Anda di halaman 1dari 22

Cekungan Jawa Timur Utara

1. Lokasi dan Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara

Cekungan Jawa Timur Utara merupakan salah satu cekungan tersier di

Indonesia Barat, terletak dibagian utara Jawa Timur, memanjang barat-timur kurang

lebih 250km, meliuputi kota Semarang Surabaya dengan lebar 60 70 km.

Cekungan ini dibatasi oleh Busur Karimunjawa dan Paparan Sunda ke arah timur dan

Barat Laut, sedangkan ke arah Utara dan Barat cekungan dibatasi oleh dataran tinggi

Meratus dan dataran tinggi Masalembo-doang yang berada di Tenggara Pulau

Kalimantan. Bagian Selatan busur vulkanik atau Busur Magmatik membatasi cekungan

dari bagian Timur hingga Selatan. Cekungan Jawa Timur Utara ini terdiri dari sedimen

tersier yang berumur eosen hingga resen yang berada pada batuan dasar (basement)

pra-tersier.

Cekungan belakang busur tersier Jawa Timur Utara memiliki hubungan antara

subduksi lempeng samudera dengan lempeng benua. Akibat dari subduksi ini maka

terjadi aktivitas vulkanik sepanjang tersier yang menghasilkan sedimen untuk pengisian

hampir setengah Cekungan Jawa Timur bagian Selatan.


Gambar 1a. Peta Lokasi Cekungan Jawa Timur Utara

.
ts
sM
ite at
u
an er
Belitung Basin gr e
SUMATRA us ng
M
eo la
ac s me
J A V A S E A fC
et
r
ce
ou
Sunda- it o e ta
r
Asri lim fC
Basin SE it o
lim
NW

North West Java Basin

North East/East Java Basin


North MADURA
ern S
Bogo lope
JAVA r Kend
eng Tro
ugh
South West Java Basin South
ern S
lope
N
South Central Java Basin

0 200 km Quaternary volcanoes

Tectonic setting of Java

Gambar 1b. Peta Lokasi Cekungan Jawa Timur Utara

Cekungan ini dikelompokkam kedalam cekungan busur dalam dan merupakan

daerah yang mobil serta dibatasi daerah paparan yang stabil. Daerah cekungan

tersebut mempunyai luas lebih dari 200.000 km 2 dan mengandung akumulasi sedimen

dengan ketebalan rata-rata 1.500 m dibagian paparan hingga mencapai 9.000 m

dibagian depresi. Bagian utara daerah cekungan ini yang dinamakan cekungan Jawa

Timurlaut terutama terletak di daerah lepas pantai. Cekungan terdiri dari beberapa

bagian cekungan (Kedalaman North Tuban, Kedalaman Pati atau Muriah, cekungan

East Florence, Central Deep) dan daerah tinggian (Karimunjawa, JS- Ridge, Bawean,

Masalembo dan Sibaru) yang umumnya dikendalikan oleh kegiatan tektonik selama
Kapur Akhir hingga Tersier Awal. Pengendapan batugamping dan serpih bersama

dengan pengaliran-pengaliran sedimen pasiran secara kebetulan (episodic) sangat

umum sepanjang jaman Tersier (Kenyon, 1977).

Fisiografi cekungan Jawa Timur Utara berdasarkan pembagian fisiografi Jawa

Timur oleh Van Bemmelen (1949) terdiri dari daratan aluvium pantai utara Pulau Jawa,

Zona Rembang / Perbukitan antiklinorium Rembang dan Madura termasuk didalamnya

antiklinorium Cepu, serta zona Randublatung yang merupakan zona depresi, termasuk

Dander, Pegat, dan perbukitan Ngimbang

Gambar 2a. Peta Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara

Gambar 2b. Peta Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara


2. Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Jawa Timur Utara

Sejarah struktur geologi Jawa Timur erat kaitannya dengan sejarah Struktur

Pulau Jawa bagian Barat dan Tektonik regional Asia Tenggara. Daerah ini berada pada

Paparan Sunda bagian Tenggara dan batuan alasnya adalah Cretaceous sampai basal

Tertiary melange.

Terdapat tiga tahap orogenesa yang berpengaruh pada wilayah cekungan Jawa

Timur Utara, yaitu :

1. Kapur atas sampai Eosen Tengah. Pada Kapur akhir terjadi deformasi

kompresi mengikuti collision lempeng Laut Jawa bagian timur dengan

Paparan Sunda. Pada eosen terjadi rifting yang diikuti oleh pengaktifan

kembali sesar naik pre-Eosen dan pembentukan sesar normal.

2. Miosen Tengah, Orogenesa pada Miosen Tengah ditandai oleh peristiwa

regresi. Fase ini juga ditandai oleh hiatus didaerah Cepu dan dicirikan oleh

perubahan fasies dari transgresi menjadi regresi diseluruh zona Rembang.

Pada tahap ini juga terbentuk zona sesar RMKS (Rembang-Madura-

Kangean-Sakala) yang merupakan Wrenching Left Lateral

3. Plio-Plistosen, pada Pliosen akhir terbentuk lipatan-lipatan hingga plistosen

akhir. Aktivitas vulkanik busur Sunda Jawa dimulai pada pliosen akhir

berlanjut hingga sekarang.

Secara umum Cekungan Jawa Timur Utara dibentuk oleh beberapa elemen

struktur utama dari selatan ke utara yaitu :


a. Zona Kendeng Selat Madura, memanjang dengan arah timurbarat,

terutama dicirikan oleh struktur lipatan, sesar normal, dan banyak terdapat

sesar naik.

b. Zona Rembang Selatan dan Randublatung, yang merupakan zona negatif

dengan pola struktur berarah timur-barat dan terutama dicirikan oleh pola

lipatan. Juga terdapat struktur kubah yang berasosiasi dengan struktur

sesar seperti antiklin Ngimbang.

c. Zona Rembang Utara dan Madura Utara, struktur antiklinorium yang

terangkat dan tererosi pada Plio-Plistosen, berasosiasi dengan sistem sesar

mendatar mengiri berarah timurlaut-baratdaya yang menerus kekawasan

Kalimantan Selatan.

Secara geologi terbentuknya cekungan Jawa Timur Utara dikendalikan oleh dua

sistem sesar yaitu : sistem sesar mendatar mengiri bearah timur-barat dan timurlaut-

baratdaya.
Gambar 3. Pola Struktur Cekungan Jawa Timur Utara

3. Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Timur Utara

Menurut Van Bemmelen (1949), Stratigrafi cekungan Jawa Timur Utara dibagi

menjadi tiga sikuen yang utama, termasuk eosen-awal oligosen, akhir Oligosen

Miosen dan Plio-Plistosen.

- Eosen awal Oligosen, sedimentasi diawali pada kala Eosen Tengah dengan

diendapkannya formasi Ngimbang (anggota klastik, anggota batugamping dan

anggota serpih) yang berakhir pada kala Oligosen Awal. Sikuen dari Eosen-awal

Oligosen terdiri atas batuan klastik eosen diendapkan pada lingkungan alluvial

fluvial dengan kondisi lakustrin dan diyakini merupakan batuan sumber (source

rocks) hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur Utara.

- Akhir Oligosen Miosen, diendapkan beberapa formasi yaitu : Formasi Ngimbang,

Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban, Formasi Tawun, Formasi

Ngrayong, Formasi Bulu, Formasi Wonocolo, Formasi Ledok. Selaras di atas

formasi Ngimbang diendapkan Formasi Kujung yang terdiri atas hasil pengendapan

transgresi, sampai Awal Miosen bagian bawah penyebaran proses sedimentasi ini

terjadi pada zone Kendeng Utara-Selatan Madura, Zone Randublatung Rembang

dan Zone Rembang Madura Utara. Selaras diatas Formasi Kujung pada Miosen

Awal Miosen Tengah bawah diendapkan Formasi Tuban, yang terdiri dari hasil

pengendapan transgresi, selanjutnya Formasi Tawun kemudian secara tidak selaras


diendapkan Formasi Ngrayong yang menipis kearah selatan dan timur kemudian

secara selaras diendapkan formasi Bulu, Wonocolo dan Ledok.

Selama miosen tengah pasokan sedimen klastik dari bagian Utara dan Selatan

cekungan menyebabkan terhentinya endapan karbonat. Endapan vulkaniklastik

menutupi separuh bagian cekungan ke arah selatan. Di daerah Tuban-Cepu dan

sepanjang Pantai Utara, batuan klastik berasal dari erosi batuan granitik dan

dihasilkan sebagai endapan batupasir dari Formasi Ngrayong.

- Plio-Plistosen, diendapkan Formasi Mundu, Formasi Paciran dan Formasi Lidah.

Formasi Mundu menipis ke arah utara menandai fase Regresi pada kala Pliosen.

Kemudian secara tidak selaras diendapkan formasi Lidah yang terdiri dari anggota

Selorejo, Tambakromo, Anggota Turi/Domas, yang diendapkan pada fase transgresi

Plio-Plistosen.

Sikuen Plio-Plistosen diendapkan tidak selaras diatas sikuen akhir Oligosen-Miosen.

Pada sikuen ini pengendapan dimulai dari bagian timur oleh batugamping dari

Formasi Paciran. Setelah sedimentasi Formasi Paciran, secara cepat terjadi

endapan sedimen dari Formasi Puncangan dan Formasi Lidah.

1. Formasi Ngimbang - lowstand systems track: fase awal pengendapan dimulai

dengan penurunan muka air laut pada Oligosen akhir sampai Miosen awal dan

termasuk lantai cekungan dan progradational slope complex. Endapan dasar

cekungan didominasi oleh karbonat hasil dari runtuhan eastern margin fault scarp.

Progradational complex terbentuk selama fase akhir eustatic drop dan mengandung

lensa wacke-packstone.
Formasi Ngimbang terdiri atas perulangan dari batupasir, serpih, lanau, dan sisipan

batubara. Serpih Bewarna abu-abu hingga coklat, karbonan sedangkan batulanau

bewarna abu-abu muda hingga hitam, karbonatan, karbonan. Bagian atas terdiri dari

batugamping abu-abu hingga coklat muda, getas, kristalin dengan sisipan tipis

serpih karbonatan dan napal. Formasi Ngimbang diendapkan pada Laut Dangkal.

2. Formasi Kujung transgressive system tract: Penurunan muka air laut pada akhir

Oligosen awal Miosen dilanjutkan oleh relatif naiknya air laut. Hubungannya

dengan transgressive system tract mengandung material sedimen halus pada

bagian bawah Formasi Kujung. Batuannya didominasi oleh marl interbedded dengan

lapisan tipis green fossiliferous sandstone dan limestone, dan mengandung banyak

foraminifera, alga dan pecahan koral. Pada bagian atas Formasi Kujung,

monotonous marl berinterkalasi dengan bioclastic limestone. Berdasarkan tipe

batuannya, maka dapat ditentukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada

lingkungan laut terbuka selama Oligosen akhir. Ciri utama yang dijumpai pada

formasi ini adalah dijumpainya napal dan lempung napalan abu-abu kehijauan

dengan sispan batugamping bioklastik, keras, mengandung foraminifera besar dan

ganggang. Formasi Kujung tersebar luas, meliputi daerah Purwodadimenrus kearah

timur kearah Tuban dan Madura. Formasi ini berumur Oligosen atas dengan

kedalaman sekitar 200 500 m atau pada zone batial atas.

3. Formasi Prupuh highstand systems track: bagian akhir dari sikuen ini di cirikan

dengan bioclastic limestone Formasi Prupuh. Formasi ini terdiri dari interbedded

reefal bio-clacarenite, bio-calcilutite dan blueish gray marl. Endapan tersebut

terakumulasi pada lingkungan neritik selama Oligosen akhir sampai awal Miosen.
4. Formasi Tuban, ciri litologi nya lempung dengan sisipan napal yang kaya

foraminifera dibagian bawah, kearah atas banyak dijumpai sisipan batugamping.

Dibagian atas didominasi oleh batugamping pasiran putih kekuningan. Formasi ini

berumur Miosen Bawah Tengah dan diendapkan pada lingkungan paparan

dangkal pada zone Neritik luar.

5. Formasi Tawun (Anggota Tawun) terdiri atas perselingan antara batupasir dan serpih

pasiran bewarna khas kuning kecoklatan dengan sisipan batugamping orbitoid.

Formasi ini tersebar luas di zone Rembang bagian barat. Peta ketebalan

menunjukkan penebalan kearah utara dan menipis ke arah selatan. Kisaran umur

formasi ini Miosen Tengah, dan diendapkan pada lingkungan yang tidak begitu jauh

dari pantai dari suatu paparan dangkal

6. Formasi Ngrayong (Anggota Ngrayong) terdiri atas interbedded sand, batupasir,

serpih, dan lempung.Dijumpai juga batugamping sebagai cerat atau lapisan tipis.

Batupasir bewarna putih susu sampai abu-abu tersusun atas kuarsa berukuran

sedang sampai kasar, subangular-subrounded, dengan sortasi yang kurang bagus,

tersemen lempung atau karbonat kadang dijumpai pirit, glaukonit, karbon, sebagian

belum terkonsolidasi dengan porositas jelek sampai bagus. Diperkirakan berumur

Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal sampai pantai.

7. Formasi Bulu, disusun oleh batugamping pasiran berlapis tipis, terdapat sisipan

napal berwarna abu-abu. Umur formasi diperkirakan Bagian bawah Miosen Atas,

dan diendapkan pada lingkungan paparan dangkal pada zona neritik tengah.

8. Formasi Wonocolo didominasi napal, napal lempungan dan napal pasiran, napal

dan kalkarenit. Formasi ini mempunyai penyebaran yang luas dengan arah timur-
barat dan menipis kearah utara dan timur. Diperkirakan berumur Miosen Akhir

(bawah-tengah) dan diendapkan pada laut terbuka pada kedalaman antara (100-

500)m

9. Formasi Ledok terdiri atas perulangan anatara napal pasiran, kalkarenitdengan

napal dan batupasir. Bagian bawah terdiri atas perulangan antara batupasir

karbonatan dengan kalkarenit. Bagian tengah dijumpai selingan batupasir

karbonatan dan selingan kalkarenit, dan dibagian atas ukuran butir abtupasir

karbonatan menjadi lebih kasardengan kandungan mineral galukonit meningkat.

Struktur sedimen diabgian atas berupa silang siur palung dengan skala besar.

Formasi ini ditafsirkan sebagai endapan neritik.

10. Formasi Mundu dijumpai napal bewarna kehijauan-hijauan, masif dan kaya

foraminifera. Bagian atas terdiri dari Anggota Selorejo dengan perselingan

batugamping pasiran dan pasir napalan. Penyebaran formasi cukup luas.

Diperkirakan berumur Pliosen diendapkan pada laut terbuka, zona batial pada

bagian bawah dan berkembang ke arah atas pada ingkungan paparan dangkal

dengan kedalaman antara (100-200) m.

11. Formasi Paciran dicirikan oleh batugmaping terumbu, formasiini mempunyai

penyebaran pada zona Rembang, diperkirakan berumur Pleistosen dan diendapkan

pada laut dangkal secara lateral menjemari dengan formasi Mundu dan Formasi

Lidah

12. Formasi Lidah terutama disusun oleh batulempung abu-abu kebiruan, dibagian

tengah dijumpai perselingan antara batupasir karbonatan dan batugamping pasiran

yang dikenal dengan Anggota Malo. Formasi ini berkembang pada Zona
Randublatung muali dari Purwodadi hingga antiklin Lidah didaerah Surabaya dan

pada Zona Rembang dari Pati hingga Tuban. Didaerah Rembang Formasi ini

menumpang tidak selaras diatas batupasir karbonatan anggota Selorejo dari formasi

Mundu. Diperkirakan berumur Pleistosen dan diendapkan pada lilngkungan laut

yang agak terlindung dengan kedalaman berkisar (200-300) m dan mendangkal

kearah atas.

Gambar 4a. Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara


Gambar 4b.Stratigraphy and petroleum system

4. Sejarah Geologi

Pengendapan dimulai di kala Eosen (pre CD unit) dengan genanglaut yang luas

diatas permukaan batuan dasar yang tidak rata dan berumur Mesozoikum. Genanglaut

ini berlanjut sampai kala Miosen Tengah, mengendapkan secara mulus lapisan tebal

batuan karbonat dari Formasi CD dan Kujung. Masih dalam kala Miosen Tengah,

pengendapan diikuti oleh tahap susut laut yang terus berlanjut sampai akhir Miosen.

Lapisan-lapisan sedimen terdiri atas serpih, batugamping dan batuan Formasi OK.

Kemudian diikuti oleh daur-daur pengendapan ukuran kecil pada Miosen Akhir sampai

Pliosen, Pliosen dan Pliosen sampai saat ini dimana pengendapan batuan karbonat

kembali menjadi dominant.


Selama liputan waktu ini, lapisan sediment umumnya menebal kearah pantai

pulau Jawa dan Pulau Madura, sedangkan arah jurus struktur berubah tiba-tiba menjadi

Barat-Timur. Hal ini diikuti dengan perubahan pengendapan lingkungan paparan

gamping menjadi pengendapan dilingkungan kawasan kedalaman dan ditandai oleh

suatu jalur engsel sempit yang terletak tepat di utara pulau Madura. Lebih dari 3.000 m

sedimen Pliosen-resen terakumulasi di selat Madura. Daerah kedalaman ini merupakan

gejala tektonik muda dari zaman Tersier dan melanjutkan diri kearah timur ke zona

Randublatung walaupun kelanjutannya lagi kearah timur kurang diketahui dengan pasti.

Bagian selatan dari daerah cekungan yang terletak di daratan biasanya dikenal

sebagai cekungan Jawa timur. Cekungan ini meliputi zona fisiografi yang jelas berbeda

satu dengan lainnya yaitu zona Rembang dan zona Randublatung yang berbukit-bukit

dan daerah rendah yaitu daerah depresi sentral Kendeng. Pola struktur dicirikan oleh

arah timur-Barat. Suatu arah lain ialah Timurlaut-Baratdaya mempengaruhi jalur dari

depresi dan tinggian Pati. Lapisan batuan tebal yang diendapkan di cekungan Jawa

Timur juga memperlihatkan siklus transgresi-regresi yang sama seperti yang dijumpai di

kawasan lepas pantai Jawa Timurlaut. Adanya bongkah-bongkah eksotik batupasir dan

konglomerat yang mengandung Nummulites menunjukkan bahwa genanglaut mulai

sejak Eosen dan disusul dengan pengendapan lapisan-lapisan napal dan serpih yang

tebal dengan sedikit sisipan lapisan batupasir dan batugamping.

Regresi dimulai pada kala Miosen Akhir dengan pengendapan batuan klastik

paralik yang untuk sebagiannya ditutupi oleh terumbu gamping atau ekivalennya secara

lateral.
Minyak yang diproduksikan di daratan (cekungan Jwa Timur) berasal dari

batupasir berumur Miosen, Pliosen dan Plistosen Bawah dari selang yang sifatnya

regresif itu (Formasi-formasi Ngrayong, Wonocolo, Ledok dan Lidah). Bagian terbesar

dari 27 buah lapangan yang telah ditemukan di cekungan Jawa Timur merupakan

akumulasi-akumulasi yang sangat kecil dan saat ini sudah ditinggalkan atau merupakan

lapangan-lapangan yang sudah sangat terkuras. Struktur-struktur yang berproduksi

adalah antiklin-antiklin yang umumnya mengarah Barat-Timur dan terbentuk selama

kala Pliosen dan Plistosen. Cadangan potensial dilepas pantai (cekungan Jawa

Timurlaut) terutama terdapat dalam terumbu-terumbu dari formasi Kujung walaupun

pengujian-pengujian juga memperlihatkan adanya minyak dan gas di dalam batupasir

dasar umur Eosen dan juga didalam batugamping serta batupasir dari formasi OK.

5. Petroleum System

Source Rock

Source rock utama di cekungan ini adalah organic rich shale dan coal dari

endapan Eosen formasi Ngimbang. Selain itu diduga bahwa endapan Oligosen formasi

Kujung dan endapan Miosen formasi OK juga merupakan source rock yang baik.

1. Endapan Eosen

Endapan Eosen formasi Ngimbang dipercaya merupakan source rock terbesar di

cekungan ini, meyuplai 95% dari total hidrokarbon di cekungan ini. Source rock

ini merupakan perselingan shale dan coal kaya akan organik. Pada beberapa

tempat batulempung dan batulanau juga berperan sebagai source rock. Source
rock ini memiliki ketebalan yang bervariasi dan kandungan TOC yang bervariasi,

rata-rata 1-10% dan pada beberapa tempat 40-60%.

2. Endapan Oligosen

Endapan Oligosen formasi Kujung yaitu perselingan shale dan limestone

menunjukkan potensi yang baik untuk menjadi source rock dengan kandungan

TOC berkisar 0,3-3,18%.

3. Endapan Miosen

Endapan Miosen formasi OK yaitu perselingan batupasir dan shale dan coal

menunjukkan potensi menjadi source rock dengan kandungan TOC diatas 1%.

Reservoir Rock

Batuan reservoir pada cekungan Jawa Timur Utara ditemukan pada endapan-

endapan Eosen Pliosen. Pada endapan Paleosen juga ditemukan indikasi

hidrokarbon namun belum diteliti lebih jauh. Batuan yang berpotensi sebagai reservoir

adalah:

1. Endapan Eosen

Pada lapangan Pangerungan, batupasir Ngimbang merupakan resevoir utama

disana. Batupasir Ngimbang hanya berproduksi pada daerah utara cekungan.

Pada lapangan ini batugamping formasi Ngimbang juga merupakan reservoir

kedua. Batuan resevoir ini memiliki porositas 14-25% dan permebilitas 5-

4000md.

2. Endapan Oligosen

Batupasir dan batugamping Kujung merupakan reservoir yang baik pada daerah

barat cekungan. Batuan reservoir ini memiliki porositas sampai 25% dan
permebilitas sampai 150 md. Pada lapangan Camar, KE, Mudi dan BD,

reefbulidup Prupuh juga berperan sebagi reservoir, dengan porositas 15-30%.

3. Endapan Miosen

Pada bagian barat, tengah, dan selatan dari cekungan ini, reef buildup Kujung

dan batugamping OK bawah berperan sebagai reservoir. Batuan ini memiliki

porositas sampai 25% dan dan permebilitas sampai 150 md. Pada lapangan

Pangerungan, batugamping Rancak juga berperan sebagai reservoir, dengan

porositas 18-33% dan permebilitas 1-300 md. Batupasir Ngrayong pada offshore

Madura dan onshore Jawa Timur berperean sebagai reservoir.

4. Endapan Pliosen dan Plistosen

Pada bagian selatan cekungan ini, batupasir dan batugamping Paciran berperan

sebagai reservoir, dengan porosiats 20-60% dan permebilitas 0,5-3500 md.

Seal Rock

Endapan tersier yang memiliki ukuran butir halus berperan sebagai batuan

tudung yang baik. Batuan tudung ini dapat berperan sebagai tudung pada bagian atas

lapisan reservoir. Akan tetapi akibat deformasi yang tinggi di daerah cekunagn ini,

beberapa bataun tudung ini pecah sehingga minyak bergerak naik ke reservoir yang

lebih tinggi. Batuan yang berperan sebagai batuan tudung adalah:

1. Endapan Eosen

Shale Ngimbang merupakan batuan tudung di daerah barat cekungan, Shale ini

berinterkalasi dengan Klastika Ngimbang membentuk intraformasi seal.

2. Endapan Oligosen
Shale dan batuan karbonat Kujung merupakan batuan tudung pada daerah utara

cekungan. Batuan ini berperan sebagai seal pada reservoir Ngimbang.

3. Endapan Miosen

Shale Tuban merupakan seal rock regional. Shale ini terendapkan diatas batuan

reservoir Kujung dan Prupuh. Shale Wonocolo juga berperan sebagai seal rock

untuk reservoir batupasir yang tipis.

4. Endapan Plio-Plistosen

Pada lapangan Terang dan Sirasun, shale Lidah berperan sebagai seal rock

untuk resevoir Paciran.

Trap

Beberapa trap utama yang berperan dalam petroleum system di cekungan ini :

1. Trap Eosen Oligosen

Trap ini berasosiasi dengan proses rifting dan graben yang terjadi fase deformasi

awal Eosen sampai awal Oligosen, antara lain pinch out dan stratigraphic on-lap.

2. Trap Eosen Pliosen

Trap ini berasosiasi dengan reef buildup dan tinggian purba. Namun trap-trap ini

umumnya kurang baik karena adanya fase pengangkatan dan erosi. Sikuen on-

lap pada bagian atas reef juga berpotensi sebagai trap namun harus dikaji lebih

jauh lagi.

3. Trap Miosen

Trap ini berasosiasi dengan fase kompresi dan deformasi pada akhir Miosen,

seperti struktur antiklin dan antiform. Reef berumur Pliosen yang tumbuh pada

zona sesar yang teraktifasi kembali juga merupakan potensi trap.


Maturasi

Maturasi hidrokarbon utama terjadi pada Miosen tengah sampai akhir, pada saat

fase deformasi. Efek dari fase deformasi pada Miosen adalah :

a. Adanya peningkatan heat flow yang mematangkan source rock yang

belum matang.

b. Zona-zona yang sudah matang terangkat sehingga proses pematangan

berakhir.

c. Proses pengangkatan yang menyebabkan adanya subsident baru

sehingga proses burial terus berlanjut.

Proses maturasi pada bagian selatan cekungan terjadi pada awal Miosen karena

proses burial sudah berlangsung sebelum proses deformasi. Sedangkan pada daerah

tengah cekungan, proses maturasi terjadi pada Miosen tengah karena bagian ini pada

awalnya merupakan deposenter dan puncak burial terjadi pada Miosen tengah.

Migrasi dan Akumulasi

Pada lapangan Pangerungan , efisiensi dari migrasi berkisar 40-65% untuk

source rock Ngimbang. Pada lapangan Poleng, migrasi diduga sesaat setelah proses

generasi. Saat Kujung unit I baru terendapkan, reservoir Kujung unit II dan III sudah

mulai terisi oleh hidrokarbon dalam sistem tertutup. Migrasi terjadi dalam jarak yang

pendek melalui rekahan dan sesar.

Pada daerah selatan cekungan, reservoir reef buildup Kujung terisi oleh

hidrokarbon dari formasi Ngimbang. Namun pada saat fase deformasi, sikuen yang

onlap terhadap reef bulidup ini terpatahkan dan memigrasi kembali hidrokarbon ini

menuju reservoir yang lebih muda.


Gamb

ar 5. Tabel Petroleum System Cekungan Jawa Timur Utara

5. Konsep Eksplorasi

Sejarah dan perkembangan eksplorasi dan produksi hidrokarbon di cekungan

Jawa Timur Utara :

1887 : Eksplorasi pertama (oleh Dortsche Petroleum Maatschappij)

1888 : Lapangan minyak pertama (Kuti Anyar)

1893 : Lapangsn minyak pertama di daerah Cepu (Ledok)

1898 : Lapangan minyak pertama di daerah Madura (Kertegeneh)

Sampai 1925 : Hampir 40 lapangan minyak ditemukan di daerah Cepu dan

Madura.

1940 : Puncak produksi minyak (20,000 BOPD)

1968 : Eksplorasi offshore laut Jawa Timur pertama.

1970 : Penemuan minyak pertama di offshore pada batugamping Kujung.


1971 : Biogenik gas pertama ditemukan pada batupasir Tawun

1985 : Penemuan offshore Eosen pertama (lapangan Pagerungan dan Kangean)

1994 : Penemuan onshore pertama pada karbonat Kujung/Tuban (lapangan

Mudi)

1994 : Penemuan pada vulkanoklastik Pleistocene (lapangan Wunut)

1999 : Penemuan onshore Eocene pertama (lapangan Suci)

2001 : Lapangan baru ditemukan di daerah lama (lapangan Banyu Urip, Bukit

Tua)

Gambar 4. Area Kerja cekungan Jawa Timur Utara

Konsep eksplorasi pada cekungan Jawa Timur Utara berbeda pada tiap bagian /

wilayah cekungan. Konsep eksplorasi ini didasarkan pada formasi, umur, kondisi
stratigrafi dan litologi, dan trap yang berkembang. Konsep yang berpotensi adalah pada

aluvial fan, stratigrafi pinch-out, stratigrafi on-lap, half-graben dan reef.

Konsep alluvial fan berkembang pada graben di bagian utara dan selatan

cekungan. Trap disini terbentuk oleh batupasir yang on-lap terhadap blok sesar yang

berkembang selama fase ekstensional Eosen. Namun konsep ini belum dibuktikan.

Konsep stratigrafi on-lap berhubungan dengan on-lap batuan reservoir terhadap

tinggian basement. Konsep ini berkembang pada wilayah tepi platform utara dan

tinggian lokal selatan cekungan. Konsep ini terbukti di lapangan Camar dan

batugamping Kujung.

Konsep wrench antiklin berkembang pada sepanjang zona tengah dan utara

cekungan. Konsep antiklin murni dan antiform berasosiasi dengan tektonik kompresi

dan berkembang sepanjang tengah dan selatan cekungan. Konsep ini terbukti pada

klastika Ngimbang di lapangan Pangerungan, karbonat Eosen di lapangan Kangean,

batupasir Miosen Ngrayong di lapangan Cepu.

Konsep half graben berasosiasi dengan graben Paleogen, dimana selama

Paleosen material pasir terisolasi oleh sesar normal dan membentuk trap. Konsep ini

belum terbukti.

Konsep reef karbonat merupakan konsep paling utama dan sudah terbukti pada

lapangan Camar, Poleng dan Mudi. Reef buildup berkembang pada Platform utara dan

tinggian di selatan cekungan.

Referensi :

- Petroleum Geology of Indonesian Basin Volume IV east Java Basin originated and

editing by PERTAMINA BPPKA, Jakarta, 1996.


- The Neogene Kalimu, Kalinges and Kanopu Formations in the Norteast Java Basin by

Sabarda Musliki, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1994.

- Lembahtorehan Miosen Atas dan Peranannya dalam Terbentuknya perangkap

Stratigrafi di Daerah Cepu dan sekitarnya by Berlian Yulihanto, IPA.

- Presentasi Petroleum Geology of East Java Basin : a Dynamic Review by Awang H.

Satyana, Gadjah Mada University, Department of Geological Engineering Guest

Lecture, Yogyakarta 22 March 2006.

Anda mungkin juga menyukai