Oleh :
Abdurrahman Afa Haridhi G99162057
Pembimbing :
dr. Paramita Putri H., Sp. An., Mkes.
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
penyelamat yang sibuk bersosialisasi dengan orang lain atau tidak fokus pada
pengawasan dan tidak terlatih dalam CPR pada kasus drowning (Layon and
Modell, 2009).
Berbagai definisi tentang tenggelam diutarakan oleh berbagai ahli, hingga
pada akhirnya pada kongres dunia tentang drowning di Amsterdam, Belanda 2002
disepakati ada perbedaan definisi drowning dan drowning process. Drowning
adalah proses yang menghasilkan kegagalan pernafasan primer karena tercelupnya
seluruh atau sebagian sistem pada medium cair, dimana hal tersebut
mengakibatkan gangguan pernafasan (Layon, et. Al, 2009). Sedangkan proses
tenggelam atau drowning proccess adalah sebuah kejadian saat dimulainya korban
berada didalam cairan, biasanya air, dan pada saat yang sama pasien menahan
napas. Kondisi menahan nafas biasanya diikuti dengan laringospasme sekunder
dengan periode involunter dan terlihat adanya cairan pada orofaring atau laring
(Miller, 2000). Selama periode menahan napas dan laringospasme, korban tidak
dapat menghirup udara. Hal ini menghasilkan kondisi kehabisan oksigen dan CO2
tidak dapat dieliminasi. Dan pasien akan mengalami hipercarbic, hipoksemia, dan
asidosis (Model, et. al., 1966). Perubahan terjadi pada paru, cairan tubuh, tekanan
gas darah, keseimbangan asam basa, dan konsentrasi elektrolit dimana itu semua
tergantung pada volume dan komposisi cairan yang teraspirasi dan durasi tercelup
atau tenggelam (Layon and Modell, 2009). Namun dalam bahasa diagnosis
dibedakan menjadi dua, yakni: drowning adalah kematian dikarenakan obstruksi
pernafasan dan asfiksia ketika tercelup atau tenggelam dengan saluran nafas
berada dibawah permukaan cairan atau air (submerged), sedangkan near-
drowning digunakan untuk menjelaskan kondisi pasien yang hidup setelah sesaat
mengalami tercelup ke dalam medium cairan. Dan keduanya dibagi dengan
aspirasi atau tidak. (JH, 2017)
Pasien yang mendapatkan pertolongan segera setelah proses drowning
terjadi dimungkinkan pasien tidak membutuhkan intervensi apapun atau
menerima resusitasi yang terukur dengan baik. Pada kasus seperti ini jika pasien
tidak mendapat ventilasi yang adekuat sesegera mungkin, atau tidak segera
memulai napas spontan maka disfungsi multiorgan dan kematian akan sangat
4
mungkin terjadi dikarenakan hipoksia. Dan berkembang menjadi encephalopathy
posthipoksia menjadi penyebab tersering pada korban tenggelam yang dikirim
kerumah sakit (Conn, et. al., 1980).
Terdapat beberapa pembagian drowning, salah satunya dibagi menjadi
empat tipe, antara lain: 1). Wet Drowning, dimana air yang terhidup ke paru-paru
dan korban merasakan nyeri dada berat. Jika diresusitasi, dia tidak banyak
memiliki catatan yang baik, 2). Dry Drowning, pada tipe ini air tidak memasuki
paru-paru, tetapi kematian dihasilkan dari spasme laring yang terus menerus untuk
menghambat air masuk ke nasofaring atau laring. Ketebalan otot, busa dan buih
yang terbentk mungkin aakan menjadi sumbatan. Ini tercatat pada 10-20% kasus
tenggelam yang permukaan jalan nafas tidak berada dibawah permukaan air
(immersion). Resusitasi pada kasus ini bermacam-macam dari kematian hingga
hidup tanpa distress. 3). Secondary Drowning, pada tipe ini, kematian terjadi dari
sekitar 30 menit hingga beberapa hari pasca resusitasi. Gangguan electrolit dan
asidosis metabolic sering terjadi. Kematian terjadi dari cerebral anoxia dengan
kerusakan otak irreversible. Secara microscopic, paru ditemukan perdarahan.
Eksudat reaction yang nantinya menjadi pnemotis inhalasi yang berkembang
menjadi broncopneumonia, abses. Kehilangat surfactant normal dapat
menghasilkan atelectasis. Myocardial anoxia dapat terjadi terlambat gagal
jantung. 4). Immersion syndrome, kematian yang disbabkan oleh submersion
drowning (ketika saluran nafas berada dibawah permukaan air) (Rao, 2013).
Secara patofisiologi drowning dapat dibagi menjadi dua mekanisme dasar,
yakni: 1) In fresh water, biasanya dengan 0.6% NaCl, air melewati paru menuju
darah dengan mudah, sehingga membuat hemolysis dan pengenceran darah,
dengan peningkatan volume darah sekitar 2.5 liters atau lebih pada air yang
tersedot dalam tiga menit. Air tawar juga dapat mendenaturasi surffactan yang
membatasi dinding alveolar, disaat air asin mencuci dan membuangnya.
Denaturasi surfactant dapat berlanjut meskipun setelah orang tersebut berhasil
diresusitasi. Kehilangan atau inaktivasi surfactant paru dan alveolar kolaps
menjadikan penurunan fungsi paru, dan lebih dari 75% dari darah memenuhi
daerah yang tidak dapat terjadi perfusi di area tersebut. Konsentrasi electrolit
5
serum (sodium dan kalsium) menurun, namun serum potassium meningkat. Dan
ini yang menyebabkan kelainan pada jantung dan menjadikan edema pulmonum.
Cairan edem mengandung protein serum. Aritmia jantung terjadi karena
hyperkalemia dapat terjadi gambaran ventricular takikardi atau fibrlasi,
dimungkinkan karena hipoksia dan hemodilusi. Hemodilusi menyebabkan
hemolysis, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiponatremia, dan hyperkalemia.
2). In sea water atau air asin, biasanya konsentrasinya 3% NaCl, air mengalir dari
darah menuju jaringan paru, dan menyebabkan edema pulmo berat dan
hiponatremiai. Ini menyebabkan hemokonsentrasi pada darah. Disaat yang
bersamaan, natrium dari cairan diparu berpindah ke intravascular, dan jenis
kematian karena asfiksia pada proses ini lebih sering terjadi (Rao, 2013).
Penatalaksanaan drowning dalam The New England Journal of Medicine
(NEJM) yang mengadopsi dari WHO membagi tiga waktu dalam penanganan
drowning 1). Prehospital care, dimulai sejak penyelamatan pasien dari lokasi
tenggelam, inisal resusitasi, hingga advance prehospital care, dimana berfokus
pada primary survey, 2). Emergency department, menangani kegawatan utama
yang dihasilkan dari patofisiologi yang terjadi pada pasien seperti asidosis, 3).
Intensive Care Unit (ICU), berfokus pada penatalaksanaan lanjut guna
mengurangi komplikasi (Szpilman et al., 2012)
6
Gambar 1 algoritma tatalaksana drowning
7
8
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Nn. N
Umur : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Boyolali
Tanggal Masuk : 29 Juni 2017
Tangga Pemeriksaan : 3 Juli 2017
No RM : 01380xxx
B. Data Dasar
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 11 tahun datang ke IGD RSDM pukul
19.30 WIB tanggal 29 Juni 2017 atas rujukan dari RS tipe D, dengan
keluhan utama drowning selama sekitar 15 menit yang terjadi sekitar
pukul 16.00 WIB dihari yang sama. Telah dilakukan tatalaksana Infus
NaCl 0.9% 18 tpm, Inj. Dexametason 2.5mg, O2 NRM 10 lpm, di RS
tipe D sekitar pukul 17.00 WIB lalu kemudian dirujuk. Kondisi pasien
tidak sadar GCS E1V1M3, akral dingin dengan saturasi oksigen
(SPO2) 40%.
9
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat Kebiasaan
Merokok : disangkal
Ketergantungan obat : disangkal
I. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 29 Juni 2017
Keadaan umum: buruk, GCS: E1V1M3
Tekanan darah : 113/61 mmHg Laju Nadi : 145 x/menit
Laju napas : 40 x/menit Suhu : 36 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), lensa keruh (-
/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi, keluar
carian kemerahan
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 reguler, bising (-), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+
10
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik, ADP (+)
11
III. TATALAKSANA
- Intubasi
- Suctioning
- NGT
- O2 on ventilator
- Inj. Midazolam 2mg
- Infus NaCl 0.9% 18 tpm
- Dopamin Syring Pump 1.5cc/jam
- Usul rawat PICU
FOLLOW UP
I. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 3 Juli 2017
Keadaan umum: baik, CM, GCS: E4VxM6
Tekanan darah : 100/57 mmHg Laju Nadi : 101 x/menit
Laju napas : 24 x/menit Suhu : 36 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), lensa keruh (-
/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 irreguler, bising (+), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD sup -/- , inf -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik,
ADP (+)
12
II. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 4 Juli 2017
Keadaan umum: baik, CM, GCS: E4VxM6
Tekanan darah : 105/66 mmHg Laju Nadi : 97 x/menit
Laju napas : 28 x/menit Suhu : 36,5 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
lensa keruh (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 irreguler, bising (+), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD sup -/- , inf -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik,
ADP (+)
13
BAB III
DISKUSI
14
menyingkirkan diagnosis sekunder dari pasien ini setelah kondisi pasien benar-
benar stabil.
15
DAFTAR PUSTAKA
Conn AW, Montes JE, Barker GA, Edmonds JF: Cerebral salvage in near-
drowning following neurological classification by triage. Can Anaesth Soc
J 1980; 27:201–10Conn, AW Montes, JE Barker, GA Edmonds, JF
Gulaid JA, Saltin RW: Drownings in the United States, 1978-1984. MMWR
1988; 37(SS-1):27–33Gulaid, JA Saltin, RW
16
Orlowski JP: Drowning, near-drowning, and ice-water submersions. Pediatr Clin
North Am 1987; 34:75–92Orlowski, JP
Szpilman, D., Bierens, J., Handley, A. and Orlowski, J. (2012). Drowning. New
England Journal of Medicine, 366(22), pp.2102-2110.
17