Anda di halaman 1dari 9

Tugas PR

Irma Kurniawati/G99162139
Pembimbing : dr. Paramita Putri H., Sp. An., M.Kes

1) Puasa sebelum operasi (Preoperative fasting)


Preoperative fasting adalah keadaan dimana seseorang yang akan dilakukan
operasi untuk dipuasakan dari makanan oral atau cairan. Tujuan dari teknik ini
adalah untuk mencegah aspirasi dari isi lambung menuju paru-paru selama
dilakukan anestesi umum.
a. Rekomendasi puasa untuk clear liquid
Clear liquid dapat dikonsumsi sampai 2 jam sebelum prosedur operasi
yang memerlukan anestesi umum, anestesi regional, atau sedasi prosedural
dan analgesia.
Contoh clear liquid adalah air, jus buah tanpa ampas, minuman berkarbon,
minuman kaya nutrisi, teh, kopi hitam. Cairan liquid tidak termasuk
minuman yang mengandung alkohol.
b. Rekomendasi puasa untuk ASI
Asi dapat dikonsumsi sampai 4 jam sebelum prosedur operasi yang
memerlukan anestesi umum, anestesi regional, sedasi prosedural, dan
analgesia.
c. Rekomendasi puasa untuk formula bayi
Formula bayi dapat dikonsumsi sampai 4 jam sebelum prosedur operasi
yang memerlukan anestesi umum, anestesi regional, sedasi prosedural, dan
analgesia.
d. Rekomendasi puasa untuk makanan padat dan nonhuman milk
Makanan padat dan nonhuman milk dapat dikonsumsi sampai 6 jam
sebelum prosedur operasi yang memerlukan anestesi umum, anestesi
regional, sedasi prosedural, dan analgesia.
Waktu puasa tambahan (>8 jam) mungkin diperlukan dalam kasus pasien
mengonsumsi makanan gorengan, makanan berlemak, atau daging.
Sumber :
1. the American Society of Anesthesiologist. 2017. Practice Guidelines
for Preoperative Fasting and the Use of Pharmacologic Agents to
Reduce the Risk of Pulmonary Aspiration: Application to Healthy
Patients Undergoing Elective Procedures. Anesthesiology; 126:376–93.
e. Rekomendasi puasa untuk ibu hamil
Pada kehamilan, integritas sfingter esofagus menjadi rendah sebagai akibat
dari perubahan anatomis, peningkatan tekanan intragastrik, dan efek
relaksasi otot polos oleh karena progesteron. Penelitian menyebutkan
bahwa pengosongan lambung pada wanita hamil yang akan dilakukan
anestesi tidak terdapat perbedaan seperti wanita yang tidak hamil. Namun,
studi yang lebih besar diindikasikan untuk menentukan apakah aman
wanita hamil mengonsumsi makanan, dimana pada penelitian ini adalah
fluid liquid, sampai beberapa jam sebelum prosedur operasi.
Sumber:
1. Smith I, Kranke P, Murat I et al. 2011. Perioperative fasting in adults
and children: guidelines from the european society of anaesthesiology.
European Journal of Anaesthesiology; 28(8) : 556-569.
2. Wong CA et al. 2002. Gastric emptying of water in term pregnancy.
Anesthesiology; 96:1395–1400.

2) Pembatasan asupan makanan dan cairan sebelum anestesi umum telah lama
dianggap penting untuk keselamatan pasien, sebagai metode untuk
mengurangi risiko regurgitasi isi lambung. Bila anestesi diinduksi, refleks
muntah, batuk, dan telan mengalami depresi. Sejauh mana reflek-reflek ini
mengalami depresi tergantung pada tingkat anestesi, namun dapat berlanjut
sampai akhirnya hilangnya refleks laring dan faring. Refleks ini biasanya
melindungi jalan nafas dan penurunan fungsi dapat mengakibatkan risiko
aspirasi paru jika terjadi regurgitasi atau muntah isi lambung. Dalam kasus di
mana isi lambung masuk ke paru-paru, pasien berisiko terkena pneumonia dan
bahkan kematian.
Sumber :
1. Ljungqvist O dan Søreide E. 2003. Preoperative fasting. British Journal of
Surgery; 90: 400–406.
2. Brady MC, Kinn S, Stuart P, Ness V. 2010. Preoperative fasting for adults
to prevent perioperative complications. CochraneDatabase of Systematic
Reviews 2003, Issue 4. Art. No.: CD004423. DOI:
10.1002/14651858.CD004423

3) Alergi obat-obat anestesi


a. Morphine
Morfin telah diketahui dapat melepaskan histamine dari sel mast. Oleh
karena itu, pengaruh morfin terhadap sistem kardiovaskuler dan respirasi
perlu diperhatikan. Pasien yang diberi morfin dapat mengalami hipotensi
ortostatik dan
dapat jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi perifer yang terjadi akibat
efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfin dan opioid lain
melepaskaan histamin yang merupakan faktor penting dalam timbulnya
hipotensi. Morfin dapat menimbulkan konstriksi pada bronkus akibat
pengaruh pelepasan histamin.
Dalam dosis terapi, morfin menyebabkan pelebaran pembuluh darah kulit,
sehingga kulit tampak merah dan terasa panas terutama di flush area
(muka, leher, dan dada bagianatas). Keadaan tersebut mungkin sebagian
disebabkan oleh terjadinya penglepasan histamin oleh morfin dan
seringkali disertai dengan kulit yang berkeringat. Pruritus kadang-kadang
dapat terjadi mungkin akibat penglepasan histamin atau pengaruh
langsung morfin pada saraf.
Sumber :
1. Stoelting RK, Hillier SC. Opioid Agonists and Antagonists. In
Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4 th Edition
Philadelphia : Lipincott William &Wilkins; 2006, 87-1262.
2. Nelson., M.H, 2006. Sedative Hipnotic Drugs. (Dikutip dari :http://pha
rmacy.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypnotics.pdf tang
gal16 Agustus 2010)3.
3. Syarif Amir, et all. Analgesik Opioid. In: Hedi R Dewoto, ed.
Farmakologi danTerapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
Dan Terapeutik FK UI; 2007.h.210-2
b. Muscle relaxant
Pelepasan histamin dari sel mast dapat menyebabkan bronkospasme, kulit
kemerahan, dan hipotensi oleh karena vasodilatasi perifer. Baik atrakurium
maupun mivacurium mampu memicu pelepasan histamin, terutama pada
dosis yang lebih tinggi. Injeksi dengan perlahan dan pemberian
antihistamin H 1 dan H 2 dapat memperbaiki efek samping ini.

4) Pengaruh hipoalbumin terhadap obat


Distribusi obat
Distribusi merupakan perpindahan obat dari sirkulasi sistemik menuju ke
suatu tempat di dalam tubuh (cairan dan jaringan). Tempat distribusi adalah
cairan pada berbagai jaringan yaitu protein plasma, hati, ginjal, tulang, lemak,
barrier darah otak, barter plasenta. Tempat distribusi tersebut merupakan
parameter kualitatif distribusi. Sedangkan mekanisme distribusi dapat melalui
transport konvektif, pinositosis atau difusi pasif.
Komposisi cairan tubuh meliputi caitan ekstraseluler dan intraseluler. Cairan
ekstraseluler mengandung plasma darah (berkisar 4,5 % berat badan), cairan
interstitial (16 %) dan getah bening (1,2 %). Cairan intraseluler (30-40 %)
merupakan penjumlahan kandungan cairan dari seluruh sel tubuh. Cairan
transeluler (2,5 %) meliputi cairan synovial, pleura!, peritoneal, intraokular,
serebrospinal dan sekresi digestif. Supaya dapat masuk ke kompartemen
transeluler dari kompartemen ekstraseluler, obat harus dapat menembus barter
seluler.

Ikatan obat pada material biologi


Plasma darah mengandung 93 % air dan 7 % terdiri berbagai senyawa terlarit
terutama protein. Fraksi protein utama adalah albumin (5 % dari total plasma).
Protein tidak hanya ditemukan pada plasma namun juga pada jaringan. Obat
biasanya terikat pada albumin meskipun beberapa obat terikat pada protein
lainnya. Ikatan obat dengan albumin bersifat reversibel dan ikatan yang
terlibat biasanya adalah lemah dan spesifik.
Albumin serum manusia mempunyai BM sebesar 67.500 dan tersusun oleh 20
asam amino yang berbeda. Jenis asam amino dan posisinya dalam molekul
protein menentukan ikatannya dengan obat. Kelompok basa misalnya arginin,
histidin dan lisin bertanggung jawab mengikat obat asam, sedangkan
kelompok asam amino basa misanya asam aspartat, asam glutamat dan tirosin
mengikat obat basa. Pada pH 7,4 darah, kelompok karbonil asam terprotonasi
menjadi ion positif dan membentuk muatan positif maupun negatif pada
permukaannnya. Sehingga dapat menarik ion yang bermuatan ion beriawanan
dengan kekuatan elektrostatik. Obat dapat terikat albumin melalui ikatan
hidrogen, van der Waals dan hidrofobik. Obat asam terikat kuat pada albumin
sedangkan obat basa terikat lemah pada albumin. Ikatan tersebut bersifat
reversibel dan tidak spesifik.

Hipoalbumin berpengaruh terhadap distribusi obat


Telah disampaikan bahwa efektivitas distribusi berkaitan langsung dengan
derajat pengikatan pada protein plasma. Derajat pengikatan obat pada protein
tergantung pada afinitas obat terhadap protein, jumlah tempat pengikatan,
kadar protein dan kadar obat. Keempat faktor tersebut dipengaruhi oleh
kondisi penyakit dan pendesakan. Penyakit seperti pada organ hati, ginjal, atau
luka bakar dan trauma dapat mengakibatkan kondisi yang dinamakan
hipoalbuminemia (kadar albumin mengalami penurunan di dalam plasma).
Oleh sebab itu, kadar obat dalam bentuk bebas akan meningkat sehingga akan
meningkatkan efek farmakologi obat bersangkutan. Pendesakan dapat terjadi
manakala terdapat obat lain yang mempunyai afinitas yang lebih besar
terhadap protein plasma sehingga mengakibatkan kadar obat bebas meningkat
dan pada akhirnya efek obat juga meningkat. Pendesakan akan bermakna
klinik manakala ikatan obat dan protein sebesar lebih dari 80-90 % dan
volume distribusinya kecil ( < 0,15 mL/g). Sebagai contoh warfarin dapat
didesak oleh klofibrat atau asam mefenamat sehingga meningkatkan efek
antikoagulasi warfarin sehingga penderita dapat mengalami pendarahan.

5) Efek Anestesi
Efek samping anestesi dapat terjadi selama pembedahan atau prosedur,
atau sesudahnya saat Anda pulih dan anestesi hilang. Efek samping yang
mungkin terjadi bervariasi, tergantung pada jenis anestesi yang Anda
alami. Sementara beberapa efek samping yang terjadi setelah operasi
mungkin tidak nyaman atau membuat frustrasi, sebagian besar tidak
bertahan lama.

a. Anestesi Umum
Efek samping anestesi umum meliputi:
 Mual dan muntah - Efek samping yang sangat umum ini dapat
terjadi dalam beberapa hari pertama setelah operasi dan dapat
dipicu oleh sejumlah faktor seperti obat, gerakan dan jenis operasi.
 Sakit tenggorokan - ETT yang diintubasikan ketika dilakukan
anestesi umum untuk membantu pernafasan dapat membuat sakit
tenggorokan setelah diangkat.
 Kebingungan - Kebingungan saat bangun dari operasi biasa terjadi,
tapi bagi sebagian orang - terutama mereka yang lebih tua -
kebingungan bisa berlangsung berhari-hari atau berminggu-
minggu.
 Nyeri otot - Obat yang digunakan untuk merelaksasikan otot
sehingga alat bantu pernapasan dapat diintubasikan bisa
menyebabkan rasa sakit.
 Rasa gatal - Ini adalah efek samping yang umum dari narkotika,
satu jenis obat penghilang rasa sakit kadang-kadang digunakan
selama anestesi umum.
 Kedinginan dan menggigil (hipotermia) - Ini umum terjadi ketika
pasien mendapatkan kembali kesadaran setelah operasi. Keadaan
ini dapat terjadi pada setengah dari orang yang dilakukan anestesi
umum. Beberapa peneliti tidak yakin akan efek samping ini, namun
menurut mereka hal ini mungkin terkait oleh karena penunrunan
suhu tubuh.

Meskipun jarang, anestesi umum dapat menyebabkan komplikasi yang


lebih serius, termasuk:
 Delirium postoperatif atau disfungsi kognitif - Dalam beberapa
kasus, kebingungan dan kehilangan memori bisa berlangsung lebih
lama dari beberapa jam.
o Delirium - Ini bisa berlangsung selama beberapa hari
setelah operasi. Terkadang, pasien bisa menjadi
bingung, atau memiliki masalah dalam mengingat
sesuatu. Keadaan ini dapat hilang timbul, dan biasanya
hilang setelah sekitar seminggu post operasi. Kondisi
ini bisa lebih umum terjadi bila pasien dipindahkan ke
ruang perawatan intensif setelah operasi dan tetap di
sana selama beberapa hari.
o Disfungsi kognitif - Orang dengan penyakit jantung,
penyakit paru-paru, penyakit Alzheimer dan penyakit
Parkinson, atau yang menderita stroke, berisiko
mengalami kehilangan memori jangka panjang.
Kemampuan mereka untuk belajar, berkonsentrasi dan
berpikir mungkin akan berkurang.
 Malignant hyperthermia - Beberapa orang mewarisi keadaan ini
dan memiliki potensi mematikan terhadap anestesi yang dapat
terjadi selama operasi, menyebabkan demam dan kontraksi otot
yang cepat. Jika pasien atau anggota keluarga pasien pernah
terkena heat stroke, atau menderita kondisi ini dalam operasi
sebelumnya, pastikan untuk memberi tahu dokter ahli anestesi.

b. Anestesi Regional
Efek samping potensial dari anestesi regional (seperti epidural block
atau spinal block), meliputi:

 Sakit kepala - Hal ini dapat terjadi beberapa hari setelah prosedur
jika beberapa cairan tulang belakang bocor.
 Nyeri punggung - Rasa sakit bisa terjadi di tempat jarum suntik
dimasukkan ke belakang.
 Kesulitan buang air kecil - Karena area di bawah pinggang mati
rasa, mungkin sulit buang air kecil.
 Hematoma - Perdarahan di bawah kulit bisa terjadi dimana anestesi
disuntikkan.

Komplikasi serius tapi jarang meliputi:

 Pneumotoraks - Bila anestesi disuntikkan di dekat paru-paru, jarum


secara tidak sengaja dapat masuk ke paru-paru. Hal ini bisa
menyebabkan paru-paru kolaps dan membutuhkan tabung dada
untuk dimasukkan.
 Kerusakan saraf - Meski sangat jarang, kerusakan saraf bisa terjadi,
menyebabkan sakit sementara atau permanen.
c. Injeksi Anestesi Lokal

Injeksi anestesi lokal mematikan bagian tubuh yang memerlukan


pembedahan kecil atau prosedur. Efek sampingnya minimal dan
biasanya berhubungan dengan berapa banyak anestesi yang
disuntikkan.

Sumber :
https://www.asahq.org/whensecondscount/patients%20home/preparing%20fo
r%20surgery/effects%20of%20anesthesia

Anda mungkin juga menyukai