Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Asfiksia Neonatal

DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah kegagalan nafas spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir.

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia menduduki penyebab ke-3 penyebab kematian pada bayi baru lahir. Sekitar
10% bayi baru lahir mengalami asfiksia neonatorum.

ETIOLOGI
Terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta dan faktor fetus dan neonatus. Faktor ibu meliputi
hipoksia pada ibu itu sendiri atau gangguan aliran darah di uterus dan plasenta. Faktor
plasenta meliputi kelainan plasenta seperti plasenta previa atau plasenta acreta. Faktor
fetus meliputi kompresi umbilikus yang dapat mengakibatkan gangguan aliran darah ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat di temukan pada keadaan talipusat yang melilit leher,
tertekan saat melewati jalan lahir, atau saat tali pusat terlilit. Faktor neonatus meliputi
depresi pusat pernafasan bayi baru lahir yang dapat terjadi pada pemakaian obat anestesi
berlebihan atau bayi prematur dimana reflex pernafasan belum sempurna. Asphyxia
neonatus dapat juga terjadi saat persalinan terjadi trauma atau adanya kelainan kongenital
pada bayi seperti hernia diafragmatika, stenosis saluran pernafasan, penyakit jantung
bawaan.

PATHOFISIOLOGI
Perjalanan penyakitnya pertama terjadi gasping primer bayi akan tampak biru oleh karena
peningkatan kadar Hb tereduksi akibat penumpukan CO2 kemudian bila dibiarkan atau
usaha resusitasi gagal maka akan menjati pucat akibat efek penyelamatan otak dimana
darah adari organ-organ yang tidak vital akan dialihkan ke jantung, otak dan kelenjar
adrenal sehingga kulit menjadi tampak pucat. Bila tetap tidak tertolong maka akn terjadi
bradikardi dan kematian.

Perubahan biokimiawi yang terjadi berawal dari tekanan oksigen yang menurun dan
tekanan CO2 yang meningkat. Kadar oksigen yang menurun menyebabkan organ organ
beralih dari metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Sedangkan tekanan CO 2
yang meningkat akan diubah menjadi asam karbonat yang meningkatkan keasaman darah.
Metabolisme anaerob tersebut juga akan menghasilkan produk sampingan berupa asam
laktat yang menumpuk i cairan tubuh dan meningkatkan keasaman darah juga.

Gejala apneu yang muncul pada bayi yang mengalami asphyxia dibedakan menjadi apneu
primer dan sekunder. Apneu primer terjadi setelah periode tachypneu. Setelah tachypneu
kemudian apnue primer, bayi akan mengalami nafas yang megap-megap atau tidak
beraturan sebelum terjadinya apneu sekunder. Pola pernafasan seperti ini dipicu oleh
pertama rangsangan kadar CO2 yang meningkat atau rangsangan hipercapnia yang
mengakibatkan tachypneu namun setelah tidak berhasil menurunkan kadar CO 2 maka ada
rangsangan hipoksik yang menyebabkan rangsangan nafas namun tidak beraturan oleh
karena tidak diatur lagi oleh pusat pneumotaktik.
MANIFESTASI KLINIK
Dari anamnesis didapatkan faktor resiko seperti kesuliatan lahir, lahir tidak bernafas, lilitan
tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, atau airketuban tercampur
mekonium.

Dari pemeriksaan fisik intrauterin didapatkan DJJ<100x/menit atau >160 x/menit


(kardiotokografi), kekeruhan air ketuban, meconium dalam air ketuban. (menandakan
sedang atau pernah mengalami hipoksemia). Pada saat bayi telah lahir dapat ditemukan
bayi tidak bernafas, bayi denyut jantung nya <100/ menit, kulit sianosis, pucat atau tonus
menurun.

Pemeriksaan APGAR score dilakukan di menit 1 dan menit ke 5, bila nilai apgar setelah
menit ke 5 masih kurang dari 7 maka penilaian dilakukan tiap 5 menit sampai score
mencapai 7. APGAR score berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi dan
menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi. Resusitasi dimulai 30 detik setelah
lahir bila bayi belum menangis.

Diagnosis asfiksia neonatorum

Tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4

Asfiksia sedang nilai 2 3

Asfiksia berat nilai 1

Bayi lahir mati / mati baru fresh still birth nilai 0

APGAR score
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain foto polos dada, USG kepala,
laboratorium darah rutin, analisa gas darah, dan serum elektrolit.

Bila pH umbilikal <7,0 dengan APGAR score menit ke-5 adalah 0-3, maka kemungkinan akan
ada keterlibatan organ dalam, dan gangguan neurologis (kejang, hipotoni, atau koma)

PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar resusitasi adalah memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan
saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, memberikan
bantuan nafas bila usaha nafas bayi tidak adekuat, melakukan koreksi asidosis, dan menjaga
sirkulasi tetap baik.

Tindakan umum berupa pengawasan suhu kerena hipotermia akan merangsang terjadinya
usaha untuk meningkatkan suhu tubuh yang mengkonsumsi lebih banya energi, oksigen
danmemproduksi lebih banyak asam laktat serta mengurangi efektifitas kontraksi otot
pernafasan. Penghangatan dapat dilakukan dengan memberi lampu yang cukup kuat pada
bayi untuk pemanasan luar dan pengeringan supaya panas tubuh tidak hilang karena
evaporasi. Tindakan keda berupa pembersihan jalan nafas dilakukan diposisi kepala lebih
rendah supaya mempermudah keluarnya lendir. Tindakan ketiga berupa rangsangan untuk
menimbulkan pernafasan, hal ini dapat dilakukan dengan tindakan penghisapan lendir,
pengaliran O2 ke dalam mukosa hidung, dan rangsangan nyeri dengan memukul kedua
telapak kaki bayi atau menekan tendon achiles.

Bila bayi cukup bulan, cairan amnion jernih, bernafas atau menangis, dan tonus otot bagus
maka bayi sehat dan dapat dilakukan asuhan bayi sehat. Bila tidak, maka dilakukan langkah
awal resusitasi setelah 30 detik. Langkah awal berupa memberi kehangatan dengan
menempatkan di bawah pemancar panas, kemudian hisap lendir dengan kepala setengah
fleksi, keringkan dan rangsang bayi, reposis kepala dan nilai bayi. Bila bayi bernafas dan
denyut lebih dari 100x/menit, kulit berwarna kemerahan, maka dapat dilakukan observasi.
Bila tidak, maka bayi di beri oksigen dan ventilasi tekanan positif. Bila frekuensi denyut di
bawah 60 x/m maka lakukan kompresi dada dan epinefrin. Bila ventilasi efektif, denyut di
atas 100 dan kemerahan maka lanjutkan dengan perawatan pasca resusitasi.

Asuhan pasca resusitasi berupa observasi selama 2 jam. Hal yang perlu di observasi
adalah retraksi, RR<30x/menit, atau >60x/menit, warna nya kebiruan, pucat dan lemas.

Bila resusitasi tidak berhasil selama 10 menit, maka dapat dipertimbangkan untuk
berhenti resusitasi.

Tindakan khusus tergantung seberapa berat asfiksia yang dialami bayi. Pada asfiksia
berat (APGAR 0-3) dengan memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan oksigen tekanan
positif dengan endotraceal tube. Tekanan ventilasi tidak boleh lebih tinggi dari 30 cm H2O
untuk mencegah kemungkinan inflasi paru yang berlebihan dan ruptur alveoli. Serta
memberi antibiotik profilaksis. Untuk menangani asidosis paru perlu diberikan natrium
bikarbonat dengan dosis 2-4 mEq/KG BB atau larutan natrium bikarbonat 7,5% ditambah
glukosa 15-20% dengan dosis 2-4ml/KGBB yang disuntikkan secara perlahan-lahan melalui
vena umbilikalis. Bila perlu dilakukan kompresi dada, dilakukan dengan 3x kopresi dinding
thorax diikuti dengan 1 x ventilasi. Asfikisa sedang (skor apgar 4-6) melakukan stimulasi
dalam waktu 30-60 detik bila tidak timbul pernafasan spontan maka ventilisasi aktif harus
segar dilakukan. Cara ventilisasi aktif yaitu dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan O2
dialirkan dengan aliran 1-2 l/menit. Memberikan posisi dorsofleksi kepala pada bayi.
Lakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulutsecara teratur disertai gerakan
dagu keatas dan ke bawah dalam frekuensi 20x/menit sambil memperhatikan gerakan
dinding toraks dana abdomen. Jika tidak ada hasil yangdiperlihatkan oleh bayi makalakukan
ventilisasi mulut kemulut atau ventilisasi kantong masker.Ventilisasi dilakukan secara
teratur dengan frekuensi 20 30 x/menit sambilmemperhatikan gerakan pernafasan
spontan yang timbul.

Terapi medaikamentosa berupa epinefrin, plasma expander, dan natrium bicarbonat atau
naloxone. Epinefrin berindikasi : Denyut jantung bayi< 60x/menit setelah paling tidak 30 deti
kdilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada tetap asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB
dalam larutan 1 :10.000 (0,01-0,03 mg/Kg BB). Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang 3-5
menit bila perlu. Plasma ekspander dengan indikasi: Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi
mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan
akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah , dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat. Jenis cairan
:Larutan Kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9% Ringer laktat). Transfusi darah golongan O
negative jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : Dosis awal 10 ml/Kg BB i.v pelan
selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Bicarbonate: Indikasi :
Asidosis metabolic, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bicarbonate pada keadaan asidosis metabolic dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan gas darah dan kimiawi. Dosis:1-2 mEq/kg
BB atau 2 ml/kg BB (4,2%) atau 1ml/KgBB (7,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau
dextrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
fungsi miokardium dan otak. Naloxone Hydrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan Naloxone : ventilasi harus adekuat
dan stabil. Indikasi :Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan
narkotik 4 jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pengguna obat narkotik sebab akan menyebabkan tanda-tanda withdrawal
tiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1mg/Kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
KOMPLIKASI
Pada otak dapat terjadi hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, atau serebral palsi.
Pada jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten, disfungsi ventrikel, perdarahan paru
dan edema paru. Pada organ gastrointestinal dapat terjadi NEC, stress ulcer. Pada ginjal
dapat terjadi nekrosis tubuler akut, sindroma inapropriate diuretik hormone. Pada keadaan
umum dapat terjadi infeksi dan sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care. Edisi 15. 2001
McGraw Hill.
2. Avert Gordon B: Neonatologi, Pathology and Management Of The New Born. Edisi
ke 2. Lippincott. Philadelphia 1981
3. Rudolfs Fundamental Of Pediatric. Edisi 3. McGraw Hill. 2002
4. Behrman, Kliegman : Nelson Essential Of Pediatric-Delivery Room Care. W.B
Saunders. 1990.

Anda mungkin juga menyukai