Anda di halaman 1dari 4

Asuransi dalam bahasa Arab disebut Attamin yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan

perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah mentaminkan sesuatu berarti
seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan
ganti rugi atas hartanya yang hilang.

Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut muamin dan pihak yang menjadi
tertanggung disebut muamman lahu atau mustamin.

Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan
persaudaraan antara peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata kafala yakfulu
yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang
berarti saling menanggung/memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan
manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam
kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk
menanggung resiko tersebut.

Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSN
No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan
pengertian Asuransi Syariah (tamin, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong
menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang
memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang
sesuai dengan syariah.

Asuransi Syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal dengan istilah taawun,
yaitu prinsip hidup yang saling melindungi dan saling tolong menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah
antara sesama anggota asuransi syariah dalam menghadapi hal tak tentu yang merugikan.

SEKILAS PERBEDAAN RISK SHARING DAN RISK TRANSFER

A. Pengelolaan risiko dalam asuransi konvensional

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance,dan secara aspek hukum telah dituangkan dalam
Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang
penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu..
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1
disebutkan suransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung,
yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang
didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Pengertian lain, seperti
dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum asuransi di Indonesia memberi pengertian asuransi
sebagai berikut : suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin,
untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas .

Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu
pengalihan risiko (transfer of risk) disebut asuransi. D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance
menyatakan bahwa asuransi selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk). Dalam asuransi
konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung, sedangkan orang yang membeli produk Asuransi
disebut Tertanggung atau Pemegang Polis, Tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi
untuk membeli produk yang disediakan oleh perusahaan asuransi . Premi asuransi yang dibayarkan oleh
Tertanggung menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata lain terjadi perpindahan
kepemilikan dana premi dari Tertanggung kepada Perusahaan Asuransi. Bila Tertanggung mengalami
risiko sesuai dengan yang Tertuang dalam kontrak asuransi, maka Perusahaan Asuransi harus membayar
sejumlah dana yang disebut Uang Pertanggungan kepada Tertangggung atau yang berhak menerimanya.
Sebaliknya bila sampai akhir masa kontrak Tertanggung tidak mengalami risiko yang diperjanjikan maka
kontrak Asuransi berakhir maka semua hak dan kewajiban kedua belah pihak berakhir. Dari proses diatas
dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan risiko financial yang dalam istilah asuransi disebut dengan
transfer of risk dari Tertanggung kepada Penanggung.

Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi kebakaran untuk rumah tinggal dia akan membayar
uang (premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi, disaat yang sama perusahaan asuransi
akan menanggung risiko finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut. Contoh lain dalam
asuransi jiwa, ketika seseorang membeli asuransi kematian (term insuransce) dengan jangka waktu
perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan 100 juta rupiah, maka dia harus membayar premi
yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi (misal 500 ribu rupiah) per tahun, artinya bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang ditunjuk
akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai
akhir masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun.

Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi diatas dapat dikategorikan sebagai akad
tabaduli (pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur gharar (ketidakjelasan), yaitu tidak
jelas kapan pemegang polis akan mendapatkan uang pertanggungan karena dikaitkan dengan musibah
seseorang (bisa tahun pertama, kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir masa
perjanjian). Ketika unsur gharar terjadi maka terdapat juga unsure maisir (perjudian), karena dari
transaksi diatas apabila terjadi klaim, perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada
peserta jauh lebih besar dibanding dari premi yang diberikan oleh peserta tersebut, juga sebaliknya bila
peserta tidak mengalami risiko yang diperjanjikan, maka dia akan kehilangan semua premi yang telah
dibayarnya.

B. Pengelolaan risiko dalam asuransi Syariah

Dalam asuransi syariah, tidak mengenal pengalihan risiko (transfer of risk) yang digunakan adalah
pembagian risiko (sharing of risk). Dengan konsep pembagian risiko, yang saling menanggung risiko
adalah para peserta itu sendiri bukan perusahaan asuransi, sehingga perusahaan asuransi bukan sebagai
penanggung tetapi berfungsi sebagai pemegang amanah, juga peserta tidak membeli polis tetapi
memberikan donasi/derma (dalam asuransi syariah sering dinamakan tabarru) yang diniatkan untuk
tolong menolong diantara peserta bila terjadi musibah, juga tidak terjadi pengalihan kepemilikan dana,
yang ada adalah pengumpulan dana atau pooling of fund.

Contoh, ketika seorang peserta mengikuti asuransi kebakaran; untuk rumah tinggal, dia akan
memberikan kontribusi dana (ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah) yang diniatkan untuk tolong
menolong diantara peserta, perusahaan asuransi syariah akan memasukkan dana tersebut kedalam
suatu kumpulan dana peserta (rekening khusus), bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut maka
perusahaan (sebagai wakil dari peserta) akan mengambil dana dari rekening khusus diatas dan
memberikannya kepada peserta yang mengalami musibah, namun bila tidak terjadi musibah kebakaran
terhadap tempat tinggal peserta diatas, dan masih ada kelebihan dana pada rekening khusus diatas,
maka ada pengembalian sebagian dana tersebut.

KONDISI ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia

Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001

baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini

sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi

dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.

Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah


Instrumen tidak dikenal masyarakat luas

Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan

Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat berharga

Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah

Peluang pengembangan Asuransi Syariah

Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang

sesuai dengan hukum Islam

Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan

aset dan transaksi perbankan

Peluang pengembangan Asuransi Syariah.

Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah adalah

ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.

Anda mungkin juga menyukai