Oleh :
Irma Kurniawati/ G9916239
Pembimbing :
dr. Paramita Putri H., Sp. An., Mkes.
Abstrak
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang telinga tengah yang
terkait dengan infeksi. Pada OMSK terjadi perforasi membran timpani
dengan keluarnya sekret dari telinga tengah secara persisten (Wright dan
Safranek, 2009). Dalam kasus anestesi pada OMSK, evaluasi preanestesi
lengkap penting untuk mengidentifikasi manifestasi klinis terkait yang
mempengaruhi manajemen anestesi. Pemantauan perioperatif dan
manajemen anestesi yang tepat adalah dua hal yang sama-sama penting.
Kami melaporkan kasus anestesi umum dengan manajemen anestesi pada
pasien dengan OMSK yang belum terdapat pada literatur.
Kasus
Wanita 44 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan
nyeri telinga kanan sejak 7 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Terdapat penurunan fungsi pendengaran dan keluhan
telinga berdengung pada telinga kanan. Tidak terdapat
cairan telinga. Mual, muntah, demam, pusing, gangguan
penglihatan, gangguan keseimbangan, sesak napas, dan
tidur mendengkur disangkal.
Riwayat Keluhan Serupa : disangkal
Riwayat Tekanan Darah Tinggi : (+)
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
KU: sedang
GCS E4V5M6
TD: 140/90 mmHg
N : 85 bpm
S : afebris
RR: 16 X/mnt
BB: 80 kg
TB : 146 cm
Spo2 : 98 % udara ruang
Mata : CA(-/-) SI(-/-)
Hidung : sekret -/-
Mulut : buka mulut > 3jari, Malampati 2, gigi ompong (+),
gigi palsu (-)
Leher : gerak leher bebas
Paru : SDV(+/+) ST(-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Bj I-II irreguler, bising (-)
Abdomen : supel (+), nyeri tekan (-), BU (+) N, massa (-)
Extremitas: AD: -/- Oedem: sup (-/-) inf(-/-) CRT<2"
Lab 04/07/17
Hb : 11.9
Ht : 36
AL : 7.9
AT : 333
AE : 4.23
gol darah : B
GDS : 95
PT : 12.4
APTT : 25.2
INR : 0.900
OT : 22
PT : 20
Alb : 4.2
UR : 21
Cr : 0.9
Na : 136
K : 3.8
Cl : 110
HBsAg : NR
Jenis anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan
intubasi.
Pasien diposisikan pada posisi supine → dipastikan kondisi
pasien stabil→ Obat midazolam 4 mg diberi intravena→
fentanil 150 μg dan propofol 80 mg diberikan secara
intravena→ preoksigenasi selama 2-5 menit hingga airway
pasien paten→ atracurium 40 mg diberikan secara
intravenous→ pasien dipastikan sudah berada dalam kondisi
tidak sadar dan stabil untuk dilakukan intubasi. Ukuran ETT
yang digunakan adalah 7.0, kedalaman 18 cm, respirasi
kontrol. →Monitor tanda-tanda vital pasien, produksi urin,
saturasi oksigen, tanda-tanda komplikasi (pendarahan, alergi
obat, obstruksi jalan nafas, nyeri) selama operasi berlangsung.
Diskusi
Kebutuhan cairan
Dewasa Bayi dan Anak-anak
OP dengan trauma minimal 4 cc/kgBB/jam 2 cc/kgBB/jam
OP dengan trauma sedang 6 cc/kgBB/jam 4 cc/kgBB/jam
OP/trauma besar 8 cc/kgBB/jam 6 cc/kgBB/jam
Dengan trauma operatif minimal, didapatkan hasil 320 cc/jam pada pasien
tersebut. Sehingga terapi cairan perioperatif pasien per-jamnya adalah :
Jam ke -
I II III
Defisit 480 cc 240 cc 240 cc
Puasa
Maintenanc 160 cc 160 cc 160 cc
e
Stress 320 cc 320 cc 320 cc
Operatif
Klasifikasi ASA mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh American
Society of Anesthesiologist sebagai deskripsi yang mudah untuk menujukkan
status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah tindakan bedah
harus dilakukan segera/cito atau elektif. Klasifikasi ini sangat berguna pada
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan (Soenarjo dan Jatmiko, 2013)
(Tabel 1). Pada pasien didapatkan ASA II, dimana terdapat penyakit sistemik
ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional.
Angka
Klasifikasi
Deskripsi pasien kematian
ASA
(%)
Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan mental 0,1
Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan
Kelas II 0,2
tidak ada keterbatasan fungsional
Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga
Kelas III 1,8
berat yang menyebabkan keterbatasan fungsi
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
Kelas IV mengancam hidup dan menyebabkan 7,8
keterbatasan fungsi
Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam
Kelas V 9,4
24 jam dengan atau tanpa operasi
Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/cito
Hal penting lainnya pada kunjungan pre operasi adalah
inform consent
Obat yang digunakan:
Midazolam
Fentanyl
Propofol
Atrakurium
Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin yang
bekerja pada reseptor GABA. Obat ini memiliki efek
sedasi. Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih
poten dan afinitasnya 2 kali lebih besar. Efek amnesia pada
midazolam lebih besar dari efek sedasinya. Jadi pasien
mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun dia
akan lupa beberapa kejadian atau percakapan (instruksi
setelah operasi) selama beberapa jam (Latief et al., 2007).
Fentanyl merupakan obat narkotika sintetik yang paling
banyak digunakan dalam praktik anestesiologi. Mempunyai
potensi 1000 kali lebih kuat dibandingkan dengan petidin
dan 50-100 kali lebih kuat dari morfin. Fentanyl bersifat
depresan terhadap susunan saraf pusat sehingga
menurunkan kesadaran pasien. Pada dosis lazim, kesadaran
pasien menurun dan khasiat analgetiknya bertambah kuat
(Mangku dan Senapathi, 2010).
Propofol digunakan sebagai induksi anestesi pada kasus ini.
Propofol merupakan derivat fenol yang banyak dipakai
sebagai obat anestesi intravena. Sifat fisik dari obat ini
berupa cairan berwarna putih seperti susu, tidak larut
dalam air, dan bersifat asam. Sebagai obat induksi, mulai
kerja obat ini cepat. Penurunan kesadaran segera terjadi
setelah pemberian obat ini secara intravena. Khasiat
farmakologinya adalah hipnotik murni, tidak mempunyai
efek analgetik maupun relaksasi otot (Mangku dan
Senapathi, 2010).
Atrakurium diberikan sebagai obat pelumpuh otot. Obat
ini memiliki struktur benzilisoquinolon. Mula dan lama
kerjanya tergantung pada dosis yang diberikan. Pada dosis
untuk intubasi endotrakea, mulai kerja obat ini 2-3 menit
setelah suntikan tunggal intravena (Latief et al., 2007).
Terima kasih