Anda di halaman 1dari 34

BAB III

TEKNIK SINEMATOGRAFI DALAM MENGEMAS NILAI MISTIK GEMPA

(STUDI DESKRIPTIF FILM KERAMAT)

Film Keramat karya sutradara Monty Tiwa yang dirilis tahun 2009 ini hadir

ditengah-tengah maraknya pada film bergenre horor. Film ini juga menarik untuk

dianalisa lebih lanjut sebab film ini digarap dengan teknik videografi found footage,

berbeda dari film horor Indonesia lainnya. Selain dari sisi teknis, film yang

mengusung genre triller misteri ini secara naratif mengisahkan tentang gempa

Yogyakarta di tahun 2006 yang tidak terlepas dari adanya mistisisme Jawa sebagai

ilmu Jawi atau Javanism.

Berdasarkan rumusan masalah tentang bagaimana peran teknik videografi

dalam menampilkan nilai mistik gempa Yogyakarta pada tahun 2006 pada film

Keramat, maka peneliti akan mengkaji tiga gambaran yang dimunculkan dalam film.

Adegan yang dipilih merupakan serangkaian adegan yang mendominasi jalan cerita

film berdasarkan alur dalam film tersebut. Serangkaian adegan tersebut diawali

dengan hilangnya Migi dan dengan bantuan sang dukun, crew produksi mengawali

pencarian Migi di pantai Selatan. Kemudian keadaan semakin mencekam dimana

ketika tiba-tiba seluruh crew produksi terlempar ke candi Ratu Boko. Hingga

akhirnya perjalanan crew produksi berakhir di gunung Merapi tepat sesaat sebelum

terjadinya gempa. Adegan tersebut dapat mencakupi keseluruhan nilai mistik yang

terdapat dalam film.

16
Berikut tinjauan peneliti bagaimana teknik videografi yang digunakan dalam

mengemas nilai mistik gempa Yogyakarta tahun 2006 dalam film Keramat.

A. Pantai Parangtritis

Adegan diawali dengan petunjuk Marsum, crew produksi Film Menari di Atas

Angin melakukan pencarian Migi ke Parangtritis. Dalam perjalanannya, Masrum

mengatakan bahwa Migi telah dibawa ke alam lain. Dan Parangtritis adalah

gerbang menuju alam lain itu Oleh masyarakat Jawa, Parangtritis dan Laut

Selatan memiliki unsur air sebagai lambang keseimbangan horizontal yang

mencerminkan hubungan manusia dengan manusia 1. Parangtritis tidak dapat

dilepaskan dari beragam mitos yang berkembang di masyarakat Jawa. Salah satu

yang populer adalah hubungan sang penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul

dengan Keraton Yogyakarta, sebagaimana yang tertulis dalam Babad Tanah

Jawi.2

Dari uraian tersebut di paragraf diatas patutlah alasan kenapa Parangtritis

digunakan sebagai latar belakang film Keramat dalam menggambarkan nilai

mistik gempa Yogyakarta pada tahun 2006.

1
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/185790-antara-keraton-dan-merapi
2
n.n, Babad Tanah Jawi ; mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647, (Yogyakarta : Narasi,
2007)

17
Tabel 1.1
Ritual Tokoh Masrum di Parangtritis
Time
Visual Teknik Sinematografi
Code
00:38:57- Tipe angle:
00:39:12 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium
Long Shot
Movement:
Zoom Out
00:39:12- Tipe angle:
00:39:20 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Zoom Out
00:39:20- Tipe angle:
00:39:27 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Extreme
Long Shot
Movement:
Zoom Out

Adegan dalam durasi 00:38:57-00:39:27 ini menggambarkan Masrum

sedang melakukan kegiatan ritual. Dimana ritual menurut orang Jawa adalah

proses menjaga keselarasan antara manusia yang tinggal di alam nyata ini dengan

dunia ghaib yang tidak tampak. Dan pada dasarnya kehidupan orang Jawa

dipenuhi dengan upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia,

18
upacara itu dilaksanakan untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan

ghaib yang tidak dikehendaki dan sesaji atau korban yang disajikan kepada daya

kekuatan ghaib (roh-roh, makhluk halus, dewa-dewa) tertentu.3

Dalam adegan ini digunakan sudut pengambilan gambar subjektif yaitu

kamera dari sudut pandang penoton yang dilibatkan. Angle kamera subjektif ini

dilakukan dengan cara kamera berlaku sebagai mata penonton untuk

menempatkan penonton dalam adegan. Penonton diajak terlibat mengalami

kejadian itu sendiri. Efek dramatik bisa dirasakan oleh penonton.4

Eye level angle memberikan kesan objektif yang netral dan sangat berguna

untuk menunjukkan kedudukan yang logis dari hubungan mata ke mata antar

pemain. 5 Dengan memperlihatkan pandangan yang sejajar dengan pengelihatan

semakin memperkuat kesan bahwa penonton adalah salah satu tokoh dalam

adegan film.

Bingkai visual yang digunakan pada saat adegan ritual ini adalah medium

close up yang berfungsi untuk melihat detail6 dan memperjelas kegiatan Masrum

sang Dukun. Gerak-gerik dan apa saja yang dilakukan Masrum dapat ditangkap

penonton secara jelas. Selain itu pula dengan bingkai visual medium close up,

penonton dapat mengerti bagaimana sikap dan emosi Masrum yang pada saat itu

menunjukkan sikap sempurna dan berdiri tegak menghadap laut menandakan

3
Amin, M. Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa . Yogyakarta: Gama Media., hlm 23
4
Joseph V. Mascelli A.S.C., The Fives of Cinematography., hlm 8
5
Muhammad Nur Siddiq. Angle Kamera, hlm 15
6
Fahruddin, Andi. Dasar-Dasar Produksi Televisi, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012),
hlm 148-150

19
bahwa Masrum sedang bersungguh-sungguh dan khidmat dalam melakukan

ritualnya.

Single shot menambahkan kesan bahwa pada adegan tersebut Masrum

mengambil posisi sebagai pelaku utama dan apa yang dilakukannya menjadi

fokus penonton.7 Fungsi dari teknik ini adalah biasanya digunakan untuk

mengenal secara detil tentang kepribadian dari obyek visual. Selanjutnya adalah

kamera bergerak zoom out, dari medium close up menuju extreme long shot yang

berguna untuk menunjukkan pengalihan titik fokus penonton dari Masrum

menuju lautan. Meskipun pergerakan zoom out dari kamera terlihat sedikit kasar

namun justru hal ini menimbulkan kesan bahwa adegan ini natural, alamiah dan

tidak dibuat-buat.

Bingkai visual pada durasi 00:39:20-00:39:27 adalah extreme long shot

berguna untuk mengenalkan lingkungan latar adegan, informasi dasar dan

pemandangan kepada penonton. Extreme long shot digunakan untuk komposisi

gambar indah pada sebuah panorama.8 Melalui pergerakan kamera yang

berkesinambungan penonton akan menangkap pesan bahwa ritual yang dilakukan

oleh Masrum berhubungan dengan pantai Parangtritis sebagai latar dalam adegan

tersebut. Posisi Masrum yang memunggungi kamera mengesankan bahwa ada

interaksi antara Masrum dengan gulungan ombak dan kencangnya angin pantai

7
Bayu Tapa Brata, Vicent. 2007. Videografi dan Cinematografi Praktis. Jakarta : PT. Elek
Media Komputindo, hlm 16
8
Naratama. Menjadi Sutradara Televisi : Dengan Single Dan Multi Camera. 2004. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, hlm 24

20
yang membuat rambut Masrum bergerak tak beraturan. Selain itu dengan extreme

long shot penonton dapat melihat bagaimana kesan visual laut yang terhampar

luas dan Masrum sebagai objek visual terlihat kecil. Dalam adegan ini

ditunjukkan bahwa Masrum sebagai manusia hanyalah bagian yang kecil dari

luasnya alam ini.

Dengan panjang durasi adegan ritual Masrum dari 00:38:57 - 00:39:12 (70

detik) menunjukkan bahwa ritual Masrum bukanlah bagian dari upaya pemanis

visual akan tetapi merupakan sebuah adegan yang memiliki pengaruh dalam alur

cerita film.

Tabel 1.2
Kemunculan Tokoh Penjual Peyek
Time Code Visual Teknik Sinematografi
00:39:28- Tipe angle:
00:39:41 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Still
00:39:41- Tipe angle:
00:39:55 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Close Up
Movement:
Zoom In

21
00:39:55- Tipe angle:
00:40:27 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Zoom Out
00:40:27- Tipe angle:
00:40:46 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Still

Adegan selanjutnya adalah kemunculan tokoh penjual peyek yang

menawarkan dagangannya kepada crew produksi. Serupa dengan adegan

sebelumnya, penonton masih diikut-sertakan dalam adegan ini dengan bantuan

angle kamera subjektif dengan eye level angle memberikan kesan objektif yang

sejajar dengan pengelihatan semakin memperkuat kesan bahwa penonton adalah

salah satu tokoh dalam adegan film. Hal ini diperkuat dengan adanya dialog

dengan tokoh Dimas yang diikuti oleh tatapan mata yang menghadap ke kamera

membuat penonton makin percaya bahwa mereka juga berada di panggung dan

dalam satu skenario yang sama.9

Medium close up bertujuan untuk mengarahkan fokus penonton terhadap

wajah objek dan memperdalam gambar dengan menunjukkan profil atau aktivitas

9
Film Keramat durasi 00:39:55-00:40:27

22
objek. 10 Grup shot crew produksi yang ditampilkan dalam visual menunjukkan

bagaimana ekspresi bosan Micea, Diaz, Dimas dan Popy karena menunggu.

Kamera bergerak zoom in, dari medium close up menuju close up. Pergerakan

ini menimbulkan kesan keingintahuan dan sebagai upaya untuk memperjelas

detail profil dari objek. Namun dalam durasi 00:39:32 00:39:58 (26 detik) justru

visual yang dimunculkan dalam adegan berupa objek buram (blur) sehingga detail

profil objek tidak didapat secara jelas. Disini gambaran profil objek terlihat

samar-samar.

Melalui gambar buram (blur) ini adalah penonton dibuat bingung dengan

kondisi yang tidak lazim. Sebab visual pada adegan-adegan sebelumnya

merupakan gambar fokus dan dapat terlihat secara jelas. Kesan yang muncul

dalam benak penonton adalah objek yang terekam kamera merupakan objek yang

berada dalam batas kewajaran alamiah atau disebut juga sebagai supernatural

objek. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia supernatural diartikan sebagai ajaib

(tidak dapat diterangkan dengan akal sehat); gaib; adikodrati. 11 Secara visual,

dalam adegan ini tokoh penjual peyek digambarkan sebagai objek gaib atau

mahkluk halus. Dimana menurut Kamil Kartapraja bahwa kepercayaan terhadap

10
Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan
Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 149-151.
11
http://kbbi.web.id/supernatural

23
mahkluk halus (memedi, lelembut, demit) merupakan kebudayaan mistisisme

masyakarat Jawa.12

Selanjutnya dimunculkan medium close up dengan tipe pengambilan objek

grup shot, dari sini mulai terlihat jelas bagaimana profil objek tokoh penjual

peyek dan interaksinya dengan crew produksi. Melalui gambaran ini terlihat

bagaimana tokoh penjual peyek menunjukkan ekspresi wajah yang tersenyum

seolah ingin menunjukkan keramahannya kepada calon pembeli.

Namun ekspresi senyuman penjual peyek ini mulai menjadi pertanyaan yang

baru kepada penonton sebab dalam adegan yang selanjutnya digambarkan

bagaimana perubahan air muka Dimas yang awalnya tersenyum kemudian

mendekat ke arah kamera dengan mimik muka yang serius sembari berkata Hati-

hati ya Mas. Jangan lupa berdoa, saya doakan selamat. Adegan ini merupakan

point dari serangkaian adegan dengan latar belakang pantai Parangtritis bahwa

keselamatan hanya milik orang-orang yang senantiasa berdoa dan berhati-hati

dalam menjalani segala aspek kehidupan.

12
Kamil Kartapraja, Aliran dan Kepercayaan di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Masagung,
1985), hlm. 59

24
Tabel 1.3
Interaksi Tokoh Penjual Peyek dengan Masrum
Time Code Visual Teknik Sinematografi
00:40:47- Tipe angle:
00:40:52 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Extreme Long Shot
Movement:
Zoom In
00:40:52- Tipe angle:
00:41:23 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Still
00:41:23- Tipe angle:
00:41:47 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Tracking Follow
00:41:47- Tipe angle:
00:41:48 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Tracking Follow

25
00:41:48- Tipe angle:
00:42:05 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Extreme Long Shot
& Long Shot
Movement:
Zoom In & Zoom
Out

Adegan berikutnya adalah penggambaran interaksi yang terjadi antara tokoh

penjual peyek dengan Masrum. Adegan ini diawali dengan extreme long shot

yang selain berguna untuk menunjukkan latar belakang adegan namun juga

berguna untuk menunjukkan jarak antara kamera dengan objek. 13 Secara visual

penonton dapat melihat bahwa interaksi penjual peyek dan Masrum berada di

posisi yang jauh dengan kamera sehingga menimbulkan suatu kewajaran jika

pembicaraan keduanya tidak terdengar. Namun selanjutnya kamera bergerak

zoom in dari extreme long shot menuju long shot sedikit banyak membantu

penonton dalam memahami pembicaraan keduanya. Terlebih gambar yang

ditampilkan berupa pergerakan kamera still atau stabil sehingga penonton dapat

fokus kepada interaksi kedua tokoh tersebut.

Melalui bingkai visual medium shot dengan tipe objek visual two shot,

penonton dapat melihat bagaimana gerak-gerik tokoh penjual peyek dan Masrum

dan menafsirkan gesture yang ditampilkan keduanya.

13
Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan
Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 149-151.

26
Kesan yang ditimbulkan melalui visual ini adalah timbulnya rasa

keingintahuan yang besar terhadap pembicaraan kedua objek setelah tidak adanya

alat bantu dengar. Selain timbulnya rasa keingintahuan penonton, ada kesan aneh

dan tidak wajar yang diterima oleh penonton ketika dalam adegan dimunculkan

visual gestur Masrum yang membungkukkan badan dan mengatur posisi tangan

seperti menyembah sebagai tanda hormat ketika melakukan interaksi dengan

tokoh penjual peyek. Tanda penghormatan Masrum kepada tokoh penjual peyek

semakin menegaskan bahwa tokoh penjual peyek adalah objek supernatural

sebagaimana disebutkan pada penjelasan adegan tabel 1.2.

Adegan selanjutnya visual adegan masih bertahan dengan bingkai visual long

shot dengan latar belakang ombak yang bergulung dan penjual peyek sebagai

objek visual. Sekali lagi penonton disuguhkan gambar buram (blur) dari tokoh

penjual peyek. Gambar buram ini memberikan kesan penonton tidak diberikan

informasi yang utuh terhadap tokoh penjual peyek. Pergerakan kamera saat

merekam adegan ini follow tracking dengan mengikuti penjual peyek sebagai

objek visual seolah merespon keingintahuan penonton terhadap detail profil tokoh

penjual peyek.

Adegan berlanjut ke fase transisi dimana visual kamera tiba-tiba terhalang

oleh Micea sehingga fokus objek dari tokoh penjual peyek teralihkan ke sebagian

wajah Micea. Dan ketika proses transisi ini selesai, tokoh penjual peyek tidak lagi

dimunculkan dalam visual kamera. Transisi visual yang terjadi secara tiba-tiba

memberikan kesan bahwa tokoh penjual peyek tersebut menghilang secara tiba-

27
tiba pula dalam durasi 00:41:47-00:41:48 (1 detik). Setelah adegan hilangnya

tokoh penjual peyek, kamera bergerak secara tidak beraturan zoom in zoom out

zoom in zoom out, long shot extreme long shot long shot extreme long

shot. Pergerakan kamera yang tidak beraturan menimbulkan kesan kebingungan

sekaligus memberikan bukti visual hilangnya tokoh penjual peyek dengan

menunjukkan bahwa dilihat dari jarak dekat maupun dari kejauhan tokoh penjual

peyek memang telah benar-benar hilang. Sekali lagi penonton diberikan fakta

yang mengejutkan tentang gambaran tokoh penjual peyek setelah secara

berkesinambungan dijelaskan di tabel 1.2 dan 1.3.

B. Keraton

Satu lagi keanehan yang dialami oleh crew produksi yang secara tiba-tiba

melintasi ruang dan waktu. Dari Parangtritis ke sebuah bangunan yang

menyerupai gerbang dari sebuah istana. Istana atau keraton dalam pandangan

Jawa merupakan gambaran pusat kekuatan dan kekuasaan. Masyakarat Jawa

mempercayai bahwa Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja dianggap

perwujudan wakil Tuhan di dunia, sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan

berbagai kekuatan dari dua alam. Jadi raja dipandang sebagai pusat komunitas di

dunia seperti halnya raja menjadi mikrokosmos dari wakil Tuhan dengan keraton

sebagai tempat kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat kerajaan dan

bersemayamnya raja karena rajapun dianggap merupakan sumber kekuatan-

28
kekuatan kosmis yang mengalir ke daerah kedaulatannya dan membawa

ketentraman, keadilan dan kesuburan wilayah.14

Dalam film Keramat, latar belakang keraton ini memegang peranan penting

dalam alur cerita film. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan panjang durasi

00:42:51 hingga 01:15:10, kurang lebih 33 menit. Dibandingkan dengan

penggunaan latar belakang yang lain dalam film, latar belakang keraton ini

ditampilkan sepertiga dari keseluruhan jalan cerita film.

Tabel 1.1
Fase Transisi dari Pantai Parangtritis menuju Kraton
Time Code Visual Teknik Sinematografi
00:42:51- Tipe angle:
00:42:54 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Unknown
Movement:
Tracking From Till
Up to Till Down
00:42:54- Tipe angle:
00:43:25 Subjektif
Level angle:
Dutch angle
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Still

14
https://www.facebook.com/pageKataKita/posts/1071323096292408:0

29
00:43:25- Tipe angle:
00:43:45 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Crazy Angle

Adegan perjalanan spiritual crew produksi di Keraton dengan transisi visual

white blank dengan durasi 00:42:51-00:42:54 (3 detik), kondisi ini menimbulkan

kesan kamera yang seolah-olah pingsan dengan dukungan pergerakan kamera

tracking form till up to till down. Pergerakan kamera ini diibaratkan sebagai

gerakan mata yang mengikuti posisi kepala yang terjatuh atau terjerembab. Shot

size yang digunakan dalam gambaran pingsan ini adalah unknown atau tidak

diketahui sebab dalam fase transisi visual ini tidak ada objek yang direkam oleh

kamera. Fase transisi ini kemudian berakhir ketika perlahan kamera menemukan

objek visual yang dapat direkam. Meskipun demikian, objek visual yang

ditampilkan justru berupa objek yang tidak sejajar dengan garis linier kamera.

Dalam sinematografi ini disebut dengan dutch angle, dimana angle ini berfungsi

untuk menggambarkan ketidakstabilan emosi. Melalui tipe angle subjektif, film

ini berusaha menciptakan ketegangan yang dramatis.

Pergerakan kamera dalam visual ini merupakan gambar stabil, dengan durasi

00:42:54-00:43:25 (31 detik), dan dengan bingkai visual long shot, visual ini

ingin menunjukkan bahwa latar belakang film telah berpindah secara tiba-tiba.

Durasi sepanjang 31 detik, film ini juga berusaha memberikan ruang yang cukup

30
untuk penonton menafsirkan dimana latar film ini akan terjadi. Secara visual,

objek yang ditampilkan berupa hamparan rerumputan dan sebuah bangunan kuno

yang terbuat dari bahan dasar batu dan berbentuk gapura atau pintu gerbang. Hal

ini juga didukung dengan penggunaan bingkai visual long shot yang berguna

untuk menunjukkan objek dengan latar belakangnya.

Bingkai visual long shot masih dipergunakan setidaknya dalam durasi

00:43:25-00:43:45 dimana ada perubahan angle visual yang semula menggunakan

dutch angle berubah menjadi eye level. Dari posisi yang tidak sejajar dengan garis

linear kamera menjadi sejajar, hal ini memberikan kesan terbangun dari pingsan

setelah kamera melalui fase transisi dan berada dalam posisi dutch angle. Namun

kesan terbangun dari pingsan dan keterkejutan pasca pingsan dibangun secara

alamiah melalui mata kamera dengan pergerakan kamera crazy angle, bergerak

tidak beraturan. Secara visual kamera bergerak pan left kemudian pan right lalu

track in dan diikuti pergerakan random berikutnya ingin menunjukkan proses

identifikasi awal setelah kamera dibuat bingung dengan kejadian pada fase

transisi. Hingga kemudian kamera bergerak stabil setelah menampilkan visual

group shot crew produksi yang ikut tersadar bahwa mereka telah berpindah

lokasi. Kestabilan kamera ini memberikan kesan kestabilan kesadaran dan emosi

kamera yang secara sederhana dapat dimaknai sebagai pesan beruntung aku

tidak sendirian.

31
Tabel 1.2
Pertunjukan Wayang
Time Code Visual Teknik Sinematografi
00:45:35- Tipe angle:
00:46:40 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot / Wide
Movement:
Tracking Follow
00:46:40- Tipe angle:
00:46:49 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot
Movement:
Tracking Follow
00:46:49- Tipe angle:
00:47:09 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Close Up
Movement:
Tracking Follow

Pasca adegan fase transisi sebagaimana dijelaskan pada tabel 2.1, adegan dilanjutkan

dengan crew produksi yang berada di hutan setelah melewati gerbang keraton. Dalam

durasi 00:45:35-00:46:40 digambarkan bagaimana secara tiba-tiba crew produksi

disuguhi pagelaran wayang Goro-Goro15. Sesaat kamera bergerak zoom in

merekam bingkai visual close up bayangan tokoh Semar dalam pakeliran yang
15

32
menunjukkan detail gerakan Semar sedang memberikan nasehat kepada anak-

anaknya Bagong, Gareng, dan Petruk. Kemudian kamera bergerak zoom out untuk

menangkap bingkai visual yang digunakan pada adegan ini adalah long shot atau

wide yang berguna untuk menggambarkan kesan objektif dan netral sekaligus

membangun suasana mencekam yang terjadi pada saat itu.

Suasana mencekam di hutan yang dialami oleh crew produksi semakin tegang

ketika dalam durasi film 00:46:40-00:46:49 menunjukkan sebuah peristiwa diluar

nalar atau peristiwa gaib. Adegan wayang kemudian dilanjutkan dengan

pergerakan kamera tracking follow mengikuti pergerakan tokoh Popy yang saat

itu berada dibalik layar pakeliran. Peristiwa gaib yang hendak ditunjukkan dalam

visual adalah tidak adanya dalang yang menggerakkan wayang pada saat itu.

Pergerakan kamera menekankan bahwa wayang bergerak secara gaib. Dan

dengan digunakannya bingkai visual long shot atau wide menegaskan bahwa

sejauh objek yang dapat ditangkap kamera tidak terdapat suatu aktivitas apapun

yang menunjukkan bahwa wayang sedang digerakkan secara sengaja oleh benda

atau bahkan manusia.

Selanjutnya dalam durasi 00:46:49-00:47:09 ditunjukkan bagimana kamera

bergerak tracking follow dengan shot size close up yang menunjukkan detail

ekspresi terkejut, kalut, sekaligus kegetiran yang dialami oleh crew produksi;

Sadha, Diaz, Popy, Micea, Dimas, dan Brama. Detail ekspresi masing-masing

tokoh yang terekam dalam kamera ikut membangun suasana mencekam dalam

film pada durasi tersebut.

33
Adegan peristiwa gaib yang digambarkan melalui pagelaran wayang ini

kemudian dilanjutkan dengan arti dari ucapan tokoh Semar .menungso wes

podo rusak, alam bakale ngamuk. Yen alam ngamuk, menungso bakal sengsoro.

Dalam rekaman visual, tokoh Brama mengartikannya Kita (manusia) harus

menjaga alam agar kita semua selamat. Kalimat ini merupakan inti pesan dalam

film sekaligus menjadi panduan kepada penonton bahwa adegan berikutnya akan

banyak berbicara mengenai kerusakan umat manusia dan kemurkaan alam.

Tabel 1.2
Ujian Harta, Wanita, dan Tahta16
Time Code Visual Teknik Sinematografi
00:47:53- Tipe angle:
00:48:29 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Tracking Follow
00:48:29- Tipe angle:
00:48:39 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot/ Wide
Movement:
Zoom In to Crazy
Angle

16
Godaan Tiga Ta tersebut mudah membuat kita melik anggendong lali, mudah
membuat kita lupa diri, lupa pada tata nilai, lupa akan baik buruk halal haram, sehingga bisa
menjerumuskan kita pada kenistaan.

34
00:52:43- Tipe angle:
00:55:22 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Tracking Follow
00:55:22- Tipe angle:
00:56:41 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Very Long Shot
Movement:
Tracking Follow
01:13:56- Tipe angle:
01:14:53 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Tracking Follow
01:14:53- Tipe angle:
01:15:10 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Close Up
Movement:
Tracking Follow to
Crazy Angle

Setelah kejadian pagelaran wayang gaib yang dialami oleh para crew

produksi dalam durasi 00:45:35-00:47:09. Adegan selanjutnya adalah godaan

Tiga Ta yaitu Harta, Wanita, dan Tahta yang dalam filosofi Jawa ketiga hal

ini akan membuat kita melik anggendong lali, mudah membuat kita lupa

35
diri, lupa pada tata nilai, lupa akan baik buruk halal haram, sehingga bisa

menjerumuskan kita pada kenistaan. 17 Godaan harta dalam film Keramat ini

ditunjukkan melalui serangkaian visual dalam durasi 00:47:53-00:48:29.

Adegan diawali dengan visual tokoh Brama yang secara tiba-tiba menemukan

batu akik merah delima, dan sebilah keris dari balik semak-semak. Dengan

masih digunakannya tipe dan level angle subjektif serta eye level, film ini

berusaha mempertahankan kesan natural dan menjaga konsistensi sudut

pandang orang pertama melalui kacamata penonton sebagai bagian yang ikut

aktif terlibat dalam cerita film.

Bingkai visual medium close up berfungsi untuk memfokuskan

pandangan pada objek visual yang dalam hal ini adalah batu akik dan keris

serta memperdalam gambar dengan menunjukkan profil dari objek yang

direkam. Kedalaman gambar dan profil yang ditunjukkan dalam adegan ini

adalah bagaimana hubungan batu akik dan keris serta gesture ketakjuban

Brama ketika menemukan barang-barang tersebut. Pergerakan kamera

tracking follow atau mengikuti pergerakan tokoh Brama menunjukkan bahwa

titik fokus dalam adegan ini adalah kegiatan Brama. Melalui tracking follow

penonton dapat melihat bagaimana gesture Brama ketika tiba-tiba menemukan

batu merah delima dan akik. Sekaligus menunjukkan bagaimana pendeknya

cara berpikir Brama pada saat itu ketika ia tidak menghiraukan peringatan

17

36
tokoh lainnya dengan mengatakan Aku bisa kaya sekarang. Minggir, aku

sudah lelah menjadi pembantu kalian!

Adegan dalam durasi 00:48:29-00:48:39 adalah adegan yang

menunjukkan akibat yang diterima oleh tokoh Brama yang gelap mata setelah

mendapatkan harta tiba-tiba. Visual yang terekam kamera dalam adegan ini

adalah secara mengejutkan dan mendadak tubuh Brama seolah terpelanting

kebelakang dan ada sesuatu yang misterius sedang menarik tubuhnya ke

balik gelapnya malam. Bingkai visual yang digunakan dalam adegan ini

adalah long shot atau wide yang berguna untuk menunjukkan keseluruhan

gambaran dari pokok materi objek visual dan latar belakangnya. Melalui

bingkai visual wide seolah ingin memperlihatkan kepada penonton bagaimana

alamiahnya tubuh Brama yang tertarik kedalam latar belakang yang gelap

karena tidak terjangkau cahaya kamera.

Latar belakang gelap di visual ini berusaha menonjolkan kesan

kekuatan misterius yang menarik tubuh Brama. Hal ini ditegaskan melalui

pergerakan kamera zoom in, dan type shot yang berubah dari single shot

menuju group shot. Dengan pergerakan kamera zoom in, penonton diberikan

kesan penguatan dramatisasi adegan melalui usaha menangkap detail ekspresi

dan gesture Brama. Dan type shot single shot menuju group shot

menunjukkan bagaimana ekspresi dan gesture tokoh disekitar Brama yang

saat itu berusaha untuk menolongnya.

37
Tidak berselang lama setelah hilangnya tokoh Brama, visual

menampilkan pergerakan dari zoom in yang stabil menuju crazy angle. Crazy

angle atau kamera yang bergerak tidak beraturan digunakan untuk

memperlihatkan ekspresi natural ketakutan crew produksi yang secara reflek

segera berlari menjauh dari latar dimana tokoh Brama hilang. Tercatat dalam

durasi sepanjang 00:48:39-00:48:50 (11 detik) visual yang ditampilkan hanya

berupa semak-semak dan batang-batang pohon yang dilalui dalam pelarian

sebelum akhirnya visual menampilkan fase transisi cut to black atau tampilan

berupa visual berwarna hitam yang digunakan untuk melakukan time skip.

Perjalanan spiritual crew produksi di Kraton kembali menghadapi

ujian. Kali ini ujian wanita dalam durasi 00:52:43-00:55:22. Dalam durasi

tersebut diperlihatkan kehadiran tokoh wanita dadakan. Bingkai visual yang

digunakan adalah medium shot dimana dalam bingkai visual ini bertujuan

untuk menampilkan dengan jelas gerak-gerik (gesture) pemain. Penonton

dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi pemain. 18 Dalam visual

diperlihatkan bagaimana ekspresi ketakutan dan kebingungan tokoh wanita

dadakan sekaligus memperlihatkan ekspresi keterkejutan dari tokoh crew

produksi pada saat itu. Pergerakan kamera tracking follow atau bergerak

mengikuti tokoh Diaz ingin menunjukkan kepada penonton bahwa kali ini

peran utama diambil oleh tokoh Diaz.

18

38
Kejadian yang menimpa tokoh Brama kembali terulang, melalui

gesture yang ditampilan dapat diambil pengertian bahwa tokoh Diaz telah

gelap mata. Sebab tokoh lain telah berusaha membujuk Diaz agar tidak

terjebak di hutan. Alasannya sederhana, para crew melihat adanya hal ganjil

dari tokoh wanita dadakan ini. Pertama, kemunculan tokoh wanita ini terkesan

mendadak dan waktunya sangat tidak tepat mengingat mereka sedang

berusaha mencari jalan keluar dari hutan. Kedua, tokoh wanita dadakan ini

justru membujuk Diaz agar tidak pergi dan bertahan di lokasi tersebut. Itulah

gambaran adegan dalam durasi 00:55:22-00:56:41.

Melalui bingkai visual Very Long Shot, gambar yang terekam dalam

kamera adalah bagaimana Diaz dan tokoh wanita dadakan tersebut memilih

untuk bertahan dalam kegelapan, jauh dari sumber cahaya utama yaitu lampu

kamera. Pergerakan kamera yang digunakan dalam adegan ini adalah pan left

dan tracking follow. Dengan pergerakan kamera Pan left, penonton dapat

melihat bagaimana kamera bergerak menjauhi objek visual tokoh Diaz dan

sosok wanita misterius. Kemudian kamera yang semula bergerak mengikuti

pergerakan tokoh Diaz berpindah mengikuti pergerakan crew produksi yang

perlahan mulai melanjutkan perjalanannya. Melalui pergerakan kamera ini,

penonton diberikan petunjuk bahwa peran utama Diaz telah hilang dan

selanjutnya peran utama akan digantikan kepada salah satu diantara crew

produksi yang tersisa yaitu Popy, Micea, Sadha, Dimas, dan Cungkring.

39
Ujian terakhir dalam scene dengan latar belakang keraton ini adalah

tahta. Setelah pertemuan dengan tokoh Ratu yang memberikan informasi

bahwa jika ingin selamat crew produksi yang terisa saat itu harus keluar dari

dalam hutan sebelum matahari terbit, tokoh Micea yang memiliki watak

ambisius berlari dengan tergesa-gesa. Namun naas, ditengah pelariannya

Micea terpeleset dan mengalami patah tulang di kakinya yang mengakibatkan

ia tidak dapat melanjutkan usaha keluar dari hutan. Setidaknya itulah yang

terekam kamera dalam durasi 01:13:56-01:14:53. Bingkai visual yang

digunakan dalam adegan ini adalah medium close up, dengan menggunakan

bingkai visual ini penonton dapat melihat secara detail bagaimana ekspresi

frustasi, kesedihan, dan keputus-asaan yang melanda tokoh Micea.

Melalui pergerakan kamera tracking follow mengikuti pergerakan

tokoh Micea, visual ini hendak memberikan pengertian kepada penonton

bahwa peran utama dalam adegan kali ini adalah Micea. Selanjutnya dalam

visual ditampilkan bagaimana tokoh Micea akan menjanjikan tahta atau

jabatan yang lebih tinggi kepada Cungkring yang saat itu hanya berprofesi

sebagai kameramen behind the scene menjadi kameramen utama dalam film.

Tanpa berpikir panjang, Cungkring dengan segera berusaha menolong Micea.

Namun tanpa disangka, dalam durasi 01:14:53-01:15:10 dimana dalam

durasi tersebut ditampilkan usaha Cungkring untuk menolong Micea justru

berakibat fatal. Hal tersebut ditampilkan melalui bingkai visual medium close

up yang menunjukkan perubahan ekspresi Micea yang secara tiba-tiba

40
berteriak seperti orang yang kehilangan kontrol atas dirinya. Kejadian ini

kemudian direspon dengan pergerakan kamera yang bergerak tidak beraturan.

Hal ini menimbulkan kesan kepanikan yang dialami oleh tokoh Popy, Sadha,

dan Migi setelah mengalami satu hal diluar kewajaran.

C. Gunung Merapi sebagai cerminan hubungan manusia dengan Yang Maha

Kuasa

Segera setelah mendengar nasehat dari sang ratu, sisa tim produksi

memutuskan untuk keluar dari tempat itu sebelum matahari terbit. Lokasi terakhir

adalah gunung Merapi, diyakini sebagai pusat kerajaan mahluk halus, sebagai

swarga pangrantunan, tempat di alam baka untuk menunggu giliran para roh

yang meninggal dipanggil ke surga. Gunung Merapi sebagai unsur api

melambangkan sisi horizontal yang mencerminkan hubungan antara manusia

dengan Yang Maha Kuasa. 19

Sebagai akhir cerita, gunung Merapi merupakan penghujung penyelesaian

konflik panjang sekaligus menjadi akhir dari perjalanan spiritual dari crew

produksi. Sesaat setelah sampai di kaki gunung Merapi, terjadi gempa bumi

berkekuatan 5,9 pada skala Richter.20 Jumlah korban tewas gempa Jogjakarta

menembus angka 6.200 orang dengan korban luka 46.000 dengan lebih dari

33.000 orang luka berat. Dan lebih dari 67.000 bangunan hancur total dalam

19
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/185790-antara-keraton-dan-merapi
20
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Yogyakarta_2006

41
gempa tersebut, sementara lebih dari 70.000 bangunan lain rusak berat, demikian

laporan kementerian sosial. 21

Tabel 3.3
Tiba di lereng gunung Merapi
Time Code Visual Teknik Sinematografi
01:15:11- Tipe angle:
01:15:19 Subjektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Tracking Follow
and Crazy angle
01:15:19- Tipe angle:
01:17:00 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Long Shot/ Wide
Movement:
Still
01:17:00- Tipe angle:
01:17:48 Objektif
Level angle:
Dutch angle
Shot Size:
Long Shot/ Wide
Movement:
Crazy Angle

Dalam adegan dengan durasi 01:15:11-01:15:19 ini dikisahkan

bagaimana kelanjutan dari perjalanan spiritual crew produksi Menari di atas

Angin. Pergerakan kamera tracking follow mengikuti tokoh Sadha dan Migi,

21
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2006/06/060601_quakeupdate.shtml

42
dua dari tiga orang crew produksi yang berhasil keluar dari hutan. Dalam

visual ditampilkan bagaimana heroiknya perjuangan mereka untuk keluar dari

hutan dengan menggunakan crazy angle; gerakan kamera yang tak beraturan.

Gerakan kamera menampilkan gerakan berayun ke sisi kanan dan kiri dalam

jeda waktu yang berkesinambungan. Sesaat berhenti, lalu bangkit dan berdiri.

Visual ini menunjukkan bagaimana pergerakan tubuh seseorang yang

sempoyongan setelah melalui perjalanan panjang dan beragam kejadian yang

melelahkan.

Bingkai visual yang digunakan adalah medium shot, dimana dengan

bingkai visual ini terekam bagaimana gesture objek visual yakni tokoh Sadha

yang sedang berjuang dengan sisa-sisa tenaganya dan tokoh Migi yang dalam

keadaan tidak sadar dalam panggulan Sadha. Selain itu juga dengan bingkai

visual medium shot, penonton dapat melihat latar belakang adegan telah

berubah, di lereng gunung Merapi dengan setting visual didominasi oleh batu-

batuan khas gunung dan gunung Merapi sebagai latar belakangnya. Berbeda

halnya ketika adegan di dalam keraton, setting visual didominasi oleh barisan

pepohonan dan semak belukar. Dalam visual kemudian ditampilkan

bagaimana kepulan kabut yang menyelimuti kondisi lingkungan disekitar para

tokoh dalam film. Efek kabut ini menunjukkan bahwa sisa crew produksi

yang berhasil keluar dari keraton telah melalui garis waktu dari malam hari

menuju pagi hari; sesaat sebelum matahari terbit.

43
Selanjutnya dalam durasi 01:15:19-01:17:00 dimunculkan teknik

sinematografi yang berbeda setelah sebelumnya semenjak awal film ini

menggunakan tipe angle subjektif sebagai point of view, dalam visual justru

ditampilkan penggunaan tipe angle objektif dimana hal ini meletakkan

penonton sebagai pengamat dan tidak ikut berperan lagi sebagai pemain.

Pergantian tipe angle ini ditandai dengan pergerakan kamera yang turut

berganti dengan digunakannya still movement. Still movement dalam adegan

ini memberikan kesan bahwa kamera yang digunakan telah diletakkan sejajar

dengan tanah. Kemudian tokoh Popy yang sebelumnya mengoperasikan

kamera masuk ke dalam frame (in-frame).

Pergerakan kamera still memberikan fokus penonton terhadap view

yang ada dalam bingkai. Dengan bingkai visual long shot / wide yang dapat

memberikan ruang yang luas untuk memperlihatkan keseluruhan suasana dan

objek. Dalam visual group shot terlihat bagaimana ekspresi tokoh Popy, Migi,

dan Sadha yang menangis sambil berpelukan seolah ingin menunjukkan

betapa campur aduknya perasaan mereka pada saat itu. Dengan durasi kurang

lebih dua menit, penonton diberi ruang yang luas untuk menafsirkan

bagaimana ekspresi dari masing-masing tokoh dan interaksi antar tokoh dalam

frame.

Tidak berselang lama, visual memunculkan pergerakan crazy angle,

seolah bergetar, diikuti dengan runtuhnya batu-batuan yang menunjukkan

adanya gempa bumi dalam durasi 01:17:00-01:17:48. Semakin lama getaran

44
yang diperlihatkan dalam frame semakin kuat hingga mengakibatkan

perubahan pada level angle yang semula digunakan adalah eye level, berubah

menjadi dutch angle; posisi kamera dalam kemiringan yang tidak sejajar

dengan garis linier tanah. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya gempa bumi

yang sedang terjadi saat itu.

Bingkai visual long shot memperlihatkan bagaimana tokoh Sadha,

Popy, dan Migi sedang berlari menjauh hingga out-frame (keluar dari frame).

Saat itu objek visual yang dapat ditangkap oleh mata kamera berupa gambar

landscape bebatuan yang runtuh di lereng gunung Merapi seolah pasrah

dengan keadaan yang sedang terjadi. Lambat laun visual memunculkan

gambar berkedip, blank, normal, blank, normal, dan pada akhirnya pada visual

terakhir memperlihatkan gambar blank. Keadaan gambar yang berkedip

dengan transisi blank ini memperlihatkan kepada penonton bahwa seperti

inilah kondisi alamiah kamera yang sedang tidak dalam posisi yang baik

bahkan pada akhirnya mati.

45
Tabel 3.3
Slide Animasi Cliping Surat Kabar
Time Code Visual Teknik Sinematografi
01:17:47- Tipe angle:
01:17:51 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In
01:17:51- Tipe angle:
01:17:55 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In
01:17:55- Tipe angle:
01:17:59 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In
01:17:59- Tipe angle:
01:18:03 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In

46
01:18:03- Tipe angle:
01:18:07 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In
01:18:07- Tipe angle:
01:18:11 Objektif
Level angle:
Eye Level
Shot Size:
Medium Shot
Movement:
Track In

Setelah adegan yang heroik dan dramatis disepanjang durasi 01:15:11

hingga 01:17:48, film Keramat memperlihatkan fase transisi blank

sebagaimana penjelasan tabel 3.1, bahwa fase ini menandai akhir dari proses

perekaman visual melalui mata kamera sebab kamera telah mati karena gempa

bumi. Film kemudian memunculkan visual animasi potongan-potongan koran

yang memberikan penjelasan logis tentang keseluruhan adegan dalam film.

Dalam visual animasi sepanjang 01:17:47-01:18:11 terlihat bagaimana

shot size medium shot memberikan penekanan pada detail objek visual yang

ditampilkan dalam frame. Pergerakan kamera track in, memberikan titik fokus

kepada penonton sekaligus membuat kedalaman konten visual lebih spesifik

dan detail. Secara visual penonton juga diperlihatkan bagaimana visual

animasi didominasi oleh warna merah. Penggunaan warna merah ini

47
memberikan kesan misterius dan kengerian yang mendalam dari peristiwa

gempa bumi.

Konten visual yang ditampilkan dalam durasi 01:17:47-01:17:51

berupa potongan koran dengan headline 27 Mei, Jam 05:57 WIB Gempa

Tektonik Mengguncang Bantul dan Sekitarnya. Kemunculan slide animasi

yang pertama ini seolah berusaha menjelaskan bagaimana potongan gambar

dalam adegan terakhir dengan latar gunung Merapi yang diperlihatkan sebagai

getaran yang kuat. Getaran yang dimaksud dalam visual adalah Gempa

Tektonik yang berpusat di Bantul. Dan keterangan jam 05.57 WIB dalam

frame berguna untuk menguatkan keterangan waktu terjadinya adegan dalam

durasi 01:17:00-01:17:48 dalam film.

Selanjutnya konten visual dalam durasi 01:17:51-01:17:55

diperlihatkan headline Gempa Bantul Diduga Bukan Gejala Alam Biasa,

konten visual dalam frame bermaksud menjelaskan mengenai perjalanan

spiritual crew produksi Menari diatas Angin yang dimulai dari latar Pantai

Parangtritis hingga Gunung Merapi sebagai bukan gejala alam biasa. Dengan

kata lain, ada unsur mistis yang terjadi didalamnya.

Dalam durasi 01:17:55-01:17:59 dan 01:17:59-01:18:03 ditampilkan

konten visual yang memiliki headline yang berkesinambungan dengan

kalimat Ditemukan Kamera Produksi yang Merekam Musibah Crew Film

dan Misteri Gunung Merapi Terungkap Berkat Sebuah Kamera Video.

Konten visual ini berusaha menjelaskan sisi logis dari film Keramat sekaligus

48
menjadi bukti otentik yang memperkuat konten visual dalam setiap adegan

dalam film.

Terakhir adalah slide visual animasi kliping koran selanjutnya dalam

durasi 01:18:03-01:18:07 dan 01:18:07-01:18:11. Konten visual yang

ditampilkan adalah headline berita Gempa Bantul Membunuh 4 Kru Behind

The Scene dan Kru Film Hilang Ditelan Gempa Bantul. Konten visual

dalam frame ini memberikan petunjuk yang lebih detail mengenai penjelasan

konten visual dalam durasi 01:17:55-01:17:59 dan 01:17:59-01:18:03.

49

Anda mungkin juga menyukai