Anda di halaman 1dari 9

TIKET MASUK PRAKTIKUM

ILMU BEDAH KHUSUS

PERSIAPAN KASTRASI

Nama : Ghea Roihana

NIM : 145130100111035

Kelas : 2014 B

Kelompok : B4

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun terakhir pemeliharaan hewan kesayangan terutama
anjing dan kucing meningkat dengan pesat. Hal ini menunjukkan bahwa
anjing dan kucing telah memiliki posisi yang unik dalam kehidupan manusia.
Anjing dan kucing tidak hanya dijadikan sebagai hewan penjaga rumah, tetapi
juga sudah dianggap sebagai bagian dari anggota keluarga. Mereka bisa
dilatih, diajak bermain dan merupakan teman yang sangat tepat untuk
menghilangkan stres. Memiliki satu atau dua ekor anjing atau kucing tentu
sangat menyenangkan, tapi yang terjadi apabila populasi mereka meningkat
secara tidak terkontrol akibat perkawinan yang tidak diinginkan tentu akan
sangat merepotkan.
Selain itu peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi
masalah tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti
anjing dan kucing karena hewan-hewan tersebut dapat menularkan dan
membawa berbagai agen penyakit. Salah satu solusi untuk memecahkan
permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing
maupun kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi merupakan
tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis (jantan)
atau ovarium (betina). Pada hewan jantan dinamakan kastrasi/orchiectomy.
Sterilisasi pada hewan jantan atau biasa disebut dengan kastrasi
(Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang
testis dan spermatic cord (cordaspermatica). Tujuan dilakukan pembedahan
ini diantaranya untuk sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan
akibat traumatik (Widyaputri dkk, 2014).
Program pengendalian populasi hewan kecil harus dicanangkan dan
didukung terutama oleh dokter hewan. Oleh sebab itu, sebagai calon dokter
hewan masa depan hendaknya memiliki kemampuan yang berkaitan tentan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Orchidektomi


Orchidektomi atau kastrasi adalah sebuah prosedur operasi/bedah dengan
tujuan membuang testis hewan. Kastrasi ini dilakukan pada hewan jantan dalam
keadaan tidak sadar (anastesi umum). (Fossum, 2002). Kastrasi
(Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang
testis dan spermatic cord (cordaspermatica). Tujuan dilakukan pembedahan ini
diantaranya untuk sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat
traumatik. Terdapat dua jenis kastrasi, yaitu kastrasi tertutup dan kastrasi terbuka.
Kastrasi tertutup adalah tindakan bedah dimana testis dan spermatic cord dibuang
tanpa membuka tunica vaginalis yang biasanya dilakukan pada anjing ras kecil
atau masih muda dan kucing. Keuntungan cara ini adalah dengan tidak dibukanya
tunica vaginalis, maka kemungkinan terjadinya hernia scrotalis dapat dihindari.
Sedangkan kastrasi terbuka adalah tindakan bedah dimana semua jaringan
skrotum dan tunica vaginalis diinsisi dan testis serta spermatic cord dibuang tanpa
pembungkusnya (tunica vaginalis). Keuntungan cara ini adalah ikatan pembuluh
darah terjamin. Akan tetapi kerugiannya dapat menyebabkan hernia scrotalis
karena dengan terbukanya tunica vaginalis menyebabkan adanya hubungan
dengan rongga abdomen (Widyaputri dkk, 2014).
Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu (Komang et al, 2011):
1. Metode terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga
testis dan epididimis tidak lagi terbungkus
2. Metode Tertutup
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih
terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan
pada funiculus spermaticus (Komang et al, 2011).
Sterilisasi memiliki kelemahan dan manfaat. Anjing yang disteril sebelum
masa pubertas cenderung memiliki kaki yang lebih panjang, dada datar dan
tengkorak yang sempit, karena hormon yang mengatur aktivitas seksual juga
berinteraksi dengan hormon yang memandu pertumbuhan otot, tulang dan tendon.
Kelemahan operasi sterilisasi mencakup meningkatnya kejadian incontinance
kandung kemih, termasuk keberadaan batu uretra dan obstruksi saluran kemih
pada kucing yang sudah di kastrasi. Anjing yang sudah disteril juga memiliki
effect hormonresponsive alopecia (hair loss) akibat hypotiroid (Dewi, 2012).
Beberapa anjing/kucing bereaksi buruk terhadap anasthesi (obat bius), kadang
terjadi komplikasi pembedahan yang meliputi bleeding (perdarahan) dan infeksi,
sehingga luka sukar sembuh dengan baik. Resiko ini bisa meningkat pada
beberapa hewan yang memiliki masalah kesehatan. Oleh karena itu anjing/kucing
yang akan di steril harus di pastikan berada dalam kondisi sehat.Sedangkan
keuntungan kastrasi antara lain:
Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga
populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan
pemilik kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.
Tidak Suka Berkeliaran. Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan
feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat
mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan dapat mengetahui
dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui feromon ini, lalu
kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup
jauh.
Peningkatan Genetik. Beberapa kucing disterilisasi karena
mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat
tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah kucing-
kucing cacat dapat dikurangi.
2.2 Farmakologis Orchidektomi
Premedikasi merupakan suatu tindakan pemberian obat sebelum
pemberian anastesi yang dapat menginduksi jalannya anastesi. Premedikasi
dilakukan beberapa saat sebelum anastesi dilakukan. Tujuan premedikasi adalah
untuk mengurangi rasa takut, amnesia, induksi anastesi lancar dan mudah
mengurangi keadaan gawat anastesi saat operasi seperti hipersalivasi, bradikardia
dan muntah.
Premidikasi yang digunakan adalah Atropin. Atropin sulfat dengan dosis
0,04 mg/kg BB secara subkutan selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan
pemberian ketamin dengan dosis 2 mg/kgBB, xylazine dengan dosis 2 mg/kgBB
secara intramuskular.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan Aesthesis
yang berarti rasa atau sensasi nyeri. Agar anestasi umum dapat berjalan dengan
sebaik mungkin, pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal.
Pemilihan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita,
sifat anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang
tersedia. Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau
jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi
otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini
(Gan, 1987).
Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993) mempunyai
sifat-sifat, yaitu:
1. Pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik relaksasi otot
yang cukup,
2. Cara pemberian mudah,
3. Mulai kerja obat yang cepat dan
4. Tidak mempunyai efek samping yang merugikan.
Selain itu obat tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai
batas keamanan yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi
hewan. Obat anastesi yang sering digunakan pada hewan antara lain Ketamin dan
Xylasin. Ketamin merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar
dan relative aman dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk
sistim somatik tetapi lemah lemah untuk sistim visceral, tidak menyebabkan
relaksasi otot lurik bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Secara
kimiawi, ketamin analog dengan phencyclidine. Ketamin HCl berwarna putih dan
berbentuk bubuk kristal yang mempunyai titik cair 258-261C. Satu gram ketamin
dilarutkan dalam 5 ml aquades dan 14 ml alkohol. Ketamin yang digunakan
sebagai agen anestesi untuk injeksi dipasaran mempunyai pH antara 3,5-5,5
Ketamin HCl bekerja dengan memutus syaraf asosiasi serta korteks otak
dan thalamus optikus dihentikan sementara, sedangkan sistem limbik sedikit
dipengaruhi. Ketamin HCl merupakan analgesia yang tidak menyebabkan depresi
dan hipnotika pada syaraf pusat tetapi berperan sebagai kataleptika. Setelah
pemberian ketamin, refleks mulut dan menelan tetap ada dan mata masih terbuka.
Ketamin dapat dipakai oleh hampir semua spesies hewan. Ketamin
bersama xylazine dapat dipakai untuk anastesi pada kucing. Ketamin dengan
pemberian tunggal bukan anastetik yang bagus. Dosis pada kucing 10-30 mg/kg
secara intra muskuler, mula kerja obat 1-5 menit, lama kerja obat 30-40 jam dan
recoverinya 100-150 menit. Menurut Kumar (1997) dosis ketamin pada anjing
dan kucing ialah 10-20 mg/kg diberikan secara intra muskuler.

2.3 Pra Operasi


a. Persiapan ruang operasi
Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan
dari debu), kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan
desinfektan (alcohol 70%).
b. Preparasi alat
b) Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan
seluruh mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan
yang steril atau pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah
tidak terkontaminasi oleh mikroba pathogen. Peralatan bedah
minor yang dipakai dalam operasi antara lain towel clamp, pinset
anatomis dan syrurgis, scalpel dan blade untuk menyayat kulit,
gunting untuk memotong jaringan atau bagian organ lainnya,
arteri clamp untuk menghentikan perdarahan dan needle holder.
c) Pembungkusan Alat-alat Bedah
1. Kain pembungkus dibuka di atas meja, kemudian wadah
peralatan diposisikan di bagian tengah
2. Sisi kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi
peralatan dan ujung lainnya dilipat mendekati tubuh
3. Sisi bagian kanan dilipat, kemudian bagian kiri
4. Disiapkan kain wadah yang telah dibungkus dengan kain
pembungkus pertama diposisikan kembali di bagian tengah
pada sisi diagonal
5. Sisi bagian kanan dilipatm kemudian bagian kiri
6. Ujung lainnya dilipat mendekati tubuh dan diselipkan untuk
memudahkan pada saat membuka
7. Sterilisasi dengan oven dengan suhu 100oC selama 60 menit.
d) Pembukaan Alat Bedah yang Sudah Steril
1. Kain dibuka dari bagian yang diselipkan
2. Peralatan diletakkan di atas meja
2.4 Teknik Oprasi
a. Kastrasi Tertutup

1. Hewan diletakkan pada posisi rebah dorsal. Dilakukan draping dengan


single drape. Buat insisi sepanjang kira-kira 3 cm yang cukup lebar
untuk mengeluarkan testis (tergantung ukuran hewan) melalui kulit
pada raphe median (garis tengah) skrotum sedikit di belakang bulbus
penis.

2. Dengan menggunakan jari salah satu testis didorong ke luar insisi, dan
irisan dengan hati-hati diperdalam sampai tunica dartos dan fascia
sehingga testis menonjol melalui tempat insisi, dibantu dengan
preparasi tumpul menggunakan gagang scalpel.

3. Dengan menggunakan tangan kiri testis ditarik keluar dari insisi,


potong ligamentum skrotum dan fascia dengan cara menusuk fascia
dengan ujung skalpel dilanjutkan ke caudal.

4. Sisa-sisa ligamentum dan fascia didorong masuk ke dalam insisi


menggunakan gagang skalpel, dengan demikian yang masih tertinggal
adalah spermatic cord yang masih berada didalam tunica vaginalis
yang sekarang bebas terekspose.

5. Tempatkan arteri klem pada spermatic cord bagian bawah, dan


kemudian dipotong sepanjang tepi arteri klem dengan menggunakan
skalpel .

6. Buat ikatan fiksasi pada proksimal (dibawah) arteri klem. Ligasi


dilakukan dengan cara memasukkan benang ke bagian tengah
potongan kemudian disimpulkan di salah satu sisi potongan , kemudian
diligasikan ke seluruh potongan dan disimpulkan di tempat yang
berseberangan menggunakan cat gut chromic 2-0. Langkah 5 dan 6
dapat menggunakan metode three forceps tie.

7. Dilakukan pemeriksaan terhadap adanya perdarahan dan stabilitas


ikatan, baru kemudian arteri klem dilepas dan potongan dibiarkan
masuk ke lubang insisi.

8. Dorong testis lainnya ke insisi kulit dan dilakukan prosedur yang sama
untuk membuang testis.

9. Tutup insisi kulit menggunakan jahitan sederhana terputus


menggunakan benang non absorbabla, jahitan kulit dibuka setelah 7
hari

b. Kastrasi Terbuka

1. Dengan jari tangan dinding skrotum dipejet/ditekan secara halus dan


hati-hati di atas salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial
skrotum.
2. Setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika lalu
dilanjutkan menginsisi tunica vaginalis tepat di atas testis pada daerah
raphe median.
3. Insisi diperlebar sampai testis yang ditekan bagian belakangnya
menyembul keluar lubang insisi, kemudian dipegang dan lebih ditarik
keluar.
4. Mesorchium tipis yang menggantungkan testis dan epididymis mulai
dari spermatic cord di bagian cranial dan ekor epididymis di bagian
caudal, diinsisi dan spermatic cord dipotong dan diligasi.
5. Testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dengan
ligamen pada ekor epididymis kemudian dipotong. Kadang-kadang
perdarahan kecil pada ligament yang dipotong bila perlu diligasi.
Testis lainnya dibuang dengan cara yang sama melalui insisi kulit
yang sama. Bila diinginkan jaringan subkutan dijahit dengan benang
catgut 3-0. Kulit ditutup dengan jahitan sederhana terputus
menggunakan benang non absorbable
2.5 Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-
obatan untuk membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah
munculnya infeksi sekunder seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap
hewan harus tetap dijaga, menginngat luka operasi sangat mudah untuk dimasuki
oleh agen infeksi. Perawatan post operasi dilakukan selama 14 hari untuk dapat
maximal sampai proses penutupan luka secara sempurna.

Anda mungkin juga menyukai