VERTIGO
Oleh:
Beizar Yudhistira
G99161060
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen vestibularis menuju
ke otak dengan NT-nya glutamate
A. Normal synoptic transmition
B. Iduktion of longtem potentiation
Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat AKT, antara lain
- Inti vestibularis
- Vestibulo-serebelum
- Inti okulo motorius
- Hiptotalamus
- Formasio retikularis
- Korteks prefrontal dan imbik
Struktur tersebut mengolah informasi yang masuk dan memberi respons yang sesuai.
Manakala rangsangan yang masuk sifatnya berbahaya maka akan disensitisasi. Sebaliknya,
bila bersifat biasa saja maka responsnya adalah habituasi (1).
Tahap Persepsi
Tahap ini belum diketahui lokasinya
FISIOLOGI
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor
vestibuler visual dan propioseptik. Dan ketiga jenis reseptor tersebut, reseptor vestibuler yang
punya kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul kemudian reseptor visual dan
yang paling kecil konstibusinya adalah propioseptik.2
Arus informasi berlangusng intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan dari
kepala atau tubuh, akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin
dan selanjutnya bulu (cilia) dari sel rambut ( hair cells) akan menekuk. Tekukan bulu
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga ion Kalsium menerobos masuk
kedalam sel (influx). Influx Ca akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan juga
merangsang pelepasan NT eksitator (dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan
meneruskan impul sensoris ini lewat saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat
keseimbangan tubuh di otak.4
Pusat Integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vertibularis menerima
impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Serebellum selain merupakan pusat
integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung
dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah
dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain serebellum, informasi tentang
gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks serebri.2
B. Definisi
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistim keseimbangan. 3
C. Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan prevalensi
sebesar 7 %. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidikiepidemiologi dizziness, yang
meliputi vertigo dan non vestibular dizziness. Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan
yang paling sering diutarakan oleh pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari
keempat jenis dizziness vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah
studi mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita disbanding pria (2:1),
sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren. 2
Frekuensi
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap tahunnya. Dari stroke
yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5% diantaranya terjadi di serebelum.
Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan dengan stroke perdarahan serebelum adalah 3-
5: 1. Sebanyak 10% dari pasien infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan
ketidakseimbangan. Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-80/ 100.000 per tahun.
Sekitar 3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat.
Jenis kelamin
Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita. Dalam
satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio antara penderita pria dibandingkan wanita
adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria.
Usia
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya faktor resiko yang
berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus, atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata
pasien dengan infark serebelum berusia 65 tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada
mereka yang berusia 60-80 tahun. Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-
rata berusia 70 tahun.
Morbiditas/ Mortalitas
Cedera vaskular dan infark di sirkulasi posterior dapat menyebabkan kerusakan yang
permanen dan kecacatan. Pemulihan seperti yang terjadi pada vertigo perifer akut tidak dapat
diharapkan pada vertigo sentral.
Dalam satu seri, infark serebelum memiliki tingkat kematian sebesar 7% dan 17%
dengan distribusi arteri superior serebelar dan arteri posterior inferior serebelar. Infark di
daerah yang disuplai oleh arteri posterior inferior serebelar sering terkait dengan efek massa
dan penekanan batang otak dan ventrikel ke empat, oleh karena itu, membutuhkan
manajemen medis dan bedah saraf yang agresif. Dalam satu rangkaian 94 pasien, 20
diantaranya datang dengan Glasgow Coma Scale (GCS) 8 yang mengindikasikan adanya
penurunan kesadaran yang signifikan. Tingkat kematian pasien lainnya, yaitu yang GCSnya
lebih dari 8, adalah 20%
Neuroma akustik memiliki tingkat kematian yang rendah jika dapat didiagnosis
dengan cepat. Tumor dapat diangkat tanpa mengganggu N VII, namun gangguan
pendengaran unilateral dapat terjadi.
D. Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau
banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan
keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di
dalam otaknya sendiri.5
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi
tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo:6
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam
telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional
4. vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
5. peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis
multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau
keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral dan
arteri basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti
nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks.
Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi
lesi :7
Labirin, telinga dalam
- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
SENTRAL
Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya
pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,
derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat
vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin
lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain
sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena
jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator
dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan
vertigo
E. Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak) atau di
perifer (telinga dalam, atau saraf vestibular).7
Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau tanda
batang otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli dan temuan
neurologis lainnya misalnya trigeminal sensory loss pada infark arteri cebellar postero
inferior. Pada pasien seperti ini perlu cepat dirujuk dan diinvestigasi. Red flag pada
pasien dengan vertigo meliputi :7
Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis
Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan kronik. Vertigo akut biasanya memiliki mekanisme yang tunggal
sedangkan vertigo kronik memiliki mekanisme multifaktorial. Dizziness yang kronik lebih sering terjadi pada usia tua karena insiden penyakit
VERTIGO SENTRAL
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang
khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan
fungsi motorik, rasa lemah.5
VERTIGO PERIFER
Perifer Sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala (+) (-)
Gejala otonom (++) (-)
Gangguan pendengaran (+) (-)
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya nvolunter, bolak balik,
ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari refleks
vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau
patologis dan manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test
kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau
menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.
Tabel 3. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut :
3. Test Posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4. Test dengan rangsang (kursi Dominasi arah Sering ditemukan
putar, irigasi telinga) jarang ditemukan
5. Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat
Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa
jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo
bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. Sesuai kejadiannya,
vertigo ada beberapa macam yaitu :
Vertigo spontan
Vertigo ini timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan timbul dari Penyakitnya
sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan Endolimfa yang meninggi.
Vertigo spontan komponen cepatnya mengarah ke jurusan lirikan kedua bola mata.
Vertigo posisi
Vertigo ini disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul karena
perangsangan pada kupula kanalis semi-sirkularis oleh debris atau pada kelainan servikal.
Debris ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis semi-sirkularis.
Vertigo kalori
Vertigo yang dirasakan pada saat pemeriksaan kalori. Vertigo ini penting ditanyakan
pada pasien sewaktu tes kalori, supaya ia dapat membandingkan perasaan vertigo ini dengan
serangan yang pernah dialaminya. Bila sama, maka keluhan vertigonya adalah betul,
sedangkan bila ternyata berbeda, maka keluhan vertigo sebelumnya patut diragukan.7
F. Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei
N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna
untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.9
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi
dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF
(corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan
mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus.
Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis
terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan
pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11
H. Penyebab Sentral Vertigo
Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang sering
dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine.. Sebelumnya telah dikenal
sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk
basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Verigo
pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik
dengan terapi yang digunakan untuk migraine. 10
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari
suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien
yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhungan
dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan
diantara gejala biasanya normal. 9
Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan
kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi
sentral. Gejala yang lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala
neurologis . Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau
Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk
diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut
dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain
dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.
I. Gejala Klinis
Gejala klinis pasien dengan dizziness dan vertigo dapat berupa gejala primer,
sekunder ataupun gejala non spesifik. Gejala primer diakibatkan oleh gangguan pada
sensorium. Gejala primer berupa vertigo, impulsion, oscilopsia, ataxia, gejala pendengaran.
Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo dapat horizontal, vertical atau rotasi.
Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering, disebabkan oleh disfungsi dari telinga
dalam. Jika bersamaan dengan nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan
dari sisi yang berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika
sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya berasal dari
sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau ke atas. Vertigo rotasi
merupakan jenis yang paling jarang ditemukan. Jika sementara biasnaya disebabakan BPPV
namun jika menetap disebabakan oleh sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus.
12
Faktor Pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo vestibular
perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab yang paling
mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran pernapasan atas
kemungkinan berhubungan dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti.
Faktor yang mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo
bersamaan dengan migraine. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula perilimfatik
Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung ataupun barotraumas,
mengejan. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke bawah akan
memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena
Tullios (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu)
mengarah kepada penyebab perifer.
Stess psikis yang berat dapat menyebabkan vertigo, menanyakan tentang stress
psikologis atau psikiatri terutama pada pasien yang pada anamsesis tidak cocok
dengan penyebab fisik vertigo manapun. 3
Tabel 3. Perbandingan Faktor Pencetus dari masing-masing penyebab Vertigo
Faktor pencetus Kemungkinan diagnosis
Perubahan posisi Acute labyrinthitis; benign positional paroxysmal vertigo;
kepala cerebellopontine
angle tumor; multiple sclerosis; perilymphatic fistula
Gejala Penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendnegaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis peneybab vertigo.
Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan pendengaran berasal dari perifer,
kecuali pada penyakit serebrovaskular yang mengenai arteri auditorius interna atau
arteri anterior inferior cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan
dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang temporal, atau
iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan muntah dan mual pada acute
vestibular neuronitis dan pada meniere disease yang parah dan BPPV.
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala neurologis
berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan pendengaran, parestesia,
penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan lain pada fungsi sensori dan motoris
lebih mengarahkan diagnosis ke vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular,
neoplasma, atau multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang tipikal
(throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah, fotofobia, dan fonofobia.
21-35 persen pasien dengan migraine mengeluhkan vertigo. 3
Nyeri telinga atau Acoustic neuroma; acute middle ear disease (e.g.,
mastoid otitis media, herpes zoster oticus)
Fonofobia,fotofobia Migraine
J. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher dan
system cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
-
pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis cerebellar.
Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten
dengan acute vestibular neuronitis.
-
Gait test
1. Rombergs sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih
dapat berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang
parah dan seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Rombergs sign konsisten dengan
masalah vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam
mendiagnosis vertigo. Pada sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan
vestibular dan tidak berhubungan dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness
(tidak hanya erbatas pada vertigo) misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia,
atau cerebrovascular event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik.
Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
Gambar 1. Uji Romberg
2. Heel-to- toe walking test
1
3. Unterberger's stepping test (TPasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata
tertutup jika pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin
pada sisi tersebut) . 2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya
naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif
dan tuli perseptif
b. Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone
Decay.
Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20 mmHg atau
lebih) dan nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit) pada pasien dengan
vertigo dapat menentukan masalah dehidrasi dan disfungsi otonom.
K. Diagnosis Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular testing,
evalusi laboratories dan evalusi radiologis,
Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan
gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric
pada semua pasien meskipun tidak mengelhkan gangguan pendengaran (Chain.
Vestibular testing tidak dilakukan pada semau pasieen dengan keluhan dizziness .
Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas.
Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, funsi thyroid
dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien. 11
Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral
yang progresif. MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan
periventrikular white matter, dan kompleks nervus VIII. 11
L. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Sekitar 20 sampai
40% pasien dapat didiagnosis segera setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis juga
dapat ditentukan berdasarkan komplek gejala yang terdapat pada pasien.
M. Diagnosis Banding
Dianosis banding dari vertigo dapat dilihat pada table berikut ini:
Table 1 Penyebab vertigo
Vertigo dengan tuli Vertigo tanpa tuli Vertigo dengan tanda
intracranial
Mnires disease Vestibular neuritis Tumor Cerebellopontine
angle
Labyrinthitis Benign positional Vertebrobasilar
vertigo insufficiency dan
thromboembolism
N. Terapi
Prinsip umum terapi Vertigo
Medikasi
Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita seringkali merasa sangat
terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan
simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat
dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan :
ANTIHISTAMIN
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin,
siklisin. Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-
kholinergik di susunan saraf pusat. Mungkin sifat anti-kholinergik ini ada kaitannya
dengan kemampuannya sebagai obat antivertigo. Efek samping yang umum
dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo yang berat efek samping
ini memberikan dampak yang positif.
- Betahistin
- Dimenhidrinat (Dramamine)
Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral
(suntikan intramuscular dan intravena). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg 50
mg (1 tablet), 4 kali sehari. Efek samping ialah mengantuk.
ANTAGONIS KALSIUM
Dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat antagonis kalsium
Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine (Sibelium) sering digunakan. Merupakan
obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung banyak
terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain
seperti anti kholinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan
dalam mengatasi vertigo belum diketahui.
- Cinnarizine (Stugerone)
FENOTIAZINE
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah). Namun
tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine (Largactil) dan
Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh
bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo yang berat dan akut.
Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atau
intravena). Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) 50 mg, 3 4 kali sehari.
Efek samping ialah sedasi (mengantuk).
OBAT SIMPATOMIMETIK
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo
lainnya. Efek samping ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah gugup.
- Lorazepam
- Diazepam
- Skopolamin
Contoh latihan :
Keterangan Gambar:
Ambil posisi duduk.
Arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk.
Arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri. Masing-masing gerakan
lamanya sekitar satu menit, dapat dilakukan berulang kali.
Untuk awal cukup 1-2 kali kiri kanan, makin lama makin bertambah.
1. Terapi Spesifik
BPPV
Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat membaik
dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan mmemindahkan deposit kalsium yang bebas
ke belakang vestibule,. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley,
modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi
kanalit utnuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis,
Vestibular neuronitis dan Labirynthis
Terapi focus pada gejala menggunakan terapi obat-obatan yang mensipresi
vestibular yang diikuti dengan latihan vestibular. Kompensasi vestibular terjasi lebih
cepat dan lebih sempurna jika pasien mulai 2 kali sehari latihan vestibular sesegera
mungkin setelah vertigo berkurang dengan obat-obatan.
Meniere disease
Terapi dengan menurunkan tekanan endolimfatik. Walaupun diet rendah
garam dan diuretic seringkali mengurangi vertigo, hal ini kurang efektif dalam
mengobati ketulian dan tinnitus.
Pada kasus yang jarang intervensi bedah seperti dekompresi dengan shunt
endolimfatik atau cochleosacculoctomy dibutuhkan jika penyakit ini resisten terhadap
pengobatan diuretic dan diet.
Iskemik Vascular
Terap TIA dan stroke meliputi mencegah terjadinya ulangan kejadian melalui
control tekanan darah, menurunkan level kolesterol, mengurangi merokok,
menginhibisi fungsi platelet (misalnya aspirin, clopidogrel) dan terkadang
antikoagulasi (warfarin).
Vertigo akut yang disebabkan oleh stroke pada batang otak atau cerebellum
diobati dengan obat-oabat yang mensupresi vestibular dan meminimalisrir pergerakan
kepala pada hari pertama. Sesegera mungkin jika keluhan dapat ditoleransi obat-
oabatan harus di tapper off dan latihan rehabilitasi vestibular harus segera dimulai.
Penempatan stent vertebrobasilar diperlukan pada pasien dengan stenosis
arteri vertebralis dan refrakter terhadap penaganan medis.
Perdarahan pada cerebellum dan batang otak member risiko kompresi
sehingga diperlukan dekompresi mellau neurosurgery.
BAB III
STATUS PASIEN
A. ANAMNESA
1. Identitas pasien
Nama : Ny. D
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Karang Pawitan
Tanggal masuk : 18 Agustus 2017
Tanggal periksa : 18 Agustus 2017
No CM : 0167xxxx
2. Keluhan Utama
Kepala pusing berputar
6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu (-)
Riwayat minum obat bebas (-)
Riwayat minum alcohol (-)
Riwayat merokok (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 18 Agustus 2017
1. Keadaan Umum : CM, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi : 120 / 80 mmHg
Nadi : 80x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Napas : 20x/menit, abdominothorakal
Suhu : 36,50C
3. Status gizi :
BB : 45 kg
TB : 155 cm
BMI : 18,73kg/m2
Kesan : Status gizi cukup
4. Kulit : warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),
teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)
5. Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna putih, mudah rontok (-), luka (-),
atrofi m. Temporalis (-).
6. Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm),
reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
7. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-),
luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
10. Leher : JVP R + 2 cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-),
distensi vena-vena leher (-)
11. Axilla : rambut axilla rontok (-)
12. Thorax : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri,
venektasi (-), retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan torakoabdominal,
sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), atrofi m. Pectoralis (-).
a. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angka, teraba di 1 cm sebelah medial
SIC V linea medioclavicularis sinistra
Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea medioklavicularis
sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-).
b. Pulmo
Inspeksi
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak
mendatar
- Dinamis: pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis: pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri
Perkusi
- Kanan : sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI linea
medioclavicularis dextra, pekak pada batas absolut paru hepar
- Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-),
ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-),
ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-), venektasi (-),
sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising epigastrium (-)
Perkusi : timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+); hepar dan lien tidak
teraba
14. Ekstremitas
Akral dingin Oedem
Kepala
Bentuk : normocephalus
Nyeri tekan : tidak ada
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)
Leher
N. I (olfaktorius)
Subyektif : tidak dilakukan
Dengan bahan : tidak dilakukan
N. II (optikus)
Tajam penglihatan : baik
Lapang peglihatan : baik
Melihat warna & fundus okuli : tidak dilakukan
N. III (oculomotor)
Sela mata : simetri kanan kiri sama
Pergerakan bulbus : baik ke segala arah
Strabismus : (-)
Nistagmus : (+/+) horizontal
Eksopftalmus : (-)
Pupil
Besar : 3 mm
Bentuk : simetris bulat isokor
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks konsensual : (+/+)
Refleks konvergensi : tidak dilakukan
Melihat kembar : tidak dilakukan
N. IV (trochlearis)
Perasaan lidah
(1/3 bagian belakang) : tidak dilakukan
Sensibilitas faring : tidak dilakukan
N.X (vagus)
Menengok : baik
Mengangkat bahu : baik
N.XII (hipoglosus)
Baik
1. Badan
Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
Fungsi vegetatif
Miksi : lancar
Defekasi : lancar
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (18 Agustus 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 13,5 g/dl 13,5-17,5
Hct 39 % 33-45
D. Diagnosis Banding
BPPV
Neuritis vestibular
Meniere disease
E. Diagnosis
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
F. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa
Minum obat sesuai anjuran
Istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas yang dapat menimbulkan keluhan
tersebut di atas
Menerapkan pola hidup sehat (makan makanan yang bergizi, tidur cukup, dan
olahraga teratur)
2. Medikamentosa
Betahistin mesylat tab 3x1
Cinnarizine tab 3x1
Ativan tab 2x1
G. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Penulisan Resep :
dr. Beizar Yudhistira
SIP. 1999999xxxxxx
Jl. Petoran No.1 Jebres, Surakarta
18 Agustus 2017
R / Betahistine mesylat tab mg 8 No. XXI
S 3 dd tab 1 ac
Pro : Ny. D ( 53 th )
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
1. Betahistine mesylat
Betahistine adalah obat yang digunakan sebagai obat anti vertigo, tinitus dan gangguan
pendengaran yang terkait dengan penyakit meniere. Obat ini adalah obat yang termasuk
antagonis reseptor histamin H3 sekaligus agonis reseptor histamin H1.
Mekanisme Kerja
Betahistine bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini merangsang reseptor
histamin H1 yang terletak pada pembuluh darah di telinga bagian dalam. Rangsangan ini
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas sehingga bisa
mengurangi tekanan endolimfatik. Kedua, sebagai antagonis reseptor histamin H3 yang
sangat kuat, obat ini meningkatkan kadar neurotransmiter histamin, asetilkolin, norepinefrin,
serotonin, dan GABA yang dilepaskan dari ujung saraf. Peningkatan kadar histmain dapat
menyebabkan efek vasodilatasi di telinga bagian dalam.
Farmakokinetik
Pemberian betahistine secara oral dengan mudah dan hampir sepenuhnya diserap dari
semua bagian saluran cerna. Setelah terserap, obat ini segera dan hampir dimetabolisme
menjadi 2-PAA (yang tidak memiliki aktivitas farmakologis). Tingkat konsentrasi plasma
betahistine sangat rendah (yaitu, di bawah batas deteksi 100 pg / ml). Semua analisis
farmakokinetik didasarkan pada pengukuran 2-PAA dalam plasma dan urin.
Konsentrasi plasma 2-PAA mencapai maksimum 1 jam setelah asupan. Waktu paruh
sekitar 3,5 jam. 2-PAA sudah diekskresikan dalam urin. Dalam kisaran dosis antara 8 dan 48
mg, sekitar 85% dari dosis awal ditemukan dalam urin. Ekskresi ginjal betina atau ginjal
sendiri tidak penting. Tingkat pemulihan konstan selama rentang dosis oral 8-48 mg yang
menunjukkan bahwa farmakokinetik betahistin bersifat linier, dan menunjukkan bahwa jalur
metabolisme yang terlibat asam lemak tidak jenuh. Di bawah kondisi makan, Cmax lebih
rendah dibanding kondisi puasa. Namun, penyerapan total betahistin serupa di bawah kedua
kondisi tersebut, yang mengindikasikan bahwa asupan makanan hanya memperlambat
penyerapan betahistin.
Efek Samping
Efek samping yang sering dilaporkan akibat pemakian obat ini adalah terjadinya
gangguan pada saluran pencernaan seperti sakit perut, mual, muntah, dan keram perut.
Efek samping ini biasanya ringan, tetapi jika gejalanya berat dosis bisa diturunkan
dan menggunakan obat ini bersama makanan.
Efek samping yang lebih jarang adalah terjadinya ruam kulit, pruritus, dan urtikaria.
Pada penderita yang lebih peka obat ini kadang menimbulkan reaksi alergi ruam di
sebagian area tubuh, rasa gatal, pembengkakan pada wajah, lidah dan mulut.
Reaksi alergi lain bisa berupa kesemutan, mati rasa, sensasi seperti terbakar, dan sesak
napas.
Dosis
Dewasa: 24-48 mg per hari dalam dosis terbagi.
Tablet 8-mg: 1-2 tablet 3 kali sehari.
Tablet 24-mg: 1 tablet 2 kali / hari.
Dosisnya harus disesuaikan secara individual sesuai responsnya.Perbaikan kadang-kadang
hanya dapat diamati setelah beberapa minggu pengobatan
2. Cinnarizine
Mekanisme Kerja
Cinnarizine tergolong ke dalam pengambat kanal kalisum yang selektif, bekerja
melebarkan pembuluh darah tanpa menurunkan tekanan darah dan detak jantung. Cinnarizine
juga dapat memperbaiki sirkulasi darah pada pembuluh darah yang menyempit dengan
mengurangi kekentalan darah. Selain efek terhadap pembuluh darah, cinnarizine juga
memiliki efek menghambat reseptor histamin-1, dopamin-2, dan serotonin sehingga sering
digunakan dalam pengobatan mual muntah, mabuk perjalanan, pusing berputar, dan
gangguan sistem keseimbangan lainnya.
Farmakokinetik
Durasi 3-6 jam.
Ekskresi dalam urin sebagai metabolit dan juga dalam feses
Waktu paruh 2-4 jam.
Efek Samping
Mengantuk karena efek sedatif dari Stugeron;
Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, nyeri perut, penurunan nafsu makan;
Berkeringat;
Walaupun jarang dapat menyebabkan gangguan sistem saraf, seperti kejang, sindrom
ekstrapiramidal, dyskinesia, termor, dan Parkinsonism.
Dosis
Untuk gangguan sirkulasi pembuluh darah otak: 1 tablet 3 kali sehari;
Untuk gangguan sirkulasi pembuluh darah perifer: 2-3 tablet 3 kali sehari;
Untuk mabuk perjalanan: 1 tablet setengah jam sampai 1 jam sebelum perjalanan,
dosis pada anak-anak direkomendasikan tablet, dapat diulang setiap 6 jam;
Maksimum dosis yang direkomendasikan sebaiknya tidak melebihi 225mg sehari. Gejala
overdosis seperti muntah, kejang, penurunan kesadaran sampai koma, gejala ekstrapiramidal,
dan hipotonus dapat terjadi pada penggunaan dosis 90mg 2250mg.
3. Lorazepam
Mekanisme Kerja
Lorazepam adalah benzodiazepin kerja singkat. Obat ini meningkatkan permeabilitas
membran neuronal terhadap ion Cl dengan mengikat reseptor benzodiazepin stereospesifik
pada neuron GABA postsynaptic w / di SSP (termasuk sistem limbik, foramatio retikular) dan
meningkatkan efek penghambatan GABA yang menghasilkan hiperpolarisasi dan stabilisasi.
Farmakokinetik
Onset Hipnosis: 20-30 menit (IM); Sedasi: W / dalam 2-3 menit (IV); Antikonvulsan:
dalam 10 menit (IV), 30-60 menit (oral).
Durasi 8 jam
Ekskresi dalam urin (88%) sebagai metabolit dan juga dalam feses (7%)
Waktu paruh 2 jam.
Metabolisme Hepar dan diubah menjadi zat nonaktif glukoronide
Dosis
Untuk Gangguan kecemasan
Dosis Awal: 2-3 mg PO setiap 8-12 jam PRN; tidak melebihi 10 mg / hari
Dosis Pemeliharaan: 2-6 mg / hari PO dibagi setiap 8-12 jam
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care,
BJMP 2010;3(4):a351
2. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibular
migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
3. Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo ini Journal American Family
Physician January 15, 2006 Volume 73, Number 2
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2008
5. Marril KA. Central Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 21 Januari 2011. Diunduh
tanggal 8 April 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/794789-
clinical#a0217
6. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that
Needed for establish of Vetigo. The Practitioner September 2010 - 254 (1732): 19-23.
7. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and
Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine, June 2008, Vol 69, No 6
8. Kovar, M, Jepson, T, Jones, S. 2006. Diagnosing and Treating: Benign Paroxysmal
Positional Vertigo in Journal Gerontological of Nursing. December:2006
9. Swartz, R, Longwell, P. 2005. Treatment of Vertigo in Journal of American Family
Physician March 15,2005:71:6.
10. Chain, TC.2009. Practical Neurology 3rd edition: Approach to the Patient with
Dizziness and Vertigo. Illnois:wolter kluwerlippincot William and wilkins)
11. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo [Internet]. WebMD LLC. 10 September 2009.
Diunduh tanggal 8 April 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/884048-overview#a0104