Tinjauan Pustaka
1. Hipokalemia
1.1. Definisi
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5
meq/L1,2 yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau
adanya gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel.2 Hipokalemia merupakan
kejadian yang sering dalam klinik. Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai
berikut: asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium yang berlebihan
melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat, kalium masuk ke dalam sel
(translokasi).1
1.4. Penatalaksanaan
Penurunan kalium plasma 1 mEq/L sama dengan kehilangan 200 mEq dari
total kalium tubuh.2
Indikasi koreksi kalium dibagi dalam :1,2
o Indikasi mutlak ; pada pasien sedang dalam pengobatan digitalis,
pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan kelemahan otot
pernafasan dan pasien dengan hipokalemia berat ( < 2 meq/L).
o Indikasi kuat ; kalium harus diberikan dalam waktu yang tidak terlalu
lama yaitu pada keadaan insufisiensi koroner/ iskemia otot jantung,
ensefalopati hepatik, dan pasien menggunakan obat yang dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke intrasel.
o Indikasi sedang ; pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada
hipokalemia ringan ( 3-3,5 meq/l ).
Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L,
sedang pemberian 135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-
3,5 meq/L.1
Penggantian kalium secara intravena dalam bentuk larutan KCl (rapid
correction): jika hipokalemia berat atau pasien tidak mampu menggunakan
kalium per oral.2 KCL 20 meq dilarutkan dalam 100cc NaCl isotonik.
Pemberian melalui vena besar dengan kecepatan maksimal 10 meq per jam
atau konsentrasi maksimal 30-40 meq/L karena dapat menyebabkan
hiperkalemia yang mengancam hidup. Jika melalui vena perifer, KCL
maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonik 1000 cc dengan kecepatan
dikurangi untuk mencegah iritasi pembuluh darah.1,2
Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau adanya kelumpuhan otot
pernafasan, kalium intra vena dapat diberikan dengan kecepatan 40-100
meq/jam.2
Gambar 1. Algoritme Penatalaksanaan Hipokalemia2
2.1. Definisi
Sindrom Bartter adalah kelainan tubulus ginjal herediter yang disebabkan oleh
defek reabsorbsi garam di lengkung Henle asendens yang tebal, yang mengakibatkan
pembuangan garam, hipokalemia, dan alkalosis metabolik. Mutasi beberapa gen yang
mengkode transporter dan saluran yang terlibat dalam reabsorbsi garam di lengkung
Henle asendens menyebabkan berbagai jenis sindrom Bartter. 4
2.2. Epidemiologi
Sindrom Bartter (BS) saat ini diakui sebagai kelainan tubulus ginjal bawaan yang
langka yang mempengaruhi sekitar 1 dari 1.000.000 populasi, yang disebabkan oleh
reabsorpsi garam yang terganggu di lengkung Henle (TAL) yang tebal, yang
mengakibatkan pemborosan garam, hipokalemia , dan alkalosis metabolik dengan
kadar klorida serum yang relatif rendah.4
2.3. Etiologi dan patogenesis
Pada orang dewasa, keberadaan BS atau GS dapat dicurigai setelah penyebab
yang lebih umum seperti penyalahgunaan diuretik dan muntah telah disingkirkan.
Dalam beberapa tahun terakhir, karakterisasi genetik dan deteksi saluran ion yang
berbeda dan regulasinya yang terlibat dalam penyakit ini membantu dokter untuk
lebih memahami mekanisme yang mendasarinya. Pertama, genotipe yang berbeda
ditemukan dan dianggap mewakili kelompok yang memiliki fenotipe BS yang sama.
Namun, perbedaan klinis dan laboratorium yang penting di antara pasien dalam
kelompok ini telah diungkapkan secara progresif sehingga menghasilkan presentasi
yang berbeda dari entitas yang sama.4,5,6
Menurut Chunha (2018) dalam kohort Prancis BS tipe III besar, variasi fenotipik
terdiri dari sekitar 30% BS antenatal/neonatal, 45% BS klasik, dan 25% fenotipe
mirip Gitelman.4
2.5. Diagnosis
2.6. Terapi
Suplemen kalium klorida adalah garam yang lebih disukai karena defisiensi
klorida yang ada pada pasien. Beberapa ratus mmol kalium per hari mungkin
diperlukan untuk memperbaiki hipokalemia. Spironolakton, antagonis aldosteron
spesifik, mengikat secara kompetitif mengikat reseptor yang ada di tempat pertukaran
natrium-kalium yang bergantung pada aldosteron di DCT. Ini meningkatkan ekskresi
air sambil mempertahankan kalium. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor,
seperti kaptopril, enalapril dan lisinopril, memblokir konversi angiotensin I (ANG I)
menjadi ANG II dan mencegah sekresi aldosteron dari adrenal. korteks. Obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) menurunkan sintesis prostaglandin PGE2, yang
menyebabkan resistensi pressor terhadap ANGII dan norepinefrin, hiperreninemia,
dan peningkatan aktivitas simpatoadrenal. Hipoaldosteronisme hiporeninemia yang
dihasilkan menyebabkan retensi kalium. Obat-obatan termasuk indometasin dan
naproksen yang menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) yang
meningkatkan prostaglandin. perpaduan. Pemberian hormon pertumbuhan (GH)
diperlukan untuk pengobatan perawakan pendek dan kegagalan pertumbuhan, yang
umum terjadi. Jika ada kejang otot atau tetani, suplemen kalsium atau magnesium
mungkin diperlukan.6,10
2.7. Prognosis
ILUSTRASI KASUS
Lemah keempat anggota gerak yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu
Lemah ke empat anggota gerak yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu,
lemah telah dirasakan sejak 1 minggu terutama setelah beraktivitas. Lemah
awalnya dirasakan pada kaki dan semakin lama kelemahan juga dirasakan pada
tangan.
Mual dan muntah tidak ada
Penurunan nafsu makan tidak ada
Penurunan berat badan tidak ada
Demam tidak ada
Batuk tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Jantung berdebar-debar tidak ada
Buang air kecil warna, frekuensi, dan jumlah biasa, Riwayat kencing
berpasir tidak ada
Buang air besar warna, konsistensi dan frekuensi biasa
Riwayat kontak pasien covid 19 tidak ada
Pasien saat ini menjalani pengobatan TB bulan ke-6
Riwayat penggunaan insulin tidak ada
Riwayat penggunaan obat obat diuretic tidak ada
Penggunaan obat-obat rutin tidak ada
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama 3 minggu yang lalu dan
mendapatkan perawatan di RS. Pasien rutin mengkonsumsi obat Kalium
Slow Release (KSR) 3x600mg dan obat anti tuberculosis bulan ke enam
(INH 1x300mg, rifampisin 1x450mg)
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Tekanan darah : 112/73 mmHg
Nadi : 83 x/menit, kuat angkat, teratur
Nafas : 19x/menit
Suhu : 36,5oC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 55 kg
BMI : 22.8 kg/m2 (normoweight)
Sianosis : tidak ada
Anemis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada
Kulit : Kulit teraba hangat, turgor kulit baik
KGB : Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher,
aksila, dan inguinal
Kepala : normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : Chovstek’s sign (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), reflex cahaya (+/+),
pupil isokor, diameter 3mm/3mm
Telinga : Aurikula normal
Hidung : Deviasi septum (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Mulut : Caries (-), mukosa mulut basah (-), bercak putih (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thoraks : Normochest
Paru :
Paru depan
Inspeksi : statis : normochest, deformitas (-)
dinamis : simetris kiri dan kanan, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : fremitus normal kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru, batas pekak hepar setinggi
RIC IV
Auskultasi : suara nafas vesikular, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Paru belakang
Inspeksi : statis : simetris kiri dan kanan
dinamis : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikular, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II, batas kanan LSD, batas kiri 1 jari medial
LMCS RIC V, pinggang jantung (+)
Auskultasi : irama teratur, M1 > M2, P2 < A2, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan dan nyeri ketok CVA (-/-)
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anus : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, pitting
edema-/-, trousseau sign (-)
pemeriksaan Motorik
kekuatan motorik 333/333
333/333
Pemeriksaan sensorik
Ekstremitas atas
Kanan Kiri
Halus ++ ++
Kasar ++ ++
Ekstremitas bawah
Kanan Kiri
Halus ++ ++
Kasar ++ ++
Laboratorium
Darah rutin
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 1-2 Protein Negatif
Kekeruhan Negative Eritrosit 0-1 Glukosa Negatif
BJ 1,010 Silinder negatif Bilirubin Negatif
pH 7,5 Kristal negatif Urobilinogen Positif
Epitel Gepeng (+)
Kesan Urinalisa : Dalam batas normal
Feses rutin
Makroskopis Mikroskopis
Warna Coklat Lekosit 0-1/LPB
Konsistensi Lunak Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negative Amuba Negatif
Lendir Negative Telur Cacing Negatif
Tes darah samar Negative
Kesan: feses rutin dalam batas normal
EKG
MASALAH
lemah
Hipokalemia
Long QT
Diagnosis Kerja :
Diagnosis Primer :
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec renal loss
Diagnosis Sekunder :
TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis on OAT kategori I fase
lanjutan bulan ke-6
Diagnosis Banding :
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Gitelman sindrom
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Bartter Sindromea
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Renal tubular acidosis
Pemeriksaan anjuran :
Faal ginjal (Ureum dan Creatinin)
Elektrolit (Natrium, Chlorida, calcium, magnesium)
Pemeriksaan Analisa gas darah
Pemeriksaan elektrolit urin (kalium urin, Chlorida urin, kalsium urin,
osmolaritas urin)
Pemeriksaan anti-HIV
EKG ulang
Pemeriksaan USG ginjal
Ekspertise rontgen thorak
TERAPI :
Istirahat/ Diet makanan biasa TKTP 1500 kkal (karbohidrat 900 kkal, protein
225 kkal, lemak 450 kkal)
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Drip KCL 30 meq dalam 300 cc nacl 0,9% habis dalam 4 jam
KSR 2 x 600 mg (po)
Rifampisin 1x450 mg (po)
INH 1x300mg (po)
Vitamin B6 1x25mg (po)
FOLLOW UP
Follow up tanggal 3 September 2021
O/
Ph : 7,49
pCO2 : 34
pO2 : 119
HCO3- : 25,9 mmol/L
Be : 2,8 mmol/L
SO2 : 99%
Kesan: alkalosis metabolic
Kesan:
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Bartter Sindrome
Diagnosis Banding :
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Gitelman Sindrome
Advise:
Drip KCL 30 meq dalam 300 cc nacl 0,9% habis dalam 4 jam
KSR 3x600mg (po)
Aspar-K 2x300mg (po)
Pemeriksaan elektrolit urin (kalium urin, Chlorida urin, kalsium urin,
osmolaritas urin)
Pemeriksaan USG ginjal
Kesan :
TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis on OAT kategori I fase
lanjutan bulan ke-6
Advise :
Rifampisin 1x450 mg (po)
A/
P/
Istirahat/ Diet makanan biasa TKTP 1500 kkal (karbohidrat 900 kkal, protein
225 kkal, lemak 450 kkal)
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Drip KCL 30 meq dalam 300 cc nacl 0,9% habis dalam 4 jam
KSR 3x600mg (po)
Aspar-K 2x300mg (po)
Rifampisin 1x450 mg (po)
INH 1x300mg (po)
Vitamin B6 1x25mg (po)
Cek elektrolit urine
Cek calcium urine
Cek osmolaritas urine
USG Ginjal
O/
USG Ginjal
Ginjal kanan Ginjal kiri:
Bentuk/ukuran : normal Bentuk/ukuran : normal
Tepi : reguler Tepi : reguler
Echo densitas : normal Echo densitas : normal
Cortex dan medula : dapat Cortex dan medula : dapat
didiferensiasi didiferensiasi
Piramida : melebar Piramida : melebar
Sistem pelviokalik : tidak ada Sistem pelviokalik : tidak ada
dilatasi dilatasi
Batu, kista : tidak ada Batu, kista : tidak ada
Vesika urinaria
Bentuk : normal
Mukosa : regular
Batu : tidak ada
Kesan: Sonogram kedua ginjal sesuai dengan gambaran ginjal normal.
Kesan:
Advise:
Drip KCL 30 meq dalam 200 cc nacl 0,9% habis dalam 4 jam
Cek elektrolit urine
Cek calcium urine
Cek osmolaritas urin
A/
P/
Istirahat/ Diet makanan biasa TKTP 1500 kkal (karbohidrat 900 kkal, protein
225 kkal, lemak 450 kkal)
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
Drip KCL 30 meq dalam 200 cc nacl 0,9% habis dalam 4 jam
KSR 2 x 600 mg (po)
Aspar-K 2x300mg
Rifampisin 1x450 mg (po)
INH 1x300mg (po)
Vitamin B6 1x25mg (po)
Cek elektrolit urine
Cek calcium urine
Cek osmolaritas urine
O/
Kesan:
Periodik paralisis e.c hipokalemia ec Bartter Sindrome
Advise:
KSR 2 x 600 mg (po)
Aspar-K 2x300mg
Acc rawat jalan
A/
Istirahat/ Diet makanan biasa TKTP 1500 kkal (karbohidrat 900 kkal, protein
225 kkal, lemak 450 kkal)
IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
KSR 2 x 600 mg (po)
Aspar-K 2x300mg
Rifampisin 1x450 mg (po)
INH 1x300mg (po)
Vitamin B6 1x25mg (po)
Rawat jalan
DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar. P. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, Edisi VI: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta : Interna Publishing; 2017.p2243-59
2. Alwi et all. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam : Panduan Praktik
Klinis. Jakarta : Interna Publishing; 2019. p389-391.
3. Nathania. Maggie. Hipokalemia-Diagnosis dan Tatalaksana. Cermin Dunia
Kedokteran. 2019; 46 (2). 103-8
4. Cunha T, Heilberg IP. Bartter syndrome: causes, diagnosis, and treatment.
International Journal of Nephrology and Renovascular Disease. 2018;11:291–
301.
5. Konrad M , Nijenhuis T, Ariceta G, Thomas AB, Calo LA, Capasso G et all.
Diagnosis and management of Bartter syndrome: executive summary of the
consensus and recommendations from the European Rare Kidney Disease
Reference Network Working Group for Tubular Disorders. Kidney International.
2021; 99:324–335.
6. Konrad M , Nijenhuis T, Ariceta G, Thomas AB, Calo LA, Capasso G et all.
Diagnosis and Management of Bartter syndrome: Consensus and
Recommendations. ERKNet Working Group for Tubular Disorders. 2021:1-17
7. Tinawi M. Hypokalemia: A Practical Approach to Diagnosis and Treatment.
Arch Clin Biomed Res. 2020; 4 (2): 048-066
8. Kardalas E, Stavroula A Paschou SA, Anagnostis P, Muscogiuri G, Siasos G,
Vryonidou A. Hypokalemia: a clinical update. Endocrine Connections. 2018; 7:
135–46
9. Viera AJ, Wouk N. Potassium Disorders: Hypokalemia and Hyperkalemia.
American Family Physician. 2015; 92(6): 487-95
10. Shibli AA, Narchi H. Bartter and Gitelman syndromes: Spectrum of clinical
manifestations caused by different mutations. World J Methodol. 2015; 5(2): 55-
61
11. Trojak B, Astruc K, Pinoit JM, Gelinier C, Ponavoy E, Bonin B, Gisselmann A.
Hypokalemia is associated with lengthening of QT interval in psychiatric patients
on admission. Elsevier. 2009; 169(3): 257-260
12. Prawita AA, Lestari W, Herawati S, Mulyantari NK, Krisnawati NK, Nabu EK,
Sindroma Bartter pada laki-laki berusia 44 tahun: laporan kasus. Intisari Sains
Medis. 2021; 12(2): 568-571
13. Aminy RZ, Mardiana N. Bartter-like Syndrome in a patient receiving
capreomycin for the treatment of multidrug-resistant tuberculosis. Current
Internal Medicine Research And Practice Journal. 2020: 1(2): 38-45