Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS ANESTESI

SEORANG PEREMPUAN USIA 11 TAHUN DROWNING


DI AIR TAWAR

Oleh :
Abdurrahman Afa Haridhi G99162057

Pembimbing :
dr. Paramita Putri H., Sp. An., Mkes.

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
ABSTRAK

Drowning adalah proses yang menghasilkan kegagalan pernafasan primer


karena tercelupnya seluruh atau sebagian sistem pada medium cair, dimana hal
tersebut mengakibatkan gangguan pernafasan (Layon, et. Al, 2009). Dilaporkan
kasus seorang perempuan usia 11 tahun dengan keluhan utama tenggelam
disungai sekitar 15 menit. Datang dengan kondisi umum buruk Glassgow Coma
Scale (GCS) E1V1M3, SPO2 berkisar 40% dan gangguan jalan nafas. Tatalaksana
jalan nafas dengan pemasangan intubasi dilakukan tim anestesi kemudian
berkolaborasi bersama tim pediatric beberapa jam di ruang resusitasi dan
selanjutnya ditatalaksana lebih lanjut di ruang Pediatric Intensive Care Unit
(PICU) Rumah Sakit Dokter Moewardi (RSDM) dan pasien terus mengalami
perbaikan dengan GCS E4VxM6 namun belum dapat dinilai defisit neurologis
lain yang persisten.

2
BAB I
PENDAHULUAN

Drowning atau tenggelam adalah penyebab ketiga terbesar dari kematian


karena kecelakaan di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, terdapat 7860 kematian
karena drowning di sana. Dari data yang dilaporkan tahun 1984-1987 diperkirakan
80.000 orang yang selamat dari episode tenggelam dan bertakan pada tiap-tiap
tahunnya dan sedikitnya 6000 orang yang meninggal karena tenggelam (Orlowski,
1987). Di dunia, diperkirakan jumlah kematian pertahun yang terjadi karena
drowning berkisar 150.000 orang. Diberikan data bahwa 1 kematian per 13 orang
selamat dari episode tenggelam.di amerika serikat.
Hampir lebih dari setengah dari seluruh pasien tenggelam berusia dibawah
20 tahun; 35% diantaranya adalah perenang (Modell, 1971). Faktor yang
berkontribusi terjadinya drowning adalah tidak fokusnya anak-anak dengan lokasi
air, dibawah pengaruh alkohol, dan dalam pengaruh narkoba yang dilaporakan
pada lebih dari 50% kasus pada remaja dan orang dewasa, kemampuan berenang,
kelelahan, trauma, kekambuhan penyakit (Gulaid dan Saltin, 1988). Lokasi
terjadinya hampir 50% kasus ini terjadi di kolam renang, dan juga terjadi di
sungai, danau, penampungan air sekitar 20%, dan bathtups atau bak mandi sekitar
15%.
Berbagai penelitian mengenai patofisiologi drowning terus menambah
kualitas pelayanan pada penatalaksanaan gawat darurat yang secara tidak
langsung mengurangi resiko perburukan pada pasien. Selain itu berbagai pelatihan
Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) diberbagai populasi, peningkatan
keselamatan dikolam renang dan tim penyelamat terbukti menurunkan jumah
kematian karena drowning.
Sebuah review lebih dari 500 kasus kematian pada drowning menjelasakan
banyak kasus kematian dihasilkan dari kelalaian prosedur safety, seperti tidak
adanya pagar pada kolam renang, tidak adanya pengawasan anak kecil disekitar
lokasi air atau kolam, kesalahan desain kolam renang yang menyebabkan korban
terjebah dibawah permukaan air, perawatan lokasi kolam yang jarang, tim

3
penyelamat yang sibuk bersosialisasi dengan orang lain atau tidak fokus pada
pengawasan dan tidak terlatih dalam CPR pada kasus drowning (Layon and
Modell, 2009).
Berbagai definisi tentang tenggelam diutarakan oleh berbagai ahli, hingga
pada akhirnya pada kongres dunia tentang drowning di Amsterdam, Belanda 2002
disepakati ada perbedaan definisi drowning dan drowning process. Drowning
adalah proses yang menghasilkan kegagalan pernafasan primer karena tercelupnya
seluruh atau sebagian sistem pada medium cair, dimana hal tersebut
mengakibatkan gangguan pernafasan (Layon, et. Al, 2009). Sedangkan proses
tenggelam atau drowning proccess adalah sebuah kejadian saat dimulainya korban
berada didalam cairan, biasanya air, dan pada saat yang sama pasien menahan
napas. Kondisi menahan nafas biasanya diikuti dengan laringospasme sekunder
dengan periode involunter dan terlihat adanya cairan pada orofaring atau laring
(Miller, 2000). Selama periode menahan napas dan laringospasme, korban tidak
dapat menghirup udara. Hal ini menghasilkan kondisi kehabisan oksigen dan CO2
tidak dapat dieliminasi. Dan pasien akan mengalami hipercarbic, hipoksemia, dan
asidosis (Model, et. al., 1966). Perubahan terjadi pada paru, cairan tubuh, tekanan
gas darah, keseimbangan asam basa, dan konsentrasi elektrolit dimana itu semua
tergantung pada volume dan komposisi cairan yang teraspirasi dan durasi tercelup
atau tenggelam (Layon and Modell, 2009). Namun dalam bahasa diagnosis
dibedakan menjadi dua, yakni: drowning adalah kematian dikarenakan obstruksi
pernafasan dan asfiksia ketika tercelup atau tenggelam dengan saluran nafas
berada dibawah permukaan cairan atau air (submerged), sedangkan near-
drowning digunakan untuk menjelaskan kondisi pasien yang hidup setelah sesaat
mengalami tercelup ke dalam medium cairan. Dan keduanya dibagi dengan
aspirasi atau tidak. (JH, 2017)
Pasien yang mendapatkan pertolongan segera setelah proses drowning
terjadi dimungkinkan pasien tidak membutuhkan intervensi apapun atau
menerima resusitasi yang terukur dengan baik. Pada kasus seperti ini jika pasien
tidak mendapat ventilasi yang adekuat sesegera mungkin, atau tidak segera
memulai napas spontan maka disfungsi multiorgan dan kematian akan sangat

4
mungkin terjadi dikarenakan hipoksia. Dan berkembang menjadi encephalopathy
posthipoksia menjadi penyebab tersering pada korban tenggelam yang dikirim
kerumah sakit (Conn, et. al., 1980).
Terdapat beberapa pembagian drowning, salah satunya dibagi menjadi
empat tipe, antara lain: 1). Wet Drowning, dimana air yang terhidup ke paru-paru
dan korban merasakan nyeri dada berat. Jika diresusitasi, dia tidak banyak
memiliki catatan yang baik, 2). Dry Drowning, pada tipe ini air tidak memasuki
paru-paru, tetapi kematian dihasilkan dari spasme laring yang terus menerus untuk
menghambat air masuk ke nasofaring atau laring. Ketebalan otot, busa dan buih
yang terbentk mungkin aakan menjadi sumbatan. Ini tercatat pada 10-20% kasus
tenggelam yang permukaan jalan nafas tidak berada dibawah permukaan air
(immersion). Resusitasi pada kasus ini bermacam-macam dari kematian hingga
hidup tanpa distress. 3). Secondary Drowning, pada tipe ini, kematian terjadi dari
sekitar 30 menit hingga beberapa hari pasca resusitasi. Gangguan electrolit dan
asidosis metabolic sering terjadi. Kematian terjadi dari cerebral anoxia dengan
kerusakan otak irreversible. Secara microscopic, paru ditemukan perdarahan.
Eksudat reaction yang nantinya menjadi pnemotis inhalasi yang berkembang
menjadi broncopneumonia, abses. Kehilangat surfactant normal dapat
menghasilkan atelectasis. Myocardial anoxia dapat terjadi terlambat gagal
jantung. 4). Immersion syndrome, kematian yang disbabkan oleh submersion
drowning (ketika saluran nafas berada dibawah permukaan air) (Rao, 2013).
Secara patofisiologi drowning dapat dibagi menjadi dua mekanisme dasar,
yakni: 1) In fresh water, biasanya dengan 0.6% NaCl, air melewati paru menuju
darah dengan mudah, sehingga membuat hemolysis dan pengenceran darah,
dengan peningkatan volume darah sekitar 2.5 liters atau lebih pada air yang
tersedot dalam tiga menit. Air tawar juga dapat mendenaturasi surffactan yang
membatasi dinding alveolar, disaat air asin mencuci dan membuangnya.
Denaturasi surfactant dapat berlanjut meskipun setelah orang tersebut berhasil
diresusitasi. Kehilangan atau inaktivasi surfactant paru dan alveolar kolaps
menjadikan penurunan fungsi paru, dan lebih dari 75% dari darah memenuhi
daerah yang tidak dapat terjadi perfusi di area tersebut. Konsentrasi electrolit

5
serum (sodium dan kalsium) menurun, namun serum potassium meningkat. Dan
ini yang menyebabkan kelainan pada jantung dan menjadikan edema pulmonum.
Cairan edem mengandung protein serum. Aritmia jantung terjadi karena
hyperkalemia dapat terjadi gambaran ventricular takikardi atau fibrlasi,
dimungkinkan karena hipoksia dan hemodilusi. Hemodilusi menyebabkan
hemolysis, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiponatremia, dan hyperkalemia.
2). In sea water atau air asin, biasanya konsentrasinya 3% NaCl, air mengalir dari
darah menuju jaringan paru, dan menyebabkan edema pulmo berat dan
hiponatremiai. Ini menyebabkan hemokonsentrasi pada darah. Disaat yang
bersamaan, natrium dari cairan diparu berpindah ke intravascular, dan jenis
kematian karena asfiksia pada proses ini lebih sering terjadi (Rao, 2013).
Penatalaksanaan drowning dalam The New England Journal of Medicine
(NEJM) yang mengadopsi dari WHO membagi tiga waktu dalam penanganan
drowning 1). Prehospital care, dimulai sejak penyelamatan pasien dari lokasi
tenggelam, inisal resusitasi, hingga advance prehospital care, dimana berfokus
pada primary survey, 2). Emergency department, menangani kegawatan utama
yang dihasilkan dari patofisiologi yang terjadi pada pasien seperti asidosis, 3).
Intensive Care Unit (ICU), berfokus pada penatalaksanaan lanjut guna
mengurangi komplikasi (Szpilman et al., 2012)

6
Gambar 1 algoritma tatalaksana drowning

7
8
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita
Nama : Nn. N
Umur : 11 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Boyolali
Tanggal Masuk : 29 Juni 2017
Tangga Pemeriksaan : 3 Juli 2017
No RM : 01380xxx

B. Data Dasar
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang perempuan usia 11 tahun datang ke IGD RSDM pukul
19.30 WIB tanggal 29 Juni 2017 atas rujukan dari RS tipe D, dengan
keluhan utama drowning selama sekitar 15 menit yang terjadi sekitar
pukul 16.00 WIB dihari yang sama. Telah dilakukan tatalaksana Infus
NaCl 0.9% 18 tpm, Inj. Dexametason 2.5mg, O2 NRM 10 lpm, di RS
tipe D sekitar pukul 17.00 WIB lalu kemudian dirujuk. Kondisi pasien
tidak sadar GCS E1V1M3, akral dingin dengan saturasi oksigen
(SPO2) 40%.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Tekanan Darah Tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

9
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal

4. Riwayat Kebiasaan
Merokok : disangkal
Ketergantungan obat : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Menggunakan BPJS

I. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 29 Juni 2017
Keadaan umum: buruk, GCS: E1V1M3
Tekanan darah : 113/61 mmHg Laju Nadi : 145 x/menit
Laju napas : 40 x/menit Suhu : 36 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), lensa keruh (-
/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi, keluar
carian kemerahan
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 reguler, bising (-), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+

10
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik, ADP (+)

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29 Juni 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Rutin
Hb 11.4 g/dl 12.0-15.6
Hct 35 % 33-45
Leukosit 19.4 Ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 414 Ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.72 Juta/ul 4.10-5.10
Golongan Darah O
Hemostasis
PT 15.1 Detik 10.0-15.0
APTT 33.6 Detik 20.0-40.0
INR 1.280 -
Kimia Klinik
Glukosa Darah 280 mg/dl 60-140
Sewaktu
SGOT 64 u/l <31
SGPT 43 u/l <34
Albumin 2.9 g/dl 3.5-5.2
Creatinine 0.6 mg/dl 0.6-1.1
Ureum 18 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium Darah 130 Mmol/L 136-145
Kalium Darah 3.7 Mmol/L 3.5-5.1
Chlorida Darah 100 Mmol/L 98-106
Analisa Gas Darah
pH 7.386 7.350-7.450
BE -4.2 Mmol/L -2 - +3
pCO2 34.8 mmHg 27.0-41.0
pO2 71.2 mmHg 83.0-108.0
Hematokrit 40 % 37-50
HCO3 21.1 Mmol/L 21-28
Total CO2 22.1 Mmol/L 19-24
Saturasi 93.4 % 94-98
Lactat
Arteri 4.10 Mmol/L 0.36-0.75

11
III. TATALAKSANA
- Intubasi
- Suctioning
- NGT
- O2 on ventilator
- Inj. Midazolam 2mg
- Infus NaCl 0.9% 18 tpm
- Dopamin Syring Pump 1.5cc/jam
- Usul rawat PICU

FOLLOW UP

I. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 3 Juli 2017
Keadaan umum: baik, CM, GCS: E4VxM6
Tekanan darah : 100/57 mmHg Laju Nadi : 101 x/menit
Laju napas : 24 x/menit Suhu : 36 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), lensa keruh (-
/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 irreguler, bising (+), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD sup -/- , inf -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik,
ADP (+)

12
II. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 4 Juli 2017
Keadaan umum: baik, CM, GCS: E4VxM6
Tekanan darah : 105/66 mmHg Laju Nadi : 97 x/menit
Laju napas : 28 x/menit Suhu : 36,5 C
Kulit : sawo matang, turgor menurun (-), lembab (+), ikterik (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
lensa keruh (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : sekret (-), patensi (+/+), deviasi septum (-)
Mulut : buka mulut >3 jari, malampati sulit dievaluasi
Leher : gerak leher bebas
Thorax : Cor: S1-S2 irreguler, bising (+), Pulmo: SDV +/+,
RBH +/+, RBK +/+
Abdomen : datar, supel, nyeri tekan SDE, BU (+)
Genital : massa (-)
Ekstremitas : AD sup -/- , inf -/-, oedem sup -/-, inf -/-, CRT <2 detik,
ADP (+)

IV. DIAGNOSA ANESTESI


Nn. N, perempuan, 11 tahun, Berat badan 35kg dengan Near-
Drowning Pemeriksaan fisik kondisi umum buruk dengan GCS E1V1M6,
dengan RBH +/+, RBK +/+, tekanan darah 113/61 mmHg, laju nadi
145x/menit, laju napas 40x/menit. Dari tim anestesi telah dilakukan
penatalaksanaan jalan nafas dan selanjutnya diambil alih oleh tim
pediatric.

13
BAB III
DISKUSI

Kejadian drowning memerlukan penatalaksanaan yang tepat dan cepat.


Pada kasus ini anak perempuan yang tenggelam di air tawar selama lebih kurang
15 menit, setelah diselamatkan langsung dibawa ke RS tipe D dan mendapatkan
tatalaksana yang kurang maksimal. Dimana pasien dirujuk dengan kondisi umum
yang cukup buruk dengan primary survey yang belum optimal, seharusnya
minimal telah terpasang intubasi melihat saturasi O2 berkisar 20-40%. Mengingat
komplikasi yang sering terjadi adalah kematian dikarenakan hipoksia, arrest,
laringospasme, aspirasi air dan isi gaster, edema pulmo, hipotermia, hipoksia
cerebral yang dapat menyebabkan morbiditas yang lama. Dilihat dari geografis
jarak antara RS perujuk hingga RSDM juga relatif jauh.
Di ruang resusitasi RSDM dilakukan pemasangan intubasi dengan guiding
laringoskopi direct yang selanjutnya dihubungkan dengan ventilator dengan
tekanan. Pada awalnya tekanan ventilator mengakibatkan bleeding, diduga dari
pecahnya kapiler disekitar alveolus paru. Namun, setelah sekitar 3 jam
penanganan kondisi pasien relatif stabil baru kemudian dirawat di PICU RSDM.
Pada pasien ini ditemukan adanya kesesuaian dengan teori dimana pada
pemeriksaan analisa gas darah kadar natrium dibawah normal kemungkinan
mengindikasikan terjadinya hemodelusi, yakni terjadinya osmosis dari air sungai
menuju kedalam kapiler diparu-paru. Kadar pH darah dalam batas normal
menandakan tidak terjadinya asidosis maupun alkalosis. Saturasi oksigen yang
menurun mendukung kemungkinan adanya gangguan difusi, hingga follow up
yang dilakukan pada hari ke 5 saturasi masih belum bisa mencapai normal.
Pada hari ke 3 pasien ini telah sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik,
meskipun memang masih sulit untuk dievaluasi mengenai verbal karena masih
terpasang intubasi, hal ini dapat menjadi salah satu penanda baik bahwa
kemungkinan defisit neurologis yang terjadi tidak parah. Komplikasi yang masih
mungkin dialami oleh pasien ini adalah kelainan pada paru-paru dan cerebri.
Disarankan untuk dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang untuk

14
menyingkirkan diagnosis sekunder dari pasien ini setelah kondisi pasien benar-
benar stabil.

15
DAFTAR PUSTAKA

Conn AW, Montes JE, Barker GA, Edmonds JF: Cerebral salvage in near-
drowning following neurological classification by triage. Can Anaesth Soc
J 1980; 27:201–10Conn, AW Montes, JE Barker, GA Edmonds, JF

Deranged Physiology. (2017). Immersion submersion and drowning. Avialable at


www.derangedphysiology.com [accesed 2 Juli 2017]

Forensicpathology (2017). Drowning | Forensic Pathology Online. [online]


Available at: http://www.forensicpathologyonline.com/E-
Book/asphyxia/drowning [Accessed 3 Jul. 2017].

Gulaid JA, Saltin RW: Drownings in the United States, 1978-1984. MMWR
1988; 37(SS-1):27–33Gulaid, JA Saltin, RW

JH, M (2017). Drown versus near-drown: a discussion of definition- Pubmed

Layon, A. and Modell, J. (2009). Drowning. Anesthesiology, 110(6), pp.1390-


1401.

Modell JH, Gaub M, Moya F, Vestal B, Swarz H: Physiologic effects of near-


drowning with chlorinated freshwater, distilled water, and isotonic saline.
Anesthesiology 1966; 27:33–41Modell, JH Gaub, M Moya, F Vestal, B
Swarz, H

Modell JH: The Pathophysiology and Treatment of Drowning and Near-


Drowning. Springfield, IL, Charles C. Thomas, 1971, pp 3–119

Miller RD: Anesthesia, 5th edition. Philadelphia, Churchill Livingstone, 2000, pp


1416–7Miller, RD Philadelphia Churchill Livingstone

16
Orlowski JP: Drowning, near-drowning, and ice-water submersions. Pediatr Clin
North Am 1987; 34:75–92Orlowski, JP

Szpilman, D., Bierens, J., Handley, A. and Orlowski, J. (2012). Drowning. New
England Journal of Medicine, 366(22), pp.2102-2110.

17

Anda mungkin juga menyukai