan kadang menyulitkan
bagi klinisi untuk mengenali dan menegakkan diagnosis secara dini. Untuk pasien gawat darurat
sangat penting untuk bisa secara cepat dan tepat membedakan antara disfungsi neurologis dengan
disfungsi muskuler dan segera mendiagnosis pasti kelainan miopati.

B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian miopati herediter di seluruh dunia sekitar 14%. Dari keseluruhan penyakit tersebut,
penyakit central core (16%), nemaline rod ( 20%), centranuclear berjumlah (14%), dan multicore
(10%).
Prevalensi distrofi muskular lebih tinggi pada laki-laki. Di Amerika Serikat, distrofi muskular
Duchenne dan Becker terdapat 1 dari 3300 laki-laki. Keseluruhan insiden distrofi muskular adalah
sekitar 63/1 juta.
Insiden miopati inflamatorik diseluruh dunia berkisar antara 5-10/100.000 orang. Kelainan ini
lebih sering terjadi pada wanita.
Insiden dan prevalensi dari miopati endokrin dan metabolik tidak diketahui. Miopati
kortikosteroid merupakan yang tersering pada tipe miopati endokrin dan gangguan endokrin lebih
sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Miopati metabolik jarang terjadi, tetapi diagnosisnya
meningkat di amerika Serikat.

C. ETIOLOGI
1. Miopati Primer
Distrofi Muskular
Distrofi muskular merupakan kelompok heterogen kelainan bawaan yang sering dimulai
pada usia kanak-kanak dan secara klinis ditandai oleh kelemahan serta pelisutan otot yang
progresif.
Mutasi kode-kode genetik untuk berbagai komponen dari kompleks distrofin-
glikoprotein menyebabkan distrofi otot, suatu sindroma yang ditandai oleh kelemahan otot
progresif. Sebagian basar dari bentuk penyakit ini menimbulkan kecacatan berat dan berakhir
fatal.4
1.1. Distrofi Muskular Terkait-Kromosom X\
a. Duchenne Muscular Dystrophy
Merupakan penyakit dengan kelainan X-linked resesif, biasanya juga disebut
pseudohypertrophic muscular distrophy, distrofi jenis ini paling sering ditemukan dengan
insiden kejadian 30 dari 100.000 kelahiran laki-laki. Anak laki-laki yang terkena terlihat
normal pada saat lahir tetapi kemudian menjadi lemah saat usia 5 tahun dan
kelemahannya ini akan membuatnya bergantung pada kursi roda ketika usianya
menjelang 10 hingga 12 tahun. Penyakit distrofi muskular duchenne terus berjalan
progresif hingga terjadi kematian pada usia 20-an. Kelemahan dimulai pada otot-otot
lengkung panggul yang kemudian meluas kelengkung bahu. Perubahan patologis juga
ditemukan pada jantung dan gangguan kognitif tampaknya merupakan komponen
penyakit tersebut.3
Duchenne distrofi disebabkan oleh mutasi gen yang mengkode distrophin,
protein a427-kD yang berlokasi pada permukaan sarkolema di serabut otot, dimana
protein ini bertanggung jawab atas tranduksi gaya kontraktil dari sarkomer intrasel ke
matriks ekstrasel. Mutasi yang umum terjadi adalah delesi. Pada otot pasien hampir
selalu tidak terdapat distrofin yang bisa dideteksi lewat pemulasan atau pemeriksaan
biokimiawi.3, 4

b. Becker Muscular Distrophi


Distrofi muskular becker merupakan bentuk kelainan muscular atrophi X-link
resesif yang mengenai lokus genetik yang sama seperti distrofi muskular duchenne
namun lebih jarang terjadi dan jauh lebih ringan dengan onset yang tejadi kemudian
pada usia kanak-kanak dan remaja. Distrofi muskular becker juga mempunyai
progresivitas dengan kecepatan yang lebih lambat dan lebih bervariasi. Otot pada pasien
ini memiliki jumlah distrofin yang berkurang dan biasanya mempunyai berat molekul
yang abnormal dengan mencerminkan mutasi yang memungkinkan sintesis beberapa
protein.2, 3
Kontraktur yang mencolok dapat dikenali sejak masa kanak-kanak atau masa
remaja, biasanya tampak adanya kelemahan otot. Kardiomiopati merupakan ancaman
kehidupan yang bisa mengakibatkan kematian mendadak. 3
1.2. Distrofi Muscular Autosom
Sebagian distrofi muscular autosom mengenai kelompok otot tertentu, dan diagnosisnya
yang spesifik ditegakkan terutama berdasarkan pola klinis kelemahan otot. Kelompok
distrofi muskular autosom serupa dengan distrofi muskular yang terkait kromosom X dan
kelainan ini dinamakan distrofi muskular lengkung ekstremitas (LGMD : limb girdle
muscular dystrophies).
Distrofi muskular lengkung ekstremitas mengenai otot proksimal batang tubuh dan
ektremitas dengan pewarisan yang bisa bersifat autosom-dominan (LGMD 1) atau resesif
(LGMD 2). Mutasi protein yang berinteraksi dengan protein distrofin ditemukan pada
sebagian LGMD.

1.3. Distrofi Miotonik


Distrofi miotonik merupakan kelainan autosomal-dominan yang intensitasnya cenderung
meningkat dan pada generasi berikutnya muncul diusia yng lebih muda. Distrofi miotonik
ditemukan dengan kelainan cara berjalan yang terjadi sekunder karena kelemahan otot-
otot dorsiflexor kaki, kelemahan berlangsung progresif dengan diikuti atrofi otot-otot
wajah dan akhirnya terjadi ptosis.
Miotonia yaitu kontraksi terus-menerus sebuah kelainan otot yang terjadi diluar
kehendak (involunter), merupakan gejala neuromuskular yang utama pada penyakit ini.
Distrofi motorik merupakan satu-satunya distrofi yang menunjukkan perubahan patologis
dalam gelendong otot dengan pembelahan, nekrosis, dan regenerasi serabut.
Pada berbagai bentuk klinis miotonia, waktu relaksasi otot menjadi lebih panjang setelah
melakukan kontraksi volunter. Miotonia tersebut disebabkan oleh gen-gen abnormal pada
kromosom 7, 17, atau 19 yang menyebabkan kelainan saluran-saluran ion Na + atau Cl-.

Gangguan Turunan Lainnya :


1. Miopati Kanal Ion
a. Paralisis periodik hipokalemik, hiperkalemik,dan normokalemik
Episode kambuhan paralisis hipotonik berkaitan dengan kadar kalium serum yang
bervariasi. Paralisis periodik hiperkalemik disebabkan oleh mutasi dalam kanal natrium otot (gen
pada kromosom 17).

b. Hiperpireksia Maligna
Kelainan ini merupakan sindrom autosom dominan dengan krisis hipermetabolik yang
terjadi secara dramatis (takikardi, takipnea, spasme otot dan kemudian hiperpireksia) dan dipicu
oleh anestesia.

2. Miopati Metabolik
Mutasi gen-gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein menjadi CO2 dan H2O di otot serta proses pembentukan ATP, akan menyebabkan
miopati metabolik.
Manifestasinya sangat beragam, bergantung pada kelainan genetik tertentu. Tetapi semuanya
memperlihatkan gejala ketidaktahanan terhadap kerja dan kemungkinan terjadinya kerusakan otot
yang disebabkan oleh pengumpulan metabolit-metabolit yang toksik.

3. Miopati kongenital
Kelompok penyakit otot ini ditandai oleh kelemahan otot proksimal atau menyeluruh yang
bersifat nonprogresif atau progresif lambat dengan onset pada usia dini dan hipotonia (floppy
babies) atau kontraktur sendi yang berat (artrogriposis).

4. Miopati Mitokondria
Miopati mitokondria secara khas ditemukan pada usia dewasa muda dengan manifestasi
kelemahan otot proksimal yang kadang-kadang disertai kelainan berat otot mata. Kelemahan dapat
disertai gejala neurologis lain, asidosis laktat dan kardiomiopati. 2

2. Miopati Sekunder (didapat)


Miopati inflamatorik
a. Polimiositis
Polimiositis dapat terjadi secara terpisah atau berhubungan dengan penyakit autoimun jaringan
ikat, misalnya sklerosis sistemik, alveolitis fibrosa, dan sindrom Sjogren. 2
b. Dermatomiositis
Dermatomiositis berhubungan dengan miopati inflamasi dengan karakteristik ruam kulit
keunguan pada wajah (heliotrop). Pada buku-buku jari, dinding dada anterior, dan tempat lain
terutama bagian ekstensor dapat timbul ruam kulit ungu kemerahan. Pada sebagian kecil pasien
dengan dermatomiositis, terutama laki-laki berusia lebih dari 45 tahun, terdapat dasar
keganasan misalnya karsinoma bronkus atau lambung. 2

Miopati akibat gangguan metabolik dan endokrin:


1. Penyakit tiroid :
- Miksudema bersamaan dengan miopati
- Hipertiroid
2. Disfungsi paratiroid :
- Hipotiroid menyebabkan tetanus
- Hipertiroid menyebabkan miopati proksimal
3. Disfungsi kelenjar pituitari ( misalnya menyebabkan penyakit addison) miopati terjadi akibat
disfungsi adrenal atau disfungsi tiroid.
4. Kortikosteroid
- Penyakit cushing
- Steroid eksogen, khususnya dosis tinggi ( diatas 25 mg per hari)
5. Biokimia :
- Hipokalemia dan hiperkalemia menyebabkan kelemahan otot dan miotoni
- Dapat disebabkan oelh beragam paralisi periode akut (genetik)
- Akibat gangguan gastrointestinal akut
- Akibat penyakit endokrin
- Penyakit ginjal
- Puasa yang lama
6. Diabetes mellitus

Miopati akibat induksi obat :


Statin
Steroid
Kokain
Kolkisin
Infeksi :
Trikinosis
Toxoplasmosis
HIV
Virus coxsackie
Influenza
Penyakit Lyme

Polimialgia reumatik :
Miopati proksimal yang berhubungan dengan nyeri otot

D. KLASIFIKASI
1. Miopati akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang
Penderita dengan miopati tersebut mempunyai keluhan yang khas . ia tidak dapat
mengangkat badannya dari sikap duduk atau jongkok ataupun sikap sujud untuk berdiri. Karena
itu pasien datang ke dokter dengan keluhan tidak bertenaga lagi. Namun pasien dapat juga
menunjukan keluhan yang berkebalikan yaitu tidak bisa menahan berat badannya kalau mau
duduk, jongkok atau berlutut. Apa yang di gambarkan oleh penderita ialah kelemahan otot-otot
proksimal kedua tungkai
Anamnesa yang mengungkapkan penggunaan kortikosteroid jangka penjang sudah
cukup relevan untuk dihubungkan dengan kelemahan otot proksimal kedua tungkai. EMG dapat
memberikan konfirmasi jika didapati potensial yang kecil-kecil namun timbul secara letupan-
letupan. Biopsi otot lebih jelas membuktikan adanya atrofi serabut-serabut otot tanpa infiltrasi
selular.
Penghentian terapi kortikosteroid dan pemberian vit B1,B6,B12 dapat memberikan
kesembuhan

2. Miopati akibat gangguan endokrin


a) Miopati Tirotoksikosis
Sebelum berkunjung ke dokter mererka sudah merasakan bahwa naik tangga sukar , naik
bis sering harus dibantu orang dan jantung selalu berdebar debar. Jika diagnosis
tirotoksikosis tidak dibuat maka kelemahan dapat semakin memburuk. Sementara itu dapat
juga ditemukan kelihan bahwa lengan pun menjadi lemah. Tetapi begitu tirotoksikosis
dikenal dan diobati , meski tidak dikenal secara spesifik namun kekuatan otot proksimal
dapat pulih kembali.
Pemberian Neomercazole ( Nicholas ) 5 10 mg tiga kali sehari kekuatan otot dapat
pulih kembali

b) Miopati Pituitaria / Adrenalis


Kelemahan otot yang terjadi karena adanya tumor glandula hipofisis atau glandula
adrenalis ialah keletihan tubuh secara menyeluruh. Keluhannya sama dengan yang terjadi
pada miopati tirotoksikosis , selain itu gejal-gejala akromegali, pertumbuhan raksasa, dan
ciri-ciri khas penyakit cushing dapat ditemukan
Tindakan operatif terhadap tumor sekaligus memberikan kesembuhan terhadap miopati.

3. Miopati bersifat paralisis periodic


a. Paralisis periodic familial hipokalemik
Mereka merasa lesu dan kurang sehat badan setelah bekerja berat atau makan
terlampau banyak nasi (makanan tinggi karbohidrat ).Sewaktu tidur atau setelah bangun
tidur mereka menemukan dirinya lumpuh pada keempat anggota gerak. Otot-otot yang
paling parah terkena ialah otot-otot proksimal kedua tungkai dan kedua lengan.
Otot-otot abdomen dan thorax tidak begitu lumpuh dan otot-otot wajah, larings, farings,
dan sfingter hamper tidak pernah lumpuh. Reflex tendon hilang dan deficit sensorik tidak
pernah dijumpai.
Kelumpuhan dapat terjadi beberapa jam sampai 3-4 hari. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan hipokalemia sampai 1.8 mE/L
Preparat Kalium yang dapat digunakan adalah Kalium Durules ( Astra). Dosis pencegah
ialah 1 tablet (750 mg KCL) 3 kali seminggu dan pada waktu serangan dapat diberikan 10
tablet sekaligus. Anjuran untuk mencegah adalah tidak boleh makan banyak nasi banyak
sekaligus, tidak boleh minum bir, dan tidak boleh menggunakan diuretikum tanpa adjuvans
dalam bentuk kalium durules

b. Paralisis periodic pada tirotoksikosis


Jenis paralisisnya mirip dengan hipokalemia. Perlu dijelaskan disini bahwa derajat
parahnya tirotoksikosis tidak menentukan timbulnya paralisis yang terkait padanya, tetapi
kesembuhan dari tirotoksikosis berimplikasi bahwa paralisis periodiknya pun lenyap

c. Paralisis periodic hiperkalemia atau Adinamia episodika hereditaria dari Gamstrop


Kelumpuhan keempat anggota gerak berlangsung 30 menit sampai 1 jam, dan otot-otot
yang terakhir kena adalah otot2 yang sembuh duluan.
Calcium Gluconate i.v 500 1500 mg dapat menghilangkan kelumpuhan. Untuk
pencegahan dapat diberikan diuretium furosemid 40 mg 3 kali seminggu. Kadar K sewaktu
kejadian adalah >5 mE/L

d. Paralisis periodic normokalemik


Manifestasi tidak jauh berbeda dengan yang hiperkalemik. Hanya masa kelumpuhan
yang lebih lama. Pemberian Kalium dapat memperburuk keadaan, teteapi pemberian NaCl
dosis per oral dosis besar memberikan kesembuhan

E. PATOFISIOLOGI
Sebagian miopati kongenital atau miopati herediter adalah penyakit kronik dengan progresifitas
yang lambat. Miopati herediter disebabkan adanya mutasi kode-kode genetik untuk berbagai
komponen dari kompleks distrofin-glikoprotein menyebabkan distrofi otot, suatu sindroma yang
ditandai oleh kelemahan otot progresif. Sebagian basar dari bentuk penyakit ini menimbulkan
kecacatan berat dan berakhir fatal.
Mutasi gen-gen yang mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein menjadi CO2 dan H2O di otot serta proses pembentukan ATP, akan menyebabkan
miopati metabolik.
Miotonia disebabkan oleh gen-gen abnormal pada kromosom 7,17, atau 19 yang menyebabkan
kelainan saluran-saluran ion Na+ atau Cl-.
Kebanyakan miopati kongenital atau miopati herediter adalah penyakit kronis dengan
progresifitas yang lambat. Klinisi jarang mendapati pasien datang secara khusus untuk mengobati
miopati kongenitalnya tanpa adanya keluhan lain yang menyerang secara akut. Klinisi lebih sering
mendapati pasien dengan miopati yang disebabkan oleh gangguan metabolik, inflamatorik, endokrin
dan toksik dibandingkan miopati dengan penyebab kongenital karena perlangsungan dari gejala-
gejala miopati nonkongenital.yang bersifat akut maupun subakut.
Paralisis periodik adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan pasien datang dengan
kelemahan akut akibat gangguan perpindahan ion kalium yang mengarah pada disfungsi otot.
Kerusakan genetik pada channel ion natrium di dalam membran sel otot mengakibatkan terjadinya
paralisis, yang dapat berlangsung selama beberapa jam sampai sekian hari.

F. MANIFESTASI KLINIS
Miopati mempunyai beberapa gambaran umum. Penyakit pada otot hampir selalu bilateral dan
seringkali bahkan simetris dalam penyebarannya.
Meskipun gejalanya tergantung dari jenis miopati, namun beberapa gejala umum dapat terlihat.
Skeletal muscle weakness adalah tanda tersering pada miopati.
Sebagian besar miopati, kelemahan awalnya terjadi pada otot bahu, lengan atas, dan pelvis
(proksimal muscle). Pada beberapa kasus, otot distal dari tangan dan kaki juga ikut terlibat selama
proses perjalanan penyakit
Secara umum gambaran klinik dari miopati, antara lain:
Gejala utama dari miopati (dan penyakit neuromuskuler) adalah kelemahan
Kelemahan secara predominan mengenai kelompok otot bagian proksimal bersifat khas
Manifestasi kelemahan itu sendiri berbeda-beda tergantung umurnya:
1. Penurunan pergerakan fetus di dalam rahim
2. Floppy infant neonatally
3. Keterlambatan aktifitas motorik pada usia anak-anak
4. Menurunnya kekuatan dan tenaga dari otot pada anak remaja dan orang dewasa.
Mialgia bisa terjadi pada miopati inflamatorik

Refleks peregangan otot terhambat

Refleks somatosensorik terhambat

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan lab :

a. Elktrolit, kalsium, magnesium

b. Serum mioglobin

c. Hitung darah lengkap


d. LED, autoantibodi ( pada penyakit yang didapat

e. Kreatinin kinase (dilepaskan dari sel-sel otot yang rusak)

2. EMG
3. Biopsi otot
4. Urinalisis : mioglobinuria diindikasikan bila urinalisis (+) dengan sedikit RBCs pada evaluasi
mikroskopik
5. Tes fungsi tiroid
6. AST

H. TATALAKSANA
Terapi miopati tergantung dari penyebabnya. Keberhasilan terapi miopati adalah untuk
memperlambat progresivitas penyakit dan mengurangi gejala.
Setelah dilakukan konfirmasi histologis, adalah dengan kortikosteroid dan imunosupresan,
misalnya azatioprin. Pasien harus dimonitor selama beberapa tahun dan banyak yang masih
mengalami kelemahan otot. Varian histologis yaitu miositis badan inklusi, tidak responsif terhadap
terapi. Kondisi ini merupakan penyakit otot didapat yang relatif sering, dan umumnya menyerang
pria usia lanjut.
Terapi untuk miopati inflamatorik, biasanya dengan obat-obatan yang dapat menekan sistem
imun. Prednison adalah obat yang biasa digunakan pada miopati inflamatorik.

Manajemen kasus kegawatdaruratan:


Miopati dapat terjadi secara akut atau dengan gejala akut, misalnya di bawah ini:
Kesulitan respiratorik:
1. Kegagalan respirasi terjadi pada beberapa kejadian miopati
2. Pneumonia aspirasi mungkin dihubungkan dengan kejadian miopati

3. Komplikasi kardial mungkin berhubungan dengan kardiomiopati dan gangguan konduksi.

Beberapa miopati metabolik:

1. Hipokalemia:

a. Suplementasi oral

b. Pemberian kalium intravena secara seksama

c. Obat profilaksis (spironolakton dan asetazolamide).


2. Hiperkalemia:

a. Masukkan karbohidrat (segera bila serangan disertai hiperkalemi paralisis


periodik)

b. Beri glukosa dan insulin.

Rabdomiolisis:

1. Menyebabkan komplikasi ginjal yang mengancam jiwa dan gangguan metabolik


(hiperkalemia)

2. Seringkali membutuhkan penanganan intensif.

Polimialgia reumatik:

1. Tangani dengan kortikosteroid

2. Waspada adanya arteritis temporal.

Penanganan Jangka Panjang:

Miopati yang berhubungan dengan kegagalan pernafasan:

1. Monitor fungsi paru (restriksi dini dapat terjadi sebelum muncul gejala)

2. Waspada gejala hipoksia nokturnal (kurang tidur, mimpi buruk, sakit kepala)

3. Fisioterapi

4. Mungkin membutuhkan trakeostomi dan ventilasi permanen.

Pengobatan spesifik mungkin berguna dalam situasi tertentu untuk sebagian miopati

Konseling genetik

Bedah:
Bedah lepas tendon misalnya untuk memeperpanjang kemampuan berjalan.

Latihan fisik:

1. latihan berjalan

2. Kursi roda

3. Adaptasi dengan peralatan.

Dukungan keluarga
Anjuran diet

1. Umum- misalnya untuk mencegah kegemukan

2. Spesifik.

I. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kelemahan otot : 5
Sindrom Guillain-Barre
Sindrom Eaton-Lambert Myasthenic
Myastenia gravis
Serebral palsi
Atrofi muskular spinalis
Hipomielinasi neuropati kongenital
Neuropati perifer

J. KOMPLIKASI

1. Aritmia jantung
2. Hipertensi
3. Disfagia
4. Gangguan pernapasan
5. Endokrinopati
6. Katarak
7. Seizure dan displasia cerebral
8. Kematian

K. PENCEGAHAN
Konseling genetik adalah salahsatu bentuk intervensi yang paling sering dilakukan untuk
diagnostik miopati. Untuk DMD ini adalah satu-satunya bentuk intervensi untuk mencegah penyakit
ini berkebang. Secara umum:

Berikan konseling genetik secara dini

Tes dini untuk status bawaan yang sesuai

Pertimbangkan tes diagnostik prenatal yang sesuai


Perkembangan dalam dunia biomolekuler mungkin membantu di masa depan.

L. PROGNOSIS
Prognosisnya bergantung dari etilogi dan diagnosis spesifiknya. Kematian dan kecacatan akibat
miopati bergantung pada etiologi dari kelainan, beratnya penyakit, dan adnya kondisi yang
mengancam Pada kasus miopati endokrin, prognosis biasanya bagus. Miopati progresifitasnya
berkembang pada saat dewasa lebih baik prognosisnya dibandingkan yang berkembang selama masa
kanak-kanak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zwanger M. Hypokalemia. Available at: http://emedicine.com/emerg/topic273.html.


2. Sriwaty A. Prevalensi dan Distribusi Gangguan Elektrolit Pada Lanjut Usia. Available at:
http://eprints.undip.ac.id/22684/1/Sriwaty.pdf.
3. Daryadi. Hiperkalemia dan Hipokalemia. Available at:
http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/hiperkalemia-dan-hipokalemia.html
4. Cohn JN, Kowey PR, Whelton PK, Prisant LM. New Guidelines for potassium Replacement
in Clinical Practice. Arch Intern Med 2000;160:2429-2436.
5. Price & Wilson. Gangguan Cairan & Elektrolit. Patofisiologi Vol.1. 6 th ed. Jakarta: EGC;
2006; p. 344.
6. Halperin ML, Goldstein MB. Fluid Electrolyte and Acid-Base Physiology. A problem-based
approach. WB Saunders Co. 2nd ed., p 358
7. David C. Hypokalemia. Available at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000479.htm.
8. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi. In: Suwono W, editor. Sistem Motorik. 2 ed. Jakarta:
EGC; 1996. p. 73.
9. L G. Lecture Notes Neurologi. In: Safitri A, Astikawati R, editors. Saraf dan Otot. Jakarta:
Erlangga; 2008.
10. Harisson T. Harisson's Principle of Internal Medicine. In: Resnick W, Wintrobe M, editors.
muscular Dystrophies and Other Muscle Disease. America: McGraw-Hill Companies; 2005.
p. 2527-31.
11. Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. In: Widjajakusumah M, editor. Jaringan Peka
Rangsang: Otot. Jakarta: EGC; 2003. p. 62.
12. Bethel C. Myopathies. Medscape reference 2009.
13. Swierzewski S. Myopathies. Available at: URL: HealthCommunities.com

Anda mungkin juga menyukai