Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PUSTAKA

DENGUE SHOCK SYNDROME

DEFINISI
Dengue shock syndrome (DSS) adalah sindrom syok yang terjadi pada penderita Dengue
Hemorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue. Menurut kriteria WHO tahun 1997
dinyatakan sebagai DHF derajat III-IV.

ETIOLOGI
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus yang berbeda antigen.
Virus ini adalah kelompok Flavivirus dan serotipenya adalah DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi
oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak
menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di daerah
endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur hidupnya. Dengue adalah penyakit
daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang
menggigit pada siang hari. Faktor resiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor
penderita seperti umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. (3)

EPIDEMIOLOGI
Terdapat 150.000 kasus demam dengue pada tahun 2007 di Indonesia dengan mortalitas
sebesar 1%. Suatu penelitian di Jakarta oleh Sumarmo (1973-1978) mendapatkan bahwa
penderita DSS terutama pada golongan umur 1-4 tahun (46,5%), sedang wong (1973) dari
singapura melaporkan pada umur 5-10 tahun dan di Manado terutama dijumpai pada umur 6-8
tahun kemudian pada tahun 1983 didapatkan terbanyak pada umur 4-6 tahun. Tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak perempuan
dari pada anak laki-laki. Jumlah penderita DBD/DHF yang mengalami renjatan berkisar antara
26-65%, dimana Sumarmo dkk. (1985) mendapatkan 63%, Kho dkk. (1979) melaporkan 50%,
Rampengan (1986) melaporkan 59,4% sedangkan WHO (1973) melaporkan 65,45% dari seluruh
penderita demam berdarah dengue yang dirawat. (2)
PATHOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terutama pada Dengue Shock Syndrom ialah tejadinya peninggian permeabilitas
dinding pembuluh darah yang mendadak dengan akibat terjadinya perembesan plasma dan elekrolit
melalui endotel dinding pembuluh darah dan masuk kedalam ruang interstitial, sehingga
menyebabkan hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa.
Pada penderita dengan renjatan berat maka volume plasma dapat berkurang sampai kurang lebih 30
% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan hipovolemi ini bila tidak segera diatasi maka dapat
mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, sehingga terjadi pergeseran ion kalium
intraseluler ke ekstraseluler. Mekanisme ini diikuti pula dengan penurunan kontraksi otot jantung
dan venous pooling, sehingga lebi lanjut akan memperberat renjatan.
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan yang biasanya timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a. Trombositopenia hebat, dimana trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa renjatan.
b. Gangguan fungsi trombosit
c. Kelainan system koagulasi, masa tromboplastin partial, masa protrombin memanjang sedangkan
sebagian besar penderita didapatkan masa thrombin norma. Beberapa factor pembekuan menurun,
termasuk factor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen.
d. Pembekuan intravaskuler yang meluas (Disseminated Intravascular Coagulation DIC). (2)

MANIFESTASI KLINIK
Perjalanan penyakit demam dengue terbagi menjadi 3 fase.

1. Fase pertama adalah fase demam detandai dengan dehidrasi, demam tinggi yang dapat
menyebabkan gangguan neurologis .
2. Fase kritis ditandai dengan shock dari kebocoran plasma, perdarahan pasif, gangguan fungsi
organ
3. Fase recovery ditandai dengan perbaikan klinis pasien namun dapat juga terjadi
hypervolemia.
Definisi kasus DHF : harus ada keempat tanda berikut

- Demam, atau sejarah demam akut, yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang bifasik.
- Kecenderungan perdarahan, adanya salah satu dari hal berikut:
o Tourniquet test positif
o Petechiae, ecchymosis atau purpura
o Perdarahan dari mukosa, perdarahan gastrointestinal, injeksi perdarahan atau
tempat lain.
o Hematemesis melena
- Trombositopenia (<100.000 /mm3 )
- Bukti terjadinya kebocoran plasma, dengan manifestasi salah satu:
o Hematocrit yang meningkat lebih dari 20% diatas nilai normal yang disesuaikan
umur, jenis kelamin dan poplasi.
o Turunnya hematokrit setelah terapi pengganti volume yang lebih dari 20% baseline.
o Tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia.

Definisi kasus DSS:

Kriteria DHF harus ada ditambah bukti kegagalan sirkulasi yang dimanifestasi dengan:

- Nadi yang cepat dan lemah


- Tekanan nadi <20mmHg
- Hipotensi menurut umur
- Kulit yang dingin, lembab, dan gelisah

Diagnosis dini DSS:

- Demam tinggi yang muncul tiba-tiba


- Diatesis hemoragic
- Hepatomegali
- Shock
- Laboratorium = trombositopenia (<100.000 /mm3 ) dan hematokrit meningkat
(peningkatan>20%)

Grading DHF: trombositopenia dengan hemoconsentrasi pada grade I dan II


membedakannya dengan demam dengue. Grade II-IV dianggap sebagai DSS:
- Grade I : demam bersama dengan gejala non spesifik,menifestasi hemoragic hanya berupa
testorniquet positif atau mudah memar
- Grade II : gejala dan tanda grade I ditambah perdarahan spontan
- Grade III : kegagalan sirkulasi yang bermanifestasi dengan nadi yang lemah dan cepat,
hipotensi atau tekanan nadi yang rendah, kulit yang dingin dan lembab serta gelisah.
- Grade IV : shock berat dengan tidak terditeksinya tekanan darah dan nadi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :

- Darah rutin :
o hemoconsentrasi yang ditandai dengan ht meningkat dan trombositpoenia
- Protrombine time, PTT, APTT
- LFT: SGOT/SGPT, serum protein
- serologi : IgM dan IgG dengue
- virologi : cultur, PCR, MAC-ELLISA
- waktu pengambilan : pada waktu masuk (S1) atau fase akut, 2-3 hari sebelum
dipulangkan atau bila pasien meninggal fase convalesence (S2), dan fase
convalecence lanjut pada waktu pemulangan pasien (S3). Pengambilan serum
dengan interval tersebut diharapkan menggambarkan perubahan serologi imunologi.

Rongen :

Thorax : untuk melihat apakay terdapat efusi pleura

DIAGNOSIS BANDING
Pada fase demam awal sulit dibedakan dengan infeksi lain baik bakterial, viral dan parasit.
Demam chikungunya sangat sulit dibedakan dengan klinis demam dengue dan fase awal
DHF. Tanda-tnda shock sudah menghilangkan kemungkinan demam chikungunya.
Ditemukannya trombositopenia bersamaan dengan hematokrit yang meningkat
membedakan DSS dengan shock oleh karena endotoksin seperti infeksi bakterial.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif dengan menekankan pada terapi cairan tubuh. Terapi cairan yng
adeuat membuktikan memiliki prognosis yang lebih baik. Rehidrasi oral dengan oralit atau sari buah
lebih baik dari pada dengan air biasa.

Antipiretik: paracetamol 10 mg/ KG BB, dengan indikasi suhu >390 C bila tanpa penyulit lain.

Indikasi terapi cairan intravena: hematokrit yang meningkat > 20% dari nilai normal.

Indikasi rawat inap :

- tanda-tanda dehidrasi:
o takikardia
o CRT > 2 detik
o Kulit yang pucat, dingin dan lembab
o Tekanan nadi melemah
o Penurunan kesadaran
o Oliguria
o Peningkatan hematokrit
o Hipotensi/

Monitoring

- Nadi, tekanan darah, respirasi setiap 30 menit


- Hematokrit dan hemoglobin di periksa setiap 2 jam untuk 6 jam pertama dan setiap 4 jam
sampai stabil
- Balance cairan

Kriteria pemulangan pasien

- 24 jam tidak demam tanpa penggunaan antipiretik


- Nafsu makan kembali normal
- Perbaikan keadaan umum
- Urin output baik
- Hematokrit stabil
- Telah melewati 2 hari post shock
- Distres respirasi dari effusi pleura atau asites tidak ada
- Trombosit > 50.000/mm3

Flow chart dan terapi cairan (lampiran)

KOMPLIKASI
- Perdarahan masif
- Gagal ginjal
- Odema otak
- Edema pulmoner
- Infeksi sekunder
- Asites
- Efusi pleura

PENCEGAHAN
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus bisa
mengakibatkan penyakit. Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata meningkatkan
resiko terjadinya penyakit yang serius.
Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus. sampai sekarang
satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan dhf adalah dengan memerangi
nyamuk yang mengakibatkan penularan. a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat
buatan manusia, seperti wadah plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung
air hujan. nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan
telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang.

Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :


1. menguras bak air
2. menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
3. mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.
Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva nyamuk
seperti abate. Hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa minggu, tapi
pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat yang sudah terjangkit dhf
dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging, tapi efeknya hanya bersifat sesaat dan sangat
tergantung pada jenis insektisida yang dipakai. Di Samping itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke
dalam rumah tempat ditemukannya nyamuk dewasa. Untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-
orang yang tidur di siang hari sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu
dan jendela, menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang
dioleskan.

PROGNOSIS
Prognosa penderita tergantung dari beberapa factor :
1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya
penanganan.
2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infuse dimulai.
3. Panas selama renjatan
4. Tanda-tanda serebral.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wahono TD., dkk., Demam Berdarah Dengue. Available at ; http://www.dkk-bpp.com
2. Rampengan T.H., Laurentz I.R., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p.136-157
3. Demam Berdarah Dengue. Available at ; www.medicastore.com
4. Behrman RE., et.al. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition.Saunders, Philadelphia.2004
5. WHO. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd ed. Geneva,
World Health Organization, 1997.
6. WHO. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
edition. Geneva, World Health Organization, 2009.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
2009
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai